It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
biasa indokoko suka ilang.
buat bf penasaran.
gimana dengan riduan?
aduh lama bgt.
Karangannya sungguh memikat
Tiap kata tiada terlewat
Kubaca ulang masih tetap nikmat
. .
dickman
jatulelaki
indokoko
remy
a hong
bibay
ditox
blue bunny
Ini kisah nyata atau fiksi belaka? Rasanya belakangan bnyk bgt tulisan di boyslove yg 'too good to be true..'
Beda umur gw n yayang jg sama dgn beda umur loe dgn your boss (in this story).
Gw seneng baca percakapan loe di cerita ini, keliatan kalo loe cukup dewasa for ur age.. Apa krn typical marketing gay (ups guy) ya? Gw kayanya perlu belajar utk bisa menghadapi sub ordinat gw kaya loe..
The most exciting part is.. Gw sedikit banyak berharap utk mengalami kejadian yg sama, karena kebetulan gw baru interview staff baru gw yg kebetulan cowo (setelah sblmnya banyakan cewe), yg bakalan masuk tahun dpn.. Hehe (walo bakalan diamuk yayang kalo kejadian beneran!)
Anyway.. Keep on writing! Tambah penasaran dgn kisah cinta segitiga (atau segi banyak?) antara loe, ur boss n ur personal assistant!
One last comment: plot yg menarik dgn menggabungkan alur maju dan mundur sekaligus!
deket-deket akhir taon gini kerjaan banyak banget
nih lanjut lagi ya
Mungkin dia berpikir seperti aku juga.
Bahwa akan ada kelanjutannya setelah dinner.
Well, it’s a date, isn’t it?
Membayangkan kelanjutannya saja sudah membuatku hampir terengah-engah.
Membuat celanaku sesak.
Aku memesan sirloin steak, dengan black pepper sauce. Aku butuh sesuatu untuk stamina, kalau-kalau saja ini akan menjadi malam yang panjang. Lagipula aku memang lapar. Bersama Riduan selalu saja pikiranku menjadi liar. Apakah karena memang fisiknya yang indah. Padahal aku berani bersumpah pada saat ini yang kurasakan lebih dari sekedar fisikal.
If it’s not love, it’s definitely lust.
Maybe there is only a fine thin line between those two.
Senyumnya,
Tatapan matanya,
Tawa candanya,
Selalu membuatku ingin menciumnya.
Ingin memeluknya.
Ingin menelanjanginya.
Hhhhh...
”Lagi diet?” Tanyaku.
Dia tersenyum lebar. ”Gak lah. Tadi sore sebelum balik kantor ditraktir bakmie sama Santi di depan kantornya.”
Santi?
”Anak buahnya Ibu Rita yang ikut kita lunch di Shangri-la.” Jelasnya ketika melihat tanda tanya di mataku.
”Ohh.”
Santi yang centil itu.
Aku memesan segelas red wine, dan ia memesan segelas draught beer. Ia meminta saladnya untuk dihidangkan bersama-sama dengan pesananku. Waiter itu mengulangi pesanan kami kemudian berlalu meninggalkan kami.
”Jadinya kamu cuma nemenin aku makan.” Kataku.
”Nyopirin juga.” Balasnya.
Aku tersenyum geli.
”Kalo gitu birnya gak boleh nambah. Aku boleh nambah red winenya”
”Go ahead. I’d love to see you drunk.” Jawabnya tersenyum, menatap mataku dalam-dalam.
What’s the plan?
Supaya kamu bisa membopong aku masuk ke kamarku?
Pasti aku takkan melepaskan rangkulanku.
***
Dinner bersamanya benar-benar menyenangkan. Apapun yang kami bicarakan selalu menjadi menarik. Dan perhatian dalam tatapan matanya yang dalam menatapku benar-benar melambungkan sukmaku. Di depannya aku merasa bisa menjadi diriku seutuhnya. Tanpa sedikitpun aku merasa harus berpura-pura.
Tatapan matanya itu begitu terasa mencintaiku. Dalam dan tulus. Dan ada sirat kekaguman dalam sinar matanya saat menatapku. Apa yang dikaguminya dari aku? Apakah karena aku atasannya? Aku bahkan tidak merasa berhak untuk dikaguminya. Aku yang kini mengaguminya setulus hatiku. Kekagumanku kepadanya telah mengalahkan pikiran-pikiranku yang melecehkannya secara fisik. Aku juga tidak tahu bagaimana aku harus menjabarkan kekagumanku.
Mungkin karena tulusnya senyumannya kepadaku.
Atau ketegarannya menghadapiku selama ini.
Atau mungkin tatapan matanya yang membuatku mabuk kepayang.
Apa lagi yang aku tunggu?
Sudah pasti ia mencintaiku.
Sudah pasti aku mencintainya.
Aku bahkan tidak perduli beberapa waiter memperhatikan kami dan mungkin bertanya-tanya dalam hati mereka. Ada apa dengan dua lelaki yang dinner berhadapan dan saling memandang dan tersenyum penuh perasaan. Atau beberapa tamu lain yang melirik ke arah meja kami. Mind your own business!
Aku memang tidak perduli.
Aku hanya perduli senyumannya
Aku hanya perduli tatap matanya.
***
Sekarang ia di hadapanku. Aku memintanya untuk tinggal malam ini dan ia mengangguk tersenyum.
Sekarang aku menggenggam tangannya. Aku gemetar. Ini saat yang aku tunggu-tunggu. Saat-saat yang telah beratus-ratus kali terbayang dalam khayalanku.
Bukannya emang mengharapkan gitu... :?