BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

1484951535498

Comments

  • Hari ini, saya berangkat pagi-pagi ketempat
    fitness. Saya adalah pecandu fitness. Saya
    memakan sesuai pola yang diberikan oleh
    para pakar kesehatan. Saya tidak merokok
    dan bergadang. Saya tidak mengkonsumsi
    obat-obatan yang merusak tubuhku.Pokoknya saya sangat peduli tentang kesehatan.



    Suatu hari, ketika saya dan pacarku
    menghabiskan waktu dipantai, pacarku diam-
    diam mengambil fotoku dan mempostingnya
    ke Facebook. Ketika dia memberitahuku
    bahwa foto yang dia post mendapatkan
    banyak “jempol”, aku begitu kuatir dengan arti “jempol” itu.



    Setelah aku melihat fotoku sendiri, aku
    terdiam. Badan atletis dengan dada bidang
    plus perut bentuk enam kotak alias six pack.
    Aku melihat diriku sendiri tertawa dengan
    lepas bersama teman-temanku, aku terlihat
    cukup menarik jika aku tidak boleh menyombongkan diri berteriak, “Keren…”.



    Seandainya kamu tahu mengapa aku bisa
    memiliki badan seperti itu. Dan masih ingat
    dalam ingatanku 5 tahun lalu aku ditolak
    seorang wanita yang sangat kusukai. Aku
    ditolak ketika aku menyatakan perasaanku
    padanya, plus semua caci maki hina yang membuat telingaku dan hati remuk rata.



    Sejak hari itu aku bersumpah akan membuat
    hinaan itu menjadi pujian sekaligus
    membuatnya menyesal. Aku berjuang habis-
    habisan. Dan setelah beberapa tahun inilah
    hasil yang aku dapatkan plus seorang pacar
    yang menerimaku dalam segala kekuranganku.



    Apakah aku masih membencinya? Tentu saja
    tidak. Justru aku harus berterimakasih
    padanya, dia memberiku luka dan Tuhan
    memberiku penyembuhnya.
    Kadang kebencian yang mendalam memang
    sangat merusak dan tidak baik, tetapi jika
    kebencian itu dijadikan cambuk semangat
    untuk menjadi lebih baik, mengapa tidak?
  • Hari ini, pacarku melamarku disebuah taman
    kota. Aku kehilangan kata-kata dan hanya
    bisa menitikkan air mata. Ketika aku hendak
    bertanya apakah dia tidak menyesal
    menikahiku yang jelek, seperti bisa membaca
    pikiranku, ia menjawab.



    “Aku tahu kamu pasti mengira aku sedang
    mengodamu bahkan mempermaikanmu, tapi
    percayalah, aku benar-benar tulus
    mencintaimu dan ingin menjadikanmu
    pendamping hidupku”.



    “Aku tahu bagaimana mereka
    menggambarkan wajahmu selayaknya tokoh
    utama penjahat seperti difilm-film fantasi,
    tetapi ketahuilah, aku tidak peduli akan
    semua itu. Aku tidak jatuh cinta pada
    wajahmu, aku jatuh cinta pada hatimu.”



    “Caramu memperlakukan ibumu, caramu
    memperlakukan yang kurang beruntung
    dibandingmu, caramu tersenyum ketika orang
    menghina dan menjauhimu sudah cukup
    bagiku untuk memantapkan hatiku membeli
    cincin ini kemarin malam dan berlutut dihadapanmu”. “So, would you marry me?”.
  • Lou Xiaoying kini hanya bisa terbaring lemah di rumah sakit akibat penyakit gagal ginjal. Usianya yang sudah 88 tahun membuatnya makin tak berdaya. Namun di masa senjanya yang sakit-sakitan, Lou yang berprofesi sebagai pemulung itu justru dipuja-puji. Dia dianggap pahlawan, setelah apa yang dilakukannya selama ini terungkap ke publik. Baru kini terkuak,




    Lou yang tiap hari berkeliaran mencari sampah telah menyelamatkan dan membesarkan lebih dari 30 bayi terbuang di jalanan Jinhua, di bagian timur Provinsi Zhejiang. Bayi-bayi malang itu dirawat hingga montok dan menggemaskan. Lou dan suaminya, Li Zin, yang meninggal dunia 17 tahun lalu, hanya mempertahankan empat anak di rumah mereka. Sementara, 26 anak lainnya telah diambil rekan atau keluarga asuh untuk memulai hidup baru. Bahkan di masa tuanya, Lou tak berhenti memungut bayi terlantar.




