It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
fitness. Saya adalah pecandu fitness. Saya
memakan sesuai pola yang diberikan oleh
para pakar kesehatan. Saya tidak merokok
dan bergadang. Saya tidak mengkonsumsi
obat-obatan yang merusak tubuhku.Pokoknya saya sangat peduli tentang kesehatan.
Suatu hari, ketika saya dan pacarku
menghabiskan waktu dipantai, pacarku diam-
diam mengambil fotoku dan mempostingnya
ke Facebook. Ketika dia memberitahuku
bahwa foto yang dia post mendapatkan
banyak “jempol”, aku begitu kuatir dengan arti “jempol” itu.
Setelah aku melihat fotoku sendiri, aku
terdiam. Badan atletis dengan dada bidang
plus perut bentuk enam kotak alias six pack.
Aku melihat diriku sendiri tertawa dengan
lepas bersama teman-temanku, aku terlihat
cukup menarik jika aku tidak boleh menyombongkan diri berteriak, “Keren…”.
Seandainya kamu tahu mengapa aku bisa
memiliki badan seperti itu. Dan masih ingat
dalam ingatanku 5 tahun lalu aku ditolak
seorang wanita yang sangat kusukai. Aku
ditolak ketika aku menyatakan perasaanku
padanya, plus semua caci maki hina yang membuat telingaku dan hati remuk rata.
Sejak hari itu aku bersumpah akan membuat
hinaan itu menjadi pujian sekaligus
membuatnya menyesal. Aku berjuang habis-
habisan. Dan setelah beberapa tahun inilah
hasil yang aku dapatkan plus seorang pacar
yang menerimaku dalam segala kekuranganku.
Apakah aku masih membencinya? Tentu saja
tidak. Justru aku harus berterimakasih
padanya, dia memberiku luka dan Tuhan
memberiku penyembuhnya.
Kadang kebencian yang mendalam memang
sangat merusak dan tidak baik, tetapi jika
kebencian itu dijadikan cambuk semangat
untuk menjadi lebih baik, mengapa tidak?
kota. Aku kehilangan kata-kata dan hanya
bisa menitikkan air mata. Ketika aku hendak
bertanya apakah dia tidak menyesal
menikahiku yang jelek, seperti bisa membaca
pikiranku, ia menjawab.
“Aku tahu kamu pasti mengira aku sedang
mengodamu bahkan mempermaikanmu, tapi
percayalah, aku benar-benar tulus
mencintaimu dan ingin menjadikanmu
pendamping hidupku”.
“Aku tahu bagaimana mereka
menggambarkan wajahmu selayaknya tokoh
utama penjahat seperti difilm-film fantasi,
tetapi ketahuilah, aku tidak peduli akan
semua itu. Aku tidak jatuh cinta pada
wajahmu, aku jatuh cinta pada hatimu.”
“Caramu memperlakukan ibumu, caramu
memperlakukan yang kurang beruntung
dibandingmu, caramu tersenyum ketika orang
menghina dan menjauhimu sudah cukup
bagiku untuk memantapkan hatiku membeli
cincin ini kemarin malam dan berlutut dihadapanmu”. “So, would you marry me?”.
Lou yang tiap hari berkeliaran mencari sampah telah menyelamatkan dan membesarkan lebih dari 30 bayi terbuang di jalanan Jinhua, di bagian timur Provinsi Zhejiang. Bayi-bayi malang itu dirawat hingga montok dan menggemaskan. Lou dan suaminya, Li Zin, yang meninggal dunia 17 tahun lalu, hanya mempertahankan empat anak di rumah mereka. Sementara, 26 anak lainnya telah diambil rekan atau keluarga asuh untuk memulai hidup baru. Bahkan di masa tuanya, Lou tak berhenti memungut bayi terlantar.
Yang terakhir adalah Zhang Qilin, bocah berusia 7 tahun yang dia temukan di tempat sampah saat Lou berusia 82 tahun. “Meskipun saya telah tua, saya tidak bisa mengabaikan bayi itu dan membiarkannya mati di tempat sampah. Dia tampak begitu manis dan begitu membutuhkan kasih sayang. Saya merasa harus membawanya pulang bersama saya, “kata dia seperti dimuat Daily Mail. Bayi merah itu dibawa ke rumah sangat sederhana dan kecil di pedesaan untuk dirawat. “Bayi itu kini tumbuh menjadi seorang anak yang ceria dan sehat.” “Anak-anak saya yang lebih tua semua membantu merawat Zhang Qilin, dia sangat istimewa bagi kami semua. Saya beri dia nama yang berarti ‘langka dan berharga’.”
