It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kami duduk berhadapan, di bagian paling dalam.
Kuperhatikan raut mukanya.
Paling kusuka adalah matanya. Terindah.
Jendela hatinya.
Dan Ubay gak berani menatap mataku.
Hehe. Malu mungkin.
'Makan dulu ae, di sekitar kampus. Lapar kan?' ajakku.
Ya, supaya kita bisa berlama-lama.
Belum tentu ada kesempatan lagi.
Aku merasa tenang dan aman bersamanya.
Cocok.
Entahlah, why?
Mungkinkah Ubay adalah separuh jiwaku?
Ah, Jatu.
Jangan berkhayal.
Yang pasti-pasti saja.
Nanti kamu kecewa.
Ubay is just a friend.
Teman yang kebetulan cocok dan enak diajak bicara.
Hmmm...
Tapi kalau aku jatuh cinta pada Ubay, gimana?
Jatuh cinta?
Falling in love.
Tuhanku, bolehkah aku jatuh cinta?
Dan 'kecewa' lagi di ujungnya?
I do NOT know.
Malam itu kami sempatkan makan fried rice dan mungkin Ubay tidak akan menyangka bahwa kami berdua live in the same area.
'Gak nyangka kan?' kataku.
Waktunya pulang.
Saatnya berpisah.
'Hmm. Ini bukan terakhir we meet kan?' tanyaku.
Ubay tersenyum.
'I need a friend to practice English with..' katanya.
'I'll be your friend.' jawabku.
Aku jabat tangannya.
'Mampir?' tawarku.
'Kapan-kapan aja mas.' katanya.
Sudah.
Kami berpisah.
Kupandangi ia dari pagar depan rumahku.
Ubay.
Electrove sudah mengalir.
Mulai kurasakan panasnya.
Grepe2 teman str8 tidur, intip str8 mandi.
Pernah sih 2 kali oral, he he he
intinya: gak pakai anal
Ketika hari berlalu, aku tetap sending him texts or just called him.
Rasanya tenang dan nikmat bisa berkomunikasi dengannya.
Ubay tetap 'mengimbangi' usahaku.
SMS tetap dibalas.
Telepon tetap diterima.
Aku merasa bahagia sekali.
Seperti remaja yang jatuh cinta di masa pubertas.
Semuanya terasa berwarna-warni.
Menyenangkan.
'Hm. Mampirlah ke rumah, ya. I invite you.' balasku.
'Mungkin agak malaman dikit. Jam 7-an. Atau 8-an.' tulis Ubay.
Memang ada barber shop dekat rumah.
Langganan Ubay.
'Aku cek buka apa gak ya.' kataku, sambil menyambar jaketku, siap melongok the barber shop.
'Buka kok. Kenapa gak sekarang aja. Belum antrinya.' kataku.
Barber shop itu memang ramai.
Sampai antri banyak.
'Okay lah. Aku berangkat sekarang ya mas.' katanya.
'Pokok selesai potong mampir ke rumah. Wajib. Gak boleh gak.' kataku.
'Iya mas. Ntar aku SMS kalau udah selesai.'
'Kenapa potong, kan belum panjang?'
'Risih ae mas. Aku berangkat ya. Aku mampir kok.' katanya.
Aduh, ini kunjungan pertama Ubay ke rumahku.
Langsung saja aku panik.
Kenapa panik?
Kamarku berantakan.
Persis sarang penyamun.
Kertas bertumpuk.
Majalah dan tabloid gak beraturan di mana-mana.
Botol air mineral bergelimpangan di sudut-sudut.
Belum debu yang menggila.
Tembok retak.
Kaca almari kusam.
Gak pernah kusapu lantainya.
Kasurku juga kacau.
Bantal gulingku tidak terawat.
Aduh.
Gimana kesan Ubay nanti ya?
Kamar tidur.
Kenapa langsung fokus ke kamar tidur?
Nakal ya.
Mau apa kamu Jatu?
Keep posting ya bro...
