BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

1596062646598

Comments

  • Alkisah, dua orang lelaki berkawan akrab. Nama mereka masing-masing, katakan saja adalah Sulaiman dan Ismail. Mereka sama-sama orang yang shaleh. Karena tempat yang berjauhan maka tidak memungknkan mereka untuk selalu bertemu. Tetapi ada kebiasaan diantara mereka, untuk bertemu sekali dalam setahun. Sulaiman yang jauh tempatnya selalu datangn bertemu kerumah Ismail. Sebagaimana kebiasaan, suatu hari Sulaiman datang berkunjung kerumah sahabatnya itu. Waktu sampai ia mendapati pintu rumah Ismail sedang tertutup rapat-rapat. Ia kemudian mengetuk pintu itu.
    Setelah beberapa kali ketukan, terdengar ada suara sahutan istri sahabatnya dari dalam rumah. “Siapakah itu yang mengetuk-ngetuk pintu ?”
    “Aku, saudara suamimu. Aku datang ke mari untuk mengunjunginyahanya karena Allah SWT semata.”
    “Oh………..???????? Dia sedang ke luar pergi mencari kayu bakar. Mudah-mudahan saja ia tidak kembali lagi !” Begitu jawab istri tuan rumah. Mendengar jawaban seperti itu heran bercampur dongkol meliputi diri Sulaiman. Belum hilang herannya, ia masih lebih kaget lagi. Si istri tersebut masih menggumamkan kata-kata makian kepada Ismail, sang suami. Sulaiman dipersilahkan duduk diberanda dan kemudian mereka bercakap-cakap. Tak lama kemudian datang Ismail. Ia terlihat menuntun seekor
    harimau yang dipunggungnya terdapat seikat kayu bakar. Begitu ,melihat ada sahabatnya, Ismail langsung menghambur mendekatinya sambil mengucapkan slam kehangatan. Kayu bakar kemudian diturunkan dari punggung harimau. Ismail sejurus kemudian berkata kepada harimau itu. “Sekarang pergilah kamu mudah- mudahan Allah SWT memberkatimu!”. Setelahnya siempunya rumah mempersilahkan tamunya masuk kedalam rumah. Sementara mereka
    bercakap-cakap terdengar suara sang istri yang terus-terusan saja memaki-maki sang suami dengan
    suara bergumam. Sang suami yang orang shaleh itu diam saja. Dalam hatinya Sulaiman heran dan campur takjub akan kesabaran sahabatnya. Meskipun istrinya terus saja memaki-maki dirinya ia tetap tidak memperlihatkan muka kebencian. Setelah puas bercakap-cakap pulanglah sahabat dengan menyimpan rasa kekaguman kepada siempunya rumah yang sangggup menekan rasa marahnya menghadapi istrinya yang begitu cerewet dan berlidah panjang. Setahun berlalu sudah. Sebagaimana kebiasaan, kembali Sulaiman mengunjungi rumah sahabatnya itu. Waktu smapai didepan pintu dan ia mengetuk pintu itu. Dari dalam terdengar langkah-langkah kaki wanita dan setelah pintu terbuak terlihat wajah istri sahabatnya yang dengan senyum ramah menyapa. “Tuan ini siapa ,ya ?”
    “Aku adalah sahabat suamimu. Kedatanganku ini adalah semata untuk mengunjunginya.”
    “Oh……????? Selamat datang Tuan !” Sapaan istri sahabatnya begitu ramah sambil mempersilahkan sang tamu untuk masuk kedalam rumah dengan penuh keramahan. Terasa begitu teduh dihati. Tak lama kemudian sahabatnya Ismail datanng. Ia kelihatan menenteng seikat besar kayu bakar diatas kepalanya. Segera mereka terlibat perbincangan serius. Sempat sang tamu menanyakan beberapa hal yang ia herankan perihal keadaan tuan rumah yang menurutnya ada perbedaan dengan suasana setahun yang lalu. Tamu menanyakan bagaimana ia mampu menaklukan seekor harimau, yang binatang buas itu sehingga mau memanggul kayu bakarnya. Mengapa ia sekarang tidak bersama-sama dengan binatang itu. Mana harimau itu ? “Ketahuilah, saudaraku. Istriku yang dahulu berlidah panjang itu sudah meninggal. Sedapat mungkin aku berusaha bersabar atas perangai buruknya, sehingga Allah SWT memberi kemudahan diriku untuk menundukkan seekor harimau sebagaimana yang engkau lihat sendiri. Semuanya terjadi lantaran kesabaranku kepadanya. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan yang sholihah ini. Aku sangat gembira mendapatkannya, maka harimau itupun dijauhkan dari diriku. Aku memanggul sendiri kayu bakar sekarang lantaran kegembiraanku..
  • Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar Al-Anshari berkata: “Dulu, aku pernah berada di Makkah semoga Allah SWT selalu menjaganya, suatu hari aku merasakan lapar yang sangat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemukan sebuah kantong dari sutera yang diikat dengan kaos kaki yang terbuat dari sutera pula. Aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Ketika aku buka, aku dapatkan didalamnya sebuah kalung permata yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Aku lalu keluar dari rumah, dan saat itu ada seorang bapak tua yang berteriak mencari kantongnya yang hilang sambil memegang kantong kain yang berisi uang lima ratus dinar. Dia mengatakan, ‘Ini adalah bagi orang yang mau mengembalikan kantong sutera yang berisi permata’. Aku berkata pada diriku, ‘Aku sedang membutuhkan, aku ini sedang lapar. Aku bisa mengambil uang dinar emas itu untuk aku manfaatkan dan mengembalikan kantong sutera ini padanya’. Maka aku berkata pada bapak tua itu, ‘Hai, kemarilah’. Lalu aku membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan padaku ciri kantong sutera itu, ciri-ciri kaos kaki pengikatnya, ciri-ciri permata dan jumlahnya berikut benang yang mengikatnya. Maka aku mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya dan dia pun memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku katakan padanya, ‘Memang seharusnya aku mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu’. Ternyata dia bersikeras, ‘Kau harus mau menerimanya’, sambil memaksaku terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tak mau menerima. akhirnya bapak tua itu pun pergi meninggalkanku. Adapun aku, beberapa waktu setelah kejadian itu aku keluar dari kota Makkah dan berlayar dengan perahu. Di tengah laut, perahu tumpangan itu pecah, orang-orang semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat, dengan menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu aku tetap berada di laut, tak tahu ke
    mana hendak pergi! Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di salah satu masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Ketika mereka tahu bagaimana aku membacanya, tak seorang pun dari penduduk pulau tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, ‘Ajarkanlah Al-Qur’an kepadaku’. Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku mendapat harta yang banyak. Di dalam masjid, aku menemukan beberapa lembar dari mushaf, aku mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, ‘Kau bisa menulis?’, aku jawab, ‘Ya’. Mereka berkata, ‘Kalau begitu, ajarilah kami menulis’. Mereka pun datang dengan anak-anak juga dan para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. Dari itu juga aku mendapat banyak uang. Setelah itu mereka berkata, ‘Kami mempunyai
    seorang puteri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Maukah kau menikahinya?’ Aku menolak. Tetapi mereka terus mendesak, ‘Tidak bisa, kau harus mau’. Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga. Ketika mereka membawa anak perempuan itu kehadapanku, aku pandangi dia. Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temukan di Makkah melingkar di lehernya. Tak ada yang aku lakukan saat itu kecuali terus memperhatikan kalung permata itu. Mereka berkata, ‘Sungguh, kau telah menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan orangnya’. Maka saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. ‘Ada apa dengan kalian?’, kataku bertanya. Mereka menjawab, ‘Tahukah engkau, bahwa orang tua yang mengambil kalung itu darimu saat itu adalah ayah anak perempuan ini’. Dia pernah mengatakan, ‘Aku tidak pernah mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku’. Dia juga berdoa, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku’, dan sekarang sudah menjadi kenyataan’. Aku mulai mengarungi kehidupan bersamanya dan kami dikaruniai dua orang anak. Kemudian isteriku meninggal dan kalung permata menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. Tetapi kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke tanganku. Lalu aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan harta yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah sisa dari uang 100 ribu dinar.”
  • Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, “Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini?”
    Jawab yang lain, “Enam ratus ribu.” Lalu ia bertanya lagi, “Berapa banyak yang diterima ?” Jawabnya, “Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya Muwaffaq.” Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya. Dan ketika diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya. Jawab orang itu, “Muwaffaq.” Lalu Abdullah bin Mubarak bertanya padanya, “Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai darjat yang sedemikian itu?” Jawab Muwaffaq, “Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat wang tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalu aku berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu. Jawab jiranku, “Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah aku dengan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang untuk masak, maka makanan ini halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu.” Ketika aku mendegar jawapan itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil wang tiga ratus dirham dan keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan wang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu. “Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku.” Kata Muwaffaq lagi. Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahawa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim. Rasulullah s.a.w. ada ditanya, “Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga.” Jawab Rasulullah s.a.w., “Jadilah kamu orang yang baik.” Orang itu bertanya lagi, “Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahawa aku telah berbuat baik?” Jawab Rasulullah s.a.w., “Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau
    baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat.”
  • Bertahun-tahun yang lampau di salah sebuah kota , tinggal seorang pengrajin emas dan seorang pembuat kendi. Perajin emas itu seorang materialis dan pecinta harta. Oleh sebab itu, dia senantiasa berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan harta dan kekayaan. Semua orang tahu bahwa dia tidak mengindahkan kejujuran. Sebaliknya, pembuat kendi adalah seorang mukmin dan pekerja keras. Dia dicintai oleh masyarakat. Setiap orang yang memiliki problema akan datang meminta bantuannya. Si perajin emas berfikir, mengapa warga kota begitu menyintai pembuat kendi, padahal
    dia tidak memiliki harta benda. Menurutnya, cinta dan kasih sayang bisa diperoleh lewat tipu daya dan makar. Karena itu timbul rasa dengki si pengrajin emas terhadap pembuat kendi. Pada salah satu hari, sewaktu petugas kota mengejar pencuri di pasar, si pengrajin emas melihat bahwa saat itu adalah momen yang tepat untuk menuntaskan dendamnya terhadap pembuat kendi. Oleh sebab itu, dia menunjuk si pembuat kendi dan berbohong dengan mengatakan: Saya melihat pencuri masuk ke rumah lelaki ini. Petugas dengan segera memasuki rumah pembuat kendi dan ketika dia tidak menemukan tanda-tanda adanya pencuri, ia menyeret paksa pembuat kendi ke penguasa dan memintanya untuk menyerahkan si pencuri. Pembuat kendi bersumpah bahwa dia tidak mengetahui apa-apa. Tapi ada daya, ia tetap dijebloskan ke penjara. Selang beberapa hari kemudian, pencuri tersebut tertangkap dan sekaligus membuktikan bahwa pembuat kendi tidak bersalah. Diapun dibebaskan. Sebaliknya, pengrajin emas yang berbohong mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan perbuatannya.
