BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

1454648505198

Comments

  • “Aku jelek. Aku juga pendek. Aku gemuk. Mungkin
    aku dikutuk”, curhat seekor ulat pada seekor kupu-
    kupu. Kupu-kupu ini sangat cantik sekali dengan
    sayapnya yang berwarna-warni seperti pelangi. Jika dibandingkan dengan ulat yang memang gemuk dan juga pendek, perbedaannya bagaikan batu jalanan dan permata kerajaan. Melihat ulat yang begitu sedih dengan kekurangannya sendiri yang dia sendiri tidak mengerti, kupu-kupu cantik ini mengeluarkan sebuah foto. Lalu foto itu diberikan pada ulat gemuk ini. “Coba lihat foto ini. Menurutmu dia cantik tidak?”, tanya kupu-kupu dengan tersenyum manis sekali. “Ya Tuhan, mahkluk apa ini? kok jelek sekali?”, teriak ulat spontan sambil membuang foto itu. Sang kupu-kupu hanya tersenyum melihat tingkah siulat
    gemuk yang menurutnya begitu gemesin. “Jika mahkluk difoto ini yg kamu sebut jelek ini
    menyukaimu, akankah kamu menerimanya?”, tanya kupu-kupu sambil memunggut foto itu disertai senyuman yang tetap manis sekali. Mendengar pertanyaan sikupu-kupu, ulat gemuk ini dengan kaki kecilnya berjalan pelan-pelan menghampiri kupu- kupu dan meminjam foto yang tadi barusan dibuangnnya. “Sejujurnya, aku mungkin akan menolaknya. Tapi aku juga sadar bahwa akupun tidak lebih cantik daripadanya. Aku memang menginginkan seekor kupu-kupu untukku, tapi aku juga menyadari bahwa aku terlalu jauh dan tidak pantas untuk meminta itu. Dan jika dia yang difoto ini memang untukmu, apapun fisiknya aku akan menerimanya. Aku tidak pantas menilai seseorang dari fisiknya apalagi hanya dari foto saja”, kata ulat sambil memandangi foto itu sambil tersenyum. Ya, ulat memang tidaklah secantik kupu-kupu. Bahkan jika dinilai dia jauh dari angka tujuh. Tapi saat hatinya yang tulus menerima
    kekurangan seseorang untuk dirinya, maka dia
    juga telah menerima pemberian Tuhan dalam
    bentuk lainnya. “Terimakasih karena kamu mau menerimaku, dan sejujurnya aku juga menyukaimu”, kata kupu-kupu cantik ini. Mendengar jawaban kupu-kupu yang cantik ini, ulat
    menjadi bingung. Apakah kupu-kupu cantik ini
    sedang mengetes dirinya? ataukah dia hanya ingin
    menghibur hatinya yang sedang bersendu air mata. Melihat siulat yang sedang kebingungan membuat kupu-kupu cantik ini tertawa kecil. Dikecupnya mesra dahi siulat. Lalu kupu-kupu melanjutkan perkataannya. “Itu adalah fotoku dulu sebelum aku menjadi kupu- kupu”.
    Kadang kita menilai kecantikan diri kita dengan membandingkan “kecantikan” orang lain yang belum tentu cantik bagi pemiliknya apalagi Tuhan. Tidak ada salahnya kita ingin menjadi cantik dalam bentuk fisik. Tapi bukankah sangat disayangkan kita menjadi cantik demi dipuji dunia dengan mengorbankan cantik yang dipuji surga?
  • "Angel sayang, mengapa kamu bermasam muka?
    jelek lho”, tanya seorang wanita cantik dengan
    rambut pirang bergelombang diikat model ekor kuda. Senyumannya sangat manis. “Aku bingung ma, nanti malamkan ada pesta dansa. Aku bingung mau ajak siapa”, jawab seorang remaja putri yang mulai beranjak dewasa yang secantik wanita yang
    bertanya. “Bagaimana kalau Alex, dia kan tampan dan atletis”, tanya wanita cantik ini lagi ternyata ibunya Angel. “Hm, Alex memang tampan, tapi dia playboy ma. Aku tidak suka pria yang seperti itu walupun aku juga mengaguminya”, jawab Angel sedikit tersipu. “Kalau begitu Johan saja, dia kan kaya dan dia selalu memberikanmu hadiah mahal. Jadi dia mungkin bisa membuatmu dan memperlakukanmu bagaikan putri sungguhan”, goda sang ibu. “Johan sih memang kaya, tapi cuma itu yg bisa dibanggainnya. Lagian aku tidak terlalu suka dengan hadiah mahal yang dia beri”, jawab Angel menghela napas panjang. Sang ibu tersenyum, lalu dipeluknya putrinya itu. “Sayang, kamu mau sama siapa saja boleh kok, asal jangan ajak George saja. Dia kan terlalu biasa buat Angel yang cantik. Dia juga hanya seorang pelayan cafe, dia pasti tidak co…”, belum selesai wanita cantik ini berkata, Angel memotong perkataan ibunya. “Ma, justru aku sekarang ingin mengajak George. Mama boleh menilainya biasa atau jelek sekalipun.
    Tetapi George adalah temanku yg paling kusayang. Dia selalu ada untukku. Dia selalu menghiburku. Dia memang tidak setampan Alex dan tidak sekaya Johan. Tapi bagiku senyumannya adalah yang paling tampan dan sikapnya adalah yang paling kaya.”. “Mama selalu mengajarkanku supaya tidak menilai seseorang dari fisik dan materinya, tapi kenapa malam ini mama justru…”. Angel terdiam mendapati jari ibunya menempel dibibirnya. Angel melihat ibunya tersenyum manis sekali. “Sayang, mama sengaja memanaskanmu supaya kamu tidak bingung siapa yang hendak kamu pilih sebagai pasanganmu kepesta dansa. Dan, ternyata mama tidak salah menilai kamu dalam menilai seseorang. Kamu mungkin tidak menyadarinya sampai kamu membela dia”. “kualitas seorang pria tidaklah ditentukan oleh kualitas fisiknya ataupun kualitas keuangannya walaupun itu juga baik. Tetapi kualitas pria terbaik selalu ditentukan oleh kualitas pribadinya.. . Sekarang kamu tidak bingung lagi kan siapa yang hendak kamu bawa kepesta dansamu?”, tanya wanita cantik ini pada Angel. Keduanya tersenyum. Manis sekali. Mereka saling berpelukan. Sambil mencium pipi mamanya, Angel membisikkan sesuatu yang manis ditelinga ibunya. Sang ibu tertawa kecil mendengar bisikan itu. “Akan kutunggu waktu itu datang sayang dan mama
    dengan senang hati merestuinya”, jawab wanita
    cantik ini.