    Yang terakhir adalah Zhang Qilin, bocah berusia 7 tahun yang dia temukan di tempat sampah saat Lou berusia 82 tahun. “Meskipun saya telah tua, saya tidak bisa mengabaikan bayi itu dan membiarkannya mati di tempat sampah. Dia tampak begitu manis dan begitu membutuhkan kasih sayang. Saya merasa harus membawanya pulang bersama saya, “kata dia seperti dimuat Daily Mail. Bayi merah itu dibawa ke rumah sangat sederhana dan kecil di pedesaan untuk dirawat. “Bayi itu kini tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan sehat.” “Anak-anak saya yang lebih tua semua membantu merawat Zhang Qilin, dia sangat istimewa bagi kami semua. Saya beri dia nama yang berarti ‘langka dan berharga’.”




    Kegiatannya mengasuh anak terlantar dimulai tahun 1972. Saat itu, dia yang sedang memulung menemukan bayi perempuan di atas tumpukan sampah dan terbuang. Jika tak ada yang mengambilnya, niscaya ia akan mati. “Melihatnya tumbuh dan menjadi kuat membuat kami kebahagiaan. Aku memiliki cinta yang nyata dari merawat anak-anak itu.” Kemiskinan dan hidup kekurangan bagi Lou bukan penghalang. “Jika kita punya cukup tenaga untuk mengumpulkan sampah, mengapa tidak kita juga mendaur ulang sesuatu yang seberharga nyawa manusia.” “Anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian. Mereka semua adalah nyawa yang berharga. Saya tidak mengerti bagaimana orang tega meninggalkan bayi yang rentan dan tak berdaya di jalanan.”




    Lou, yang memiliki satu putri biologis, Zhang Caiying (49), bertekad mengabdikan hidupnya untuk merawat bayi-bayi yang ditelantarkan orang tua mereka sendiri, hingga ia tak lagi berdaya. Menuai pujian Meski berbuat tanpa pamrih, kebaikan hati Lou kini menyebar di China dari mulut ke mulut, di negara di mana ribuan bayi ditinggalkan di jalanan oleh orangtua yang terjerat kemiskinan. Seorang pengagumnya mengatakan tindakan Lou telah menampar muka pemerintah, sekolah, dan orang-orang yang sejatinya lebih mampu namun tak mau bertindak. “Ia tak punya uang ataupun kekuatan, tapi ia menyelamatkan anak-anak dari kematian.” Di komunitasnya, Lou dianggap pahlawan dan dihormati atas pengorbanannya. “Ia telah melakukan yang terbaik, dia seorang pahlawan.




    Tapi sayangnya terlalu banyak bayi yang terlantar di China yang tak punya harapan untuk selamat.” Misalnya, minggu lalu, ada berita seorang bayi beruntung yang masih bertahan hidup setelah digorok tenggorokannya, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan dibuang di tempat sampah di Kota Anshan, di timur laut Provinsi Liaoning. Bayi itu lahir prematur. Usianya mungkin antara 32 dan 34 minggu. Beratnya hanya 1,4 kg. Paramedis mengatakan jika luka di tenggorokannya satu milimeter lebih dalam, niscaya ia akan mati.