Kegiatannya mengasuh anak terlantar dimulai tahun 1972. Saat itu, dia yang sedang memulung menemukan bayi perempuan di atas tumpukan sampah dan terbuang. Jika tak ada yang mengambilnya, niscaya ia akan mati. “Melihatnya tumbuh dan menjadi kuat membuat kami kebahagiaan. Aku memiliki cinta yang nyata dari merawat anak-anak itu.” Kemiskinan dan hidup kekurangan bagi Lou bukan penghalang. “Jika kita punya cukup tenaga untuk mengumpulkan sampah, mengapa tidak kita juga mendaur ulang sesuatu yang seberharga nyawa manusia.” “Anak-anak membutuhkan cinta dan perhatian. Mereka semua adalah nyawa yang berharga. Saya tidak mengerti bagaimana orang tega meninggalkan bayi yang rentan dan tak berdaya di jalanan.”
Lou, yang memiliki satu putri biologis, Zhang Caiying (49), bertekad mengabdikan hidupnya untuk merawat bayi-bayi yang ditelantarkan orang tua mereka sendiri, hingga ia tak lagi berdaya. Menuai pujian Meski berbuat tanpa pamrih, kebaikan hati Lou kini menyebar di China dari mulut ke mulut, di negara di mana ribuan bayi ditinggalkan di jalanan oleh orangtua yang terjerat kemiskinan. Seorang pengagumnya mengatakan tindakan Lou telah menampar muka pemerintah, sekolah, dan orang-orang yang sejatinya lebih mampu namun tak mau bertindak. “Ia tak punya uang ataupun kekuatan, tapi ia menyelamatkan anak-anak dari kematian.” Di komunitasnya, Lou dianggap pahlawan dan dihormati atas pengorbanannya. “Ia telah melakukan yang terbaik, dia seorang pahlawan.
Tapi sayangnya terlalu banyak bayi yang terlantar di China yang tak punya harapan untuk selamat.” Misalnya, minggu lalu, ada berita seorang bayi beruntung yang masih bertahan hidup setelah digorok tenggorokannya, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan dibuang di tempat sampah di Kota Anshan, di timur laut Provinsi Liaoning. Bayi itu lahir prematur. Usianya mungkin antara 32 dan 34 minggu. Beratnya hanya 1,4 kg. Paramedis mengatakan jika luka di tenggorokannya satu milimeter lebih dalam, niscaya ia akan mati.
Bayi perempuan itu diduga menjadi korban kebijakan satu anak di China yang diterapkan sejak tahun 1978. Orang tua yang hanya punya kesempatan memiliki satu anak, lebih memilih anak laki-laki ketimbang perempuan
gigi yang tanggal. Suatu hari, ada seseorang
bertanya kepadanya, "kakek, berapa usia anda
sekarang?"
" empat tahun," jawab sang kakek.
"jangan bercanda, kakek sudah tampak begitu tua penuh dengan uban, bagaimana mungkin bisa
berusia 4 tahun. Menurut saya, usia kakek hampir
memasuki 80 tahun."
"Ah, sungguh disesalkan! kendati usia hampir
memasuki 80 tahun, tapi selama tenggang waktu
yang begitu panjang ini, saya lewati penuh kehampaan. selama 4 tahun belakangan ini, saya
baru menginsafi hukum kebenaran dan terpanggil
di dalam membina diri dengan melayani penderitaan umat. 4 tahun ini saya hidup bermakna dan berbahagia, maka saya katakan usiaku baru 4 tahun," jawab sang kakek.
gigi yang tanggal. Suatu hari, ada seseorang
bertanya kepadanya, "kakek, berapa usia anda
sekarang?"
" empat tahun," jawab sang kakek.
"jangan bercanda, kakek sudah tampak begitu tua penuh dengan uban, bagaimana mungkin bisa
berusia 4 tahun. Menurut saya, usia kakek hampir
memasuki 80 tahun."
"Ah, sungguh disesalkan! kendati usia hampir
memasuki 80 tahun, tapi selama tenggang waktu
yang begitu panjang ini, saya lewati penuh kehampaan. selama 4 tahun belakangan ini, saya
baru menginsafi hukum kebenaran dan terpanggil
di dalam membina diri dengan melayani penderitaan umat. 4 tahun ini saya hidup bermakna dan berbahagia, maka saya katakan usiaku baru 4 tahun," jawab sang kakek.
berdesir lebih cepat. Jarum jam menunjukkan pukul
12 tengah malam. Seorang pemuda sedang
menyikat lantai. Di sampingnya tergeletak sebuah ember berisi air. Tak jauh dari situ terdapat cairan
pembersih. Mata saya berkaca-kaca. Saya hampir
tidak percaya pemuda itu adalah anak saya, Rio.
