BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Cerita Seorang Bipolar Disorder Tamat

18911131421

Comments

  • Oh ya Mas Rendesyah saya lupa tanya ini berdasarkan kisah nyata seseorang bukan?ato cuman fiksi?


    Kalau aku jadi Sembo mungkin aku uda nega' racun dah,gak kuat ngatasi masalah yg bertubi2.
  • saya suka karya km..tp ttg bipolar ini ternyata cukup berat buat saya..mgkn karn sy suk terlalu menjiwai...mention sy d karya mu yg lain tp bukan yg ini..tks
  • ini mah masih anamnesanya yah? tapi bikin anamnesanya gaya bercerita. tapi kok kebanyakan yg diceritin waktu periode depresif nya yah yg periode manic nya jarang. jadinya kan ceritanya terlalu sedih. padahal kalo sembo lagi peride manic bisa happy ceria bgt. jadinya kan imbang ceritanya. ga sedih melulu gini
  • @Rendesyah wahhhhhhhhh jadi drmaa baguss nih ka
  • @danielsastrawidjaya – Sory mas,, alur ceritanya memang seperti itu,, sudah banyak masukan dari teman-teman untuk mengakhiri penderitaan Sembo,, Aku juga pengennya sepert itu tapi antara otakku dengan keingananku tidak sejalan,, hehehehehe,, makasih ya mas masih mau membaca cerita ini,,,

    @mustaja84465148 – Tidak aneh ko mas bagi saya, karena banyak orang yang kuat seperti Sembo di Indonesia ini,,, makasih mas masih membaca cerita ku,,

    @erickhidayat – hehehehehehe,, iya mas,, tapi secara kehidupan nyata memang ada kisah seperti sembo,, makasih sangat mas masih mau membaca cerita-ceritaku,, salam buat Robin ya mas,,,

    @shuda2001 – saya hanya berusaha memberikan cerita ini sesuai dengan apa yang dirasakan oleh narasumber saya mas,, makasih ya mas sudah membaca cerita ini,,,

    @d_cetya – Amin ,,, maaksih mas masih membaca cerita ini,,,

    @Zazu_faghag – Menghilang bukan jawaban dari sebuah masalah,,, hihihi,, “ lg bijak ceritanya “,,,

    @kiki_h_n – hihihihi,,, mas kiki mas kiki,,, masih belum mas,,, ya dikit lagi lah mas bipolarnya,,, heheehehehe,,,

    @arieat – makasih mas ancungan jempolnya,,, hihihihi,, makasih mas ya masih mau membaca ceritaku,,,

    @CL34R_M3NTHOL – holahaaa mas,,, iya mas makasih banyak ya sesuatunya,, aku terharu,, makasih banyak mas atas perhatiannya terhadap cerita-ceritaku,,,

    @marobmar – waduh mas maaf ya kalau jadi sesak,, tapi terimakasih masih mau membaca cerita ini,,,

    @3ll0 – Hehehehe,, yang pasti aku ada narasumbernya mas,, jadi aku tanya dulu ke seseorang dan setelah beliau bercerita baru dah ditulis,, makasih ya mas,,, sudah mau membaca cerita ini,,,

    @Rizal_acank – Iya mas saya mengerti,, maaf ya kalau cerita ini terlalu berat,,

    @jamesfernand084 – iya mas betul ini masih anamnesanya,,iya maaf mas kalau jauh dari sesuai harapan mas,, makasih mas kritiknya,,, makasih juga sudah tetap membaca cerita ini,,,

    @GeryYaoibot95 – Hehehehehe,, iya mas jadi drama bagus ya,, maaksih ya mas sudah mau membaca cerita ini,,,
  • edited June 2014
    Bagian 8

    Awal tahun 2006

    Pak Gunawan adalah kepala kantor ku sepeninggalan Pak Zikra yang dipromosikan ke Jakarta. Pak Gun terkenal bertangan besi dan pedas kalau bicara, selain itu Pak Gun bertemperamen kasar dan suka mengintimidasi orang. Banyak orang sakit hati dengan sikapnya,tetapi di balik itu, beliau sangat perhatian kepada semua anak buahnya. Hanya saja, beliau menunjukkan perhatiannya dengan cara mengintimidasi dan memaksa sehingga membuat orang lain tertekan. Saat Pak Gun tahu tentang kehidupanku, beliau marah besar, walaupun begitu dengan berani aku balas tatapan tajamnya yang seakan-akan ingin mengiris-iris tubuhku.

