It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
saya yang membuat saya terpuruk dalam dunia
hitam. Semoga ada pelajaran yang bisa Anda petik
dari kisah pilu saya ini.
Saya dilahirkan oleh keluarga yang sangat sederhana. Sebenarnya saya anak yang tidak diharapkan karena ibu saya sudah berusia 40 tahun saat mengandung saya. Bahkan saat itu beliau tidak tahu kalau sedang mengandung. Saya lahir prematur dan sempat membuat orang-orang menangis karena kesehatan ibu saya yang sangat lemah saat itu. Saya mempunyai keluarga yang tidak harmonis. Orang tua saya sering ribut dengan kakak laki-laki saya. Saya merasa sangat terkekang sehingga membuat saya merasa tidak bebas seperti anak lainnya. Saya mengenal cinta saat menginjak bangku SMA. Memang saya akui wajah saya yang manis dengan postur tubuh yang mungil membuat banyak laki-laki mengagumi saya. Saya terlena dan bahkan salah langkah.
Saya akhirnya mengenal seorang pria yang kemudian saya tahu bahwa ia adalah orang bejat yang tak bertanggung jawab. Dia merenggut kesucian saya. Hidup saya sangat hancur. Saya
sangat tertekan dan merasa tak ada harapan lagi
untuk hidup. Sejak saat itu, saya berubah drastis jadi anak yang sangat pendiam di rumah. Masalah-masalah baru pun bermunculan. Kondisi keluarga saya tak stabil, situasi ekonomi sedang kritis. Saya pun begitu tolol ketika saya menceritakan masalah hilangnya keperawanan saya kepada seseorang yang tadinya begitu saya percaya. Bukannya menjaga rahasia, ia malah membeberkan aib saya hingga satu sekolahan semua tahu. Saya diejek, dibilang pelacur. Ya Allah, kenapa mereka begitu kejam? Mereka bilang saya menjual harga diri saya sendiri. Oh, betapa hinakah saya di mata mereka? Saya berusaha sabar. Hingga lama kelamaan
mereka berhenti mengejek saya. Terkadang saya
sering menangis kenapa hidup ini begitu rumit. Tapi ternyata masih ada masalah baru yang membuat saya tertekan. Saya makin frustrasi ketika tahu pria yang telah merenggut kesucian saya menikah dengan sahabat kakak perempuan saya. Dari pernikahan mereka, lahirlah seorang anak perempuan. Namun, pernikahan itu kandas di
tengah jalan karena pria tersebut tidak bertanggung jawab kepada istrinya. Namun, Allah masih berbaik hati.
Beberapa tahun kemudian, saya bertemu dengan seorang pria tampan, baik, dan setia. Saya sangat nyaman bersamanya. Ia juga merasakan hal yang sama. Suatu hari, pria baik hati itu meminang saya. Saya begitu bahagia karena ia mau menerima saya dengan segala kekurangan saya, meskipun saya sudah tak perawan lagi. Dia hanya ingin menjadikan saya sebagai istri sholehah yang bisa jadi ibu untuk anak-anak kami kelak. Saya pun ingin menjadi pribadi yang jauh lebih baik kelak. Saya sangat bersyukur karena di balik cobaan yang disebabkan oleh kesalahan saya sendiri, Allah masih menunjukkan kemurahan hati-Nya.
Dulu saya sempat ingin bunuh diri karena tertekan dan malu. Beruntung masih ada seorang teman yang mau mengingatkan saya bahwa ini bukan akhir dari segalanya. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar kemampuan umat-Nya. Kini, saya sudah menikah dengan pria baik hati tersebut. Saya bahagia dan begitu terharu. Meskipun dulu saya sempat terperosok ke jurang hitam, saya masih bisa menemukan cahaya di masa depan saya. Saya hanya ingin menyampaikan pesan betapa berbahayanya pergaulan bebas karena bisa merusak diri kita sendiri. Dan jangan merasa lemah saat kita punya masalah besar karena Allah SWT tak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan kita. Kisah ini adalah kisah nyata saya sendiri. Semoga kita semua bisa menjadikan hidup kita ini jauh lebih baik dari sebelumnya.
Dilansir dari shanghaiist.com, bocah ini bernama Mo Suangyi. Ia merupakan siswa kelas 5 sekolah dasar di daerah tempat tinggalnya. Biaya pengobatan sang ayah diperkirakan tidak kurang dari 600 ribu yuan atau setara dengan 12 miliar rupiah. Keadaan ekonomi keluarga yang serba pas-pasan bahkan nyaris kekurangan membuatnya bekerja keras mengumpulkan kardus dan barang bekas di jalanan untuk dijual.
