It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Tampilan biasa apa adanya.
Dan yang jelas aku bukan chubby. Gak item. Dan gak gendut.
Aku seperti lelaki pada umumnya. Biasa saja.
Tampil straight.
Wajar apa adanya.
Mungkin aku datang terlalu dini. Too early.
Kusandarkan punggungku pada tiang halte.
Kupandangi jalan raya di depan yang mulai gelap.
Lampu-lampu mulai bekerja menerangi.
Sarinah berpendar putih terang. Menara merahnya tampak gagah berdiri.
Orang-orang bergerak dari satu penjuru ke penjuru yang lain.
Membawa tas.
Membawa belanjaan.
Menggandeng anaknya.
Ada yang sibuk menulis pesan di hapenya.
Ada yang menyeberang jalan.
Beberapa lainnya bergerak melintas di depan halte.
Aku hanya ditemani seorang Bapak tua yang mangkal di halte itu dengan becak kosongnya.
Kuambil nafas.
Aku menggeleng.
'Mboten pak. Ngrantosi rencang.' kataku, menunggu teman.
Dia mengangguk.
Beberapa kali mikrolet AG berhenti di depanku dan menawarkan Arjosari, Blimbing atau Celaket.
Aku menggeleng terus.
Aku menunggu Ubay, pak.
Kataku dalam hati.
Dingin.
Jangan-jangan Ubay tidak datang.
Sebenarnya pingin kutelpon dia, tapi segan.
Gak enak saja.
Sabar, Jatu.
Belum ada.
Belum muncul sama sekali.
Gelisah?
Ambil nafas.
Ini bukan kencan.
Just a simple encounter.
Pertemuan biasa antar teman.
Friends?
Kok gemetar begini.
Jangan ke-GR-an kamu, Jatu.
Belum tentu Ubay merasakan hal yang serupa.
Jangan berangan terlalu lepas ke atmosfir terluar.
Jangan banyak berharap.
Nanti kecewa.
Jatu, this is a 'critical' step.
Bagaimana jika engkau benar-benar jatuh cinta pada Ubay?
Akankah engkau sanggup menanggung beban berat, efek samping yang muncul berikutnya?
Have you ever heard of 'the Domino Effect'?
You pretend to be at least.
Then your identity as a 'gay' will be revealed.
Are you ready socially?
You will be seen here and there with this Ubay.
Will your surroundings see that as normal?
Your Mom?
Your Dad?
Your colleagues at work?
People around you?
How do you take the responsibility?
Are you ready to be 'open'?
Being the object of suspicion?
Teriakku pada my conscience.
Aku cuma ingin bertemu Ubay.
Sudah. Ketemu saja.
Ada yang salah?
Hei, Jatu.
Dia anak Borneo.
Kamu anak Jawa.
Ingat jarak kalian ketika dia pulang nanti.
Maukah engkau menderita, Gus?
Mau merasakan perihnya hubungan jarak jauh?
Hentikan. Hentikan langkahmu, Jatu.
Distance?
Tuhan. Benarkah Electrolove, listrik cinta ini begitu kuatnya mengaliri aku?
Tuhan, mengapa?
Aku siap gak ya?
Berkecamuk semua.
Siap. Siap.
Sudah waktunya siap.
Menanggung resiko seburuk apapun.
Jatu siap.
Tuhan.
Itu dia. Ubay!
Ubay menyeberang tepat di jalan depan yang tegak lurus dengan halte Gramedia ini.
Ubay.
Jantungku mulai ber-marathon cepat.
Ubay is coming, dengan sweater merah lengan panjangnya.
Aku mengatur nafas.
Dia menyeberang jalan.
Dalam hitungan detik kami akan saling bertemu.
Electroencounter.
Pertemuan yang penuh 'listrik'.
Ubay pasti sudah melihatku dari kejauhan.
What will his reaction be?
Straight sekali.
Pakai jeans.
Rambutnya gak keriting ternyata.
Dia setinggi aku.
Cuman lebih tegap. Lebih berisi.
Ah..
Gantengnya.
Jujur. Dia ganteng. Lebih hot aslinya. Hmmm..
Aku deg-degan gak karuan.
Malu. Segan. Tak punya harapan.
Ah. Gimana ini. Harus bagaimana. How to act.
Ketika Ubay sampai di halte, aku beranjak mendekat. Kujulurkan tanganku. Aku menyalami tangannya.
'Hai.. Akhirnya kita berjumpa juga.' kataku.
Sumpah. Aku gugup sekali.
Kok jadi begini.
Mana kehebatanmu, Jatu?
Ubay menyambut tanganku.
Tersenyum.
Maka terjadilah pertemuan perdana kami.
Jatu dan Ubay.
Aku penulis The Pasar Besi boys dan Yudhi the konter boy, si jatulelaki.
Dan Ubay adalah salah satu pembacanya, member forum juga. Si 'Kalajengking Merah'.
Dipertemukan karena PM dan sama-sama curious.
Terjadilah.
Kikuk rasanya.
Di halte Gramedia yang terbuka. Banyak orang lewat di sana.
'Duduk sini aja. Gak apa kan?' tanyaku, sambil menunjuk tepian pagar Gramedia.
Ubay mengangguk.
Dia lebih tenang. Entahlah.
Mungkin sudah sifatnya.
Kami duduk berdampingan di sana. Memandang jalan.
Melihat lalu lintas dua arah di depan yang saat itu padat.
Ah..
Akhirnya bertemu Ubay juga.
Akhirnya terwujud juga semua angan selama ini.
nya...
Nice story btw,..
Thanks buat semuanya.
Really appreciate that.
Di tepi jalan, tepi trotoar, sebelah selatan halte.
Gak peduli orang lewat.
Senang sekali hatiku.
Tapi keringetan.
'Hmm. Ya inilah aku. Gimana? Jelek kan?' kataku.
Ubay memang berlogat Melayu-Borneo. Khas banget.
Logat Indonesia agak Malaysia.
Suka.
Unik.
Dia tersenyum.
Aku suka melihat matanya.
Aduh, Tuhan.
Bulu matanya sweet sekali.
Panjang-panjang.
Halus.
Mata terindah yang pernah aku lihat.
Ubay setinggi aku.
Mungkin lebih tinggi aku beberapa senti.
'Aku kayak mimpi bertemu mas. Hmm. Gak nyangka.' katanya.
Aku keringetan.
Terus.
Gerah gak karuan.
My first encounter yang memang menggugupkan aku.
Gugup.
Mungkin malu.
Lampu Gramedia menyala terang di punggung kami berdua. Bersinar di belakang.
Bagaikan background---seolah matahari tenggelam.
Romantis.
Indah.