    Pak Gun terus mengintimidasi dan bertanya apakah aku pantas disebut sebagai manusia yang baik. Aku tidak mau terlihat lemah dihadapannya karena siapa pun yang terlihat lemah akan dibantainya, aku membalas perkataannya. Ia tidak tahu semua yang sudah kulakukan untuk mempertahankan kehidupanku dengan Ardi. Ia tidak tahu apa-apa tentangku, hidupku dan perjuanganku. Aku menarik napas, berusaha tidak lemah. Pak Gun menatapku seraya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kerja yang menenggelamkan tubuhnya yang kecil. Ia menanyakan kesiapanku akan konsekuensi yang akan diterima akan pilihan hidupku ini. PakGun berdiam diri, lalu menatapku tajam. Aku terus menantang tatapannya dengan berani. Akhirnya Pak Gun mau menerima keadaanku dikantor. Hari-hari berjalan lambat, Pak Gun menepati janjinya tidak memperpanjang masalahku hingga kantor pusat, tetapi setelah itu beliau tidak bicara lagi denganku, dan itu tidak menjadi masalah bagiku.

    Aku masih tinggal serumah dengan Ardi, tetapi jarang bertemu dan berbicara. Aku heran, Ardi sering di rumah dan jarang pergi. Ia sibuk dengan pekerjaannya dibantu Mas Harry yang setiap malam tinggal dirumahku sampai membuatku muak melihatnya. Bahkan aku berpikir Ardi dan Mas Harry memiliki hubungan spesial.

    Pagi di awal bulan Mei 2006.

    Setelah melakukan senam pagi bersama teman-teman kantor, badanku mendadak panas-dingin. Obat penurun demam dan minyak kayu putih tidak banyak menolongku. Tidak kuat menahan sakit, aku menumpang tidur di tempat kos Nanda, seorang teman kantor yang terletak tidak jauh dari kantor. Hingga siang kondisiku tidak membaik. Dalam keadaan seperti itu, aku hanya teringat kepada Zaenal. Nanada menelepon Zaenal yang rupanya sedang ada di Semarang. Zaenal menuju Solo begitu mendengar keadaanku.

    Ketika Zaenal sampai di kos Nanda, aku sudah kejang-kejang hampir mengigit lidahku sendiri. Aku segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Usus buntuku sudah hampir pecah. Aku harus segera di operasi hari itu juga. Nanda yang juga merupakan teman Ardi segera menelepon Ardi untuk datang dan menandatangani surat persetujuan operasi. Ardi menolak untuk datang, Nanda mengatakan kepada Ardi kalau seharus ia masih bertanggungjawab atas diriku.

    Dendy sepupuku datang, Zaenal nekat akan menandatangani surat persetujuan operasi, tetapi ditolak oleh pihak rumah sakit. Kondisiku sudah semakin kritis. Dendy terus memberiku dukungan. Beberapa menit sebelum aku harus memasuki ruang operasi, Ardi akhirnya menandatangani surat persetujuan oerasi. Aku sudah terlalu sering mengonsumsi obat penahan rasa sakit kepala seperti ponstan dan asam mefanamat mengalami kesulitan dalam pembiusan. Dosis biusku mencapai tiga kali manusia normal.

    Untunglah operasi berjalan lancar. Sejak Ardi datang, Zaenal bersembunyi dan hanya memantau kondisiku lewat Dendy dan Nanda. Lima hari aku dirawat di rumah sakit. Sekembalinya aku dari rumah sakit, Ardi mulai jarang pulang
    dengan alasan pekerjaan. Seminggu kemudian, ia pamit karena ada urusan di Surabaya. Sepeninggalan Ardi, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan diriku. Aku mengalami pendarahan.

