It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Mana Lanjotanya nih bro ??
Lnjut. . . .
mau minum apa?
kopi?
teh?
atau air putih aja
tariiiiiiiikkkkkkkk....
hihihi......canda
Sudah tiga hari sejak kembali dari rumah ryo, kami tidak berkomunikasi. Sebetulnya itu bukan kesalahanku sepenuhnya. Dia yang berusaha membuat emosiku naik. Aku sudah berusaha ntuk mengalah. Jadi ngapain dia harus marah berkepanjangan padaku. Emosiku berperang. Egoku telah ku korbankan dengan beberapa kali mencoba memperbaiki hubungan dengannnya. Ryo selalu mengelak.
"Sebetulnya ada apa dengan hubungan kamu dan ryo?" Tanya haris disela-sela makan siang.
"Kami baik-baik aja"
"Sepertinya kamu nggak pernah lagi komunikasi dengannya?"
"Bukan begitu! Kebetulan ryo saat ini ada projek tulisan jadi aku nggak mau menganggunya. " kataku beralasan.
"Lauk makan siang hari ini enak ya ris"
Aku berusaha mengalihkan pembicaraan tentang pertengkaranku dan ryo. Pandanganku beralih ke pojok meja yang agak jauh dari tempat aku dan haris makan. Ryo tampak duduk sendiri. Menyendok suap demi suap makanannya. Wajahnya tampak suram.
Hari ini pertandingan persahabatanku dengan petinju kampus lain. Penonton penuh sesak dalam ruang sasana tinju. Ramai sekali. Hampir semua penghuni kampusku tumpah ruah menonton pertandingan ini. Walau pun cuma pertandingan persahabatan. Semua tampak antusias. Memberi dukungan. Mengelu-elukan. Di antara susunan bangku VVIP tampak duduk ketua yayasan kampus bersama jajarannya. Beliau juga tampak antusias.
"Kamu harus menang nino! Walau ini Cuma pertandingan persahabatan. Tapi kamu di tonton ketua yayasan dan hampir seluruh kampus. Tunjukan kalo kamu memang bisa di andalkan. Jangan kecewakan mereka dan saya" Ujar pak edwar memberi arahan sebelum pertandingan.
"Baik pak"
"Dan satu lagi, jangan pernah beri ampun pada lawanmu. Kamu harus kuat"
"Siap pak"
Aku berdiri dari kursi plasik yang disedia di sudut ring. Pak edwar menarik kursi itu dan menaruh di luar ring. Saat aku akan bergerak ketengah ring. Lenganku di tarik pak edwar.
"Ingat nino, JANGAN PERNAH BERI AMPUM" ujar pak edwar mengobarkan semangatku.
Lawanku memiliki tinggi hampir sama denganku. Tubuhnya berotot. Kulit kasar. Berwarna hitam pekat. Wajahnya tampak sangar. Persegi. Dengan hidung yang agak bengkok kesamping. Sepertinya itu bekas pertanding. Rambutnya dipotong habis. Gundul.
Wasit mengatukan kedua sarung tangan kami ditengah lapangan.memberi instruksi. Setelah itu menyuruh kembali dalam posisi siaga. Saat bunyi bel awal pertandingan.
"TENG....MULAI....."
Aku bergerak mendekat. Sang lawan melakukan hal yang sama. Jeb-jeb pendek saling dilontarkan. Mempelajari lawan. Mencari titik kelemahan. Kaki menari-nari hampir diseluruh area pertandingan.
Stet.....
Sebuah pukulan tangan kanan lawan mengarah kearahku. Aku berkelit kesamping. Angin pukulan terasa lewat disamping telinga kananku. Sepertinya lawan yang cukup seimbang. Penonton bersorak. Tak sadar aku memandang barisan penonton. Seseorang yang menarik perhatianku berdiri di salah satu pinggir ring. Kedua tangannya bersilangan didadanya yang kurus.
"Ryo...ternyata kamu datang juga melihat pertandinganku" pikirku dalam hati.
Entah kenapa ardenalinku berpacu. Aku jadi semangat dengan kehadirannya. Aku ingin memenangkan pertandingan ini. Aku ingin ryo memuji kemenanganku nanti. Aku ini ryo kembali baikan denganku. Aku ingin kami bisa seperti dulu. Bercanda seperti dulu. Saling memberi dukungan di saat rapuh.
Buk....
Terasa panas dan menyakitkan. Sebuah pukulan telak bersarang di pelipis kiriku. Tubuhku rebah menyentuh lantai ring. Kepalaku rasanya seperti berputar.
Satu....dua.....tiga.....
"Masih bisa melanjutkan"
Tanya wasit saat aku berhasil berdiri. Kedua sabukku di pegangannya diletakkan di dekat perutnya. Aku menggangguk memberi tanda aku masih bisa melanjutkan. Karena aku tak bisa bicara. Pelindung gigi ada di mulutku. Kuhilangkan semua fikiranku. Aku berkonsentrasi pada pertandingan. Kembali aku dan lawanku menari-nari diatas ring.