    Bayi perempuan itu diduga menjadi korban kebijakan satu anak di China yang diterapkan sejak tahun 1978. Orang tua yang hanya punya kesempatan memiliki satu anak, lebih memilih anak laki-laki ketimbang perempuan
  • Alkisah seorang kakek tua yang telah beruban dan
    gigi yang tanggal. Suatu hari, ada seseorang
    bertanya kepadanya, "kakek, berapa usia anda
    sekarang?"
    " empat tahun," jawab sang kakek.
    "jangan bercanda, kakek sudah tampak begitu tua penuh dengan uban, bagaimana mungkin bisa
    berusia 4 tahun. Menurut saya, usia kakek hampir
    memasuki 80 tahun."
    "Ah, sungguh disesalkan! kendati usia hampir
    memasuki 80 tahun, tapi selama tenggang waktu
    yang begitu panjang ini, saya lewati penuh kehampaan. selama 4 tahun belakangan ini, saya
    baru menginsafi hukum kebenaran dan terpanggil
    di dalam membina diri dengan melayani penderitaan umat. 4 tahun ini saya hidup bermakna dan berbahagia, maka saya katakan usiaku baru 4 tahun," jawab sang kakek.
  • Alkisah seorang kakek tua yang telah beruban dan
    gigi yang tanggal. Suatu hari, ada seseorang
    bertanya kepadanya, "kakek, berapa usia anda
    sekarang?"
    " empat tahun," jawab sang kakek.
    "jangan bercanda, kakek sudah tampak begitu tua penuh dengan uban, bagaimana mungkin bisa
    berusia 4 tahun. Menurut saya, usia kakek hampir
    memasuki 80 tahun."
    "Ah, sungguh disesalkan! kendati usia hampir
    memasuki 80 tahun, tapi selama tenggang waktu
    yang begitu panjang ini, saya lewati penuh kehampaan. selama 4 tahun belakangan ini, saya
    baru menginsafi hukum kebenaran dan terpanggil
    di dalam membina diri dengan melayani penderitaan umat. 4 tahun ini saya hidup bermakna dan berbahagia, maka saya katakan usiaku baru 4 tahun," jawab sang kakek.
  • Saya tertegun. Darah di seluruh tubuh terasa
    berdesir lebih cepat. Jarum jam menunjukkan pukul
    12 tengah malam. Seorang pemuda sedang
    menyikat lantai. Di sampingnya tergeletak sebuah ember berisi air. Tak jauh dari situ terdapat cairan
    pembersih. Mata saya berkaca-kaca. Saya hampir
    tidak percaya pemuda itu adalah anak saya, Rio.
    Saya tidak menyangka Rio mau melakukan hal itu.
    Menyikat lantai dan mengepel. Di dadanya masih
    melekat “celemek” warnah hijau dengan sebuah logo yang sangat dikenal: Starbucks.




    Sudah hampir tiga bulan Rio magang kerja di
    Starbucks. Pekerjaan utamanya membuat kopi dan
    melayani pembeli. Menjelang tutup, bergantian
    dengan teman-teman sekerjanya, dia menyapu,
    bersih-bersih, buang sampah, termasuk mengepel atau menyikat lantai. Melihat Rio melakukan pekerjaan tersebut, ada rasa haru yang menyesakkan dada. Sudah sejak lama saya ingin anak saya bekerja seperti itu. Beberapa waktu lalu saya pernah sedikit memaksa agar dia melamar di salah satu restoran cepat saji terkenal. Tetapi sayang lamarannya tidak pernah mendapat
    jawaban. Berkali-kali dicoba tetapi yang terakhir
    jawaban yang diterima mereka belum membutuhkan tenaga magang.




    Saya mendorong Rio untuk magang di restoran
    cepat saji karena saya ingin dia merasakan apa yang dirasakan para pelayan restoran. Saya ingin
    dia berempati terhadap pekerjaan pramusaji. Sebab selama ini dia selalu berada pada posisi yang dilayani. Bagaimana rasanya jika sebaliknya, dia yang harus melayani?
    Setelah gagal magang di restoran cepat saji, Rio akhirnya diterima magang di Starbucks. Sejak awal
    saya sudah menyiapkan mentalnya untuk menerima keadaan terburuk sebagai pelayan: mendapat perlakukan kasar dari pembeli.




    Namun, jujur saja, ketika toh saya melihat di tengah malam anak sulung saya menyikat lantai dan mengepel, disaksikan pengunjung mall yang lalu lalang, perasaan saya campur aduk. Terharu, sedih, dan bangga menjadi satu. Apalagi ketika dia melihat ayahnya, bersama ibu dan adik-adiknya datang, Rio tertawa sembari terus bekerja. Situasi yang anehmelihat anak yang saya cintai berada di posisi melayani dan saya di posisi tamu yang dilayani.




    Ingatan saya lalu kembali ke masa saya kuliah.
    Untuk mencari tambahan uang kuliah, selain
    menjual kartu-kartu ucapan yang saya lukis sendiri,
    saya juga menjual tenaga kepada siapa saja yang
    membutuhkan. Termasuk kepada kakak laki-laki saya. Suatu ketika, kakak saya berniat mengecat
    rumahnya. Saya langsung menawarkan diri. Tentu
    dengan bayaran. Maka setiap hari, selama
    seminggu, sebelum kuliah saya mampir dulu ke
    rumah kakak saya di bilangan Kalibata, Jakarta Timur. Selama rata-rata empat jam per hari, saya menjadi tukang cat. Seusai bekerja, mandi, baru saya ke kampus. Saya menjalani pekerjaan itu dengan penuh tanggung jawab. Sesudah selesai baru dibayar. Kakak saya dan kakak ipar saya awalnya merasa tidak nyaman. Tetapi mereka kemudian menghargai upaya saya untuk mencari tambahan uang kuliah.