Rencananya, uang yang diperoleh dari hasil menjual barang bekas akan digunakan sebagai biaya pengobatan sang ayah. Mo adalah bocah yang luar biasa dimana ia juga mengurus semua pekerjaan rumah seperti memasak, menyapu, mengepel lantai, mencuci baju, dan mencuci piring sendiri. Selain mengurus rumah, Mo juga merawat serta menjaga nenek dan adiknya.
Dari hasil menjual barang bekas, Mo mengaku telah mengumpulkan 37 yuan atau setara dengan 720 ribu rupiah. Kepada sang ayah ia mengatakan
"Meskipun uang 720 ribu ke 12 miliar sangat jauh,
Aku tidak akan menyerah. Aku akan terus berusaha dan bekerja keras mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Ayah dan Anda akan baik-baik saja."
Mo Suangyi merupakan salah satu bocah dengan
usia yang sangat muda dan berdedikasi tinggi untuk menyelamatkan anggota keluarganya. Ia rela
berjuang dan bekerja keras merawat seluruh
anggota keluarganya. Ia juga berjuang keras dengan berjualan barang bekas yang dipungutnya di pinggir jalan untuk biaya pengobatan sang ayah. Bukankah Mo adalah seorang anak yang patut
menjadi inspirasi untuk kita? Semoga ayah Mo bisa
segera sembuh dari leukimia yang dideritanya dan
mereka bisa kembali hidup bahagia. Meskipun
perjalanan hidup Mo di usia yang sangat muda
sudah terbilang sulit, semoga ia tetap semangat berjuang dan dikelilingi orang-orang yang sayang
padanya.
melihatnya duduk di sana. Seorang wanita empat puluhan duduk dalam kiosnya di tepi seruas jalan di kotaku yang telah ribuan kali kulewati. Puluhan tahun yang lalu ketika usia saya masih belum genap sembilan tahun, kios itu sudah ada disana.
Menjajakan majalah, koran, dan sejumlah barang
kelontong. Ketika itu mobil kami berhenti di depan kiosnya dan wanita itu datang menghampiri membawa apa yang biasanya kami inginkan, majalah Ananda dan Bobo buat saya serta majalah Tempo dan Intisari untuk ayah. Demikian terjadi sepekan sekali sepulang sekolah selama bertahun-tahun hingga tiba saatnya saya beranjak remaja dan berganti selera baca, saya tak lagi menemui wanita itu.
Sekonyong-konyong di senja itu, tatapan mata saya ke luar angkot yang tengah membawa saya pulang ke rumah, menyapu kios itu dan wanita yang sama di dalamnya. Bedanya, kali ini ia tak lagi menjajakan koran dan majalah. Hanya rokok, minuman cola, air mineral, dan sejumlah barang lain. Apakah itu semacam kemunduran perniagaan, saya tak tahu persis. Yang tampak jelas bagi sel-sel kelabu saya adalah kenyataan bahwa ia, untuk menafkahi hidupnya, masih saja duduk di tempat yang sama, setelah lewat bertahun-tahun.
Suatu sore lain dalam sebuah gerbong kereta yang saya tumpangi, saya menatap puluhan gubuk dan
rumah petak di sepanjang lintasan rel yang menuju
stasiun Senen. Benak saya digelayuti iba dan juga
pertanyaan. Sejumlah gerobak mie ayam melintas di jendela dengan cepat. Apa yang begitu menarik dari kota ini, begitu pertanyaan saya, sehingga mereka sanggup bertahan dalam kepapaannya di tengah gemuruh Jakarta yang keras. Apakah itu nasib? Adakah nasib yang membuat Ibu penjaja koran yang tinggal di Semarang dan mereka
yang tinggal di kompleks kumuh Jakarta tetap bertahan di sana? Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.
Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya:
Ular-Tangga. Setelah beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat
kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan saya itu, kemudian berkata, "Ayo jalan! Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai." Saya tersadar. Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak di bawahnya. Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama kuliah. Ada papan yang bernama karir. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah. Atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya. Dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang). Hasil akhirnya, berapa jumlahan yang keluar, adalah mutlak kuasa Tuhan. Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah lah yang mengatur. Dan disitulah Nasib.
Kuasa kita hanyalah sebatas melempar dadu.
Malangnya, ada juga manusia yang enggan
melempar dadu dan menyangka bahwa itulah
nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu.
Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana. Menerima keadaan sebagai Nasib, tanpa pernah
melempar dadu. Mereka yang takut melempar dadu, takkan pernah beranjak ke mana-mana.
Mereka yang enggan melempar dadu, takkan pernah menyelesaikan permainannya. Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali. Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga. Beda antara orang yg optimis dan pesimis bila keduanya sama-sama gagal, Si Pesimis menemukan kekecewaan dan Sang Optimis mendapatkan harapan.
yang bernama Zhou Yu. Suatu hari, temannya
membawakan dia belut segar, makanan yang
sangat disukai oleh Zhou Yu. Karena tidak terlalu
sibuk pada hari itu, Zhou Yu ingin mencoba
mempraktekkan keahlian memasaknya, yang telah lama tidak dia gunakan, dan bersiap untuk membuat sebaskom belut rebus.