    Setelah peristiwa itu, si pengrajin emas itu bukan hanya tidak menyesal atas tindakannya, tetapi malah semakin dibakar oleh api kedengkian terhadap pembuat kendi. Apalagi, dia menyaksikan bahwa si pembuat kendi semakin dicintai oleh masyarakat. Dengki dan hasad sedemikian membakar jiwa dan hatinya sehingga dia mengambil keputusan yang berbahaya. Dia menyediakan racun dan memperalat seorang anak muda bodoh untuk meracun pembuat kendi dengan mengupahnya seratus keping emas. Hari yang ditetapkan pun tiba. Perajin emas menanti suara jerit tangis dari rumah pembuat kendi. Tetapi hal itu tidak terjadi. Sebaliknya pembuat kendi kelihatan sehat dan segar bugar seperti biasa. Pengrajin emas merasa heran dan dengan segera dia mencari anak muda itu dan menyelidiki apa yang
    terjadi. Sadarlah dia bahwa bukan hanya si pembuat kendi itu tidak diracun, tetapi anak muda tersebut malah lari dari kota membawa seratus keping emas pemberiaannya. Ketika perajin emas ini mendengar berita itu, dia merasa sangat sedih. Begitu sedihnya sampai ia jatuh sakit. Tidak ada dokter yang bisa mengobatinya. Ya, karena memang tidak ada obat yang bisa menyembuhkan api dendam dan kedengkian. Lelaki pengrajin emas telah kehilangan segala-galanya dan dunia menjadi gelap baginya. Hal ini menyebabkan isteri dan anak-anaknya meninggalkannya.
    Berita kesendirian pengrajin emas yang sakit itu diketahui oleh tetangganya, si pembuat kendi yang baik hati. Dia berpikir, inilah waktunya untuk pergi mengunjungi pengrajin emas. Dia menyediakan makanan yang enak dan membawanya ke rumah perajin emas.
    Pengrajin emas, tidak dapat berkata apa-apa ketika melihat pembuat kendi. Pembuat kendi duduk di sisinya dan dengan lemah lembut menanyakan keadaan dirinya dan berkata: Aku datang karena memenuhi hakmu sebagai tetanggaku. Pengrajin emas menundukkan kepalanya karena malu. Pembuat kendi melanjutkan: Aku mengetahui segala apa yang berlaku pada masa lalu. Anak muda itu satu hari datang kepadaku dan memberitahu apa yang terjadi dan menyarankan supaya aku meninggalkan kota ini karena sudah tentu nyawa aku akan tidak selamat dari mu. Tetapi oleh karena aku berharap kepada rahmat dan karunia Ilahi, setiap hari aku berdoa untuk mu semoga dirimu dibebaskan dari rasa dengki dan hasad terhadapku.
    Kata-kata pembuat kendi menyebabkan pengrajin emas itu menangis. Pembuat kendi memegang tangan tetangganya dan berkata, “Sahabat ku, ketahuilah bahawa kedengkian laksana api yang membakar dan orang yang mula-mula dibakarnya adalah diri insan itu sendiri. Alangkah baiknya jika dalam masa yang pendek dan singkat di kehidupan dunia ini, kita saling kasih mengasihi sehingga kita meninggalkan nama yang baik. Tahukah engkau apakah rahasia kebaikanku di tengah masyarakat? Untuk mengetahui rahasia ini, aku ingin menyajikan sebuah kisah untuk mu. Pengrajin emas memasang telinganya untuk mendengar kisah tersebut dan dalam keadaan tersenyum yang tersungging di bibirnya, dengan penuh perhatian dia mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh pembuat kendi. Si pembuat kendi berkata; Pada suatu hari Imam Sajad as, berkata kepada salah seorang sahabatnya
    bernama Zuhri yang begitu sedih memikirkan segala yang muncul dari sifat hasad pada dirinya. Beliau berkata: “Wahai Zuhri, apakah salahnya jika engkau menganggap orang lain sama seperti saudara dan keluargamu sendiri, orang yang tua sebagai bapakmu, anak-anak sebagai anakmu dan orang yang sebayamu seperti saudaramu sendiri. Ketika dalam keadaan begini, bagaimana mungkin engkau berbuat zalim kepada orang lain? Janganlah engkau lupa pada hal ini bahwa orang lebih menyayangi siapa yang berbuat baik kepada orang lain. Jika metode yang begini engku teruskan dalam hidupmu, dunia akan menjadi tempat yang membahagiakanmu dan engkau akan mempunyai banyak kawan. Kata-kata pembuat kendi itu sampai disini. Pengrajin emas berpikir jauh dan lahirlah rasa penyesalan di wajahnya. Dengan suara yang bergetar, dia meminta maaf atas segala yang terjadi di masa lalu. Kepada Tuhan dia berjanji bahwa selepas ini dia akan menggantikan rasa dengki yang memenuhi hatinya dengan kasih sayang dan persahabatan kepada orang lain.
  • Dahulu ada seorang pemuda Bani Israil penjual keranjang yang sangat tampan. Ia biasa berkeliling menjajakan barang dagangannya setiap hari. Suatu ketika ia melewati istana Raja, dan seorang pelayan wanita keluar dari dalam istana. Melihat ketampanan
    si pemuda, wanita itu segera masuk lagi untuk memberitahu putri raja.
    “Tuan, di luar ada seorang pemuda yang sedang menjajakan keranjang dari pelepah pohon kurma,” katanya sambil terengah-engah.
    “Lalu? Apa istimewanya untukku? Bukankah tiap hari juga banyak penjual keranjang yang lewat di depan istana?” tanya Putri.
    “Tuan, pemuda yang satu ini beda. Ia luar biasa tampan!” kata pelayan itu setengah berseru.
    “Benarkah?” tanya Putri dengan mata berbinar. “Suruh dia masuk!” Pelayan wanita itu segera berlari keluar memanggil si pemuda dan membawanya masuk untuk menghadap Putri. Setelah pemuda itu masuk, pelayan wanita itu segera mengunci pintu. Lalu keluarlah Putri dengan memakai pakaian transparan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dan tanpa penutup kepala sehingga rambutnya yang indah dan lehernya yang jenjang terlihat dengan jelas. Pemuda itu segera mengucap istighfar dan menundukan pandangannya.
    “Maaf Tuan Putri, mohon tutuplah auratmu. Semoga Alloh mengampunimu,” pinta Pemuda itu dengan sopan.
    “Kenapa? Kau tidak suka?” tanya Putri menggoda.
    “Maaf Tuan Putri, sebaiknya saya keluar saja daripada nanti menimbulkan fitnah. Biar pelayan anda saja yang memilih keranjang yang hendak Tuan beli di luar,” kata Pemuda.