  • Ada 3 sahabat yang sangat ingin mencicipi ayam
    goreng. Suatu hari mereka mendengar ada seorang
    pertapa yang tinggal dipuncak gunung bisa
    memberikan resep ayam goreng itu. Ketiga sahabat
    ini sangat bersemangat dan berjanji besok pagi
    mereka akan menemui pertapa itu. Paginya, mereka berangkat dengan semangat
    penuh. Mereka bernyanyi dan senang sekali. Lalu
    tibalah mereka ditanjakan pertama dan bertemu
    seorang pemuda. Dia terlihat kelelahan. Salah satu
    dari 3 sahabat ini bertanya mengapa. Lalu
    berceritalah pemuda ini. Ternyata, pemuda yang lelah ini juga ingin menemui
    sang pertapa, tetapi dia menyerah karena
    puncaknya masih tinggi. Dengan membayangkan
    saja sudah membuatnya merasa lelah. Dia juga
    bertanya pada 3 sahabat ini apakah pantas ayam
    goreng yang akan mereka dapatkan nanti sesuai dengan segala usaha mereka. Pemuda ini juga
    menyarankan lebih baik menunggu disini sampai
    mereka yang berhasil mendapatkan resepnya diatas
    dan turun membagikan pada mereka. Ketiga sahabat ini terdiam. Lalu salah satunya
    berkata, “Sahabatku, aku setuju dengan pemuda ini.
    Untuk apa kita bersusah payah bertiga naik keatas,
    bukankah lebih baik menunggu saja. Tidak perlu
    capek-capek mendakinya. Lagipula, gunungnya
    sangat tinggi penuh bebatuan dan berliku-liku lagi”. Akhirnya, setelah berdebat sebentar, tinggal 2
    sahabat yang tetap mendaki. Mereka menghargai
    keputusan sahabat yang satunya dan tidak mau
    memaksakan kehendak mereka. Padahal mereka
    juga telah berusaha menyakinkan sahabatnya
    bahwa mencoba dan mendapatkan sendiri resepnya lebih baik daripada menunggu disana. Setelah perjalanan cukup jauh, tibalah mereka
    ditanjakan kedua. Ditanjakan kedua ini, terlihat beberapa pemuda yang
    duduk santai juga. Mereka terlihat lebih sedikit
    menikmati dibanding pemuda yang ditanjakan
    pertama. Ketika hendak melanjutkan perjalanan,
    seorang pemuda memanggil mereka datang
    menghampiri 2 sahabat ini. Lalu dia menawarkan resep ayam goreng yang dicari mereka. Kedua sahabat ini terkejut. Bagaimana mereka bisa
    mendapatkan resep itu?. Dan daripada mereka,
    kedua sahabat ini mengetahui bahwa resep itu
    adalah resep yang ditulis oleh seseorang yang
    pernah sampai dipuncak dan menjualnya pada
    mereka. Dan karena sudah mengetahui resep tersebut, mereka tidak mau menaiki tanjakan itu
    lagi. Bagi mereka itu sudah cukup. Lagipula untuk
    apa capek-capek keatas lagi dan hanya
    mendapatkan resep yang sama. Kedua sahabat ini terdiam. Lalu salah satu sahabat
    ini berkata, “Sahabatku, untuk yang kali ini aku
    setuju dengan pemuda ini. Untuk apa kita bersusah
    payah naik keatas lagi jika kita sendiri bisa
    membelinya disini? Lagipula, resepnya juga sama
    bukan? Belum lagi gunungnya masih tinggi dan tanjakan makin tinggi”. Dengan perasaan berat, sahabat yang tinggal sendiri
    ini terus melanjutkan perjalannya. Ketika ditengah
    perjalananya keatas, terpikir beberapa kali ia hendak
    berhenti. Banyak pikiran yang membenarkan
    pendapat sahabat-sahabatnya. Tetapi karena
    keinginannya yang besar untuk mendapatkan langsung resep dari sang pertapa, ia tetap berjuang
    sekalipun sendirian. Setelah cukup lama berjuang, akhirnya ia tiba
    dipuncak. Ia begitu terkejut dengan pemandangan
    disana. Sangat indah, menentramkan, dan penuh
    kepuasan yang tak terkatakan. Samar-samar
    didepannya ia melihat seorang tua sedang
    mengoreng sesuatu. Belum sempat ia bertanya siapa, orang tua ini
    berkata padanya, “Anak muda, ayam gorengnya
    sedang aku siapkan. Duduklah sebentar dan
    beristirahatlah. Nikmatilah perjuanganmu, karena
    kamu pantas mendapatkannya.” Ternyata orang tua
    ini adalah pertapa yang ia dan sahabat-sahabatnya ingin temui. Setelah menunggu sebentar dan puas beristirahat,
    ia dan pertapa ini menikmati ayam goreng yang
    sangat diimpikannya. Ternyata ayam goreng
    tersebut luar biasa enaknnya. Gurih dan penuh rasa
    yang memanjakan lidah dan jiwa. Sambil menikmati
    ayam goreng tersebut, pertapa ini bertanya padanya, “Anak muda, maukah kamu resep ayam
    goreng ini?”. “Iya, aku mau guru”, jawabnya sangat gembira. Lalu
    sang pertapa memberikannya resep ayam goreng
    yang nikmat itu. Ternyata, setelah dilihat, resep itu
    hampir sama dengan resep yang ditawarkan oleh
    para pemuda ditanjakan kedua. Memang ada yang
    berbeda, tetapi sisanya hampir sama. Seperti bisa membaca pikirannya, pertapa ini
    berkata. “Sesungguhnya tidaklah terlalu penting resep ayam
    goreng itu anak muda, karena resepnya semuanya
    memang hampir sama. Tetapi mengapa dengan
    resep yang hampir sama bisa menghasilkan RASA yang berbeda, semua itu tidak lain karena KEINGINAN dan USAHA“. “Ada yang merasa resepnya susah, bahan-
    bahannya tidak ada, perlu waktu lama dan biaya,
    mereka menyerah. Ada pula yang sudah berusaha,
    tetapi seringkali gagal dan tidak sesuai selera,
    akhirnya menyerah dan mencari yang mudah
    dengan segala cara yang sebenarnya membohongi dirinya sendiri dan sesamanya”. “Tetapi, mereka yang terus berusaha, tidak
    menyerah, mengikuti dan terus menyesuaikan resep
    itu hingga akhirnya, merekalah yang mendapatkan
    resep sesungguhnya. Dan resep itu, hanya mereka
    yang tahu. Yang lebih luar biasanya, mereka malah
    menemukan resep baru yang kadang unik dan berbeda”. “Ingatlah anak muda, kamu bisa mendapatkan
    resepnya darimana saja, tetapi ketika kamu tidak
    berkeinginan dan malas untuk melakukannya,
    sesempurna apapun resep itu, ia akan menjadi sia-
    sia”. “Begitu juga sebaliknya bagi mereka yang tidak
    menemukan resep yang sempurna. Tetapi mereka
    berkeinginan keras, tidak malas dan terus berusaha,
    justru mereka yang kelak akan menciptakan resep
    baru yang dicari-cari orang banyak didunia”. “Ada yang puas hanya dengan menunggu ayam
    goreng pemberian orang lain kepadanya. Ada yang
    puas dengan membeli resep dan mengoreng
    seadanya saja sekalipun sudah bosan dengan
    rasanya. Dan ada yang berusaha keras
    menciptakan sendiri ayam goreng favoritnya dan terus menikmatinya”. “Semua kembali pada KEINGINANmu, USAHAmu
    dan seberapa kamu MAU. Bukan pada resepnya,
    tapi pada kokinya yang sesungguhnya adalah
    kamu”.