Dia menaruh belut itu di dalam panci dan ketika
rebusan itu mulai mendidih, Zhou Yu mengangkat
tutup panci dan menyaksikan hal yang tidak
biasanya. Seekor belut mendorong perutnya ke atas membentuk busur, kepala dan ekornya tetap tinggal di dalam sup. Dengan rasa ingin tahu yang besar, Zhou Yu segera menyendok belut itu keluar dan memotong perut belut itu. Dia sangat terpesona melihat begitu banyak telur di dalam perut belut itu. Untuk melindungi telurnya, ibu belut itu bertahan sekuat tenaga melindungi perutnya agar air panas tidak melukai perutnya dengan mendorong perutnya ke atas membentuk busur.
Peristiwa ini membuat Zhou Yu ternganga, dan tidak dapat menahan air matanya. Bahkan seekor belut tahu bagaimana melindungi telurnya, dia berpikir, sedangkan dia sebagai mahluk ciptaan yang tertinggi tidaklah sebegitu berbakti pada ibunya. Tergerak hatinya, Zhou Yu berikrar untuk tidak akan pernah makan belut lagi. Dan dia menjadi lebih mencintai dan menghormati ibunya.
bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang
yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja,
tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi
saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah.
Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang KEKURANGAN di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang sahabat memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan.
Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang : Ya...aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu akupun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat ?, ucap sahabatku. Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih, jawabku lirih. Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik ditengah kertasnya, sahabatku berkata
"Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam
diatas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu
lihat?".
"Aku melihat satu titik hitam", jawabku cepat.
"Pastikan lagi !", timpal sahabatku.
"titik hitam", jawabku dengan yakin.
"Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap
sebuah kertas putih meski ada satu noda
didalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih
dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau
hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya
setitik ?". Jawab Sahabatku dengan lantang, "Sekarang mengertikah kamu ?, Dalam hidup,
bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari
sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa
diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan
dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu".
"Cobalah fahami, bukankah disekelilingmu penuh
dengan warna putih, yang artinya begitu banyak
anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada
kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar,
membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya ?, Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu dilain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan , asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu ?"
Itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan
orang lain, padahal begitu banyak hal baik yang
telah diberikan orang lain kepada kamu. Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain, sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu.. Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan
dan mengingkari- Nya atas kesusahan hidupmu,
padahal begitu besar anugerah dan karunia yang
telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu. Itulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal banyak kebahagiaan telah diciptakan
untuk kamu dan menanti kamu
"Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada
kertas ini? PADAHAL SEBAGIAN KERTAS INI
BERWARNA PUTIH ?, sekarang mengetikah
engkau ? ", ucap sahabatku sambil pergi (entah kemana).
"Ya aku mengerti", ucapku lirih.
Kertas itu aku ambil, aku buatkan satu pigora indah
dan aku gantung di dinding rumahku. Bukan untuk
SESEMBAHAN bagiku tapi sebagai PENGINGAT
dikala lupa,..lupa. ..bahwa begitu banyak warna putih di hidupku daripada sebuah titik hitam. Sejak
itu aku mencintai HIDUP ini. Bisa Hidup adalah
suatu anugerah yang paling besar yang diberikan
kepada kita oleh Perekayasa Agung... Aku tidak
akan menyia-nyiakannya.
novisiat - dimana kamarku berada - aku melihat
beberapa kupu-kupu beterbangan kian kemari.
Beberapa saat aku sungguh menikmati keindahan
warna warni yang ada dalam diri mereka. Di antara
mereka ada yang memiliki sayap berwarna dominan putih dengan di ujung sayapnya ada garis lengkung agak memanjang berwarna hitam. Sebuah warna kontras sehingga saat kupu-kupu hinggap di bunga mawar merah, keindahan kupu-kupu tersebut semakin jelas terlihat.
Lalu aku mengalihkan pandanganku ke kupu-kupu yang berwarna hitam. Namun, saat aku terus
mengamatinya ternyata di tengah kedua sayap
kupu-kupu tersebut ada warna biru yang mengkilap
serta diujung bagian sayap ada warna, setitik warna merah. Sungguh keindahan yang luar biasa yang kudapat dari makhluk serangga kecil yang seakan tidak pernah lelah mengepak-ngepakkan sayapnya yang tipis namun indah. Saat itu juga aku merenung, bahwa untuk bisa menjadi kupu kupu yang indah - yang mana setiap orang bisa menikmatinya - mereka memerlukan sebuah proses yang panjang. Untuk menjadi kupu- kupu mereka perlu lebih dahulu menjadi kepompong.