Saya tidak menyangka Rio mau melakukan hal itu.
Menyikat lantai dan mengepel. Di dadanya masih
melekat “celemek” warnah hijau dengan sebuah logo yang sangat dikenal: Starbucks.
Sudah hampir tiga bulan Rio magang kerja di
Starbucks. Pekerjaan utamanya membuat kopi dan
melayani pembeli. Menjelang tutup, bergantian
dengan teman-teman sekerjanya, dia menyapu,
bersih-bersih, buang sampah, termasuk mengepel atau menyikat lantai. Melihat Rio melakukan pekerjaan tersebut, ada rasa haru yang menyesakkan dada. Sudah sejak lama saya ingin anak saya bekerja seperti itu. Beberapa waktu lalu saya pernah sedikit memaksa agar dia melamar di salah satu restoran cepat saji terkenal. Tetapi sayang lamarannya tidak pernah mendapat
jawaban. Berkali-kali dicoba tetapi yang terakhir
jawaban yang diterima mereka belum membutuhkan tenaga magang.
Saya mendorong Rio untuk magang di restoran
cepat saji karena saya ingin dia merasakan apa yang dirasakan para pelayan restoran. Saya ingin
dia berempati terhadap pekerjaan pramusaji. Sebab selama ini dia selalu berada pada posisi yang dilayani. Bagaimana rasanya jika sebaliknya, dia yang harus melayani?
Setelah gagal magang di restoran cepat saji, Rio akhirnya diterima magang di Starbucks. Sejak awal
saya sudah menyiapkan mentalnya untuk menerima keadaan terburuk sebagai pelayan: mendapat perlakukan kasar dari pembeli.
Namun, jujur saja, ketika toh saya melihat di tengah malam anak sulung saya menyikat lantai dan mengepel, disaksikan pengunjung mall yang lalu lalang, perasaan saya campur aduk. Terharu, sedih, dan bangga menjadi satu. Apalagi ketika dia melihat ayahnya, bersama ibu dan adik-adiknya datang, Rio tertawa sembari terus bekerja. Situasi yang anehmelihat anak yang saya cintai berada di posisi melayani dan saya di posisi tamu yang dilayani.
Ingatan saya lalu kembali ke masa saya kuliah.
Untuk mencari tambahan uang kuliah, selain
menjual kartu-kartu ucapan yang saya lukis sendiri,
saya juga menjual tenaga kepada siapa saja yang
membutuhkan. Termasuk kepada kakak laki-laki saya. Suatu ketika, kakak saya berniat mengecat
rumahnya. Saya langsung menawarkan diri. Tentu
dengan bayaran. Maka setiap hari, selama
seminggu, sebelum kuliah saya mampir dulu ke
rumah kakak saya di bilangan Kalibata, Jakarta Timur. Selama rata-rata empat jam per hari, saya menjadi tukang cat. Seusai bekerja, mandi, baru saya ke kampus. Saya menjalani pekerjaan itu dengan penuh tanggung jawab. Sesudah selesai baru dibayar. Kakak saya dan kakak ipar saya awalnya merasa tidak nyaman. Tetapi mereka kemudian menghargai upaya saya untuk mencari tambahan uang kuliah.
Jaman memang terus bergerak. Nilai- nilai berubah. Tentu saya tidak mungkin meminta anak-anak saya untuk melakukan pekerjaan yang dulu saya lakukan. Tetapi setidaknya saya berharap anak-anak saya bisa menghargai orang-orang yang keadaannya sama seperti ayahnya dulu.
“sahabat terbaik manusia”. Bagi sebagian orang,
anjing tidak sekadar hewan peliharaan, melainkan
sudah menjadi bagian terpenting dalam hidup
mereka. Persahabatan pun bisa terbentuk antara
manusia dengan anjing karena kuatnya ikatan antara mereka berdua.
Hal inilah yang terjadi antara Bo Laoma dan seekor anjing yang sudah jadi sahabatnya sendiri. Bo Laoma adalah seorang tukang sol sepatu.
Dilansir dari shanghaiist.com, karena Bo lumpuh maka ia harus menggunakan kursi roda untuk
bepergian. Beruntung ia punya sahabat yang begitu setia dan mau mendorong kursi rodanya setiap kali berangkat dan pulang kerja. Sahabat Bo adalah seekor anjing.