  • “Guru, mengapakah aku selalu menemukan
    seseorang yang bukan untukku dan sering
    menyakitiku?”, tanya seorang pemuda pada seorang pertapa yang terkenal bijaksana. Pemuda ini terlihat begitu putus asa dan lelah. “Baiklah, menurutmu bunga warna apa yang lebih indah disana?”, tanya sang guru sambil menunjuk
    hamparan bunga didepan mereka. “Yang merah cantik, tapi berduri. Yang putih indah, tapi biasa. Yang Kuning menarik, sayang kurang cantik. Yang unggu ayu, tapi mudah layu”, jawab sipemuda dengan mimik wajah serius sambil menilai apa yang dilihatnya. Sang pertapa tertawa kecil. Katanya pada pemuda itu memberi nasehat. “Anak muda, kamu bertanya mengapa kamu sering
    menemukan yang bukan untukmu dan sering
    menyakitimu bukan? Sesungguhnya kamulah yang MENGUNDANG mereka datang padamu”. “Kamu terlalu menginginkan yang SEMPURNA sehingga yang terbaik menjadi biasa dan yang biasa menjadi tidak berwarna”. “Semakin kamu ingin mencari yang lebih baik, semakin jauh kamu menarik yang tidak baik. Mungkin kamu menemukannya, tetapi saat ada yang lebih baik lagi, maka yang telah baik
    sebelumnya akan kamu tinggal pergi”. “Anak muda, sebelum kamu berhenti mencari yang sempurna, selama itulah yang kamu temukan adalah luka. Ingatlah, yang sempurna bukanlah yang luar biasa melainkan yang sederhana tapi membuatmu luar biasa”.
  • Suatu hari seorang pemuda menemui seorang
    pertapa. “Wahai pertapa yang bijak, apakah yang
    harus kulakukan untuk bisa maju dan melupakan
    masa lalu?”, tanyanya ketika bertemu pertapa ini. Lalu pertapa yang dikenal bijak ini memintanya
    bercerita dan keluh kesah apa yang membuatnya
    berpikir demikian. Setelah selesai bercerita, sang
    pertapa berkata pada pemuda ini. “Anak muda, mulai besok setiap hari datanglah padaku. Tetapi, aku memintamu mengikat sebuah batu yang besar dengan tali dan menariknya sampai kesini. Jangan bertanya apa-apa padaku dulu. Lakukan saja”. Pemuda ini pulang dengan bingung. Hari pertama, pemuda ini melakukannya. Ketika sampai pada pertapa ini, segala keringat bercucuran dan kelelahan. Masih dalam kebingungan, pemuda
    ini ingin bertanya, tetapi selalu didiamkan sang
    pertapa. Hari-hari berlalu, tidak terasa sebulan lamanya. Akhirnya, pemuda ini mencapai puncak penasaran dan amarah. Katanya dengan suara keras pada sang pertapa. “Aku tahu engkau dikenal pertapa yang bijak, tetapi aku juga memerlukan jawaban mengapa aku harus setiap hari melakukan ini? Apa gunanya aku menyakiti diriku sendiri dengan menarik batu besar ini”. Pertapa tersenyum penuh arti. Jawabnya. “Itulah jawaban pertamamu atas pertanyaanmu
    dahulu”. “Apa maksud Anda?”, tanya pemuda bingung lupa apa pertanyaannya dahulu. Sang pertapa tersenyum lagi. Dengan bijak ia menjawab. “Dulu kamu bertanya apa yang harus kamu lakukan untuk melupakan masa lalu dan bergerak maju bukan? Itulah jawabanmu hari ini”. “Sesungguhnya aku bisa bisa memberikan segala
    jawaban, tetapi aku yakin semua itu tidak akan
    memuaskanmu. Mengapa? Karena kamu sendiri
    masih mengikat batu (masa lalu) ditubuhmu”. “Bagaimana kamu harus melepaskannya adalah
    mudah, tinggal potong tali itu dan selesai. Tetapi
    mengapa banyak orang susah melepaskannya?