Dan sebelum menjadi kepompong terlebih dahulu
mereka menjalani proses menjadi ulat. Bahkan
untuk proses menjadi ulat, mereka adalah sebuah
telur dari seekor kupu-kupu dewasa. Hal yang paling penting adalah bahwa mereka mau menjalani 'saat- saat gelap' menjadi ulat dan kepompong hingga menjadi kupu-kupu kecil, kemudian tumbuh dewasa sampai mampu terbang bebas menghisap madu bunga dan membantu proses penyerbukan dari bunga yang ia hinggapi.
penampilannya sepertinya tidak akan mampu
membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan
menawarkan kepadanya, “Silahkan bu…”, lantas ibu itu menunjuk salah satu kambing termurah sambil bertanya,”kalau yang itu berapa Pak?”.
“Yang itu 700 ribu bu,” jawab saya. “Harga
pasnya berapa?”, Tanya kembali si Ibuu. “600
deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah…… . “Tapi, uang saya hanya 500 ribu,
boleh pak?”, pintanya. Waduh, saya bingung,
karena itu harga modalnya, akhirnya saya
berembug dengan teman sampai akhirnya
diputuskan diberikan saja dengan harga itu
kepada ibu tersebut. Sayapun mengantar hewan qurban tersebut sampai kerumahnya, begitu tiba dirumahnya, “Astaghfirullah……, Allahu Akbar…, terasa menggigil seluruh badan karena melihat
keadaan rumah ibu itu.
Rupanya ibu itu hanya tinggal bertiga, dengan ibunya dan puteranya dirumah gubug berlantai
tanah tersebut. Saya tidak melihat tempat
tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi perabot
mewah atau barang-barang elektronik,. Yang
terlihat hanya dipan kayu beralaskan tikar dan
bantal lusuh. Diatas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus.
“Mak…..bangun mak, nih lihat saya bawa
apa?”, kata ibu itu pada nenek yg sedang
rebahan sampai akhirnya terbangun. “Mak,
saya sudah belikan emak kambing buat qurban,
nanti kita antar ke Masjid ya mak….”, kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.
Si nenek sangat terkaget meski nampak bahagia, sambil mengelus-elus kambing, nenek itu berucap, “Alhamdulillah, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berqurban”.
“Nih Pak, uangnya, maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini, saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat qurban atas nama ibu saya….”, kata ibu itu.
Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa , “Ya Allah…, Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yang miskin harta namun kekayaan Imannya begitu luar biasa”.
“Pak, ini ongkos kendaraannya…”, panggil ibu itu,
”sudah bu, biar ongkos kendaraanya saya yang bayar’, kata saya. Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah
mempertemukan dengan hambaNya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya…….
Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jabatan tinggi apalagi kekuasaan, kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup. Berapa banyak diantara kita yang diberi kecukupan
penghasilan, namun masih saja ada kengganan
untuk berkurban, padahal bisa jadi harga handphone, jam tangan, tas, ataupun aksesoris
yg menempel di tubuh kita harganya jauh lebih
mahal dibandingkan seekor hewan qurban. Namun selalu kita sembunyi dibalik kata tidak mampu atau tidak dianggarkan.
Serikat yang ke-7. Beliau lahir di Lancaster
Country, South Carolina pada tanggal 15 Maret
1767. Dua minggu sebelum kelahirannya, ayahnya
meninggal dunia. Andrew Jackson menjadi seorang yatim sejak lahir. Andrew diasuh oleh ibunya dan mereka tinggal bersama ipar ibunya. Pada masa itu, ia tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengenyam bangku sekolah. Saat berusia 13 tahun, ia masuk tentara milisi
Amerika dan turut berjuang dalam revolusi
Amerika melawan Inggris. Jackson menjadi yatim
piatu pada usia 14 tahun saat ibunya meninggal
karena demam tinggi. Kemudian ia mendapat surat untuk membuka praktik hukum dan pindah ke Nashville, Tennessee. Jackson menjadi orang pertama yang mewakili negara bagian Tennesse di kongres Amerika Serikat. Ia diangkat menjadi senator untuk mengisi kursi seorang senator yang meninggal. Pada tahun yang sama ia keluar dari
senat untuk mengurus hal-hal pribadi. Setelah
keluar dari senat, Jackson menjadi jaksa di
Mahkamah Tinggi Tennesse. Pada tahun 1804, ia menjadi Mayor Jendral tentara milisi Tennesse.