Ubay memang beda. Prinsip kami yang discreet dan prinsip lainnya yang kami 'sepakati' membuatku love him more and more.
Hopefully you meet another Ubay for you. Wish you luck.
Aku angkat kertas-kertas bertumpuk di meja.
Kurapikan.
Buku, kamus dan semuanya.
Debunya menumpuk juga.
Sampai ada sarang laba-labanya.
Benar-benar parah.
Tak pernah aku rawat kamarku.
Malam itu aku kerja bakti instan sendirian, dan cepat-cepat, untuk menyambut Ubay di rumahku.
Bukan.
Kamarku.
Tetap deg-degan.
Entahlah.
Ubay harus kerasan di sini.
Apa yang ada di otakmu, Jatu?
Apa lagi.
Entahlah.
Dalam waktu 20 menitan saja, kamar kapal pecahku sudah cukup rapi.
Tidak terlalu messy.
Aduh, sampai keringetan.
Entahlah, dalam pikiranku kala itu aku hanya ingin Ubay tahu bahwa aku beritikad baik padanya.
Tapi kau undang Ubay ke dalam kamarmu, Jatu.
Tempat tidurmu.
Ya, inilah tempat paling nyaman untuk berbincang.
Mau apa lagi?
Ruang tamu rumahku penuh barang, lebih kacau balau lagi, maka lebih nyaman Ubay ke kamarku saja.
Sudahlah, jujur saja.
Apa niatmu, Jatu?
Berdiri di depan kaca almari.
Memandang diri sendiri.
Cukup lama.
Tak mungkin aku bisa 'lebih' dengan Ubay.
Ubay muda.
Ganteng.
Gagah.
Stylish.
Bersih.
And me?
Aduh, gak ada yang bisa ditampilkan.
Malu.
Minder sebenarnya.
Mana mungkin, Ubay 'melirik' diriku yang biasa-biasa saja seperti ini.
Dan kau mengundangnya ke kamarmu, Gus?
Untuk apa?
Sadarlah.
Ayo, wake up!
Kuteguk sedikit airnya.
Ah, sudahlah.
Ubay cuma mampir.
Pertamakali kemari.
That's it.
Gak ada yang lain.
Bohong!
Kamu ingin yang 'lebih' kan, Jatu?
Ngaku saja.
Dalam hidup ini semua niat harus ditata.
Karena niat melandasi perbuatan kita selanjutnya.
Aku meneguk sedikit lagi air mineral di botol itu.
Biar agak dingin badanku.
Biar tidak dehidrasi.
Do you want to sleep with Ubay, Jatu?
Do you want to "do that", uhh?
Hati nuraniku berteriak-teriak mencari jawaban.
Entahlah.
Logikanya begini.
Ubay begitu menarik. Sangat lelaki sekali.
Tidak tampak kalau di adalah "people like us".
Masih muda. Ganteng. Stylish. Putih.
Gaya bicaranya menyenangkan.
Kenapa tidak, Jatu?
Tuhanku.
Ampunilah aku. Aku tak bisa menjawab ini semua.
Kalau diingat, detik-detik kemarin, maka aku hanya memburu para straight pecinta wanita untuk mendapatkan sari "kelelakian" mereka.
Meraba dalam tidur, mengajak mereka menonton Blue Film, merangsang mereka dan apabila beruntung----di kala gairah memuncak maka aku akan "memanfaatkan" situasi.
Sudah.
Puas.
Apakah Ubay straight?
Apakah Ubay pecinta wanita?
He looks like a straight.
Yet, Ubay is the same as I am.
He is a gay.
Jatu, apakah engkau sudah berubah?
Sekarang kau "memburu" seorang gay seperti dirimu?
Rasa yang muncul ketika aku berada di dekat Ubay tidak sama dengan rasa yang tercipta ketika aku bersama dengan Abdul Rohim, Rizal, Panca, Dimas maupun Yudhi.
Aroma keringat yang berbeda.
Getaran yang tidak sama.
Detak jantung yang tidak seragam.
Kalau aku boleh jujur---pada hati nuraniku, maka akan kukatakan.