Pada suatu saat yang tepat aku melihat sebuah peluang. Genggaman tangan kananku mengepal kuat didalam sarung tinju. Dari bawah, tangan kananku bergerak sekuat tenaga. Melayang dihadapanku. Menuju dagu lawan. Sang lawan terlambat mengadarinya.
Mbuk?..
Sebuah pukulan telak bersarang di dagunya. Sampai-sampai kepalanya terdongak kebelakang. Pelindung giginya terbang bersama air luir. Terhuyung-hunyung. Terjatuh di pojok merah. Tangan kirinya berpegangan pada tali. Sebagaian tubuh sudah berada di lantai. Sebagian tersandar di sudut ring. Berusaha untuk bangkit tapi tak mampu.Tangan kirinya tampak lemas diatas tali ring. Teriakan membahana seluruh ruangan sasana.
"PUKUL..PUKUL?PUKUL?"
Penonton berteriak padaku untuk menghabisi lawan. Termasuk ketua yayasan. Walau sudah tak berdaya dan tak bisa berdiri lagi. Wasit masih belum bisa memberi hitungan. Karena seluruh tubuh lawan belum seluruhnya menyentuh lantai. Benar-benar membahana seluruh ruangan ini. Tapi sesorang tampak diam tak berekspresi. Ryo tampak diam ditempatnya. Sepertinya iya kurang senang dengan kemenangan yang sebentar lagi akan ku raih. Ah?.persetan dengan ryo. Adrenalinku benar-benar terpacu. Nafsuku berkobar.
Buk?
Sebuah Pukulan telak mengakhiri pertandingan ini. Wasit mengangkat tangan kananku. Tanda kemenanganku. Semua bersorak gembira. Meneriakkan namaku. Termasuk ketua yayasan. Wajah pak Edwar tampak puas dengan keberhasilanku. Aku begitu bahagia. Tapi ditengah penonton tak ku lihat tubuh kurus itu.
Ryo?.? Kemana dia? aku berbisik dalam hati
Kupandangi wajahku dikaca. Ada sedikit legam di pelipis kananku yang terkena pukulan tadi. Terasa sakit. Padahal tadi waktu di atas ring sama sekali tak kurasakan. Bulir-bulir keringat membanjiri seluruh tubuhku. Kucoba mengelap dengan handuk kecil yang kubawa. Suasana ruang ganti ini begitu sunyi. Karena memang hanya ada aku di sini.
"Puas kamu sekarang"
Suara yang sangat kukenal terdengar dari depan pintu ruang ganti yang baru terbuka. Sosok kurus ryo berdiri disana. Wajahnya tampak datar tanpa ekspresi.
"Maksudmu ryo?" tanyaku tak mengerti arah pembicaraannya.
"Kamu benar-benar tanpa ampun ya? Kamu pikir diatas ring itu Cuma kamu penentu segalanya?" serangnya.
"Maksudmu apa Ryo, kamu Ngak senang dengan kemenanganku. Kamu ingin aku kalah gitu?"
Aku mulai emosi dengan ucapannya. Bukannya ucapan selamat yang di berikannya kepada ku. Tapi malah berusaha untuk memojokan ku. Apa iya cemburu dengan keberhasilanku yang di elu-elukan oleh semua orang.
"Bukan gitu. Aku senang kamu menang, tapi lawanmu tadi sudah jatuh dan berharap belas kasihan darimu. Kamu terus memukulnya sampai benar-benar ambruk"
Sebetulnya betul yang dikatakan ryo. Lawanku tadi sudah tak berdaya. Dan tak mungkin lagi bangkit untuk memberi perlawanan lanjutan. Tapi ego ku mematahkan semua itu.
"Mengerti apa kamu tentang tinju! Bisa aja iya bangkit dan balas menyerang" sanggahku.
"Sudah jelas-jelas tubuhnya sudah terkulai, dan salah satu tengannya lemas di di tali ring. Kamu masih tetap menghajarnya"
"Terserah apa katamu Ryo, aku tak butuh pendapat darimu"
Ryo hanya diam tak lagi membalas ucapanku. Tubuhnya berbalik dan pergi meninggalkan ruang ganti. Aku jadi merasa bersalah mengucapkan kata-kata yang sangat pedas kepadanya. Seharusnya aku tak melakukan hal ini. Karena semua apa yang iya katakannya itu benar.
Sial nih........ gue kok jadi jatuh cinta ama tokoh rekaanku. Jadi nggak enak nih mau "ngapa-ngapain" doi. Padahal rencananya doi mau di.............
"Napola/ before the fall"
http://picturethisentertainment.com/titles/beforethefall/index.html