    Zaenal segera ke Solo begitu aku meneleponnya tengah malam. Tanggal 26 Mei 2006, Zaenal melarikanku ke rumah sakit karena pendarahan hebat yang kualami hingga aku muntah mengeluarkan darah. Sesampainya di rumah sakit, tidak ada dokter spesialis yang bisa menanganiku, dan dokter memberikan dua opsi rumah sakit untuk rujukan Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang atau Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta. Aku memilih untuk ke menjalani pengobatan di Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta. Alhasil malam itu juga aku ditemani Zaenal dilarikan ke Rumah Sakit Dr Sardjito dan terpaksa menjalani rawat inap.

    Menjelang subuh, tiba-tiba ruangan tempatku menjalani rawat inap bergetar hebat. Tempat tidurku yang beroda sampai menabrak pintu, lampu gantung di atas tempat tidurku bergoyong hebat hingga aku takut lampu itu jatuh menimpaku. Aku tidak bisa bangun karena terikat infus. Zaenal yang sedang di kamar mandi segera keluar dan bersusah payah membantuku turun dari tempat tidur. Ia setengah menyeretku keluar kamar menuju halaman rumah sakit. Yogyakarta dilanda gempa hebat. Semua orang berlarian panik keluar ruangan.

    Menjelang siang, ketika kami mulai merasa tenang, tiba-tiba terdengar teriakan orang-orang yang mengatakan kalau terjadi tsunami. Aku seharusnya bisa berpikir logis karena Yogyakarta terletak jauh dari pantai. Namun melihat semua orang berlari ketakutan, aku pun ikut berlari. Sesampainya di halaman rumah sakit yang sudah kacau dengan jeritan orang-orang yang berlari ketakutan, langkahku berhenti karena tidak kuat menahan sakit.

    Jahitan diperutku sobek dan mengeluarkan darah segar. Begitu pula mulutku tidak tahan mengeluarkan darah, infus ditanganku juga mengeluarkan darah. Aku terpaku menatap diriku yang bersimbah darah. Aku jatuh bersimupuh, tidak kuat lagi berdiri. Zaenal menangis, ia berusaha menggendongku. Aku sudah melayang-layang antara sadar atau tidak sadar. Zaenal berusaha membawaku masuk kembali ke rumah sakit. Listrik mati dan tidak ada dokter. Aku hanya mendapatkan perawatan sekedarnya. Zaenal pergi dan kembali dengan ramuan Cina yang entah dapat dari mana untuk menutup luka diperutku dan kuminum agar pendarahanku segera berhenti.

    Keesokan harinya, barulah Ardi datang. Seperti biasa Zaenal langsung menyingkir dan pergi. Ia merasa lebih baik Ardi tdak perlu tahu kalau ia ada di Yogyakarta. Selama tiga hari, aku bertahan di rumah sakit tanpa perawatan memadai. Untunglah obat Cina yang diberikan Zaenal cukup manjur. Lukaku merapat kembali dan pendarahanku berangusr berhenti. Pada hari ketiga, aku meminta Ardi menjemput dan memindahkanku ke Solo, tetapi Ardi menolak dengan alasan harus pergi ke kantor.

    Pagi harinya aku meminta dipindahkan ke Solo, mengingat kondisiku yang mulai membaik, dokter pun setuju. Saat perjalanan menuju Solo Nanda meneleponku. Ia hendak mengembalikan motor yang kutitipkan pada kepadanya selama aku berada di Yogyakarta. Ia mengatakan kalau mobil Ardi ada di rumah, tetapi tidak dibukakan pintu. Aku curiga kepada Ardi yang mengatakankalau ia pergi ke kantor. Aku untuk pergi ke rumah terlebih dahulu sebelum ke rumah sakit. Rumah dalam keadaan terkunci rapat, tetapi aku bisa membukanya dengan kunci cadangan.