    “Siapa yang bilang aku mau membeli keranjangmu?” tanya Putri sambil tersenyum kecil. “Aku menyuruhmu masuk karena aku tetarik pada ketampananmu.”
    “Wahai Putri, takutlah engkau kepada Alloh. Perbuatanmu akan menghinakanmu di hadapan manusia dan Alloh,” kata Pemuda.
    “Hahaha…” Putri tertawa geli. “Siapa yang bisa melihat perbuatan kita disini? Pintu telah terkunci, dan hanya ada kita berdua.”
    “Ingatlah akan Alloh yang Maha Mengetahui,” kata Pemuda itu. Rupanya Putri sudah kerasukan setan. Kata-kat Pemuda itu sama sekali tidak membuatnya takut. Ia malah semakin berani mengoda si Pemuda. Tapi karena tidak juga berhasil, Putri menjadi murka.
    “Hai Pemuda yang keras kepala. Kau telah menghinaku dengan berani mengacuhkanku. Kamu tahu, aku bisa membuatmu dihukum berat,” kata Putri.
    “Aku tidak melakukan kesalahan apapun,” tantang Pemuda.
    “Bodoh! Aku bisa saja memberitahu ayahku bahwa kau dengan sengaja menyusup kemari dan memaksaku berbuat yang tidak senonoh,” katanya.
    “Tapi aku tidak melakukannya, itu fitnah namanya” jawab Pemuda.
    “Hah! Aku bisa melakukan apapun yang kumau!” kata Putri dengan angkuh. “Sekarang kau tinggal pilih. Memenuhi keinginanku atau dihukum berat?” Pemuda itu berpikir sejenak.
    “Sebelum aku memeutuskan, ijinkan aku berwudhu lebih dulu, “ pinta si Pemuda.
    “Untuk apa?” tanya Putri heran.
    “Aku akan meminta Alloh yang memilihkan jawabannya untukku,” katanya.
    “Hmmm pandai sekali kau mengulur waktu. Meskipun kau memohon sepanjang hari, aku yakin Tuhanmu tidak akan hadir di sini,” kata Putri mengejek.
    Tapi ia mengizinkan Pemuda itu untuk berwudhu dan berdoa di kamar yang terletak di atas loteng. Dengan begitu ia tidak mungkin melarikan diri. Di atas loteng, dengan khusyuk si Pemuda memanjatkan doanya.
    “Ya Alloh, sesungguhnya hamba-Mu sangat takut berbuat maksiat pada-Mu. Lebih baik aku meloncat dari atas loteng ini dan menyerahkan nasibku kepada-Mu daripada aku berbuat dosa.”
    Dengan hati mantap pemuda itu meloncat dari loteng yang letaknya sangat tinggi. Saat itu pula Alloh menurunkan malaikat-Nya untuk menggandeng tangan si pemuda sehingga ia tiba di tanah dalam keadaan berdiri dan ringan serta tidak terluka sedikit pun. Pemuda itu sangat beryukur atas pertolongan Alloh. Namun ia juga khawatir peristiwa yang sama akan terulang kembali jika ia masih berjualan keranjang.
    “Ya Alloh. Jika Engkau mengizinkan, karuniakanlah kepadaku rizki hingga aku tidak perlu berjualan lagi. Mudah-mudahan hal itu akan menambah kebaikan untukku,” doa si Pemuda. Rupanya Alloh berkenan mengabulkan doanya. Alloh mengirimkan sekawanan belalang yang terbuat
    dari emas untuk dipungut oleh si Pemuda. Ia mengumpulkannya dan memasukannya ke dalam saku bajunya. Tapi pemuda itu takut hartanya tersebut akan mengurangi ridhonya Alloh. Maka ia berdoa kembali.
    “Ya Alloh, jika rizkimu ini akan mengurangi jatahku di akhirat nanti, maka ambillah kembali dan simpankanlah untukku.”
    Pemuda itu seolah-olah mendengar suara yang memberitahukan bahwa hadiah itu hanyalah satu dari duapuluh lima bagian pahalanya atas kesabarannya melemparkan diri dari loteng.
    “Ya Alloh kalau begitu hamba tidak membutuhkan harta ini lagi. Tolong ambillah lagi, karena hamba memilih memintanya nanti di Akhirat,” pinta si Pemuda.
    Seketika itu juga semua belalang emasnya menghilang. Alloh telah mengambilnya kembali dan menjadi simpanan pahala bagi si pemuda yang takut
    dosa itu.