Anjing sahabatnya ini benar-benar setia karena ia selalu mendampingi Bo ke mana pun. Tak hanya itu, anjing tersebut selalu memudahkan perjalanan
berangkat dan pulang kerja Bo dengan membantu
mendorong kursi rodanya. Bo butuh waktu satu jam perjalanan untuk mencapai stan sol sepatunya dari rumah. Belum lagi dengan perjalanan yang naik turun bukit. Dengan kondisi lumpuh dari pinggang ke bawah, Bo memang harus
berjuang ekstra setiap kali berangkat kerja.
Dalam penuturannya kepada wartawan, Bo
menyebutkan bahwa ia dan anjing sahabatnya tak
bisa dipisahkan satu sama lain. Ia menambahkan
bahwa anjingnya itu bahkan lebih pintar
dibandingkan anjing pemandu lain yang pernah ia
lihat di televisi. Semua bisa terlihat betapa setianya sang anjing menemani Bo ke mana pun ia pergi. Kedekatan ikatan persahabatan ini memang tidak
hanya terjadi pada manusia. Hewan pun bisa
memberikan kasih sayangnya pada manusia dan
menjadi sahabat setia. Setiap makhluk pastinya
punya rasa cinta dan kasih sayang
Seorang gadis 19 tahun dari provinsi Shandong
telah menginspirasi para netizen China dengan buku hariannya. Dilansir dari shanghaiist.com, gadis bernama Du Liyuan ini memutuskan untuk membuat buku harian setelah dirinya didiagnosis dengan penyakit leukemia. Terinspirasi dari serial drama Jepang “The Hours of My Life”, Du menulis buku harian karena ingin bisa selalu diingat keluarga dan dirinya sendiri. Du tadinya tak ingin lagi menjalani pengobatan agar bisa kembali bersekolah dan traveling ke China bagian selatan, tapi ia tak bisa.
“Menyerah adalah tindakan yang sangat egois. Orang tua saya membesarkan saya dan merawat saya setiap hari sejak saya sakit. Jika saya menolak pengobatan, saya akan mengecewakan mereka,” ungkapnya. Biaya pengobatan yang mahal pun membuat Du merasa bersalah kepada kedua orang tuanya. Ia sendiri telah menjalani enam kali kemoterapi dan 25 kali radioterapi. "Mungkin kita tak bisa berbuat apa-apa
saat menghadapi penyakit dan kematian. Mungkin
kita takut karena penyakit ganas. Mungkin kita akan kehilangan semangat dan menyerah. Tapi ketika setitik cahaya menembus hati saya dan menerangi kegelapan, saya memutuskan untuk tetap berharap dan menjalani sisa waktu hidup saya dengan hati bahagia,” tulis Du dalam buku hariannya.”
Du mengungkapkan pada wartawan bahwa ia ingin
melanjutkan studi sebagai perawat jika ia sembuh
nanti. Ia ingin bisa menciptakan obat untuk
menyembuhkan penyakitnya. Dokter memutuskan untuk melakukan transplantasi sel induk kepada Du dari tulang sumsum ayahnya. Namun karena Du mengalami infeksi di paru- parunya pada bulan November, operasi pun ditunda sampai kondisi paru-parunya pulih. Semoga Du segera kembali pulih dan sehat agar bisa mewujudkan semua impiannya.
Hidup hanya sekali. Sayang jika dilewatkan
dengan hal-hal yang tak penting. Setiap detiknya
begitu berharga, setiap hembusan napas kita punya makna. Selama kita masih bisa menatap indahnya dunia, akan lebih membahagiakan jika kita mengisi setiap waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat. Sebelum nantinya menyesal, sebelum hilang harapan kita untuk hidup.
mengenyam pendidikan. Bahkan, kita tak akan bisa pernah berhenti untuk belajar sepanjang hayat kita. We are born to be a long-life learner.
Seorang kakek bernama Zou Weimin mengikuti
ujian masuk S2 di usianya yang sudah 73 tahun.
Dilansir dari shanghaiist.com, ia sempat mengubur impiannya tak mengenyam bangku kuliah selama 40 tahun lamanya. Tapi tak ada kata putus asa dalam kamusnya. Zou pernah diterima kuliah di sebuah universitas di Hengzhou pada tahun 1960. Namun, ia hanya bertahan satu tahun saja karena harus menghidupi keluarganya. Pada tahun 1977, setelah Revolusi Budaya (1966-1976), ketika ujian masuk universitas sangat ketat, ia tak lagi bisa mendaftar karena sudah melewati batas. Baru pada tahun 2001, ketika sudah tak ada lagi
syarat pembatasan usia untuk kuliah, ia mencoba
daftar kuliah empat kali. Hingga akhirnya diterima di sebuah universitas pada tahun 2008.