    Sungguh menyakitkan pemandangan yang harus kuhadapi. Ardi dalam keadaan tanpa pakaian bersama seorang laki-laki yang tidak kukenal di dalam kamar, di atas seprai kesayanganku bermotif burung cenderawasih. Laki-laki itu tunggang langgang memunguti pakaiannya dan berlari pergi. Ardi juga buru-buru berpakaian dan mengendarai mobilnya tanpa memedulikanku. Aku duduk terhentak di sofa ruang tamu. Aku sudah terlalu letih untuk mengejar mereka. Selama ini, aku telah berusaha kuatdan tegar menghadapi Ardi, tetapi kali ini rasanya sudah melampaui batas. Aku seharusnya masih terbaring di rumah sakit, tetapi Ardi malah asyik berbuat mesum di rumah kami. Aku mengambil sapu dan mulai menyapu rumah dengan air mata bercucuran dan perut terasa nyeri. Aku merasa harus membersihkan rumahku dari segala kotoran dan kemesuman yang ditinggalkan Ardi.

    Sepupuku Dendy tiba-tiba muncul dan memelukku, Ia mencariku di rumah sakit. Aku menangis dipelukan Dendy dan menceritakan semuanya. Setelah tangisku reda, Dendy memberiku segelas air putih. Dendy duduk disampingku dan menggenggam tanganku seolah ingin memberik kekuatan. “ Aku tidak harus bilang apa , Mas,,” suaranya bergetar,, “ Aku tahu kamu tidak butuh aku berkata ‘Kan sudah kubilang, jangan hidup bersama dengan Ardi’. Tapi jujur ini hal yang kutakutkan dari dulu,,” Dendy menatapku... “Mas selalu menjadi orang yang kuat, kali ini pun Mas harus kuat, Jangan biarkan ia menginjak-injak harga diri Mas. Jangan biarkan Mas terisap didalamnya. Aku enggak rela Mas. Sungguh aku gak rela. Dengan kejadian ini aku harap Mas bisa berpisah dengan Ardi,,” Dendy mengguncang bahuku,, “Mas Sembo yang kukenal tidak pernah mengenal takut. Aku melihat Mas jatuh berkali-kali hanya untuk bangkit dan bangkit lagi. Ayo Mas, tunjukkan siapa kamu Mas,,”

    Setelah keluar dari rumah sakit aku memilih untuk tinggal di sebuah hotel murah. Sahabat-sahabat ku berdatangan membawakanku makanan dan beberapa keperluan untukku. Mereka menawarkan agar aku tinggal ditempat sahabatku sampai aku mendapatkan tempat tinggal. Aku sudah memutuskan untuk tidak kembali ke rumah. Aku menerima tawaran sahabatku tinggal dirumahnya sambil aku mencari kosan atau kontrakan yang akan kutinggali.

    Akhirnya aku mendapatkan sebuah kontrakan tidak jauh dari rumah sahabatku. Aku bersama Dendy dan sahabat-sahabatku mulai mengemasi barang-barang di rumah. Saat itu, Ardi datang dan memarkir mobilnya menutupi pintu gerbang sehingga mobil pick-up yang mengangkut barang-barang tidak bisa keluar dari halaman. Ardi marah, tangannya mengenggam sebilah parang. Parang itu ia tempatkan dileherku, wajahnya tampak bengis.

    “Kalau kamu berani keluar selangkah saja dari rumah ini,aku bunuh kamu!!” desisnya.

    Aku menantang matanya dengan berani. Aku tengadahkan wajahku dengan sikap angkuh. “Silakan gorok leherku, Kamu pikir aku takut?? Aku gak takut sama kamu Mas!!”

    Ardi berteriak marah.

    “Kamu tidak akan bisa berpisah dariku!! Aku akan melakukan apa saja!! Kamu tetap akan jadi milikku!!” Ardi tertawa seperti orang kesetanan. “ Kamu tahu kan kalau aku bisa melakukan apa saja untuk menghancurkan hidupmu??”

    Aku tersenyum sinis dan tiba-tiba merasa kasihan kepada Ardi. Ardi seperti seekor binatang yang terluka, berusaha mempertahankan sesuatu yang sudah bukan miliknya, menyerang siapa saja dengan buas.

    “Aku tahu kamu bisa melakukan apa pun” kataku dengan nada sedingin es,, “Aku tahu kamu punya semuanya. Uang dan kekuasaan. Hanya satu yang kamu enggak punya, Mas....” Aku diam.

    Ardi menatap dan mencengkeram lenganku dengan kasar.