    Karena mereka secara tidak sadar yang tidak mau
    melakukannya dengan segala alasan dan kebenaran yang ada”. “Bahkan ada yang sengaja tetap mengikatnya sehingga ketika ia mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya, ia bisa membenarkan dirinya tidak bisa seperti orang lain karena batu (masa lalu) itu terus mengikatnya”. “Padahal, tidak ada batu yang bisa mengikat
    seseorang. Kita sendirilah yang mengikat batu itu
    pada tubuh kita”. “Dan ketika kamu sadar bahwa batu itu menyakitimu, maka kamu dengan senang hati memotongnya. Itulah yang aku ingin ajarkan
    padamu anak muda”. “Sekarang cobalah kamu lepaskan batu besar itu dan naiklah kemari besok kesini. Aku ingin memberikan satu lagi jawaban padamu”, lanjut sang pertapa. Pemuda ini pulang dengan puas. Ia akhirnya mengerti dari maksud sang pertapa. Keesokan harinya, pemuda ini kembali ketempat sang pertapa bijak. Sampai kesana pemuda ini tersenyum lebar. Sang pertapa juga tersenyum karena telah tahu pemuda ini telah belajar sesuatu yang baru. “Jadi, maukah kamu menceritakan apa yang membuatmu tersenyum?”, tanya sang pertapa ramah. Jawab sang pemuda. “Terimakasih wahai pertapa yang bijak, karena
    bimbinganmu aku mendapatkan jawabannya”. “Kemarin aku telah mendapatkan jawaban mengapa dan bagaimana aku harus melepaskan batu besar yang mengikatku. Hari ini saat berjalan kesini aku mendapati aku menjadi lebih kuat”. “Dulu sambil membawa batu besar, perlu hampir
    sehari aku sampai kesini. Tetapi ketika batu itu
    kulepaskan, aku hanya perlu beberapa puluh menit
    untuk kesini dan aku baru menyadari bahwa banyak pepohonan dan bunga tumbuh indah disini”. “Aku belajar, masa lalu yang sulit, masa lalu yang buruk akan menjadi kekuatan yang besar ketika kita bisa menerimanya dan melepaskannya. Batu yang selama ini kutarik justru menguatkanku”, jawab pemuda ini tersenyum bangga. Sang pertapa juga tersenyum bangga. Ingatlah, selalu ada pelajaran dibalik semuanya. Ada hikmah dibalik kesulitan yang ada. Semua tergantung bagaimana kita melihatnya
  • “Ma, aku ada pertanyaan buat mama nih. Jika suatu hari ada banjir besar dan mama menemukan satu kapal yang hanya bisa membawa dua orang,
    siapakah yang akan mama pilih dan bawa? aku atau papa?”, tanya Angel dengan tatapan mata serius.
    “Kok tiba-tiba tanya begituan sayang?”, tanya sang ibu tersenyum sambil terus merapikan tempat tidur Angel. “Aku pengen tahu aja ma, siapakah yang mama lebih sayang. Mama harus jawab ya, aku serius nih…”, lanjut Angel sedikit ngambek. Pipinya dibuat gelembung kembang kempis. Ibunya yang melihatnya tertawa kecil. Dipeluknya dengan mesra putri kecilnya itu dan didudukan diatas tempat tidurnya. “Iya sayang, mama akan jawab. Sekarang hentikan mainin pipimu itu, nanti jadi jelek lho”, goda ibunya pada Angel. “Sebelum mama jawab, aku minta jawabannya jangan seperti papa ya”, pinta Angel sambil memainkan rambut ibunya. “Memangnya papamu jawab apa?”, tanya ibu Angel dengan senyuman penuh makna. “Ada dech, sekarang mama jawab dulu. Nanti Aku kasih tahu apa jawaban papa”, jawab Angel membaringkan kepalanya dipangkuan ibunya. Dibelainya dengan sayang rambut pirang putri
    kecilnya itu. “Kamu bertanya apa yang akan mama
    lakukan jika mama menemukan kapal yang bisa
    membawa dua orang saja bukan?”, tanya ibunya
    tersenyum manis memastikan. “Iya ma, siapa yang
    akan mama pilih?”, tanya Angel penasaran. Dengan senyuman yang manis wanita cantik ini
    menjawab, “Mama akan pilih kamu dan papamu, lalu mama akan minta kalian yang menaiki kapal itu”. “Lho, kok gitu ma? jawaban mama sama dengan papa ah, papa ada cerita ya?”, tanya Angel curiga. Ibunya hanya bisa tertawa kecil melihat kepolosan putrinya itu. “Tentu saja tidak sayang. Mungkin kamu belum bisa mengerti apa maksud kata mama dan juga papamu”, lanjut ibu Angel sedikit menjelaskan. “Bagi mama dan juga papamu, yang namanya keluarga tidak bisa dipilih siapa yang paling disayangi. Ketika mama dan papa menikah, kita telah menjadi satu. Dan setelah Angel lahir, kita semua tetap satu”. “Jika yang satu disayangi, maka semua juga tersayangi. Jika yang satu dilukai, maka semua
    juga terlukai. Dan jika mama harus terpaksa memilih seperti pertanyaan Angel, maka mama memilih kehilangan diri sendiri daripada harus kehilangan salah satu dari kalian yang sangat mama cintai. Karena kamu dan papamulah yang membuat mama ingin hidup setiap hari”, jawab ibunya sambil mencium kening putrinya.
  • semuanya aku suka ...
  • “Guru, apa yg harus kulakukan supaya aku bisa
    menemukan cinta sejatiku”, tanya seorang pemuda.
    “Pulanglah lewat jalan dimana kamu datang dan
    punggutlah satu batu yg menurutmu paling indah.
    Besok bawalah padaku batu itu”, jawab sang guru. Walaupun bingung dengan jawaban sang guru
    pemuda ini tetap melaksanakan titah sang guru.
    Pemuda ini percaya bahwa sang guru akan
    memberikan nasehat yang bijak. Maka tanpa
    bertanya apapun pemuda ini melaksanakannya.
    Setiap batu yang bisa ditemukannya dijalan diambilnya. Lalu dia menilai apakah batu itu indah
    atau tidak dengan membandingkan dengan batu
    lainnya. Keesokan paginya pemuda ini datang dengan
    bercucuran keringat sambil mengendong sekarung
    sesuatu dipundaknya. Setelah dibuka dan
    dikeluarkan isinya, ternyata isinya adalah batu. Dan
    batu-batu itu memang terlihat indah dibawah terik
    matahari pagi itu. “Guru, guru memintaku membawa satu batu yang
    menurutku paling indah, tapi aku juga melihat
    banyak batu-batu lain yang indah, jadi aku berpikir
    alangkah baiknya jika aku bisa memilih lebih dari
    satu batu. Sekarang aku telah melaksanakan
    perintah guru, jadi apa hubungannya dengan pertanyaanku kemarin dengan batu-batu ini?”, tanya
    pemuda ini masih bingung. Sang guru hanya tersenyum, lalu dilihatnya batu-
    batu itu. Katanya pada pemuda ini, “Sekarang
    pulanglah, bawa batu-batu ini bersamamu dan
    letakkan kembali dimana kamu menemukan batu-
    batu ini. Besok pagi datanglah padaku”. Pemuda ini makin bingung dengan permintaan sang
    guru. Dia sudah bersusah payah menemukan batu
    indah yang diminta sang guru, lebih dari satu lagi
    sekarang malah disuruh untuk mengembalikan
    kembali kejalanan? pada tempatnya lagi dimana ia
    temukan?. Walaupun dengan perasaan kecewa dan berat, pemuda ini tetap melaksanakan perintah sang
    guru. Diambilnya semua batu-batu itu dan
    dimasukan kembali dalam karung yang dibawanya.