Setelah lulus dengan gelar S1 pada tahun 2014, ia tanpa ragu sedikit pun mengikuti ujian masuk S2. Meskipun ia sudah lanjut usia, ia tetap terlihat semangat mengikuti ujian di Haining, provinsi Zhejiang tersebut. Penuh percaya diri, Zou yakin dirinya bisa lulus ujian ini. Meskipun tubuhnya sudah tak sekuat dulu dan otaknya tak setajam dulu, tapi semangatnya bisa mengalahkan anak-anak muda lainnya. Semoga Zou bisa lulus dan bisa mewujudkan impiannya.
Seiring berjalannya waktu, ada seorang waria yang bernama Hana Handayani Kristanty (Ibu / Mama Angkat saya) sedang berkunjug ke Jakarta untuk menemui salah satu sahabat karibnya yang sudah dianggapnya sebagai saudara sendiri yaitu, Fransisca (Alm). Setibanya di Jakarta, Fransisca selaku sahabat karibnya menceritakan kepada Hana Handayani Kristanty akan keberadaan bayi munggil di salah satu seorang rumah dukun bayi, yang mana rumah dukun bayi tersebut berdekatan dengan rumah Fransisca (Mama De). Kemudian dilihatnyalah seorang bayi munggil tanpa dosa yang hanya dibiarkan tergeletak di lantai begitu
saja, melihat hal itu tergeraklah hati seorang waria (Hana Handayani Kristanty) untuk mengambil dan mengadopsi bayi munggil tersebut. Untuk dapat mengambil dan mengadopsi bayi tersebut tidak berlangsung begitu mudah, karna ada surat” resmi (Surat Penyerahan Anak) yang harus ditandatangani oleh kedua belah pihak, antara pihak pertama selaku orang tua kandung (hanya Ibu kandung yang saya tahu) dan pihak kedua (Ibu angkat saya Hana Handayani Kristanty) setelah pengurusan surat” yang diperlukan telah selesai maka dibawanyalah saya “si bayi munggil” itu ke Surabaya.
Setibanya di Surabaya, bukan hal mudah untuk menerima keberadaan “keluarga baru” di lingkungan keluarganya Mama Handayani, setelah mampu meyakinkan orang tua (kakek-nenek) maka diasuhlah saya sebagai “anak angkat” di keluarga baru tersebut. Untuk membesarkan dan mengurus saya bukanlah hal yang mudah apalagi untuk merawat, mengurus, dan membesarkan seorang bayi dengan kondisi premature. Dibutuhkan banyak waktu, perhatian, dan tenaga ekstra untuk dapat merawat, mengasuh, dan membesarkan saya. Seiring berjalannya waktu, masa kecil saya terlewati dengan banyak hal yang menyenangkan, hampir semua kebutuhan saya terpenuhi, mulai dari kebutuhan sekolah, makanan, hiburan, dll.
Pada saat saya kecil, saya belum mengerti benar akan keanehan orang tua angkat saya sebagai seorang waria sehingga tidak membuat saya merasa aneh dan janggal soal identitas saya terutama identitas orang tua saya. Berjalannya waktu, saya merasa ada yang aneh akan identitas saya terutama tentang identitas, hal ini bermula dari ketidaksengajaan saya yang telah membaca buku rangkuman otobiografi mama angkat saya tersebut, yang mana dibuku tersebut menuliskan mengenai sejarah singkat tentang mama angkat saya tersebut, kalau saya tidak salah ingat disitu tertulis bahwa “beliau mengangkat seorang anak” dari situlah saya mulai merasa ada yang aneh.
Awal saya mengetahui hal tersebut, saya merasa marah, kecewa, bahkan hubungan saya dengan orang tua angkat saya tidak harmonis, saya mulai berani melawan beliau, sebagai bentuk rasa kekecewaan saya. Hal ini tidak berakhir sampai disini saja, sewaktu saya kelas V SD saya sempat tinggal di asrama, hal ini membuat saya semakin membenci mama saya. Sebelum saya diasrama, ada satu kejadian yang begitu pahit menimpa saya yaitu saya harus kehilangan salah satu penglihatan saya dikarenakan kecelakaan sewaktu saya bermain obeng. Kejadian itu terjadi sebelum saya diasramakan, tepatnya waktu liburan panjang kenaik’kan kelas dari kelas IV ke kelas V SD.