Kesuksesannnya dalam bidang militer merintis jalannya menuju jabatan kepresidenan pada tahun 1824, tetapi gagal. Empat tahun kemudian ia berusaha lagi dan kali ini berhasil. Pada tahun 1829, Jackson dilantik menjadi seorang presiden. Ia memegang jabatan presiden selama dua kali berturut-turut. Sewaktu menjabat, ia didampingi oleh John Caldwell Calhoum dan Wartin Van Buren.
Kita pun juga bisa meraih hal yang sama jika
kita selalu menerapkan 3 hal, seperti apa yang
telah dilakukan seorang Andrew Jackson: Sabar, Pantang Menyerah dan Ulet
dari selembar bulu matanya: “Saya pun ingin juga mengangkat sumpah sebagai saksi.” “Silakan”, kata malaikat. “Terus terang saja, menjelang ajalnya, pada suatu tengah malam yg lengang, aku pernah dibasahinya dengan air mata ketika ia sedang menangis menyesali perbuatan buruknya. Bukankah nabinya pernah berjanji, bahwa apabila ada seorang hamba kemudian bertaubat, walaupun selembar bulu matanya saja yang terbasahi air matanya, namun sudah diharamkan dirinya dari ancaman api neraka? Maka saya, selembar bulu matanya, berani tampil sebagai saksi bahwa ia telah melakukan taubat sampai membasahi saya dengan air mata penyesalan.” Dengan kesaksian selembar bulu mata itu, orang tersebut di bebaskan dari neraka dan diantarkan ke syurga. Sampai terdengar suara bergaung kepada para penghuni syurga: “Lihatlah, Hamba Tuhan ini masuk syurga karena pertolongan selembar bulu mata.”
Bapak mencoba menambah kamu sebagai teman sekalipun bapak tidak terlalu paham dengan itu. Lalu bapak mencoba mengirim pesan ini kepadamu. Maaf, bapak tidak pandai mengetik. Ini pun kawan bapak yang mengajarkan. Bapak hanya sekedar ingin mengenang. Bacalah !
Saat kamu kecil dulu, bapak masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik memanggil :
"Bapak, bapak, bapak. bapak..." Bahagia sekali rasanya anak lelaki bapak sudah bisa memanggil-manggil bapak, sudah bisa memanggil-manggil ibunya. Bapak sangat senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang bapak ucapkan ketika umurmu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. bapak dan ibumu bicara dengan kamu sangat banyak sekali. Kamulah penghibur kami setiap saat, walaupun hanya dengan mendengar gelak tawamu. Saat kamu masuk SD, bapak masih ingat kamu selalu bercerita dengan bapak ketika membonceng sepeda tua tentang apapun yang kamu lihat di kiri kananmu dalam perjalanan... Orangtua mana yang tidak gembira melihat anaknya telah mengetahui banyak hal di luar rumahnya. Bapak jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu untuk sekolah... Sebab kamu lucu sekali dan juga menyenangkan. Bapak sangat mengiginkan kamu menjadi anak yang pandai dan taat beribadah. Masih ingat jugakah kamu, saat pertama kali kamu punya HP? Diam-diam waktu itu bapak menabung karena kasihan melihatmu belum punya HP sementara kawan-kawanmu sudah memiliki. Ketika kamu masuk SMP kamu sudah mulai punya banyak kawan-kawan baru. Ketika pulang dari sekolah kamu langsung masuk kamar. Mungkin kamu lelah setelah mengayuh sepeda, begitu pikir bapak. Kamu keluar kamar hanya pada waktu
makan saja setelah itu masuk lagi, dan keluarnya lagi ketika akan pergi bersama kawan-kawanmu. Kamu sudah mulai jarang bercerita dengan bapak.
Kini kamu sudah mulai melanjutkan ke jenjang
sekolah yang lebih tinggi lagi... Kamu mencari kami saat perlu-perlu saja serta membiarkan kami saat kamu tidak perlu. Ketika mulai kuliah di luar kota pun sikap kamu sama saja dengan sebelumnya... Jarang menghubungi kami kecuali disaat mendapatkan kesulitan. Sewaktu pulang liburan pun kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu. Bapak bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan-kawanmu itu lebih penting dari bapak dan ibumu? Adakah bapak dan ibumu ini cuma diperlukan saat nanti kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja? Kamu semakin jarang berbicara dengan bapak lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari saja lewat sms. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata... Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, malah menjadi-jadi. Malam ini, bapak sebenarnya rindu sekali pada kamu. Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma bapak sudah merasa terlalu tua. Usia bapak sudah diatas 60 an. Kekuatan bapak tidak sekuat dulu lagi. Bapak tidak minta banyak… Kadang-kadang, bapak cuma mau kamu berada disisi bapak.
Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu. Menangis pada bapak. Mengadu pada bapak. Bercerita pada bapak seperti saat kamu kecil dulu. Andaipun kamu sudah tidak punya waktu samasekali berbicara dengan bapak, "Jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cintamu pada seseorang didalam hati melebihi cintamu kepada Allah." Mungkin kamu mengabaikan bapak, namun jangan kamu sekali-kali mengabaikan Allah. Maafkan bapak atas segalanya.
Maafkan bapak atas curhat bapak ini.
Jagalah shalat.
Jagalah hati.
Jagalah iman. ”
Pemuda itu meneteskan air mata, terisak. Dalam hati terasa perih tidak terkira................... Bagaimana tidak ?? Sebab tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya....
mata. Lantas suatu hari, dia berusaha sekuat upaya untuk mencoba membantu sekadar semampunya. Kebetulan , ‘harta’ yang dia punya adalah seekor sapi tua, terlalu uzur, kurus dan sudah tidak bermaya. Dengan semangat tinggi dan perasaan simpati amat sangat, dia berniat menyedekahkan Sapinya itu kepada penduduk Gaza lalu berjalan kaki dari rumah pergi ke salah sebuah masjid di Yaman sambil memegang sapi tunggal kesayangannya itu. Kebetulan hari itu Jumaat dan para jemaah sudah mengerumuni pekarangan masjid untuk melaksanakan ibadat tersebut. Ketika itu, betapa ramai yang melihat dan memperhatikan perempuan tua nan miskin dengan sapinya yang berada di sisi luar masjid. Ada yang mengangguk, ada yang menggeleng kepala. Tak terkecuali ada juga yang tersenyum sinis, tertawa, mengejek melihat perempuan miskin yang setia berdiri di sisi sapinya. Masa berlalu, jemaah masjid walaupun khusyuk mendengar khutbah imam namun sesekali memperhatikan dua mahkhluk tuhan itu. Perempuan dan sapi itu masih di situ yang tanpa rasa malu atau segan diraut wajahnya. Setelah imam turun dari mimbar, solat Jumaat kemudian dilakukan, biar dibakar terik mentari dan peluh menitis dan memercik di muka, perempuan dan sapi tua itu masih saja di situ. Segera setelah jemaah selesai solat dan berdoa, tiba-tiba perempuan itu dengan tergesa-gesa menarik sapi itu membawanya ke depan pintu masjid sambil menanti dengan penuh
sabar tanpa mempedulikan jemaah yang keluar. Ramai juga orang yang tidak beranjak dan perasaan ingin tahu, apa yang bakal dilakukan oleh perempuan tua itu. Tatkala imam masjid keluar, perempuan tua itu bingkas berkata :”Wahai imam, aku telah mendengar kisah sedih penduduk di Gaza. Aku seorang yang miskin tetapi aku bersimpati dan ingin membantu. Sudilah kau terima satu-satunya sapi yang ku punyai untuk dibawa ke Gaza, untuk di berikan kepada penduduk di sana.” Gaduh seketika orang yang berada di masjid itu. Imam kaget dengan permintaan perempuan itu namun keberatan untuk menerima. Ya, bagaimana membawa sapi tua itu ke Gaza? Kemudian para jemaah mulai bercakap-cakap. Ada yang mengatakan tindakan itu tidak munasabah apalagi sapi itu sudah tua dan tiada harga. “Tolonglah..bawalah sapi ini ke Gaza. Inilah saja yang aku punya. Aku ingin benar membantu mereka,” ulang perempuan yang tidak dikenali itu. Imam tadi masih keberatan.Masing-masing jemaah berkata-kata dan berbisik antara satu sama lain. Semua pandangan tertumpu kepada perempuan dan sapi tuanya itu. Mata perempuan tua yang miskin itu sudah mulai berkaca dan berair namun tetap tidak beranjak dan terus merenung ke arah imam tersebut. Sunyi seketika suasana. Tiba-tiba muncul seorang jemaah lalu bersuara mencetuskan idea: ”Tak mengapalah, biar aku beli sapi perempuan ini dengan harga 10,000 riyal dan bawa uang itu kemudian sedekahkanlah kepada penduduk di Gaza. Imam kemudian nampak setuju. Perempuan miskin tua itu kemudian menyeka air matanya yang sudah tumpah. Dia membisu namun sepertinya setuju dengan pendapat jemaah itu. Tiba-tiba bangkit pula seorang anak muda, memberi pandangan yang jauh lebih hebat lagi: ”Bagaimana kalau kita rama-ramai membuat tawaran tertinggi sambil bersedekah untuk membeli sapi ini dan duit nya nanti diserahkan ke Gaza?” Perempuan itu terkejut, termasuk imam itu juga. Rupa-rupanya cetusan anak muda ini diterima semua orang. Kemudian dalam beberapa menit para jemaah berebut-rebut menyedekahkan uang mereka untuk dikumpulkan dengan cara lelang tertinggi. Ada yang mulai menawar dari 10,000 ke 30,000 riyal dan berlanjutan untuk seketika. Suasana pekarangan masjid di Yaman itu menjadi riuh selama proses lelang sapi tersebut. Akhirnya sapi tua, kurus dan tidak bermaya milik perempuan tua miskin itu dibeli dengan harga 500,000 riyal, setelah itu uang diserahkan kepada imam masjid, semua sepakat membuat keputusan itu, kemudian salah seorang jemaah berbicara kepada perempuan tua itu. “Kami telah melelang sapi kamu dan telah mengumpulkan uang sejumlah 500,000 riyal untuk membeli sapi itu. “Akan tetapi kami telah sepakat, uang yang terkumpul tadi diserahkan kepada imam untuk disampaikan kepada penduduk Gaza dan sapi itu kami hadiahkan kembali kepada kamu,” katanya sambil memperhatikan perempuan tua nan miskin itu yang kembali meneteskan air mata…gembira. Tanpa diduga, Allah mentakdirkan segalanya, niat perempuan miskin itu untuk membantu meringankan beban penderitaan penduduk Palestina akhirnya tercapai dan dipermudahkan sehingga terkumpul uang yang banyak tanpa kehilangan “harta” satu- satunya yang ada . Subhanallah
