It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hehehe... kayaknya judulnya diganti aja yaa.. Kan ada juga yang comment kalo judulnya old fashion banget!
He has a family.
Aku lebih suka jika ia menganggapku sebagai sex toy. Sex adventure. Boy toy. Or whatever he wants to call it. But loving me? Really loving me? That’s just crazy.
”Aku janji dinner sama Riduan.”
”Come to my house after that. Dia gak tinggal di apartmentmu kan?”
”No.” Aku menggelengkan kepala
”No?”
”Dia gak tinggal di apartmentku.”
”Kamu pernah cerita ke Riduan tentang kita?”
Aku menggeleng.
”Kamu rencana untuk cerita?”
”I don’t know.”
Sempat beberapa kali terpikir untuk menceritakannya. Tetapi rasanya selalu tidak cukup alasan yang baik untuk menceritakan hubunganku dengan pak Willy kepada Riduan. Lagipula itu toh sudah berlalu. Tidak ada urusan dengannya, kecuali bahwa pak Willy adalah Omnya. Om Willy untuk Riduan, yang membantu mensponsorinya kuliah di London. Dan ia bagiku my ex-lover. Selingkuhanku, atau lebih tepat aku selingkuhannya.
Tetapi sampai sekarang, setelah hampir satu bulan resmi berkencan dan belasan making love sessions, tidak sekalipun Riduan pernah berkata mencintaiku. Akupun tidak pernah berkata mencintainya. Sepertinya kata-kata I love you tidak terdapat dalam kosa-kata kamus kami pada saat berdua.
Apakah ia mencintaiku?
Dari tatapan matanya aku yakin ia mencintaiku.
Dari sentuhan lembutnya aku percaya ia menyayangiku.
Tetapi mengapa ia tidak pernah mengucapkan kata sayang atau cintanya?
Apakah ia menungguku memulainya?
”Gimana, Jun?”
Aku memijat leherku yang tiba-tiba terasa kaku dengan telapak tanganku.
”I love that neck.” Katanya perlahan. Menatapku dengan lembut. Tatapan yang begitu dalam mencintaiku. Mengharapkanku. Sesuatu yang luput aku perhatikan selama bersamanya. Atau mungkin dulu tidak pernah sebesar saat sekarang. Saat setelah kita berpisah. Apakah memang kita selalu menginginkan yang tidak mudah kita dapatkan.
Aku terbayang tangannya yang sedang memijat leherku pada saat aku bersandar di pelukannya. Dan ia akan mengecupnya dengan lembut dan mengatakan betapa ia mencintaiku. I used to think that was just a sweet lie.
”Hai.” kataku setelah mendengar suara Riduan di ujung sana.
”I won’t be able to make it for dinner. Sorry... Aku masih lama sama pak Willy.”
Pak Willy terus menatap mengawasiku menelpon. Riduan tidak keberatan ataupun curiga. Lagipula apa yang harus dicurigainya.
Aku mengakhiri percakapan teleponku dengan ”I’ll see you tomorrow.”.
”Saya di nomor berapa sekarang?” Pak Willy bertanya setelah aku menyimpan handphoneku.
”Nomor enam.” Aku tersenyum. Dia tahu dia dulu di nomor 2.
”Sekarang Riduan di nomor 2?”
”Nomor 3”
”Wah. Siapa yang di nomor 2?”
Aku tertawa.
”Mau check-in di sini?”
Aku menggeleng. Aku bosan short time di hotel dengannya.
”Bapak gak pernah nginap di apartment saya.”
”Kamu juga gak pernah nginap di rumah saya.”
Di rumahnya ada banyak pembantu.
”Dinner di tempat saya jam 7, ok?”
Aku melihatnya tersenyum. Kebahagiaan terpancar di dalam sinar matanya. Membuatku ikut merasa bahagia. Am I making the right decision?
***
Keep writing, ya mas!
Biaya rekomendasi judul....
di balas ya
thx
Mnrut gw story loe emg oke & gaya bhsa nya jg enak.
Dr stu dpt gw simpulkan klo loe tipe org yg cerdas & pnter mnyusun kata2.
Nice person with nice story!
Good luck!
Thanks.
Mnrut gw story loe emg oks bgt & gaya bhsa-nya jg enak.
Dr stu gw dpt simpulkan klo loe tipe nice person or cerdas.
Nice person with nice story.
Good luck!
Thanks.