  • Pada zaman dahulu, ada seseorang yang ringan tangan dalam mencabuti nyawa-nyawa orang yang dijahatinya.Hampir setiap hari ada saja korbannya. Semuanya diahitung.Sampai suatu hari jumlah orang yang telah dibunuhnya telah mencapai 99 orang.Jadi boleh saja ia kita katakan sebagai penjagal manusia. Intinya ia mempunyai perilaku yang sangat kejam.Rupanya terselip rasa bersalah dihatinya. Lama-lama ia mulai merenungi dirinya selama ini, dan ternyata hidupnya sepanjang waktu bergelimang dosa. ” Aku ingin bertobat,jika aku terus-terusan hidup begini , maka aku pasti menyia- nyiakan hidupku. Aku telah aniaya selama ini.Aku ingin bertobat,…Aku mesti menyudahi semua ini dan segala perbuatan kejam lainnya. Tapi apakah itu mungkin ? Dosaku sudah terlampau berat.” Demikian pikir si jahat ini dalam hati. Ia kemudian memutuskan mencari bantuan orang yang akan bisa menolongnya ke arah itu. Maka pergilah sijahat tadi mencari orang alim dan ingin bertaubat didepannya. Dalam pencariannya itu, bertepatan ada yang memberinya petunjuk untuk mendatangi seorang yang alim disebuah desa. Pergilah ia menemui orang alim itu.Setelah berada didepannya, maka pemuda jahat lagi kejam tadi menceritakan siapa dirinya dan maksud kedatangannya. ” Hai orang alim, aku pembunuh yang sudah membunuh 99 nyawa orang. Apakah masih ada jalan bagi saya untuk bertaubat ?” Setelah mendengar penjelasan dari pemuda tadi, segera saja orang alim tersebut menjawab. “Tidak, tidak ada ! Tidak ada taubat untukmu karena perbuatan kamu itu terlalu sadis.” Mendengar jawaban orang alim tersebut semacam itu, marahlah ia dan seketika itu pula dibunuhnya lagi orang alim itu. Kini genaplah ia telah membunuh 100 nyawa orang. Karena hatinya ingin betul-betul bertaubat, ingin menyudahi perbuatan keji ini dengan
    sungguh-sungguh, maka ia tetap meneruskan untuk mencari lagi orang alim yang mau menerima penyesalannya. Sambil berjalan ia membatin,” Kiranya gerangan siapakah dan dimana dari penduduk bumi ini yang terpandai dan alim ? Kepadanya akan aku haturkan penyesalan ini.” Bertemulah ia kepada orang alim yang lain. Kepada orang tua itu ia menceritakan bahwa ia sudah membunuh 100 orang. Dan, dengan penganiayaan yang keji ini, ia mempertanyakan apakah masih ada pintu taubat untuknya.Setelah mendengar keluh kesahnya dengan seksama, si orang tua yang alim ini akhirnya memberikan jawaban yang dinati-nanti. ” Hai anak muda, tetap masih ada pintu taubat untukmu. Siapakah yang dapat menghalangi bila saudara ingin bertaubat ? Pergilah kedusun “anu”. Disana ada banyak orang yang taat kepada Allah. Berbuatlah engkau sebagaimana mereka berbuat. Dan janganlah engkau kembali kenegrimu sebab dinegrimu banyak orang yang menyesatkan.” Setelah menerima saran-saran dari orang alim tadi, maka berjalanlah pemuda yang ingin bertaubat kearah dimana dusun itu ditunjukkan. Sayangnya ditengah-tengah perjalanan mendadak ia meninggal dunia.Kematiannya yang mendadak membuat malaikat rahmat dan malaikat siksa bertengkar. Pertengkaran ini mendebatkan, apakah orang ini tergolong orang-orang yang dhalim atau tergolong orang-orang yang selamat. Dikatakan dhalim, tapi saat ia berjalan, ia membawa niat ingin bertaubat dan betul-betul menyesali tiap- tiap perbuatannya. Kata malaikat rahmat,” Ia berjalan untuk bertaubat kepada Allah S.W.T dengan sepenuh hati.” Tapi kata malaikat siksa,” Ia belum pernah melakukan kebajikan sama sekali.Pekerjaannya selalu membunuh. Dan ia pantas masuk neraka.” Tak berapa lama, datanglah malaikat menyerupai manusia yang diutus menjadi penengah diantara pertengkaran itu. Ia berkata dengan tegas kepada malaikat-malaikat tersebut. ” Ukur saja diantara dusun yang dia tinggalkan dan dusun yang akan ia tuju. Ukuran mana yang lebih dekat, maka masukkanlah ia kepada golongan orang sana.” Kemudian tempat dimana orang dhalim itu terbujur tak bernyawa diukur terhadap dua dusun, yaitu jaraknya terhadap dusun yang akan dituju dan terhadap dusun yang ditinggalkan. Dusun yang dituju merupakan tempat tinggal orang-orang yang taat kepada Allah. Alhamdulilah, ternyata hasilnya ia
    lebih dekat kepada dusun yang akan dituju. Bedanya hanya kira-kira sejengkal saja.
  • Suami isteri itu hidup tenteram mula-mula. Meskipun melarat, mereka taat kepada perintah Tuhan. Segala yang dilarang Allah dihindari, dan ibadah mereka tekun sekali. Si Suami adalah seorang yang alim yang taqwa dan tawakkal. Tetapi sudah beberapa lama isterinya mengeluh terhadap kemiskinan yang tiada habis-habisnya itu. Ia memaksa suaminya agar mencari jalan keluar. Ia membayangkan alangkah senangnya hidup jika segala-galanya serba cukup. Pada suatu hari, lelaki yang alim itu berangkat ke ibu kota, mahu mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan is melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Is mendekat. Ternyata orang-orang itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. Banyak juga kaum wanita dan pedagang-pedagang yang meminta-minta
    agar suami mereka setia atau dagangnya laris. “Ini syirik,” fikir lelaki yang alim tadi. “Ini harus dibanteras habis. Masyarakat tidak boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah.” Maka pulanglah dia terburu. Isterinya hairan, mengapa secepat itu suaminya kembali. Lebih hairan lagi waktu dilihatnya si suami mengambil sebilah kapak yang diasahnya tajam. Lantas lelaki alim tadi bergegas keluar. Isterinya bertanya tetapi ia tidak menjawab. Segera dinaiki keldainya dan dipacu cepat-cepat ke pohon itu. Sebelum sampai di tempat pohon itu berdiri, tiba-tiba melompat sesusuk
    tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai sebagi manusia. “Hai, mahu ke mana kamu?” tanya si iblis. Orang alim tersebut menjawab, “Saya mahu menuju ke pohon yang disembah-sembah orang bagaikan menyembah Allah. Saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh pohon syirik itu.” “Kamu tidak ada apa-apa hubungan dengan pohon itu. Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik seperti mereka. Sudah pulang sahaja.” “Tidak boleh, kemungkaran mesti dibanteras,” jawab si alim bersikap tegas. “Berhenti, jangan teruskan!” bentak iblis marah. “Akan saya teruskan!” Kerana masing-masing tegas pada pendirian, akhirnya terjadilah perkelahian antara orang alim tadi
    dengan iblis. Kalau melihat perbezaan badannya, seharusnya orang alim itu dengan mudah boleh dibinasakan. Namun ternyata iblis menyerah kalah, meminta-minta ampun. Kemudian dengan berdiri menahan kesakita dia berkata, “Tuan, maafkanlah kekasaran saya. Saya tak akan berani lagi mengganggu tuan. Sekarang pulanglah. Saya berjanji, setiap pagi, apabila Tuan selesai menunaikan sembahyang Subuh, di bawah tikar sembahyang Tuan saya sediakan wang emas empat dinar. Pulang saja berburu, jangan teruskan niat Tuan itu dulu,” Mendengar janji iblis dengan wang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad si alim tadi. Ia teringatkan isterinya yang hidup berkecukupan. Ia teringat akan saban hari rungutan isterinya. Setiap pagi empat dinar, dalam sebulan sahaja dia sudah boleh menjadi orang kaya. Mengingatkan desakan- desakan isterinya itu maka pulanglah dia. Patah niatnya semula hendak membanteras kemungkaran. Demikianlah, semnejak pagi itu isterinya tidak pernah marah lagi. Hari pertama, ketika si alim selesai sembahyang, dibukanya tikar sembahyangnya. Betul di situ tergolek empat benda berkilat, empat dinar wang emas. Dia meloncat riang, isterinya gembira. Begitu juga hari yang kedua. Empat dinar emas. Ketika pada hari yang ketiga, matahari mulai terbit dan dia membuka tikar sembahyang, masih didapatinya wang itu. Tapi pada
    hari keempat dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi keculai tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah kerana wang yang kelmarin sudah dihabiskan sama sekali. Si alim dengan lesu menjawab, “Jangan khuatir, esok barangkali kita bakal dapat lapan dinar sekaligus.” Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai sembahyang dibuka tikar sejadahnya kosong. “Kurang ajar. Penipu,” teriak si isteri. “Ambil kapak, tebanglah pohon itu.” “Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya,” sahut si alim itu. Maka segera ia mengeluarkan keldainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keldainya menuju ke arah pohon yang syirik itu. Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah
    menghalang. Katanya menyorot tajam, “Mahu ke mana kamu?” herdiknya menggegar. “Mahu menebang pohon,” jawab si alim dengan gagah berani. “Berhenti, jangan lanjutkan.” “Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang.” Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya
    penuh hairan, “Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?” Iblis itu dengan angkuh menjawab, “Tentu sahaja engkau dahulu boleh menang, kerana waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah, demi Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh belantaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang kamu keluar dari rumah hanya kerana tidak ada wang di bawah tikar sejadahmu. Maka biarpun kau keluarkan seluruh kebolehanmu, tidak mungkin kamu mampun menjatuhkan aku. Pulang saja. Kalau tidak, kupatahkan nanti batang lehermu.” Mendengar penjelasan iblis ini si alim tadi termangu- mangu. Ia merasa bersalah, dan niatnya memang sudah tidak ikhlas kerana Allah lagi. Dengan terhuyung-hayang ia pulang ke rumahnya. Dibatalkan niat semula untuk menebang pohon itu. Ia sedar bahawa perjuangannya yang sekarang adalah tanpa keikhlasan kerana Allah, dan ia sedar perjuangan yang semacam itu tidak akan menghasilkan apa-apa selain dari kesiaan yang berlanjutan . Sebab tujuannya adalah kerana harta benda, mengatasi keutamaan Allah dan agama. Bukankah bererti ia menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu semata-mata ?
  • Thx om lulu75 dan centaury
  • sama-sama @G700 ... aku suka ceritanya ...
  • Ada seorang lelaki yang merayu-rayu seorang wanita agar mau melakukan zina dengannya. Segala jurus tipu daya ia lakukan untuk meruntuhkan keteguhan iman sang wanita. Memang, lelaki itu ganteng sekali, ditambah lagi ia sangat kaya dikampungnya. Tentu saja tidak sedikit wanita yang menaruh hati padanya. Bagaimana dengan wanita yang dirayunya itu ? Wanita tersebut sebetulnya sudah bersuami. Ia adalah seorang istri yang taat kepada suaminya. Suaminya sendiri adalah seorang yang taat pula. Perihal rayuan lelaki itu ia adukan kepada suaminya. “Wahai suamiku, lelaki kaya yang tinggal disebelah sana itu seringkali menggoda aku. Ia tinggal masih sekampung dengan kita. Tiap kali ia berpapasan denganku, atau kebetulan saja bertemu dengannya, pasti saja ia merayu-rayu aku agar mau berbuat zina