Setelah kejadian itu, saya dilarikan ke salah satu poliklinik terdekat untuk menangangi masalah mata saya yang terkena obeng tersebut, tapi oleh pihak poliklinik saya diharuskan untuk dibawa ke RS. Mata Undaan. Setibanya di RS. Mata Undaan saya langsung disuruh opname untuk operasi mata. Ke’esokkan harinya operasi berlangsung, dan hasil operasi tersebut tidak membawa kabar baik karna mata saya tetap saja tidak bisa melihat, kemudian ke’esokkan harinya saya harus tetap diasramakan yaitu di YWI Batu karna saya masih harus melanjutkan sekolah saya. Esok harinya di sekolah tepatnya di ruang kelas, teman saya yang duduk dibangku depan saya sedang bercanda tanpa sengaja salah satu dari mereka memukul mata saya yang baru saja dioperasi, alhasil membuat saya merasa kesakitan. Hal ini, membuat saya harus dilarikan kembali disurabaya untuk menjalani pemeriksaan dan operasi ulang, tapi hasil operaasi yang ke-dua lebih mengecewakan karna saya harus kehilangan penglihatan saya secara total bahkan mama angkat saya Mama Hana Handayani Kristanty ingin mendonorkan matanya tidak bisa. Kekurangan fisik dan latar belakang saya membuat saya semakin membenci diri saya, menyalahkan Tuhan, serta membenci mama angkat saya atas semua kejadian yang sudah saya alami. Meskipun tindakan saya sering menyakiti saya, mama angkat saya tidak berhenti untuk tetap mengasihi saya dan memperjuangkan masa depan saya yang mana saya sempat ingin untuk putus sekolah.
Perjuangan mama angkat saya tidak sia-sia begitu saja, walau pun beliau hanya bisa membiayai saya sampai tingkat SMA saja, beliau terus berusaha mencarikan saya beasiswa supaya saya bisa melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Saat ini saya sedang menempuh studi di Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada jurusan Informatika tingkatan akhir (Skripsi), saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan atas kasih setia-Nya. Sampai saat ini, saya belajar untuk mengampuni dan menerima keberadaan saya dan mama angkat saya seutuhnya, belajar mengenai arti kasih yang sesungguhnya. Melalui cerita saya yang singkat ini, saya harap bisa
memberikan inspirasi kepada banyak orang bahwa apapun keadaan yang Anda alami saat ini, percayalah Tuhan punya rencana yang indah untuk hidupmu, kenyataan keadaan mungkin membuatmu merasakan kekecewaan, keputusasaan, dan sakit yang luar biasa, akan tetapi ketika kamu mau belajar untuk menerima dirimu, menerima keadaan dan lingkungan disekitarmu, dan berkomitmen untuk merubah apa yang buruk (cara pandang yang salah) Tuhan pasti buka jalan, jangan pernah menyerah dengan setiap apa pun yang terjadi, bangkit dan merubah keadaan serta memilih untuk menjadi pemenang itu jauh lebih baik.
Semoga melaui kisah ini, dapat memberikan sisi positif sehingga cara pandang masyarakat lebih terbuka untuk menyikapi hal-hal yang masih dianggap tabu contohnya seperti kehidupan waria, tidak semua waria itu buruk. Mari kita sebarkan sifat yang positif dalam menyikapi suatu hal / keadaan dan jangan menjadi pribadi yang
hanya melihat orang lain dari sisi kejelekan / kelemahannya. Hidup ini terlalu singkat jika harus dibuang dengan kebencian dan hal-hal negative lain’nya
Putriku Memiliki Kelainan Hati Setiap orang tua pasti ingin buah hatinya sehat dan bahagia. Demikian halnya dengan tuan dan nyonya Rogers dari kota Betley, Staffordshire. Mereka memiliki buah hati perempuan bernama Imogen yang didiagnosis mengalami kondisi atresia bilier. Kelainan ini sangat langka, Imogen lahir tanpa saluran empedu. Kondisi tersebut menyebabkan sang bayi tidak bisa mencerna lemak dalam makanan yang dikonsumsi, sehingga hatinya menjadi sangat tegang dalam kondisi mengkhawatirkan dan dapat berisiko kematian. Bayi kecil ini mendapat diagnosis setahun yang lalu, tepatnya menjelang Natal. Saat itu Imogen baru dilahirkan, tubuhnya berwarna kuning dan tidak bisa hilang. Bayi kecil itu harus menjalani beberapa pemeriksaan tes darah dan menjalani operasi. Keluarga kecil ini terpaksa merayakan Natal di bangsal rumah sakit. Bagi sang ibu, menyadari buah hati kecilnya harus berhadapan dengan pisau bedah menjadi momen yang sangat menakutkan.
Operasi yang telah berjalan tiga jam gagal, Imogen tetap dalam kondisi sakit. Kondisi Imogen yang belum membaik membuat tuan dan nyonya Rogers mempelajari berbagai kemungkinan medis, termasuk donor hati. Donor organ tubuh biasanya diambil dari seseorang yang baru meninggal, karena risikonya cukup besar. Tetapi tidak ada yang bisa menghentikan langkah nyonya Rogres untuk memberikan sebagian hatinya untuk sang buah hati. “Saat saya menemukan kesempatan yang masuk akal bagi kesembuhannya, termasuk transplantasi hati dari orang yang masih hidup, saya tidak memikirkan hal lain, saya harus memberikan hati saya untuk Imogen,” ujarnya.