    Jaman memang terus bergerak. Nilai- nilai berubah. Tentu saya tidak mungkin meminta anak-anak saya untuk melakukan pekerjaan yang dulu saya lakukan. Tetapi setidaknya saya berharap anak-anak saya bisa menghargai orang-orang yang keadaannya sama seperti ayahnya dulu.
  • Sering kita mendengar bahwa anjing adalah
    “sahabat terbaik manusia”. Bagi sebagian orang,
    anjing tidak sekadar hewan peliharaan, melainkan
    sudah menjadi bagian terpenting dalam hidup
    mereka. Persahabatan pun bisa terbentuk antara
    manusia dengan anjing karena kuatnya ikatan antara mereka berdua.




    Hal inilah yang terjadi antara Bo Laoma dan seekor anjing yang sudah jadi sahabatnya sendiri. Bo Laoma adalah seorang tukang sol sepatu.
    Dilansir dari shanghaiist.com, karena Bo lumpuh maka ia harus menggunakan kursi roda untuk
    bepergian. Beruntung ia punya sahabat yang begitu setia dan mau mendorong kursi rodanya setiap kali berangkat dan pulang kerja. Sahabat Bo adalah seekor anjing.




    Anjing sahabatnya ini benar-benar setia karena ia selalu mendampingi Bo ke mana pun. Tak hanya itu, anjing tersebut selalu memudahkan perjalanan
    berangkat dan pulang kerja Bo dengan membantu
    mendorong kursi rodanya. Bo butuh waktu satu jam perjalanan untuk mencapai stan sol sepatunya dari rumah. Belum lagi dengan perjalanan yang naik turun bukit. Dengan kondisi lumpuh dari pinggang ke bawah, Bo memang harus
    berjuang ekstra setiap kali berangkat kerja.




    Dalam penuturannya kepada wartawan, Bo
    menyebutkan bahwa ia dan anjing sahabatnya tak
    bisa dipisahkan satu sama lain. Ia menambahkan
    bahwa anjingnya itu bahkan lebih pintar
    dibandingkan anjing pemandu lain yang pernah ia
    lihat di televisi. Semua bisa terlihat betapa setianya sang anjing menemani Bo ke mana pun ia pergi. Kedekatan ikatan persahabatan ini memang tidak
    hanya terjadi pada manusia. Hewan pun bisa
    memberikan kasih sayangnya pada manusia dan
    menjadi sahabat setia. Setiap makhluk pastinya
    punya rasa cinta dan kasih sayang
  • Seringkali kita lupa kalau hidup ini bisa terasa begitu singkat. Bahkan kita sering berangan seandainya kita bisa hidup selamanya di dunia ini. Tapi kita pun harus menerima fakta bahwa kita memiliki satu garis hidup yang nantinya akan berakhir di sebuah ujung rahasia dan misterius.




    Seorang gadis 19 tahun dari provinsi Shandong
    telah menginspirasi para netizen China dengan buku hariannya. Dilansir dari shanghaiist.com, gadis bernama Du Liyuan ini memutuskan untuk membuat buku harian setelah dirinya didiagnosis dengan penyakit leukemia. Terinspirasi dari serial drama Jepang “The Hours of My Life”, Du menulis buku harian karena ingin bisa selalu diingat keluarga dan dirinya sendiri. Du tadinya tak ingin lagi menjalani pengobatan agar bisa kembali bersekolah dan traveling ke China bagian selatan, tapi ia tak bisa.




    “Menyerah adalah tindakan yang sangat egois. Orang tua saya membesarkan saya dan merawat saya setiap hari sejak saya sakit. Jika saya menolak pengobatan, saya akan mengecewakan mereka,” ungkapnya. Biaya pengobatan yang mahal pun membuat Du merasa bersalah kepada kedua orang tuanya. Ia sendiri telah menjalani enam kali kemoterapi dan 25 kali radioterapi. "Mungkin kita tak bisa berbuat apa-apa
    saat menghadapi penyakit dan kematian. Mungkin
    kita takut karena penyakit ganas. Mungkin kita akan kehilangan semangat dan menyerah. Tapi ketika setitik cahaya menembus hati saya dan menerangi kegelapan, saya memutuskan untuk tetap berharap dan menjalani sisa waktu hidup saya dengan hati bahagia,” tulis Du dalam buku hariannya.”