    dengannya. Ia terus-menerus melakukan hal itu padaku. Apa yang harus aku perbuat, suamiku ?” Sang suami menanggapi istrinya dengan tenang- tenang saja. ” Katakan kepada laki-laki itu bahwa engkau akan mau menuruti godaannya, yaitu berzina dengannya. Cuma, dia mesti memenuhi satu persyaratan dahulu”. Dengan patuh istrinya kemudian mendengarkan terus apa yang dikatakan oleh suami tercintanya. Setelah itu pergilah ia menemui laki-laki yang sering mengganggunya itu. Begitu mengetahui siwanita yang selalu diincarnya datang mencarinya, bukan main gembira perasaannya. Hatinya berbunga-bunga. Akhirnya kesampaian juga apa yang menjadi keinginannya selama ini kepada wanita cantik itu. Dengan penuh ketidaksabaran ia menantikan apa yang akan dikatakan sang wanita. “Aku akan mau berbuat zina denganmu sebagaimana yang selalu engkau katakan kepadaku dalam rayuan-rayuanmu selama ini !” Mendengar kesediaan wanita itu, lelaki tersebut langsung berseri-seri wajahnya. Pikirnya, apapun yang dikehendaki wanita ini akan ia penuhi asalkan ia mau berzina bersamanya. Sungguh ia tak dapat menahan keinginannya melihat kecantikan dan keelokan tubuh wanita tersebut yang indah. “Apapun akan kupenuhi demi kamu. Seandainya engkau punya permintaan, katakan. Apakah kamu butuh uang atau apa saja. Pendeknya, aku akan memenuhi apa saja yang engkau inginkan dariku “. ” Baiklah, Aku tak meminta uang atau materi apa pun. Permintaanku sederhana dan mudah saja.” Dengan rasa tak sabar yang terbaca dari air mukanya, laki-laki-laki itu terus mendesak siwanita agar ia mengutarakan persyaratan yang ia kehendaki. ” Ayo, katakan apa saja, aku pasti akan memenuhinya”. ” Sebelum kita sama-sama melakukan perbuatan itu, aku minta agar kamu mau melakukan sholat berjamaah bersama suamiku. Tidak banyak, hanya empat puluh subuh saja secara terus menerus. Tidak boleh terputus.” Mengetahui cuma itu permintaan siwanita, maka dengan bersemangat si laki-laki tersebut menyatakan kesangggupannya. Demikianlah kisahnya. Mulai sejak ia berjanji, maka sholat subuhlah ia sebagaimana permintaan itu. Hingga pada sholat subuh yang keempat puluh berlangsung, yakni setelah janji itu terpenuhi, maka si wanita telah bersiap-siap untuk memenuhi janjinya. Rupanya, si laki-laki-laki telah bertekun karena keinginan hatinya, demikian pikir si wanita. Pergilah si wanita menemui laki-laki tersebut. Begitu mereka bertemu, apa yang terjadi ? Ternyata kejadian menjadi terbalik. Si wanita mencoba merayu-rayu si laki-laki itu untuk memenuhi keinginannya. Namun apa jawab laki-laki itu ? “Aku kini sudah bertaubat kepada Allah SWT, wahai perempuan ! Aku tidak mau lagi melakukan perbuatan terkutuk seperti itu !” Mendengar cerita sang istri, perihal jawaban si laki-laki yang tempo hari menggodanya, sang suami wanita itu memanjatkan doa` kepada Allah SWT . “Maha Benar Allah SWT ! Firman-Nya adalah benar. Bahwa
    sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.”
  • Seorang pembunuh yang amat kejam telah menghabisi nyawa sembilan puluh sembilan orang. Ia merasa sangat menyesal. Ia mendatangi seorang alim dan bercerita tentang masa lalunya yang kelabu itu. Ia mengutarakan maksudnya untuk bertaubat dan menjadi orang yang lebih baik. Aku ingin tahu; apakah Tuhan akan mengampuniku?? ia bertanya. Sang alim rupanya belum cukup banyak belajar. Ia menjawab, Tentu saja kau tak akan diampuni-Nya. Kalau begitu, ujar si pembunuh, lebih baik kau juga kubunuh saja sekalian. Ia pun membunuh alim itu. Kemudian ia bertemu orang alim lain. Ia mengatakan telah membunuh seratus orang. Aku ingin tahu, tanyanya, apakah Tuhan akan mengampuniku jika aku bertaubat? Alim kedua ini lebih bijak dari yang pertama. Ia menjawab, Tentu saja kau akan diampuni. Bertaubatlah sekarang juga. Aku hanya punya satu nasihat untukmu; jauhilah teman-temanmu yang jahat dan bergabunglah dengan orang-orang yang saleh, karena teman yang jahat akan mendekatkanmu kepada dosa. Orang itu lalu bertaubat dan menyesali dosa- dosanya. Ia menangis memohon ampunan Tuhan. Kemudian ia pun menjauhi teman-temannya yang jahat dan pergi mencari perkampungan tempat orang-orang saleh tinggal. Namun ketika ia berada di
    perjalanan, ajalnya tiba. Malik, Malaikat Penjaga Neraka, dan Ridwan, Malaikat Penjaga Surga, sama-sama datang untuk menjemput ruhnya. Malik berkata bahwa orang itu adalah pendosa besar dan tempatnya di neraka jahanam. Tetapi Ridwan juga mengklaim bahwa orang itu layak masuk surga. Malaikat Ridwan berkata, Orang ini bertaubat dan telah memutuskan untuk menjadi orang baik. Ia sedang menempuh perjalanan ke kampung tempat tinggal orang-orang saleh ketika ajalnya tiba. Kedua malaikat itu pun berdebat. Jibril datang untuk menyelesaikan masalah. Setelah mendengar pernyataan dari kedua malaikat, Jibril memutuskan, Ukur jaraknya. Jika tanah tempat mayatnya berada lebih dekat kepada orang-orang saleh, maka ia masuk surga; namun jika letak mayatnya lebih dekat kepada orang-orang jahat, ia harus masuk neraka. Karena bekas pembunuh itu baru saja meninggalkan tempat orang jahat, ia masih terletak dekat sekali dengan mereka. Tetapi karena ia bertaubat dengan amat tulus, Tuhan memindahkan tubuhnya dari tempat ia meninggal ke dekat perkampungan orang saleh. Dan hamba yang bertaubat itu pun diserahkan ke dekapan malaikat penjaga surga. Tuhan bersabda, Jika hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekatkan diri kepadanya satu siku. Apabila dia kembali kepada- Ku sambil berjalan, Aku akan menyambutnya sambil berlari.