    Lalu pemuda ini pun pulang dengan beban
    dipundaknya. Sekali lagi. Keesokan paginya pemuda itu datang dengan
    tangan kosong. Wajahnya terlihat agak cemberut.
    Mungkin pemuda ini kecapekan karena seharian
    mengendong karung berat berisi batu-batu kemarin.
    Ketika pemuda ini bertemu gurunya tanpa basa-basi
    ia langsung bertanya, “Sekarang apa yg harus kulakukan? Mohon guru memberikan jawaban pada
    murid dan murid mohon jawaban itu harus
    memuaskan”, tanya sipemuda dengan nada yang
    sedikit tinggi. Sang guru tersenyum melihat muridnya yang tidak
    sabaran, atau lebih tepat sudah kehilangan
    kesabarannya. Katanya pada pemuda ini, “Punggut
    kembali satu batu yang kamu buang itu”. Kali ini
    sang pemuda murka. Mukanya memerah padam.
    Tetapi sebelum kemarahan itu dimuntahkannya, sang guru lalu berkata. “Muridku, beberapa hari yang lalu kamu bertanya
    padaku bagaimana menemukan cinta sejatimu
    bukan?”, tanya sang guru. “Iya guru, dan ternyata
    guru mempermainkanku. Jika guru tidak tahu
    mengapa murid yang harus jadi korban”, jawab sang
    murid masih marah. “Hohoho…, tahukah pelajaran apa yang kuberikan padamu selama tiga hari ini?,
    tanya sang guru tersenyum penuh arti. “Bagaimana
    murid bisa tahu? yang guru minta hanya memunggut
    batu dan meletakannya kembali. Apa yang bisa
    kupelajari dari memunggut batu?”, tanya murid
    kebingungan dengan kemarahan semakin memuncak. Sang guru menghela napas panjang. Dilihat mata
    muridnya dalam-dalam. Katanya. “Muridku, seandainya batu itu adalah seorang
    manusia, seorang wanita, sebuah batu yang kamu
    sebut cinta setia, kamu sebenarnya telah
    menemukannya, tapi karena MATAMU YANG SILAU akan hal-hal yang indah, kamu MENUTUP MATAMU yang KEDUA sehingga ada satu yang benar-benar batu setiamu kamu tutupi dengan batu-
    batu lainnya dan itulah kesalahan PERTAMAMU”. “Kesalahan KEDUAmu adalah, kamu terlalu MEMPERCAYAI APA YANG DIDENGAR
    TELINGAMU. Saat aku memintamu mengembalikan semua batu-batu itu, kamu malah melakukannya
    dengan sempurna. Tapi saat aku kembali
    memintamu mencari kembali satu batu lagi kamu
    malah menjadi marah-marah”. “Itulah mengapa sampai hari ini kamu TIDAK MENEMUKAN CINTA SEJATIMU, kamu dibutakan oleh MATAMU dan kamu DITULIKAN oleh telingamu. Kamu terlalu PERCAYA pada mereka yang kamu anggap “BIJAK”, lalu kamu mendengarkan perkataan mereka. Saat kamu telah
    melakukan semua nasehat yang kamu anggap
    “Bijak” tadi dan tidak berhasil, kamu menyalahkan
    mereka. Padahal, kamu sendirilah yang memilih
    mendengar daripada mereka”. “Ingatlah, cinta sejatimu itu bagaikan batu indah
    yang kuminta padamu untuk memunggutnya. Jika
    kamu telah menemukannya, genggamlah erat-erat.
    Jangan lagi MEMBANDINGKAN dengan batu-batu indah lain dijalan. Jangan lagi MENCARI disepanjang perjalanan pulang. Karena semakin
    kamu mencari, semakin kamu berjalan terlalu jauh
    dari batu yang telah kamu pilih”. “Tidak ada yang salah jika kamu ingin mendapatkan
    batu yang lebih indah, tapi yang indah saja tidak
    cukup. Dia harus enak digenggam. Dia harus
    memberi kita kenangan. Percuma kamu
    menemukan batu yang paling indah tapi ketika
    digenggam semakin lama semakin membuat tanganmu terluka sehingga mau tidak mau kamu
    harus membuangnya”. “Nah muridku. Guru ingin bertanya satu kali lagi
    padamu. Maukah kamu membawakan satu batu
    yang paling indah menurutmu kepadaku?”, tanya
    sang guru dengan senyumannya yang bijaksana.
    Sang pemuda tersenyum lebar. Wajahnya ceria.
    Murkanya sirna. Dengan senyuman tetap merias diwajahnya pemuda ini berkata pada gurunya. “Tentu saja guru, dan kali ini aku pastikan HANYA SATU BATU dan tentunya yang PALING INDAH BAGIKU“
  • “Guru, wanita seperti apakah yang pantas
    untukku?”, tanya seorang pemuda.
    “Hmm…”, sambil memainkan janggut putihnya sang
    guru berkata, “Anakku, coba kamu petik bunga yg
    kamu sukai didepan sana”. Lalu pemuda inipun pergi
    memetik bunga yang dimaksudkan gurunya. “Aduh..”, teriak pemuda itu kesakitan, ternyata
    bunga itu berduri dan melukai jarinya.
    “Sekarang bawa pulang bunga itu dan rawatlah baik-
    baik. Jika ada masalah baru datang padaku”, pinta
    sang guru. Sebulan kemudian, pemuda ini kembali pada
    gurunya sambil membawa bunga yang dipetiknya
    dulu. Bunga itu terlihat semakin layu. Warna
    putihnya mulai memudar, daun-daunnya telah
    hampir berguguran semua. “Guru, bunga ini ternyata bunga yang durinya
    beracun. Untung aku segera menyadarinya setelah
    diberitahu seorang temanku saat pulang dulu”, kata
    pemuda ini terlihat kesal. “Dan kamu mempercayai
    begitu saja?”, tanya gurunya sambil tersenyum
    penuh makna. “Tentu saja guru, temanku kan pemilik toko bunga,
    jadi hampir semua bunga dia tahu. Memang awalnya
    aku tidak percaya apa yang dikatakannya, tetapi
    dengan segala bukti yang dia perlihatkan akhirnya
    aku percaya”, jawab pemuda ini ketus. “Hohoho…., anakku, temanmu memang benar, duri
    bunga ini memang beracun dan jika kamu MEMPERCAYAINYA“, jawab sang guru membuat pemuda ini terkejut dan bingung. “Obat dan racun itu tergantung bagaimana kamu MELIHATNYA dan MERACIKNYA. Seperti yang kamu tanyakan padaku, wanita seperti apakah yang
    pantas untukmu, dan jawabanku adalah SEMUANYA PANTAS“. “Sayangnya arti KEPANTASAN itu kadang berubah setelah kamu menggunakan telingamu untuk MENDENGARKAN yang tidak pantas. Selayaknya bunga ini, kamu mempercayai temanmu yang
    mengatakan durinya beracun dan aku tidak
    menyalahkanmu karena temanmu punya “BUKTI” apalagi ditambah dia mempunyai toko bunga yang
    “HAMPIR” tahu semua jenis bunga”. “Ketahuilah anakku, bunga yang dimaksud temanmu
    itu memang ada dan benar, tetapi bukan bunga yang
    kuberikan padamu. Bunga yang dimaksud temanmu
    itu tumbuh ditepi jurang diujung taman sana tempat
    dimana aku dulu memintamu memetik bunga”. “Ingatlah ini, ketika bertanya maupun
    mendengarkan, bertanyalah dan dengarlah pada
    mereka yang BENAR-BENAR TAHU, bukan pada mereka yang TAHU TAPI TIDAK SADAR MEREKA TIDAK TAHU. Kamu sudah jauh-jauh datang meminta nasehatku, tapi kamu malah
    mendengarkan nasehat yang tidak kamu tahu dari
    temanmu?”. “Bunga ini sama seperti wanita yang kamu cari.