    Du mengungkapkan pada wartawan bahwa ia ingin
    melanjutkan studi sebagai perawat jika ia sembuh
    nanti. Ia ingin bisa menciptakan obat untuk
    menyembuhkan penyakitnya. Dokter memutuskan untuk melakukan transplantasi sel induk kepada Du dari tulang sumsum ayahnya. Namun karena Du mengalami infeksi di paru- parunya pada bulan November, operasi pun ditunda sampai kondisi paru-parunya pulih. Semoga Du segera kembali pulih dan sehat agar bisa mewujudkan semua impiannya.




    Hidup hanya sekali. Sayang jika dilewatkan
    dengan hal-hal yang tak penting. Setiap detiknya
    begitu berharga, setiap hembusan napas kita punya makna. Selama kita masih bisa menatap indahnya dunia, akan lebih membahagiakan jika kita mengisi setiap waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Sebelum nantinya menyesal, sebelum hilang harapan kita untuk hidup.
  • Tak ada kata terlambat untuk belajar dan
    mengenyam pendidikan. Bahkan, kita tak akan bisa pernah berhenti untuk belajar sepanjang hayat kita. We are born to be a long-life learner.




    Seorang kakek bernama Zou Weimin mengikuti
    ujian masuk S2 di usianya yang sudah 73 tahun.
    Dilansir dari shanghaiist.com, ia sempat mengubur impiannya tak mengenyam bangku kuliah selama 40 tahun lamanya. Tapi tak ada kata putus asa dalam kamusnya. Zou pernah diterima kuliah di sebuah universitas di Hengzhou pada tahun 1960. Namun, ia hanya bertahan satu tahun saja karena harus menghidupi keluarganya. Pada tahun 1977, setelah Revolusi Budaya (1966-1976), ketika ujian masuk universitas sangat ketat, ia tak lagi bisa mendaftar karena sudah melewati batas. Baru pada tahun 2001, ketika sudah tak ada lagi
    syarat pembatasan usia untuk kuliah, ia mencoba
    daftar kuliah empat kali. Hingga akhirnya diterima di sebuah universitas pada tahun 2008.




    Setelah lulus dengan gelar S1 pada tahun 2014, ia tanpa ragu sedikit pun mengikuti ujian masuk S2. Meskipun ia sudah lanjut usia, ia tetap terlihat semangat mengikuti ujian di Haining, provinsi Zhejiang tersebut. Penuh percaya diri, Zou yakin dirinya bisa lulus ujian ini. Meskipun tubuhnya sudah tak sekuat dulu dan otaknya tak setajam dulu, tapi semangatnya bisa mengalahkan anak-anak muda lainnya. Semoga Zou bisa lulus dan bisa mewujudkan impiannya.
  • Perkenalkan nama saya adalah Tiofilus Deddy Handoko, saya terlahir disebuah kota besar yang menjadi Pusat Ibukota bangsa Indonesia, yaitu Jakarta. Ya mendengar kata Jakarta, setidaknya bisa memberikan sedikit gambaran bagaimana kehidupan di kota tersebut. Jakarta dengan segala kemegahannya, kemacetannya, kriminalitasnya, dan masih banyak hal lagi yang menggambarkan bahwa Ibukota Jakarta adalah kota metropolitan yang identik dengan kehidupan yang cukup keras. Singkat cerita, tanpa saya mengetahui asal usul diri saya secara jelas mengenai siapa Ayah dan Ibu kandung saya. Tapi berbekal sedikit cerita yang saya tau dari mama angkat saya yang notabenenya adalah “waria” (Hana Handayani Kristanty) yaitu bahwa saya terlahir di rumah seorang dukun bayi dengan kondisi premature 7 bulan di daerah Jembatan Lima Jakarta, saya juga tidak mengetahui secara detail mengenai dukun bayi tersebut.