Meskipun melarat, mereka taat kepada perintah
Tuhan. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan
ibadah mereka tekun sekali. Si Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan tawakkal. Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis- habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya
hidup jika segala-galanya serba cukup.
Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke ibu kota, mau mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan ia melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Ia mendekat. Ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta-minta
agar suami mereka setia atau dagangnya laris. “Ini syirik,” fikir lelaki yang alim tadi. “Ini harus diberantas habis. Masyarakat tidak boleh
dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah.”
Maka pulanglah dia terburu. Isterinya heran, mengapa secepat itu suaminya
kembali. Lebih heran lagi waktu dilihatnya si suami
mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam.
Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar. Isterinya
bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki
keledainya dan dipacu cepat-cepat ke pohon itu. Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-
tiba melompat sesosok tubuh tinggi besar dan
hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai sebagai
manusia. “Hai, mau ke mana kamu?” tanya si iblis. Orang alim tersebut menjawab, “Saya mau menuju ke pohon yang disembah-
sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya
sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh
pohon syirik itu.” “Kamu tidak ada hubungan apa-apa dengan pohon
itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik
seperti mereka. Sudah pulang saja.” “Tidak boleh, kemungkaran mesti diberantas,” jawab
si alim bersikap tegas. “Berhenti, jangan teruskan!” bentak iblis marah. “Akan saya teruskan!” Karena masing-masing tegas pada pendirian,
akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tadi
dengan iblis. Kalau melihat perbedaan badannya,
seharusnya orang alim itu dengan mudah boleh
dibinasakan. Namun ternyata iblis menyerah kalah,
meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakitan dia berkata, “Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan
berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah.
Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai
menunaikan sembahyang Subuh, di bawah tikar
sembahyang Tuan saya sediakan uang emas empat
dinar. Pulang saja, jangan teruskan niat Tuan itu dulu,” Mendengar janji iblis dengan uang emas empat dinar
itu, lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia
teringatkan isterinya yang hidup berkekurangan. Ia
teringat akan tuntutan isterinya setiap hari. Setiap
pagi empat dinar, dalam sebulan saja dia sudah bisa
menjadi orang kaya. Mengingatkan desakan- desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patah
niatnya yang semula hendak memberantas
kemungkaran. Demikianlah, semenjak pagi itu isterinya tidak
pernah marah lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai sembahyang,
dibukanya tikar sembahyangnya. Betul di situ
tergeletak empat benda berkilat, empat dinar uang
emas. Dia meloncat riang, isterinya gembira. Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar emas.
Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit
dan dia membuka tikar sembahyang, masih
didapatinya uang itu. Tapi pada hari keempat dia
mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak
ada apa-apa lagi keculai tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena uang yang kemarin
sudah dihabiskan sama sekali. Si alim dengan lesu
menjawab, “Jangan kuatir, esok barangkali kita bakal dapat
delapan dinar sekaligus.” Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri
itu bangun pagi-pagi. Selesai sembahyang dibuka
tikar sejadahnya kosong. “Kurang ajar. Penipu,” teriak si isteri. “Ambil kapak, tebanglah pohon itu.” “Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku
habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan
daun-daunnya,” sahut si alim itu. Maka segera ia mengeluarkan keledainya. Sambil
membawa kapak yang tajam dia memacu
keledainya menuju ke arah pohon yang syirik itu. Di
tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar
tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot
tajam, “mau ke mana kamu?” herdiknya menggegar. “mau menebang pohon,” jawab si alim dengan gagah
berani. “Berhenti, jangan lanjutkan.” “Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu
tumbang.” Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat.
Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim
yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya
penuh heran, “Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan
saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama
sekali?” Iblis itu dengan angkuh menjawab, “Tentu saja engkau dahulu bisa menang, karena
waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi
Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh belantaraku
menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu
mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah
hanya karena tidak ada uang di bawah tikar sajadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh
kemampuanmu, tidak mungkin kamu mampu
menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak,
kupatahkan nanti batang lehermu.” Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu-
mangu.
Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah
tidak ikhlas karena Allah lagi. Dengan terhuyung-
hayang ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat
semula untuk menebang pohon itu. Ia sadar bahwa perjuangannya yang sekarang
adalah tanpa keikhlasan karena Allah, dan ia sadar
perjuangan yang semacam itu tidak akan
menghasilkan apa-apa selain dari kesia-siaan yang
berkelanjutan . Sebab tujuannya adalah karena harta
benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama. Bukankah berarti ia menyalahgunakan agama untuk
kepentingan hawa nafsu semata-mata ?
karena sampai saat ini rumah yang ia pakai masih berstatus kontrak. “Penghargaan ini membuat saya terpacu untuk lebih semangat lagi dalam melayani. Saya ingin agar Yayasan ini bisa berkembang lebih maju lagi, sehingga bisa melayani lebih banyak orang”, katanya. Ia menambahkan, “Hadiah yang saya dapatkan akan saya gunakan untuk membantu biaya hidup kami”. Menurut Sudharto Hadi, Rektor Universitas Diponegoro, Universitas Diponegoro Award diberikan kepada individu atau kelompok yang telah berjasa bagi lingkungan, pembangunan, dan masyarakat. “Priskilla terpilih sebagai penerima Undip Award 2012 karena dinilai sangat berdedikasi dan berkomitmen dalam mengangkat derajat orang-orang
yang ’terbuang’ atau seperti sudah tidak diinginkan lagi oleh keluarganya,” kata Sudharto kemarin seperti dilansir Antara.
dan bercerita kepada anak-anak. Hal ini membuat Satgas PA juga yayasan Sayap Ibu, berjuang untuk memberikan penghargaan kepada mendiang juga beasiswa kepada anak-anak mendiang. “Saya mewakili keluarga dan Bapak Kapolri, mengucapkan terima kasih atas apresiasi Kak Seto dan Bapak Muhammad Ihsan yang memberi apresiasi luar biasa kepada almarhum,” ungkap Assisten SDM Kapolri, Irjen Pol Drs. Prasetyo, SH, MM, M.Hum. Masih menurut Prasetyo, Polri sudah sepantasnya merasa kehilangan, karena bukan saja institusi namun juga anak-anak yayasan Sayap Ibu. “Di samping sehari-hari setiap hari melaksanakan tugas di kepolisian, almarhum juga aktif membina di yayasan. Kita sekalian kehilangan sosok almarhum yg luar biasa. Bahkan Wakapolri menyatakan, almarhum adalah Pahlawan Kusuma Bangsa yang telah gugur dlm pengabdian di malam detik-detik jelang peringatan Proklamasi. Beliau gugur dlm mengabdikan diri pada nusa bangsa dan ibu pertiwi,” ungkap Prasetyo bangga serta berharap Ipda Anumerta Kus Hendratna bisa menjadi contoh bagi rekan-rekan sejawat juga masyarakat. Selain utusan Satgas PA dan POLRI, Renowati, ketua II Yayasan Sayap Ibu menuturkan kehilangannya akan sosok Kus Hendratna. “Sejak tahun 2008, dia bersama kami (Yayasan Sayap Ibu). Dia sangat peduli dengan anak-anak,” ujar Reno sembari menahan kesedihan yang mendalam.
Reno menuturkan, sejak Yayasan Sayap Ibu pertama kali mendapatkan tanah hibah dari Pemda Tangsel di jalan Raya Graha Bintaro, Pondok Kacang Barat, Bintaro, Tangerang, panti anak-anak difabel itu sempat dimusuhi warga setempat karena dianggap sebagai aktivitas kristenisasi. Namun kegigihan Kus Hendratna membuat yayasan akhirnya diterima. “Bapak Kus sangat aktif memperkenalkan pada warga. Memfasilitasi kami agar diterima. Ini yang membuat Pak Kus dekat di hati kami. Anak-anak dan perawat. Dia sangat disukai di sini,” kenang Reno. Pada pukul 14.00 WIB, Yayasan Sayap Ibu juga perwakilan POLRI menjadi saksi diberikannya award atas pengabdian Kus Hendratna yang juga telah menjadi pahlawan bagi anak-anak difabel di bawah asuhan Yayasan Sayap Ibu.