    “Apa yang aku enggak punya??”

    “Kamu enggak punya hati,,” Jawabku tegas seraya menyunggingkan senyumanku yang termanis.

    Aku menatapnya lekat dengan segala keberanian yang ku punya. Ardi tampak tercekat mendengar jawabanku. Perlahan, cengkeramannya mengendur. Parang terlepas jatuh dari tangannya. Wajahnya pucat pasi. Ia terhuyung menjauh dariku, lalu tanpa berkata apa-apa ia masuk ke dalam mobil dan berlalu pergi meninggalkanku yang jatuh terduduk di lantai. Tubuhku gemetar hebat. Ya Tuhan, aku merasa seperti baru saja lolos dari lubang kematian. Dendy menghampiri dan memelukku. Hari itu juga, aku pindah ke rumah kontrakanku

    Aku lelah dengan permasalahan dengan Ardi, sudah empat bulan Ardi belum mampu menerima kalau aku sudah bukan miliknya. Dan bahkan aku masih harus menyelesaikan masalah cicilan pembelian motor milik Ardi yang dibebankan pada gajiku. Aku sempat dirawat di rumah sakit selama tiga hari karena dehidrasi dan infeksi saluran kencing. Hari kedua aku sakit Zaenal datang ke Solo mendampingiku sampai keluar dari rumah sakit. Ia memabantuku membereskan barang-barangku. Aku berencana pindah ke rumah yang baru saja kucicil pembeliannya dengan berutang kepada koperasi kantor. Baru sehari keluar dari rumah sakit, tiba-tiba aku jatuh pingsan. Tubuhku demam tinggi dan seluruh tubuh rasanya sakit luar biasa. Aku kembali dilarikan ke rumah sakit.

    Aku menjalani berbagai macam tes dan rontgen, dokter sempat mendiagnosis aku gagal ginjal, tetapi kemudian menyatakan ada kesalahan diagnosis. Aku dipindahkan dari bagian penyakit dalam ke bagian penyakit saraf. Katanya aku menderita vertigo. Aku terus didiagnosis dengan berbagai macam penyakit yang tidak jelas. Zaenal mondar-mandir Solo-Jakarta dan meminta Mama mendampingiku. Seminggu di rumah sakit, akhirnya Mama datang.

    Dua minggu aku berada di rumah sakit tanpa mendapat kejelasan tentang penyakitku. Sampai akhirnya, dokter menyerah dan menyatakan esok hari aku boleh pulang. Zaenal mendapat tugas ke Jambi, sempat menunda keberangkatannya karena menungguiku. Namun paginya, ia berangkat ke Jambi. Sore hari, aku merasa sudah lebih baik dan gembira karena besok sudah diperbolehkan pulang. Aku sudah bosan berbaring terus.

    Selepas Magrib, aku merasa haus dan meminta segelas air kepada Mama. Ketika mencoba minum, aku merasa kesulitan menelan, seperti ada gumpalan besar di tenggorakanku. Aku melihat air di dalam gelas sudah berubah warna menjadi merah ungu kehitaman. Ada sesuatu yang menggumpal dimulutku dan ketika kuambil dengan tangan, ternyata ada gumpalan darah berwarna ungu kehitaman. Mama menjerit melihatnya, apalagi setelah itu aku mulai muntah darah.

    Mas Handoyo datang bersama istrinya Mbak Cristi. Mereka memberikan suplemen produk kesehatan,tetapi kondisiku terus memburuk. Dokter melakukan pemeriksaan dan hasilnya menunjukkan kalau trombositku hanya tinggal 5000, sedangkan manusia normal seharusnya 150000-450000. Hasil IgV CMV atau imunoglobulin infeksi lama mencapai 11,6 dan equivocal (nilai ambang batas, terlalu tinggi untuk dikatakan negatif, tetapi terlalu kecil untuk dikatakan positif) bila >4-<6. Sementara tu hasil IgM CMV/Imunoglobulin infeksi baru atau infeksi aktif mencapai 728.