Dengan lantang pada dunia.
Bahwa berada di dekat Ubay bisa membuat sisi lain yang susah sekali dideskripsikan dengan kata-kata, meski dalam bahasa Indonesia sekalipun.
Berada di samping Ubay, maka aku akan menatap matanya yang indah.
Merasakan aroma yang menyegarkan.
Merasakan kehangatan.
Mengalami detak jantung yang dari teratur biasa menjadi lebih berderu---lebih cepat.
Lebih bersemangat.
Lebih bergetar berfrekuensi lebih sempurna.
Berada di samping Ubay---membaca pesan singkat SMS-nya saja, membuat kulitku merinding.
Ketika suaranya terdengar di ujung earphone dan handsfree-ku maka rasa itu semakin dasyat tercipta.
Bak gelombang yang menyapu sekujur badanku.
Menyapu lembut namun semakin kuat.
Bergelombang-gelombang.
Tubuhku merinding.
Saat bersama Ubay, dapat kulihat pandangan mata yang menakjubkan.
Jendela hati yang tak bisa kututupi.
Aku melihat display ter-terang dalam hidupku.
Tuhanku.
Bersama Ubay, semuanya lain.
Rasa dasyat itu tidak dapat kujumpai pada Abdul Rohim, Rizal, Yudhi, Panca maupun Dimas.
Dan yang terhebat adalah aku merasakan energi terbesar dalam sejatah hidupku.
Energi itu kusebut ELECTROLOVE.
Listrik cinta yang mengalir partikel demi partikel.
Dan aku adalah "konduktor"-nya.
Aku adalah perantara yang baik.
Dalm ilmu Fisika aku merasakan getaran listrik itu mengalir ke setiap bagian tubuhku.
Tak bisa kuhindari.
Tak bisa kuhentikan.
Tuhan.
Aku sudah jatuh cinta.
Aku merasakan romansa yang gak bisa aku tolak.
Aku menyerah dalam genggamannya.
Listrik cinta.
ELECTROLOVE.
Salahkah aku Tuhan?
Jika malam itu aku menuruti romansa hatiku---gelisah dan gejolak hatiku untuk menuju kulminasi tertinggi?
Mengirimkan pesan PM secara tiba-tiba, di kala aku sangat "panas membara" menuliskan kisah The Pasar Besi Boys di forum.
Di saat aku sangat "bergairah" memenuhi hasrat biologisku sebagai pemburu straight yang "sangat menderita"---tapi jahanam----yang menggerakkan jari-jari tanganku di keypad ponsel dan meng-upload kisah-kisah itu di internet.
Tiba-tiba saja aku terhenyak.
Apakah Ubay mengenalku.
Apakah Ubay tahu aku.
Ketika dia menyebut tempat-tempat yang begitu bersejarah dalam hidupku.
Aku menerima sangat banyak PM di inbox-ku.
Dari banyak anggota forum lainnya.
Banyak. Berbagai macam isinya.
Memintaku melanjutkan cerita, meminta foto para straight atau sekedar memberi semangat saja, atau bahkan mencaci maki.
Namun si "Kalajengking Merah" ini memang "berbisa".
Ia menebarkan bisa terparah langsung ke syaraf otakku.
Dan aku tak bisa menghindar.
Aku baru percaya bahwa takdir Tuhan benar-benar maha perkasa.
Tak pernah hatiku bergerak sekencang ini, saat aku benar-benar 'pasrah' untuk membuka diri----from my being discreet---menjadi terbuka pelan-pelan.
Dengan bergetar kukatakan pada Ubay " I am a total gay. Inborn."
Kukatakan dengan memikirkan segala resiko bahwa aku adalah gay yang sesungguhnya---mulai lahir.
Mungkin.
Dan aku lega mengatakan itu padanya.
Apakah arti "discreet" buatku?
Apakah makna-nya saat aku membuka diri pada seseorang yang baru aku kenal beberapa hari saja?
Apakah aku gila?
Aku terlalu percaya?
Terlalu terburu-buru?