It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tak sadar ku rasakan bibir tipisku mengembangkan senyum saat memasuki gerbang sebuah bangunan yang bercat putih. Dengan langkah pasti kedua kakiku bergerak tegap. Kedua mataku memandang kagum bangunan tua yang berdiri megah dihadapanku.
Kedua bahuku menahan sebuah tas sandang yang bergelajut di punggung. Tas sandang itu sudah terlihat tua dari bahan dasar terpal yang sudah tak bisa dikenali lagi warna dasarnya.Tas itu tak terlalu besar. Barang-barangku yang ada didalam tas itu juga tidak terlalu banyak.
Aku sampai di bagian depan bangunan megah itu. Banyak pemuda-pemuda seumuranku berpakaian rapi dan bagus diantar oleh kedua orang tuanya. Sementara aku disini hanya sendiri. Tak ditemani orang tuaku.
Kemaren sehari sebelum keberangkatanku, aku berbohong kepada ayah ntuk membatalkan niatku ikut pendidikan di tempat ini. Karena ayah dengan tegas melarangku pergi. Ayah berfikir pendidikan di tempat ini hanya sia-sia. Beliau menginginkan aku bekerja di pertambangan ntuk membantu perekonomian keluarga kami yang payah.
Malamnya aku melarikan diri dari rumah dan meninggalkan sepucuk surat permintaan maaf pada ibu diatas meja dapur. Aku yakin ibu bisa mengerti akan kebulatan tekatku ini, walaupun hatinya sedih karena aku telah membohongi ayah.
"Akhirnya kamu datang juga"
Suara berat terkesan kebapakan menyapa ruang telingaku. Aku menoleh kearah sumber suara. Seorang pria berumur sekitar 47 tahun berdiri dihadapanku. Pria itu berpakaian seragam dengan beberapa atribut di bahu dan dadanya. Tampak gagah.
"Iya pak edwar"
Aku menjabat uluran tangan pria itu yang kukenal dengan nama bapak edwar. Sebetulnya atas bantuan bapak edwar aku bisa berada disini. Waktu aku mengikuti pertandingan tinju junior di kotaku bapak edwar menyaksikannya. Iya sangat terkesan dengan permainan tinjuku. Bapak edwar merekomendasikanku bisa belajar di tempat ini dEngan program beasiswa. Dan di berharap agar ku bisa mengharumkan nama tempat ini dengan permainan tinjuku.
"Surat izin dari orang tua bawakan" tanyanya kepadaku.
"Bawa pak" Kuserahkan sepucuk surat dalam sebuah amplop putih pada pak edwar.
"Bagus" jawabnya.
"Tapi pak..." ujarku tertahan dengan sedikit ragu.
"Ada apa nino?" tanya pak edwar dengan wajah heran.
"Disurat itu bukan tanda tanya orang tua saya pak, tapi itu tanda tangan saya"
jawabku dengan suara pelan yaris tak terdengar. Aku tak berani memandang wajah pak edwar. Kepalaku tertunduk. Kurasa kedua mata pak edwar saat ini pasti memandang tajam kewajahku. Aku benar-benar putus asa saat itu. Pasti pak edwar tak akan mengizinkan menimba ilmu disini.
Tapi tak berapa lama kurasakan tangan pak edwar menyentuh daguku. Wakahku terangkat. Mataku memandang ke arah wajah pak edwar. Tampak sebuah senyuman di wajah itu.
"Bapak suka dengan kejujuranmu nino, dan bapak yakin kamu akan berhasil disini"
Suara kebapakan pak edwar terdengar bagai nyanyian indah di telingaku. Aku benar-benar lega beliau mengizinkanku menuntut ilmu di tempat ini.
"Ini tempat tidurmu dan ini lemarimu" ujar rudi.
Rudi ini calon teman sekamarku yang dikenalkan oleh pak edwar. Rudi di minta ntuk mengenalkan lingkungan kampus, sekalian memberitahu kamar tempat aku tinggal. Rudi memiliki tubuh padat berisi. Tingginya hampir sama denganku. wajah tegas dengan rahang kokoh. Hidung tak terlalu mancung, tapi memiliki sorot mata yang tajam.
Rudi memberitahukan peraturan di kamar ini. Juga tentang peraturan kebersihan kamar yang di wajibkan para senior pada junior. Jadi bila ada junior yang kasurnya dan isi lemarinya berantakan maka para senior punya hak untuk menghukum.