  • Di Damaskus, ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami’ At-Taubah. Dia adalah sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan. Sejak tujuh puluh tahun, di masjid itu ada seorang syaikh pendidik yang alim dan mengamalkan ilmunya. Dia sangat fakir sehingga menjadi contoh dalam kefakirannya, dalam
    menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain. Saat itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari berlalu tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanana ataupun uang untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa bahwa
    dia akan mati, lalu dia berfikir tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya memakan bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini. Masjid tempat dia tinggal itu, atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah yang ada disampingnya. Hal ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah pertama sampai terakhir dengan berjalan diatas atap rumah-rumah tersebut. Maka, dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah sebelah. Di situ dia melihat orang- orang wanita, maka dia memalingkan pandangannya dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang di sebelahnya lagi. Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan berasal dari rumah itu. Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya. Rumah-rumah dimasa itu banyak dibangun dengan satu lantai, maka dia melompat dari atap ke dalam serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil satu, karena rasa laparnya dia tidak lagi merasakan panasnya, digigitlah terong yang ada ditangannya dan saat itu dia mengunyah dan hendak menelannya, dia ingat dan timbul lagi kesadaran beragamanya. Langsung dia berkata, ‘A’udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di mesjid , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?’ Dia merasa bahwa ini adalah kesalahn besar, lalu dia menyesal dan beristigfar kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya. Akhirnya dia pulang kembali ketempat semula. Lalu ia masuk kedalam masjid dan mendengarkan syaikh
    yang saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar. Ketika majlis itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang perempuan yang menutup tubuhnya dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan kecuali dia memakai hijab-, kemudian perempuan itu berbicara dengan syaikh. Sang pemuda tidak bisa mendengar apa yang sedang dibicarakannya. Akan tetapi, secara tiba-tiba
    syaikh itu melihat ke sekelilingnya. Tak tampak olehnya kecuali pemuda itu, dipanggilah ia dan syaikh itu bertanya, ‘Apakah kamu sudah menikah?’, dijawab, ‘Belum,’. Syaikh itu bertanya lagi, ‘Apakah kau ingin menikah?’. Pemuda itu diam.
    Syaikh mengulangi lagi pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, ‘Ya Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?’. Syaikh itu menjawab, ‘Wanita ini datang membawa khabar, bahwa suaminya telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini bahkan di dunia ini dia
    tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman yang sudah tua dan miskin’, kata syaikh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk di pojokkan. Syaikh itu melanjutkan pembicaraannya, ‘Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang laki-laki yang mau menikahinya, agar dia tidak sendirian dan mungkin diganggu orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab ‘Ya’. Kemudian Syaikh bertanya kepada wanita itu, ‘Apakah engkau mau menerimanya sebagai suamimu?’, ia menjawab ‘Ya’. Maka Syaikh itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk muridnya itu. Kemudian syaikh itu berkata, ‘peganglah tangan isterimu!’ Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya kerumahnya. Setelah keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka kain yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki. Sang isteri bertanya, ‘Kau ingin makan?’ ‘Ya’ jawabnya. Lalu dia membuka tutup panci didapurnya. Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: ‘heran siapa yang masuk kerumah dan menggigit terong ini?!’. Maka pemuda itu menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, ‘Ini adalah buah dari sifat amanah, kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu, lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.
  • Pada zaman Rasulullah s.a.w, ada seorang Yahudi yang menuduh orang Muslim mencuri untanya. Maka dia datangkan empat orang saksi palsu dari golongan munafik. Rasulullah s.a.w lalu memutuskan unta itu milik orang Yahudi dan memotong tangan Muslim itu sehingga orang Muslim itu kebingungan. Maka ia pun mengangkatkan kepalanya menengadah ke langit seraya berkata, “Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak mencuri unta itu.” Selanjutnya orang Muslim itu berkata kepada Rasulullah s.a.w, “Wahai Rasulullah, sungguh keputusanmu itu adalah benar, akan tetapi mintalah keterangan dari unta ini.” Kemudian Rasulullah s.a.w bertanya kepada unta itu, “Hai unta, milik siapakah engkau ini ?” Unta itu menjawab dengan kata-kata yang fasih dan terang, “Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu adalah dusta.” Akhirnya Rasulullah s.a.w berkata kepada orang Muslim itu, “Hai orang Muslim, beritahukan kepadaku, apakah yang engkau perbuat, sehingga Allah Taala menjadikan unta ini dapat bercakap perkara yang benar.” Jawab orang Muslim itu, “Wahai Rasulullah, aku tidak tidur di waktu malam sehingga lebih dahulu aku membaca shalawat ke atas engkau sepuluh kali.” Rasulullah s.a.w bersabda, “Engkau telah selamat dari hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari seksaan di akhirat nantinya dengan sebab berkatnya engkau membaca shalawat untukku.” Memang membaca shalawat itu sangat digalakkan oleh agama sebab pahala-pahalanya sangat tinggi di sisi Allah. Lagi pula boleh melindungi diri dari segala macam bencana yang menimpa, baik di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dalam kisah tadi, orang Muslim yang dituduh mencuri itu mendapat perlindungan daripada Allah melalui seekor unta yang menghakimkannya.
  • Singa menemuan terwelu sedang tidur, maka ingin
    menggunakan kesempatan ini untuk mencaploknya.
    Pada waktu ini, singa juga kelihatan ada seekor
    menjangan sedang lewat di situ, maka ia segera
    mencampakkan sang terwelu demi mengejar
    menjangan. Begitu mendengar suara berisik, terwelu segera melompat dan melarikan diri. Singa dengan sekuat tenaga mengejar menjangan, tetapi tak terkejar, maka akhirnya membalikkan kepala mencari terwelu tadi, namun ia menemukan terwelu itu sudah lama kabur tak tahu ke mana rimbanya, Singa berkata: "Ini adalah ganjaran yang sudah sepantasnya! Karena tamak mengejar menjangan yang lebih besar, aku akhirnya kehilangan makanan yang tadinya sudah ada di tangan."
  • Seekor kelinci kecil ingin menyelidiki dengan jelas
    yang disebut kebahagiaan itu sebenarnya apa,
    maka itu pada suatu hari ia keluar sendirian dari
    sarangnya untuk pergi mencari jawaban.
    Singa berkata: "Kebahagiaan ialah semua anggota
    keluarga selalu berada di samping kita." Macan tutul berkata: "Kebahagiaan ialah orang yang
    kamu cintai juga mencintai dirimu."
    Kelinci itu dengan girang berlari pulang dan memberi tahu jawaban ini kepada Ibunya. Ibunya berkata: Padahal hari ini kamu sudah sangat bahagia." Kelinci itu menanya mengapa. Ibunya berkata: "Karena kamu tak diterkam oleh
    mereka dan bisa kembali dengan selamat sehingga kita sekeluarga masih dapat berkumpul kembali."
Sign In or Register to comment.