    Aku mulai kehilangan kesadaran sampai terpaksa dipacu dengan alat jantung. Malam itu juga, dokter menyatakan kondisiku kritis. Aku dinyatakan koma. Mama pingsan ketika dokter meminta Mama menandatangani surat pernyataan kalau rumah sakit tidak bertanggungjawab atas kondisiku. Aku kehilangan banyak darah. Dini hari, aku ditransfusi darah oleh empat pendonor. Mas Handoyo sempat meminta tolong temannya, pengikut olah kebatinan Reiki, untuk membantu mengobatiku, tetapi terpental jatuh dari tubuhku. Hari itu antara sadar dan tidak, aku mendengar orang-orang membacakanku surat Yasin, sedangkan Mama sibuk membacakanku doa Rosario.

    Aku seeprti melayang di padang rumput hijau yang luas. Aku melihat dahan-dahan pohon tinggi dan langit biru yang jernih dengan awan putih bersih. Aku melihat wajah orang-orang yang kucintai, Yangkakung, Yangti, Mbak Vita dan Om Hari. Mereka semua melambai kearahku, mengajakku pergi bersama mereka. Aku sungguh ingin pergi bersama mereka, meninggalkan semua luka dan kepedihanku, tetapi kemudian aku mendengar suara orang banyak memanggil namaku “ Sembo...” dari kejauhan. Aku terjerembab kembali ke lubang hitam yang gelap. Tubuhku sakit luar biasa.

    Tiga hari aku berada antara sadar dan tidak sadar. Sungguh ajaib ketika aku bisa melewati masa kritis itu. Teman-temanku datang silih berganti menengok dan menjagaku di rumah sakit. Zaenal langsung kembali ke Solo begitu mendengar aku koma. Dari cerita teman-teman dan keluargaku, ia sangat terpukul dan tidak hentinya menangis. Ia setia mendampingiku sampai sadar dan keluar dari rumah sakit, dua minggu kemudian. Semua yang ia lakukan perlahan menyentuh hatiku kembali. Rasa cinta yang dulu pernah kurasakan, perlahan mulai bersemi kembali.

    Ketika aku keluar dari rumah sakit, Mas Handoyo menjemput dan mengantarku pulang. Di rumah, ia berpesan agar aku tidak lagi memendam masalah. Ia menceritakan tentang anehnya penyakit yang kurasakan. Mas Handoyo sempat menyinggung adanya kemungkinan aku dikirimi ilmu hitam oleh seseorang, tetapi entah siapa. Aku sendiri berusaha tidak memedulikan kecurigaan itu. Sampai aku keluar rumah sakit, tim dokter yang menanganiku tidak bisa menjelaskan secara pasti tentang penyakitku. Ada kemungkinan aku terkena demam berdarah juga komplikasi akutnya virus CMV-ku, tetapi itu baru kemungkinan. Dokter sempat menyarankanku agar aku dirawat lebih lama di rumah sakit untuk menjalani pengobatan antivirus melalui cairan infus, tetapi mengingat mahalnya biaya pengobatan yang harus kubayar aku menolak. Dokter pun tidak bisa menjanjikan kesembuhan apa-apa. Aku yakin kalau niat dan sugesti positif yang akan menyembuhkan, sedangkan obat-obatan hanyalah faktor pendukung.

    Beberapa hari setelah keluar dari rumah sakit, Ardi datang kekontrakanku. Selama aku di rumah sakit, ia rupanya pernah datang menjengukku, tetapi diusir oleh Pakdheku. Ia menanyakan keadaanku dan mengatakan kalau aku masih memerlukan beberapa perawatan lanjutan. Ia bersedia membiayai semua biaya pengobatan dengan syarat aku kembali dengannya. Ardi menarik napas panjang. Ia tampak resah dan mengalihkan tatapannya ke luar seperti menghindari tatapanku. Aku terus menatapnya tajam. Aku tahu, memintaku kembali adalah sesuatu yang merendahkan harga dirinya. Ardi gugup, ia menyalakan rokok dan mengisapnya dalam keheningan. Aku sengaja membiarkannya, lalu Ardi mematikan rokok yang masih separuh dan membalas tatapanku.