    Seiring berjalannya waktu, ada seorang waria yang bernama Hana Handayani Kristanty (Ibu / Mama Angkat saya) sedang berkunjug ke Jakarta untuk menemui salah satu sahabat karibnya yang sudah dianggapnya sebagai saudara sendiri yaitu, Fransisca (Alm). Setibanya di Jakarta, Fransisca selaku sahabat karibnya menceritakan kepada Hana Handayani Kristanty akan keberadaan bayi munggil di salah satu seorang rumah dukun bayi, yang mana rumah dukun bayi tersebut berdekatan dengan rumah Fransisca (Mama De). Kemudian dilihatnyalah seorang bayi munggil tanpa dosa yang hanya dibiarkan tergeletak di lantai begitu
    saja, melihat hal itu tergeraklah hati seorang waria (Hana Handayani Kristanty) untuk mengambil dan mengadopsi bayi munggil tersebut. Untuk dapat mengambil dan mengadopsi bayi tersebut tidak berlangsung begitu mudah, karna ada surat” resmi (Surat Penyerahan Anak) yang harus ditandatangani oleh kedua belah pihak, antara pihak pertama selaku orang tua kandung (hanya Ibu kandung yang saya tahu) dan pihak kedua (Ibu angkat saya Hana Handayani Kristanty) setelah pengurusan surat” yang diperlukan telah selesai maka dibawanyalah saya “si bayi munggil” itu ke Surabaya.




    Setibanya di Surabaya, bukan hal mudah untuk menerima keberadaan “keluarga baru” di lingkungan keluarganya Mama Handayani, setelah mampu meyakinkan orang tua (kakek-nenek) maka diasuhlah saya sebagai “anak angkat” di keluarga baru tersebut. Untuk membesarkan dan mengurus saya bukanlah hal yang mudah apalagi untuk merawat, mengurus, dan membesarkan seorang bayi dengan kondisi premature. Dibutuhkan banyak waktu, perhatian, dan tenaga ekstra untuk dapat merawat, mengasuh, dan membesarkan saya. Seiring berjalannya waktu, masa kecil saya terlewati dengan banyak hal yang menyenangkan, hampir semua kebutuhan saya terpenuhi, mulai dari kebutuhan sekolah, makanan, hiburan, dll.




    Pada saat saya kecil, saya belum mengerti benar akan keanehan orang tua angkat saya sebagai seorang waria sehingga tidak membuat saya merasa aneh dan janggal soal identitas saya terutama identitas orang tua saya. Berjalannya waktu, saya merasa ada yang aneh akan identitas saya terutama tentang identitas, hal ini bermula dari ketidaksengajaan saya yang telah membaca buku rangkuman otobiografi mama angkat saya tersebut, yang mana dibuku tersebut menuliskan mengenai sejarah singkat tentang mama angkat saya tersebut, kalau saya tidak salah ingat disitu tertulis bahwa “beliau mengangkat seorang anak” dari situlah saya mulai merasa ada yang aneh.




    Awal saya mengetahui hal tersebut, saya merasa marah, kecewa, bahkan hubungan saya dengan orang tua angkat saya tidak harmonis, saya mulai berani melawan beliau, sebagai bentuk rasa kekecewaan saya. Hal ini tidak berakhir sampai disini saja, sewaktu saya kelas V SD saya sempat tinggal di asrama, hal ini membuat saya semakin membenci mama saya. Sebelum saya diasrama, ada satu kejadian yang begitu pahit menimpa saya yaitu saya harus kehilangan salah satu penglihatan saya dikarenakan kecelakaan sewaktu saya bermain obeng. Kejadian itu terjadi sebelum saya diasramakan, tepatnya waktu liburan panjang kenaik’kan kelas dari kelas IV ke kelas V SD.