@ akn_arjun88 : udah dibales kann… hmmm…gw tunggu terus sms nya
@ blueriyo : ayo deh bikin acaranya… gw sediain kamar hotelnya n minumannya… (loh… loh…)
@ Dhitho : makasii supportnya… iya pasti terus nulis kok at least sampai tamat
@ Ditoxku1 : cerita km jg seru loh… inget masa2 SMU dulu
@ Esa Mulyana : biayanya apa ya? Jgn mahal-mahal yaa… (wink)
@ fandry : thank u, thank u ….
@ feffendy : pantunnya bikin melayang… (kayak minum whiskey cap playboy khuntien) hehehe….
@ habiebie : bantuin blueriyo bikin acaranya tuh
@ hAm_HaM : moga udah seleai mood sendu senduannya ya… kekekeke
@ istjustnotme : thanks ya, say… tar kalo lebih erotis jadinya parno wkwkwkwk…
@ jujul : mmmuaachh… speechless neh.
@ libraboy : keknya nasib lebih banyak bikin gw main ama married men. Hiks hiks…
@ me0303 : makasiiiiiii… bu…
@ rainbow_bdg : pasti lanjut maaang… tapi pijitin dulu donk…
@ sirro : kalo threesome? Hmmm… tar ama MOD dipindahin ke boyzsex. Padahal ini cerita tentang perasaan. MOD jgn pindahin yaaa…
@ SonicBoy89 : Satu lagi pria romantis di BF… bungkuuus.
@ The Eagle Eye : thank u yaa… (hehe… tapi ga berani nerima pujiannya… beraat)
Moga ga ada yg kelewat... Buat semua yg udah mampir di warung gw.. Makasiii...
Aku menyandarkan tubuhku dalam pelukannya. Mataku masih menatap televisi. Tetapi pikiranku melayang, tidak mengikuti ceritanya sedikitpun. What am I doing? Why am I doing this? Mengapa membuatnya bahagia penting bagiku. Dan tidak mengecewakannya menjadi sesuatu yang berharga bagiku.
Apakah ia menggantikan sosok ayah yang selama ini hilang dari hidupku. Aku tidak pernah dapat menemukan jawaban pasti di dalam hatiku. Aku hanya tahu bersama pak Willy hidup ini tidak pernah complicated. Seolah-olah apapun permasalahannya, ia selalu punya jalan keluarnya. Dan sifatnya yang tenang dan bijak, meskipun kadang terkesan berlebihan, selalu menenangkanku. Kebaikan hatinya meluluhkan hatiku.
Jika aku menempatkan diri di tempatnya, apakah aku masih bisa bersabar melihat anak buahku meninggalkanku begitu saja setelah tidur bersama sekian lama.
Meskipun perpisahan itu aku lakukan untuk sebuah kebaikan. Kebaikan menurut siapa? Bukankah ia tidak pernah menuntut apa-apa selama jalan denganku. Jika aku berkeberatan atas statusnya yang berkeluarga sementara ia tidak pernah berkeberatan apapun tentang aku. Lalu apakah adil aku menuntutnya ini dan itu?
Jika demikian maka bukankah aku yang egois. Meskipun aku melepaskannya karena memikirkan keluarganya? Siapa yang menyuruh aku memikirkan keluarganya? Sementara selama ini toh perjalanan keluarganya baik-baik saja. Kalaupun ada sedikit kecurigaan dari mbak Kris, itu sudah berlalu dan semuanya kembali berjalan dengan baik. Apakah aku ingin menuntut memilikinya sepenuhnya untuk diriku?
Suatu saat Riduan pun akan menikah. Aku tak akan pernah bermimpi untuk menghalanginya menikah. Bukankah suatu saat aku juga akan menikah. Bukankah pernikahan antara dua orang pria masih juga terasa janggal di benakku. Aku mencintai pekerjaanku, statusku dan kehidupanku yang normal. Normal dalam tanda petik. But then again, berapa banyak orang yang benar-benar normal di dunia ini? Apakah being straight menjamin seseorang benar-benar normal dalam kehidupannya? Absolutely no guarantee.
Dan lagi, aku masih ingin memiliki anakku sendiri. Anak yang aku besarkan dengan cinta kasih penuh dari seorang ayah yang dapat dibanggakannya. Anak yang tentunya aku dapatkan dengan menikahi seorang perempuan. Dan aku yakin aku masih punya banyak tempat di hatiku untuk dapat menyayangi seorang perempuan. Ibu dari anak-anakku. Dan aku ingin anak-anakku merasakan hidup bahagia seutuhnya, merasakan kasih sayang sepenuhnya dari ayah dan ibu yang lengkap. Tanpa harus menjalani kehidupan penuh cemooh dalam masa pertumbuhannya. Tanpa harus melalui apa yang pernah kulalui.
***