    Awalnya kamu memilihnya karena kamu
    menyukainya. Kamu merawat sebaik-baiknya dan
    bunga ini tumbuh indah. Tetapi hanya karena
    durinya melukai tanganmu dan berdarah kamu mulai
    meragukan keberadaannya. Dan yang lebih menyedihkan lagi, kamu mendengarkan hal yang
    sama pada mereka yang mengalami luka yang
    sama dan kamu MEMPERCAYAI ucapannya bahwa bunga itu sudah tidak pantas untukmu dan tidak
    akan membahagiakanmu”. “Anakku, tidak ada wanita yang tidak pantas untuk
    seorang pria, apapun alasannya. Kitalah yang
    seringkali MENTIDAK-PANTASKAN diri kita ataupun mereka. Lihatlah bunga yang kamu pegang
    dengan bunga yang bertumbuh liar didepan sana.
    Tanpa tangan yang merawatnya mereka tetap
    tumbuh indah. Mereka tumbuh indah bukan karena
    memang sekedar indah, tapi mereka MENPANTASKAN diri mereka tumbuh disana dan alam MENPANTASKAN dirinya merawat mereka”. “Jadi, masih pantaskah bunga ini untuk kamu
    rawat?”, tanya sang guru tersenyum penuh makna.
    Pemuda ini yang awalnya datang dengan wajah
    kesal, terlihat berseri-seri dengan deretan giginya
    yang putih. Rasanya beban berat yang selama ini
    dipikul dipundaknya berjatuhan dan membuat tubuhnya menjadi ringan. Sambil tersenyum pemuda
    ini menjawab. “Tidak ada yang tidak pantas jika kita sendiri sudah
    mempantaskannya”
  • Seorang gadis kecil dan ayah nya mencoba
    menyebrangi jembatan dengan sebatang kayu
    melintasi sungai yg deras. si ayah merasa sangat kwatir dengan keadaan itu sehingga ia meminta putri nya : “Sayang, tolong pegang tanganku agar kamu tidak jatuh ke sungai! !” Gadis kecil itu berkata, “Tidak, Ayah.Ayah lah yang memegang tangan ku.!! “ ” Apa bedanya?”tanya ayah nya bingung. “Ada perbedaan besar,” jawab gadis kecil itu. “Jika aku yang memegang tangan mu dan sesuatu terjadi padaku,kemungkinan bahwa aku mungkin membiarkan tangan mu.Tetapi jika Ayah yg memegang tangan ku,aku tahu pasti bahwa apa
    pun yang terjadi,Ayah tidak akan pernah membiarkan tangan ku terlepas” Kepercayaan bukan lah sesuatu yang bisa di ajarkan.Ia hanya dengan memberi maka ia akan di peroleh.
  • Seorang Pria pendaki gunung,memanjat pada waktu Tengah malam.keadaan sangat gelap sekali.hanya ada bintang2 di langit yang menghiasi. Pria itu senang sekali bisa berhasil ke Sebuah puncak yang tinggi.tanpa ia sadari kakinya
    terpeleset dan ia pun jatuh kebawah! Dia terus jatuh.Dalam sangat ketakutan,datang ke
    pikirannya semua episode baik dan buruk dalam
    hidupnya.Dia berpikir sekarang tntg bagaimana
    kematian semakin dekat, Tapi tiba-2 ia merasa tali yang diikatkan pada pinggangnya menariknya sangat keras. Tubuhnya tergantung di udara.
    Hanya tali yang menahan nya dari jatuh dan pada
    saat itu keheningan ia tidak punya pilihan lain
    berteriak: “Bantu aku Tuhan”. Tiba-2 muncul suara entah darimana menjawab,:”Apa yang kau ingin aku lakukan?” “Selamatkan aku Tuhan”.pinta pria itu. “Apakah Kamu benar-benar yakin Aku bisa menyelamatkan Kamu?” “Tentu saja saya percaya Hanya kamu yang bisa.” “Kalau begitu, potong lah tali yang terikat pada pinggang kamu!!.” pria itu terdiam,karena takut jatuh ia memutuskan
    untuk tetap bergantung pada tali dengan segenap
    kekuatan. Begitulah! sampai ke esokan hari Tim penyelamat mengatakan bahwa seorang pendaki ditemukan tewas dan membeku di perkirakan karena kedinginan malam yang dingin di puncak
    gunung.tubuhnya tergantung di sebuah tali.Tangannya memegang erat tali itu.Hanya 1 meter dari tanah.
    Jika kamu percaya pada Tuhan,semestinya
    Tiada Apa yang lebih di takutkan selain kepada DIA semata.
  • Seorang tua yang bijak ditanya oleh tamunya.
    Tamu :"Sebenarnya apa itu perasaan 'bosan', pak
    tua?"
    Pak Tua : "Bosan adalah keadaan dimana pikiran
    menginginkan perubahan, mendambakan sesuatu
    yang baru, dan menginginkan berhentinya rutinitas
    hidup dan keadaan yang monoton dari waktu ke
    waktu."
    Tamu :"Kenapa kita merasa bosan?" Pak Tua :"Karena kita tidak pernah merasa puas
    dengan apa yang kita miliki."
    Tamu :"Bagaimana menghilangkan kebosanan?"