Rangkaian prosedur tes kesehatan yang panjang dilakukan untuk melakukan operasi transplantasi hati. Nyonya Rogres mengaku dia sangat takut dengan jarum, tetapi dia mampu menghadapi rangkaian tes sampel darah. Operasi ini dilakukan 5 September 2012, ketika usia Imogen mencapai 11 bulan. Keduanya menjalani operasi bersamaan, di rumah sakit yang berbeda selama sembilan jam.
Dalam masa pemulihan setelah operasi, perlu waktu 6 hari hingga nyonya Rogres bisa melihat putrinya kembali. Dia melihat perkembangan putrinya dari foto-foto yang diambil para petugas transplantasi. Yang menakjubkan, Imogen pulih lebih cepat daripada ibunya. Hal itu membuat nyonya Rogers semakin bersemangat untuk pulih. Saat ini, mereka berdua telah pulih dan dalam kondisi sehat. Nyonya Rogers mengatakan bahwa dia memang lelah menjalani rangkaian tes kesehatan, tetapi saat menatap Imogen, semuanya lenyap dan selalu ada harapan untuk terus melangkah ke depan.
Setelah lama tak terdengar kabarnya, kini setiap malam tampak sang istri di bantu oleh sang anak dan menantunya menggelar tikar berjualan lesehan di alun-alun kota. Cucunya sudah beberapa. Orang —orang pun masih mengenal masa lalunya yang serba berkelimpahan, namun ia tak kehilangan senyumnya yang tegar saat meladeni para pembeli.
Wahai ibu, bagaimana kau demikian kuat? “harapan nak!. Jangan kehilangan harapan. Bukankah seorang guru dunia pernah berujar, karena harapanlah seorang ibu menyusui anaknya. Karena harapanlah kita menanam pohon meski kita tahu tak kan sempat memetik buahnya yang ranum bertahun- tahun kemudian. Sekali kau kehilangan harapan, kau kehilangan seluruh kekuatanmu untuk menghadapi dunia.”
Ada yang menjawab akan menjadi pemain piano, bintang film atau politikus, tiada seorang pun yang terlihat takut mengutarakannya di depan orang banyak, bahkan anak perempuan berusia 4½ tahun juga menyatakan kelak akan menjadi seorang pembawa acara di televisi, semua orang bertepuk tangan mendengarnya. Anak perempuan kami yang berusia 15 tahun terlihat sibuk sekali sedang membantu anak-anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya kelak. Di bawah desakan orang banyak, akhirnya dia menjawab dengan sungguh-sungguh: Kelak ketika aku dewasa, cita-cita pertamaku adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak- anak menyanyi, menari dan bermain-main. Demi menunjukkan kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan akan cita-cita keduanya. Dia menjawab dengan besar hati: Saya ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak- anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk
melihat bintang-bintang. Semua sanak keluarga tertegun dibuatnya, saling pandang tanpa tahu akan berkata apa lagi. Raut muka suamiku menjadi canggung sekali. Sepulangnya kami ke rumah, suamiku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak menjadi guru TK? Apakah kami tetap akan membiarkannya menjadi murid kualitas menengah? Sebetulnya, kami juga telah berusaha banyak. Demi meningkatkan nilai sekolahnya, kami pernah mencarikan guru les pribadi dan mendaftarkannya di tempat bimbingan belajar, juga membelikan berbagai
materi belajar untuknya. Anak kami juga sangat penurut, dia tidak membaca komik lagi,tidak ikut kelas origami lagi, tidur bermalas-malasan di akhir minggu juga tidak dilakukan lagi. Bagai seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan tanpa henti. Namun biar bagaimana pun dia tetap seorang anak- anak, tubuhnya tidak bisa bertahan lagi dan terserang flu berat.Biar sedang diinfus dan terbaring di ranjang, dia tetap bersikeras mengerjakan tugas pelajaran, akhirnya dia terserang radang paru-paru. Setelah sembuh, wajahnya terlihat kurus banyak. Akan tetapi ternyata hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau tertawa atau menangis, tetap saja nomor 23. Kemudian, kami juga mencoba untuk memberikan penambah gizi dan rangsangan hadiah, setelah berulang-ulang menjalaninya, ternyata wajah anak perempuanku semakin pucat saja. Apalagi, setiap kali akan ujian, dia mulai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, terus mencucurkan keringat dingin, terakhir hasil ujiannya malah menjadi nomor 33 yang
mengejutkan kami. Aku dan suamiku secara diam- diam melepaskan aksi menarik bibit ke atas demi membantunya tumbuh ini. Dia kembali pada jam belajar dan istirahatnya yang normal, kami mengembalikan haknya untuk membaca komik, mengijinkannya untuk berlangganan majalah “Humor anak-anak” dan sejenisnya, sehingga rumah kami menjadi tenteram kembali. Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak mengerti akan nilai sekolahnya. Pada akhir minggu, teman-teman sekerja pergi rekreasi bersama. Semua orang mempersiapkan lauk terbaik dari masing-masing, dengan membawa serta suami dan anak untuk piknik. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa dan guyonan, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan karya seni pendek.