    Ardi menyesal atas semua yang telah terjadi. Ia memintaku kembali dan akan memenuhi semua yang kuminta asalkan aku berhenti bekerja. Aku butuh waktu beberapa menit untuk mencerna semua. Aku tersenyum lebar bahakan nyaris tertawa. Aku tahu, Ardi hanya ingin menguasaiku. Aku menolak. Aku hanya meminta ia melunasi cicilan motornya yang masih dipotong melalui gajiku. Sesaat ia sempat menoleh dan memintaku memikirkan tawarannya. Terlihat sosok marah, kecewa dan terluka dimatanya, tetapi aku tidak peduli. Ardi tidak menyambut tanganku yang terulur. Wajahnya merah padam. Aku sadar, aku telah melukai harga dirinya, Ardi pergi tanpa mengucapkan apa pun dan tidak pernah menoleh kembali.

    Sepeninggalan Mama, aku sibuk melanjutkan persiapan kepindahanku ke rumah baru. Zaenal mondar – mandir Jakarta – Solo untuk membantuku. Bulan Juni 2007, aku bisa pindah ke rumah yang kucicil selama enam tahun melalui koperasi kantor. Rumahku tipe 45, diatas tanah seluas 99 meter persegi. Rumahku sebetulnya sebuah kaveling perumahan yang terdiri dari dua belas rumah di daerah colo madu. Letaknya tidak jauh dari kantorku, hanya sekitar lima belas menit dengan kendaraan bermotor. Aku sangat bangga dengan rumahku yang kutata dengan cinta.

    Zaenal mengatakan kalau aku butuh perlindungan dan ia akan melindungiku dengan sering datang ke Solo. Aku menolak karena tidak ingin menjadi bahan pergunjingan, namun Zaenal terus meyakinkanku kalau aku harus mempunyai seseorang yang dapat melindungi aku. Ia pun bersedia menggantikan posisi Ardi. Aku menertawakan usulnya dan mengingatkan posisinya yang sudah memiliki istri. Zaenal berjanji akan melanjutkan proses perceraiannya. Selama proses itu, kami bisa memulai untuk berjanji hidup bersama, tetapi aku menolak usulnya. Bagaimana mungkin aku mau hidup bersama dengan Zaenal, apalagi ia sudah memiliki istri.

    Selama berhari-hari aku dan Zaenal memperdebatkan hal ini. Sungguh aneh , kekerasan hatiku perlahan mulai luntur. Zaenal mampu meyakinkanku. Zaenal terus membujukku tanpa kenal lelah. Ia bahkan bersumpah atas nama Allah dan Alquraan. Demi Ibu dan kedua anaknya, ia tidak akan menyakitiku. Ia bersedia membuat perjanjian tertulis apabila dalam waktu enam bulan tidak bisa bercerai dengan Dian, ia akan meninggalkanku. Apabila ia dipaksa membuat pilihan antara aku dan Ibunya, ia akan memilihku. Ia terus mencekokikudengan banyak kata cinta dan janji yang meluluhkan kerasnya hatiku.

    Butuh waktu satu bulan bagi zaenal untuk terus meyakinkanku agar menerima dirinya. Aku seperti tidak sadar, perlahan zaenal berhasil memengaruhiku. Rasa cintaku kepadanya perlahan mulai menggelora. Bukannya aku tidak pernah menyadari betapa terlarangnya cinta yang kurasakan. Bukan hanya sekali aku ingin melupakan, membuang cinta itu, mengubur bahkan mencampakkannya. Tetapi sungguh aneh, aku tidak pernah bisa, meski hanya untuk memulainya.

    Selama bertahun-tahun, semakin jauh aku mencoba lari dari Zaenal, semakin kuat keinginannya mengejarku. Aku ingat bahkan pernah mencaci maki dan menonjoknya karena nekat datang ke rumahku. Aku juga nyaris meludahinya karena terus mengganggu aku. Zaenal pernah menjadi mimpi buruk yang menghantui hubunganku dengan Ardi, tetapi Zaenal tidak kenal menyerah. Semakin hari, aku seperti semakin dibutakan olehnya. Aku sudah terlanjur melebur dalam cinta, tidak peduli cinta itu salah dan terlarang, bahkan menyakitkan sekalipun. Bagiku sudah terlambat menyesali cinta itu.