    Pak Tua : "Hanya ada satu cara, nikmatilah
    kebosanan itu, maka kita pun akan terbebas
    darinya." Tamu :"Bagaimana mungkin bisa menikmati
    kebosanan?"
    Pak Tua:"Bertanyalah pada dirimu sendiri: mengapa
    kamu tidak pernah bosan makan nasi yang sama
    rasanya setiap hari?"
    Tamu :"Karena kita makan nasi dengan lauk dan sayur yang berbeda, Pak Tua."
    Pak Tua :"Benar sekali, anakku, tambahkan
    sesuatu yang baru dalam rutinitasmu maka
    kebosanan pun akan hilang."
    Tamu: "Bagaimana menambahkan hal baru dalam
    rutinitas?" Pak Tua :
    "Ubahlah caramu melakukan rutinitas itu. Kalau
    biasanya menulis sambil duduk, cobalah menulis
    sambil jongkok atau berbaring. Kalau biasanya
    membaca di kursi, cobalah membaca sambil
    berjalan-jalan atau meloncat-loncat. Kalau biasanya menelpon dengan tangan kanan, cobalah dengan
    tangan kiri atau dengan kaki kalau bisa. Dan
    seterusnya."
    Lalu Tamu itu pun pergi.
    Beberapa hari kemudian Tamu itu mengunjungi Pak
    Tua lagi. Tamu :"Pak tua, saya sudah melakukan apa yang
    Anda sarankan, kenapa saya masih merasa bosan
    juga?"
    Pak Tua :"Coba lakukan sesuatu yang bersifat
    kekanak-kanakan."
    Tamu :"Contohnya? " Pak Tua :"Mainkan permainan yang paling kamu
    senangi di waktu kecil dulu."
    Lalu Tamu itu pun pergi.
    Beberapa minggu kemudian, Tamu itu datang lagi
    ke rumah Pak Tua.
    Tamu : "Pak tua, saya melakukan apa yang Anda
    sarankan. Di setiap waktu senggang saya bermain
    sepuas-puasnya semua permainan anak-anak yang
    saya senangi dulu. Dan keajaibanpun terjadi.
    Sampai sekarang saya tidak pernah merasa bosan
    lagi, meskipun di saat saya melakukan hal-hal yang dulu pernah saya anggap membosankan. Kenapa
    bisa demikian, Pak Tua?"
    Sambil tersenyum Pak Tua berkata:
    "Karena segala sesuatu sebenarnya berasal dari
    pikiranmu sendiri, anakku. Kebosanan itu pun
    berasal dari pikiranmu yang berpikir tentang kebosanan. Saya menyuruhmu bermain seperti
    anak kecil agar pikiranmu menjadi ceria. Sekarang
    kamu tidak merasa bosan lagi karena pikiranmu
    tentang keceriaan berhasil mengalahkan pikiranmu
    tentang kebosanan. Segala sesuatu berasal dari
    pikiran. Berpikir bosan menyebabkan kau bosan. Berpikir ceria menjadikan kamu ceria.
  • Diceritakan pada suatu ketika, ada seorang pemain profesional bertanding dalam sebuah turnamen golf. Ia baru saja membuat pukulan yang bagus sekali yang jatuh di dekat lapangan hijau. Ketika ia berjalan di fairway, ia mendapati bolanya masuk ke dalam sebuah kantong kertas pembungkus makanan yang mungkin dibuang sembarangan oleh salah seorang penonton. Bagaimana ia bisa memukul bola itu dengan baik? Sesuai dengan peraturan turnamen, jika ia mengeluarkan bola dari kantong kertas itu, ia terkena pukulan hukuman. Tetapi kalau ia memukul bola bersama-sama dengan kantong kertas itu, ia tidak akan bisa memukul dengan baik. Salah-salah, ia mendapatkan skor yang lebih buruk lagi. Apa yang harus dilakukannya? Banyak pemain mengalami hal serupa. Hampir seluruhnya memilih untuk mengeluarkan bola dari kantong kertas itu dan menerima hukuman. Setelah itu mereka bekerja keras sampai ke akhir turnamen untuk menutup hukuman tadi. Hanya sedikit, bahkan mungkin hampir tidak ada, pemain yang memukul bola bersama kantong kertas itu. Resikonya terlalu besar. Namun, pemain profesional yang ini tidak memilih satu di antara dua kemungkinan itu. Tiba-tiba ia merogoh sesuatu dari saku celananya dan mengeluarkan sekotak korek api. Lalu ia menyalakan satu batang korek api dan membakar kantong kertas itu. Ketika kantong kertas itu habis terbakar, ia memilih tongkat yang tepat, membidik sejenak, mengayunkan tongkat, wushh…, bola terpukul dan jatuh persis di dekat lubang di lapangan
    hijau. Bravo! Dia tidak terkena hukuman dan tetap bisa mempertahankan posisinya. Pemain Golf Profesional di atas bukannya memilih
    tindakan seperti orang pada umumnya, namun ia
    melakukan sesuatu yang sangat sederhana, yaitu
    membakar kantong kertas. Pemikirannya yang berbeda membuat ia dapat mengatasi permasalahan yang ia hadapi.
  • Alkisah, ada seorang pemuda dari keluarga yang
    miskin yang rumah tinggalnya sering berpindah-
    pindah, karena ia hanya bisa mengontrak. Dalam
    hidup, keinginan terbesarnya adalah memiliki rumah
    sendiri. Karena itu, saat menikah, dia memaksa
    dirinya membeli rumah dengan cicilan selama 20 tahun. Akibatnya, dengan gajinya yang relatif kecil,
    ia harus mengatur pengeluarannya sedemikian rupa,
    sehemat mungkin, agar kebutuhan hidup bersama
    keluarganya tetap bisa tercukupi. Maka, sejak saat itu, kehidupan keluarga pemuda
    itu terpola dengan sangat hemat, irit, dan tanpa
    keleluasaan sedikit pun untuk bersantai. Si pemuda,
    sebagai kepala keluarga, sangat ketat mengatur
    segala sesuatu agar cicilan rumah dapat terlunasi.