Anak kami tiada keahlian khusus, hanya terus bertepuk tangan dengan gembira. Dia sering kali lari ke belakang untuk menjaga bahan makanan. Merapikan kembali kotak makanan yang terlihat agak miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap jus sayuran yang bocor ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik. Ketika makan terjadi satu kejadian di luar dugaan. Ada dua orang anak lelaki, satunya adalah bakat matematika, satunya lagi adalah ahli bahasa Inggris. Kedua anak ini secara bersamaan menjepit sebuah kue beras ketan di atas piring, tiada seorang pun yang mau melepaskannya, juga tidak mau membaginya. Walau banyak makanan enak terus dihidangkan, mereka sama sekali tidak mau peduli. Orang dewasa terus membujuk mereka, namun tidak ada hasilnya. Terakhir anak kami yang menyelesaikan masalah sulit ini dengan cara sederhana yaitu lempar koin untuk menentukan siapa yang menang. Ketika pulang, jalanan macet dan anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku terus membuat guyonan dan membuat orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan banyak bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan, membuat anak-anak ini terus memberi pujian. Sampai ketika turun dari mobil bus, setiap orang mendapatkan guntingan kertas binatang kesayangan masing-masing. Ketika mendengar anak-anak terus berterima kasih, tanpa tertahankan pada wajah suamiku timbul senyum bangga. Sehabis ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau nilai sekolah anakku tetap kualitas menengah. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang hendak diberitahukannya, hal yang pertama kali ditemukannya selama 30 tahun mengajar.
Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan, yaitu siapa teman sekelas yang paling kamu kagumi
dan alasannya. Selain anakku, semua teman sekelasnya menuliskan nama anakku. Alasannya sangat banyak: antusias membantu orang, sangat memegang janji, tidak mudah marah, enak berteman, dan lain-lain, paling banyak ditulis adalah optimis dan humoris. Wali kelasnya mengatakan banyak usul agar dia dijadikan ketua kelas saja. Dia memberi pujian: Anak anda ini, walau nilai sekolahnya biasa-biasa saja, namun kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu. Saya berguyon pada anakku, kamu sudah mau jadi pahlawan. Anakku yang sedang merajut selendang leher terlebih menundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, dia lalu menjawab dengan sungguh- sungguh: “Guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.”
Dia pelan-pelan melanjutkan: “Ibu, aku tidak mau jadi Pahlawan aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan.” Aku terkejut mendengarnya dan mengamatinya dengan seksama. Dia tetap diam sambil merajut benang wolnya, benang warna merah muda dipilinnya bolak balik di jarum bambu, sepertinya waktu yang berjalan di tangannya mengeluarkan kuncup bunga. Dalam hatiku terasa hangat seketika.
Pada ketika itu, hatiku tergugah oleh anak perempuan yang tidak ingin menjadi pahlawan ini. Di dunia ini ada berapa banyak orang yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan, namun akhirnya menjadi seorang biasa di dunia fana ini.
Jika berada dalam kondisi sehat, jika hidup dengan bahagia, jika tidak ada rasa bersalah dalam hati, mengapa anak-anak kita tidak boleh menjadi seorang biasa yang baik hati dan jujur. Jika anakku besar nanti, dia pasti akan menjadi seorang isteri yang berbudi luhur, seorang ibu yang lemah lembut, bahkan menjadi seorang teman kerja yang suka membantu, tetangga yang ramah dan baik. Apalagi dia mendapatkan ranking 23 dari 50 orang murid di kelasnya, kenapa kami masih tidak merasa senang dan tidak merasa puas? Masih ingin dirinya lebih hebat dari orang lain dan lebih menonjol lagi? Lalu bagaimana dengan sisa 27 orang anak- anak di belakang anakku? Jika kami adalah orangtua mereka, bagaimana perasaan kami?