    Setelah kejadian itu, saya dilarikan ke salah satu poliklinik terdekat untuk menangangi masalah mata saya yang terkena obeng tersebut, tapi oleh pihak poliklinik saya diharuskan untuk dibawa ke RS. Mata Undaan. Setibanya di RS. Mata Undaan saya langsung disuruh opname untuk operasi mata. Ke’esokkan harinya operasi berlangsung, dan hasil operasi tersebut tidak membawa kabar baik karna mata saya tetap saja tidak bisa melihat, kemudian ke’esokkan harinya saya harus tetap diasramakan yaitu di YWI Batu karna saya masih harus melanjutkan sekolah saya. Esok harinya di sekolah tepatnya di ruang kelas, teman saya yang duduk dibangku depan saya sedang bercanda tanpa sengaja salah satu dari mereka memukul mata saya yang baru saja dioperasi, alhasil membuat saya merasa kesakitan. Hal ini, membuat saya harus dilarikan kembali disurabaya untuk menjalani pemeriksaan dan operasi ulang, tapi hasil operaasi yang ke-dua lebih mengecewakan karna saya harus kehilangan penglihatan saya secara total bahkan mama angkat saya Mama Hana Handayani Kristanty ingin mendonorkan matanya tidak bisa. Kekurangan fisik dan latar belakang saya membuat saya semakin membenci diri saya, menyalahkan Tuhan, serta membenci mama angkat saya atas semua kejadian yang sudah saya alami. Meskipun tindakan saya sering menyakiti saya, mama angkat saya tidak berhenti untuk tetap mengasihi saya dan memperjuangkan masa depan saya yang mana saya sempat ingin untuk putus sekolah.




    Perjuangan mama angkat saya tidak sia-sia begitu saja, walau pun beliau hanya bisa membiayai saya sampai tingkat SMA saja, beliau terus berusaha mencarikan saya beasiswa supaya saya bisa melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Saat ini saya sedang menempuh studi di Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada jurusan Informatika tingkatan akhir (Skripsi), saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas kasih setia-Nya. Sampai saat ini, saya belajar untuk mengampuni dan menerima keberadaan saya dan mama angkat saya seutuhnya, belajar mengenai arti kasih yang sesungguhnya. Melalui cerita saya yang singkat ini, saya harap bisa
    memberikan inspirasi kepada banyak orang bahwa apapun keadaan yang Anda alami saat ini, percayalah Tuhan punya rencana yang indah untuk hidupmu, kenyataan keadaan mungkin membuatmu merasakan kekecewaan, keputusasaan, dan sakit yang luar biasa, akan tetapi ketika kamu mau belajar untuk menerima dirimu, menerima keadaan dan lingkungan disekitarmu, dan berkomitmen untuk merubah apa yang buruk (cara pandang yang salah) Tuhan pasti buka jalan, jangan pernah menyerah dengan setiap apa pun yang terjadi, bangkit dan merubah keadaan serta memilih untuk menjadi pemenang itu jauh lebih baik.




    Semoga melaui kisah ini, dapat memberikan sisi positif sehingga cara pandang masyarakat lebih terbuka untuk menyikapi hal-hal yang masih dianggap tabu contohnya seperti kehidupan waria, tidak semua waria itu buruk. Mari kita sebarkan sifat yang positif dalam menyikapi suatu hal / keadaan dan jangan menjadi pribadi yang
    hanya melihat orang lain dari sisi kejelekan / kelemahannya. Hidup ini terlalu singkat jika harus dibuang dengan kebencian dan hal-hal negative lain’nya
  • “Lengan saya boleh dipotong untuk putri kecilku jika itu memang dibutuhkan. Saya tidak berpikir dua kali saat harus mendonorkan hatiku untuk dia,” Itulah yang dikatakan Charlotte Rogers, seorang ibu yang memiliki balita dengan kelainan langka di bagian hatinya. Kisah ini menjadi inspirasi, sekaligus fakta bahwa cinta ibu tidak akan tergantikan oleh apapun.




    Putriku Memiliki Kelainan Hati Setiap orang tua pasti ingin buah hatinya sehat dan bahagia. Demikian halnya dengan tuan dan nyonya Rogers dari kota Betley, Staffordshire. Mereka memiliki buah hati perempuan bernama Imogen yang didiagnosis mengalami kondisi atresia bilier. Kelainan ini sangat langka, Imogen lahir tanpa saluran empedu. Kondisi tersebut menyebabkan sang bayi tidak bisa mencerna lemak dalam makanan yang dikonsumsi, sehingga hatinya menjadi sangat tegang dalam kondisi mengkhawatirkan dan dapat berisiko kematian. Bayi kecil ini mendapat diagnosis setahun yang lalu, tepatnya menjelang Natal. Saat itu Imogen baru dilahirkan, tubuhnya berwarna kuning dan tidak bisa hilang. Bayi kecil itu harus menjalani beberapa pemeriksaan tes darah dan menjalani operasi. Keluarga kecil ini terpaksa merayakan Natal di bangsal rumah sakit. Bagi sang ibu, menyadari buah hati kecilnya harus berhadapan dengan pisau bedah menjadi momen yang sangat menakutkan.