    Aku merasa sudah sampai di ujung letihku untuk lari dari kejaran Zaenal. Semakin aku lari dari rasa cinta, justru aku semakin terbelenggu. Aku tidak mampu lagi melukiskan keletihan hatiku. Zaenal terus membujuk, memengaruhi, memohon dan meyakinkanku bahwa kalau semua akan baik-baik saja. Ia berhasil meyakinkanku untuk merahasiakan semua dari keluarga dan teman-teman. Sungguh gila, aku memercayainya semua kata-katanya. Awal Juli 2007, aku menyerah. Aku merasa tidak mengenali diriku sendiri. Bagaimana harus kulukiskan dirimu, wahai letih, bila rautmu tidak lagi kukenali?? Menjelang pertengahan bulan Juli 2007, aku menerima tawaran Zaenal untuk menjalin sebuah hubungan seperti aku dengan Ardi dulu.

    Menjalin hubungan dengan Zaenal benar-benar perjuangan. Keesokan harinya setelah aku menerima tawaran Zaenal dan mendapati Zaenal ada disampingku, aku seperti orang linglung. Aku tidak tahu harus merasa bagaimana. Apa aku bahagia atau sedih?? Bukan hubungan seperti ini yang kuharpkan dan kuimpikan. Kegilaan macam apa yang merasuki otakku sehingga membiarkan diriku mengkhianati keyakinan dan prinsip yang selama ini kupegang erat?? Kenapa aku bisa terjerat kedalamnya?? Rasanya ku ingin bumi terbelah dan melompat kedalamnya. Aku bangkit perlahan dengan kepala sakit luar biasa,membiarkan Zaenal terlelap. Aku masuk ke kamar mandi dan berendam lama, berusaha menenangkan hati dan pikiran yang kacau.

    Ketika aku keluar dari kamar mandi, aku mendengar suara pertengkaran di ruang tamu. Ardi dan Zaenal bertengkar tentang hubunganku dengan Zaenal. Aku mengintip dari balik pintu kamar. Mata Ardi merah, ia mencengkeram kerah baju Zaenal. Zaenal mendorong tubuh Ardi dan Ardi pun balas mendorong. “ Bajingan kamu!! Jadi selama ini kamu niat merebut Sembo dari aku?? “

    Ardi mengancam akan menyeret aku dan pergi bersama dirinya. Ardi mencariku dan memaksaku untuk ikut dengannya. Namun Zaenal menahanku. Aku melihat wajah Ardi memucat, matanya basah oleh air mata. Ia memungut topinya, lalu berbalik dan pergi. Aku gemetar menyandarkan tubuh ke dinding, Zaenal memelukku. Aku menangis dipelukannya. Saat itu, Zaenal berjanji akan menjagaku.

  • sembo tuh banyak dicintai tapi ga lepas dr penderitaan yah. tapi mungkin buat beliau, penderitaan bisa hilang karna cintanya yang dalam. atau kebahagiannya ga terlalu disinggung di cerita ini? hehe.
    ada beberapa typo dan kalimat yang menurut saya kekurangan kata, imho. tapi tetep secara keseluruhan detailnya oke pake banget.. jempol buat @rendesyah (y)
  • Duh sengsara bgt dah nasib Sembo.

    Terharu bgt pas Sembo dido'ain oleh Mama dan teman²nya.
  • Keputusan yg bagus sembo, mulai sekarang bukalah mata hati n logika mu.
  • ini penderitaan trlalu berat utk seorang diri. ini mmg nisa mepicu penyakit psikosis, kalo gak sangat amat kuat doa.
  • ini penderitaan trlalu berat utk seorang diri. ini mmg nisa mepicu penyakit psikosis, kalo gak sangat amat kuat doa.
  • Cuma bsa bilang... Dilema ny hdup mu mas! Sabar ya. Hiks.
    Keren kak update-an ny.
  • Cuma bsa bilang... Dilema ny hdup mu mas! Sabar ya. Hiks.
    Keren kak update-an ny.
  • penderitaan yg teramat dalam, semangat terus mas,,

    btw, aku cewek lho mas :)
Sign In or Register to comment.