Satu persatu pakaian kususun rapi didalam dalam satu lemari yang berada di ujung sisi ranjangku. Tinggal pakaian seragam coklat yang dikasih pak edwar di atas ranjangku. Mulai kutanggalkan seluruh pakaian yang melekat di badan. Saat ku pakai seragam itu melekat pas di tubuh. Dari pantulan cermin yang ada di bagian dalam lemari tampak bayanganku di situ. Begitu gagah. Tak kalah dengan pria-pria berseragam sama yang tadi kulihat di kolidor kampus
Aku menghampiri Rudi dan duduk di sampingnya.
Rudi memperkenalkan pria yang duduk disebelahnya. Aku mengulurkan tangan kananku. Haris menyambut uluran tanganku. Genggamannya terasa kokoh. Senyuman mengembang di wajah tirus haris. Wajah ganteng dengan hidung bangir. Kulit tubuh haris agak gelap tapi tidak hitam. Terkesan jantan. Tapi sayang badannya tak terlalu berisi seperti rudi.
Kami tak bisa terlalu banyak berbasa-basi karena beberapa saat kemudian acaranya sudah dimulai. Semua yang hadir tampak serius mengikuti acara perkenalan pihak kampus dengan mahasiswa.
"Sumatera, kalo kamu bedua?" jawabku.
"Aku makasar" jawab rudi
"Aku surabaya" ucap haris.
"kita cuma bertiga ya? Ntus ranjang yang pojok dekat jendela itu nggak ada orangnya dong?" tanyaku lagi
"Kata pak edwar ada orangnya kok, mungkin belum datang tuh" jawab rudi.
Tiba-tiba pintu kamar kami terbuka. Seorang pria bertampang kasar memakai seragam coklat berdiri didepan pintu kamar. Ternyata salah seorang senior. Buru-buru aku dan kedua teman baruku berbaris rapi diujung tempat tidur masing-masing. Sang senior berjalan memasuki kamar memandangi wajah kami satu persatu. Saat sampai di depanku.
Tanyanya dengan nada tak bersahabat. Aku menjawab dengan singkat. Sang senior berbalik menuju deretan lemari kami yang juga berjejer rapi seperti pemiliknya. Sang Senior membuka pintu lemariku. Pakaian didalamnya tampak tersusun rapi.
"SIAPA YANG BIKIN KEKACAUAN INI?" tanyanya dengan keras.
"Saya bang, tapi bang .........."
Belum sempai aku menjelaskan bahwa pakaianku di dalam lemari itu sudah tersusun dengan rapi, sang senior melemparkan pakaian-pakaian itu ke lantai. Aku kaget dibuatnya dan coba meraih pakaian-pakaian tersebut. Belum sempat aku melakukannya.
Sebelumnya aku sudah diberitahu rudi kalo junior dihukum oleh senior walaupun tidak salah sebaiknya mengikuti saja kemauan senior itu. Jika sang junior itu membantah maka dia akan mendapatkan hukuman yang lebih berat. Karena itu aku langsung telungkup dilantai melaksanakan hukuman yang diperintah sang senior. Baru dua kali hitungan.
terdengar suara kebapakan didepan pintu. Ternyata pak edwar yang berada disana.
"biasa pak, pemeriksaan kamar" jawab sang senior. namun suaranya terdengar tak sekasar tadi.
"Sudahlah nggak usah dihukum, mereka masih baru disini" ujar pak edwar.
Aku tak melanjutkan hukuman tersebut. Terasa lega. kukumpulkan pakaian yang serakan dilantai. Pak edwar dan senior itu pun berlalu. Tapi saat sang senior beranjak dari kamar kami tampak kilatan permusuhan di matanya.
Terdengar suara kendaraan di depan halaman kampus. Aku beranjak ke jendela kamar kami melihat ada apa disana. Sebuah mobil mewah berhenti didepan jendela kamar kami yang berada dilantai dua ini. Dari dalam mobil itu muncul sepasang suami istri berpakaian mahal.
Ser....
Terasa sesuatu bergetar didalam tubuhku memandang sosok pria itu. Tak pernah aku melihat sosok yang sesempurna ini. Hanya sekejap aku bisa menikmati pemandangan indah itu. Beberapa saat kemudian sang pria menghilang kebagian dalam gedung mengikuti kedua orang tuanya yang telah terlebih dahulu masuk.
Lonceng bangun pagi terdengar memekakan telinga. Aku bangkit dari tempat tidur dengan dengan sedikit malas karena semalam hanya bisa tidur sebentar. Rudi dan haris yang berada di samping sebelah kanan ranjangku tampak sudah bangun. Sementara ranjang disamping jendela disebelah kiri ranjangku yang kemaren kosong ternyata kini sudah ada pemiliknya. Aku tak tahu kapan ranjang itu berisi. Mungkin saat aku tertidur karena kecapean.
ceritanya bagus nih!!
lanjut dong TS~!!
duh, baru mau ngerogoh ke dalem celana... :P