    Operasi yang telah berjalan tiga jam gagal, Imogen tetap dalam kondisi sakit. Kondisi Imogen yang belum membaik membuat tuan dan nyonya Rogers mempelajari berbagai kemungkinan medis, termasuk donor hati. Donor organ tubuh biasanya diambil dari seseorang yang baru meninggal, karena risikonya cukup besar. Tetapi tidak ada yang bisa menghentikan langkah nyonya Rogres untuk memberikan sebagian hatinya untuk sang buah hati. “Saat saya menemukan kesempatan yang masuk akal bagi kesembuhannya, termasuk transplantasi hati dari orang yang masih hidup, saya tidak memikirkan hal lain, saya harus memberikan hati saya untuk Imogen,” ujarnya.




    Rangkaian prosedur tes kesehatan yang panjang dilakukan untuk melakukan operasi transplantasi hati. Nyonya Rogres mengaku dia sangat takut dengan jarum, tetapi dia mampu menghadapi rangkaian tes sampel darah. Operasi ini dilakukan 5 September 2012, ketika usia Imogen mencapai 11 bulan. Keduanya menjalani operasi bersamaan, di rumah sakit yang berbeda selama sembilan jam.




    Dalam masa pemulihan setelah operasi, perlu waktu 6 hari hingga nyonya Rogres bisa melihat putrinya kembali. Dia melihat perkembangan putrinya dari foto-foto yang diambil para petugas transplantasi. Yang menakjubkan, Imogen pulih lebih cepat daripada ibunya. Hal itu membuat nyonya Rogers semakin bersemangat untuk pulih. Saat ini, mereka berdua telah pulih dan dalam kondisi sehat. Nyonya Rogers mengatakan bahwa dia memang lelah menjalani rangkaian tes kesehatan, tetapi saat menatap Imogen, semuanya lenyap dan selalu ada harapan untuk terus melangkah ke depan.
  • Dahulu, ada seorang pengusaha yang cukup berhasil di suatu kota. Ketika sang suami jatuh sakit, satu persatu pabrik mereka di jual. Harta mereka terkuras untuk berbagai biaya pengobatan. Hingga mereka harus pindah ke pinggiran kota dan membuka rumah makan sederhana. Sang suami pun telah tiada. Beberapa tahun kemudian, rumah makan itu pun harus berganti rupa menjadi warung makan yang lebih kecil sebelah pasar.




    Setelah lama tak terdengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri di bantu oleh sang anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang —orang pun masih mengenal masa lalunya yang serba berkelimpahan, namun ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli.




    Wahai ibu, bagaimana kau demikian kuat? “harapan nak!. Jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun- tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia.”
  • Di kelasnya ada 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun anak kami ternyata menerimanya dengan senang hati. Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja. Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak nomor 23 di keluarga kami tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya bersinar-sinar. Kemudian ketika dia membaca sebuah berita tentang seorang anak berusia 9 tahun yang masuk perguruan tinggi, dia bertanya dengan hati pilu kepada anak kami: Anakku, kenapa kamu tidak terlahir sebagai anak dengan kepandaian luar biasa? Anak kami menjawab: Itu karena ayah juga bukan seorang ayah dengan kepandaian luar biasa. Suamiku menjadi tidak bisa berkata apa-apa lagi, saya tanpa tertahankan tertawa sendiri. Pada pertengahan musim gugur, semua sanak keluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, sehingga memenuhi satu ruangan besar di restoran. Topik pembicaraan semua orang perlahan-lahan mulai beralih kepada anak masing-masing. Dalam kemeriahan suasana, anak-anak ditanyakan apakah cita-cita mereka di masa mendatang?
    Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak- anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak- anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk
    melihat bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali. Sepulangnya kami ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai
    materi belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak- anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat.Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23. Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang
    mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam- diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya. Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek.
    Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik. Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggris. Kedua anak ini secara bersamaan menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang. Ketika pulang, jalanan macet dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas binatang kesayangan masing-masing. Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga. Sehabis ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar.
    Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi
    dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku. Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja. Dia memberi pujian: Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu. Saya berguyon pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh- sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
    Dia pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi Pahlawan aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama. Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku terasa hangat seketika.
    Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini.
    Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur. Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak- anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?
  • akhirnya update juga... kangen kisah2 @g200
  • Slmt mmbaca @danze
Sign In or Register to comment.