    Tak heran, setiap hari keluarga itu dilingkupi suasana tegang, mudah emosi, karena ketat sekali
    dalam pengeluaran uang. Waktu pun terus berjalan. Pada suatu ketika, ibu
    pemuda tadi menyatakan keinginan kepada
    anaknya, “Anakku, keinginan ibu sebelum
    meninggal adalah kita bisa pergi berjalan-jalan ke
    daerah yang ibu sukai. Ibu mempunyai sedikit
    tabungan. Apakah kamu punya tabungan untuk menambahkan kekurangannya?” ”Sabar Bu, jangan sekarang. Bukankah kita harus
    berhemat, irit, mengatur sedetail mungkin
    pengeluaran kita agar bisa tetap membayar cicilan
    rumah?” jawab si pemuda setiap kali ditanyai
    ibunya. Begitulah, saking ketatnya mengatur pengeluaran,
    saat sang istri mengajak pergi keluar untuk sekadar
    bersantai pun, pemuda itu tidak menggubrisnya.
    Bahkan hanya sekadar makan keluar ke restoran
    bersama keluarga pun, selalu dijawabnya dengan
    jawaban yang itu-itu saja, yakni ’harus berhemat untuk membayar cicilan rumah’. Alasan ini juga
    berlaku untuk anaknya. Saat si anak merengek
    minta uang jajan atau dibelikan mainan, dengan
    tegas si pemuda menolak semua keinginan
    anaknya. Istri dan keluarganya akhirnya mulai tertekan dan
    jenuh dengan keadaan seperti itu. Hari-hari pun
    berlalu dengan monoton dan penuh dengan stres.
    Tak ada lagi nuansa kebahagiaan yang menyelimuti
    keluarga itu. Tanpa terasa, 20 tahun kemudian, cicilan rumah
    telah selesai. Rumah itu telah sepenuhnya menjadi
    milik pemuda tadi. Namun, ketika rumah itu benar-
    benar telah menjadi miliknya, ternyata ia tidak
    bahagia. Ia bahkan merasa telah kehilangan
    sesuatu yang jauh lebih berharga. Saat itu, rumah yang ditempati hanyalah sebentuk bangunan, tanpa
    ada apa-apa lagi di dalamnya, tanpa kehangatan
    dan tanpa kebahagiaan. Si pemuda tinggal seorang
    diri di situ. Istri dan anaknya telah pergi,
    meninggalkan dia. Ibu pemuda itu pun sudah
    meninggal dunia beberapa tahun silam, tanpa pernah terkabul permintaan terakhirnya. Kini, hidup terasa hampa, dingin, dan kosong
    baginya. Laki-laki itu tidak mengerti, kenapa saat
    tujuan hidup yang diagungkan tercapai, saat
    sertifikat kepemilikan rumah ada di tangannya,
    justru cinta, kehangatan, dan kebahagiaan pergi
    meninggalkannya begitu saja!
  • Pada suatu kala, seorang pria sedang berjalan di sebuah tempat untuk mencari harta karun. Sampai akhirnya, tibalah ia di sebuah jalan bercabang tiga. Kebetulan ada orang tua yang sedang berdiri di pinggir persimpangan jalan tersebut. Pria itu sedang bingung karena ada tiga jalan menuju arah yang berbeda. Ia pun sulit memutuskan
    mau memilih jalan yang ingin ditempuh. Lalu ia bertanya pada orang tua tersebut, “Hai, pak tua. Bolehkah saya bertanya? Saya sedang dalam perjalanan mencari harta karun. Tapi di depan saya ada tiga jalan yang berbeda. Bolehkah bapak menunjukkan kepada saya jalan yang benar?” Orang tua itu tidak menjawab. Ia hanya menunjuk jalan yang pertama.
    Pria itu berterima kasih dan segera mengambil jalan yang pertama. Beberapa saat kemudian, pria yang tadi kembali lagi. Tapi kali ini seluruh badannya kotor terkena lumpur. Ia mendekati pak tua itu dan berkata, “Hai, pak tua. Tadi saya tanya arah ke tempat harta karun
    dan Anda menunjuk ke jalan pertama. Tapi saya malah terjebak ke dalam kolam lumpur yang luas. Badan saya jadi kotor begini.” Ia lalu bertanya, “Sekarang di mana jalan menuju harta karun? Tolong tunjukkan pada saya!” Orang tua itu tetap tidak bersuara. Ia kemudian menunjuk ke jalan yang ke dua.
    Pria itu kemudian berterima kasih dan segera mengambil jalan yang kedua. Orang tua menunjuk jalanBeberapa saat kemudian, pria tersebut kembali lagi. Badannya bukan hanya terkena lumpur pekat, tapi juga celananya penuh dengan sobekan dan kakinya luka seperti tergores sesuatu. Kali ini ia mendekati pria tua itu dengan ekspresi wajah yang kesal.Ia berkata dengan sedikit marah, “Hai, pak tua! Tadi saya menanyakan arah menuju tempat harta karun dan Anda menunjuk ke jalan yang kedua. Tapi, jalan itu penuh dengan semak berduri. Seluruh kaki saya jadi terluka karena tergores duri.” Kali ini ia bertanya lagi, “Sekarang saya tanya sekali
    lagi, di mana jalan menuju harta karun itu? Anda sudah dua kali membohongi dan mencelakai saya. Sekali lagi berbohong, Anda akan tahu akibatnya.” Pria tua itu tetap diam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia sekarang menunjuk ke jalan yang ke tiga. “Apakah Anda yakin dan tidak berbohong?” tanya pria itu. Pria tua itu menganggukkan kepalanya dan sekali lagi menunjuk ke jalan yang ketiga. Pria itu pun segera pergi meninggalkan pria tua tersebut. Namun beberapa saat kemudian, ia kembali lagi sambil berlari seperti ketakutan. Dengan napas tersengal, ia bertanya dengan marah, “Hai, pak tua! Apakah Anda mau membunuh saya? Di jalan sana ada banyak sekali binatang buas. Itu sama saja dengan cari mati.” Pria tua itu akhirnya buka mulut, berkata, “Semua jalan tadi sebenarnya bisa menuju ke tempat harta karun. Hanya saja untuk menuju ke sana, Anda harus melewati jalan tersebut. Anda bisa memilih melewati kolam lumpur, semak berduri, atau binatang buas. Anda bisa pilih salah satu. Kalau benar-benar mau pergi ke tempat harta karun, Anda harus berani melewati salah satunya. Jika Anda tidak mau, silakan kembali saja.” Begitu mendegar penjelasan dari pria tua itu, ia menundukkan kepala. Ia mundur, membatalkan perjalanannya dan kembali pulang.

    Tidak peduli apa pun tujuan yang ingin Anda capai, rintangan tetap akan ada dan tidak akan hilang. Di mana ada kesuksesan, di situ ada rintangan yang menghalanginya. Hanya orang-orang sukses yang berani menghadapi rintangan demi rintangan sampai akhirnya meraih tujuan
Sign In or Register to comment.