BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Dia..Lelakiku

123457

Comments

  • iya.. lagi banyak kerjaan *loh bisa posting di sini.. haha*

    Itu kelanjutannya dah ada di kepala (karena bener2 kejadian koq. hehe). Jadi.. bersabarlah...

    *kalo di forum sebelah, ada penulis cerita juga. Kalo ga ada yang komen, dia apus semua ceritanyaa.. huahaha.. apa gw juga gito aja yaa?? Toh, jg ga ada yang baca kan?*
  • Waduh mas reis.. Jgn d apus ya.. Gw nungguin terus kok ceritanya..
    Semangat..!
  • Untuk sesaat, aku tergugu. Seorang lelaki kini tengah telanjang di hadapanku. Tetapi mr. happy-ku di bawah sana tak jua bereaksi.

    Pertanyaan itu begitu keras menampar alam bawah sadarku.
    Aku sedang apa sih?

    Rasanya seperti tersiram air dingin di pagi buta, ketika matamu masih terpenjam rapat dan terbuai dalam mimpi. Rasanya mendadak seperti disadarkan dari amnesia berkepanjangan.

    Aku tidak sedang membangun kembali reruntuhan hatiku. Aku malah membiarkan diriku terkubur semakin dalam di puing-puing itu.

    Aku menatap lelaki itu. Belum pernah sebelumnya aku merasa jijik melihat seorang lelaki telanjang.

    Tidak. Aku jijik pada diriku sendiri.
    Aku merasa tak lebih dari sekadar objek nafsu. Objek seks.

    Aku bangkit, menepis tangannya yang meraih bokserku.
    Kupungut baju dan celanaku, kemudian beranjak ke kamar mandi.

    Lima belas menit aku mengurung diri di dalam sana.
    Dan ketika keluar, kami hanya saling bertatapan. Aku membisu. Ia terdiam. Hening yang pekat terasa membungkus.

    Ingatanku kembali pada malam ketika kujual tubuhku ini.
    Lalu pada Tomi.
    Aku..
    kangen..
    padanya...

    Dan kukira aku menyadari apa yang hilang dari diriku.
    Kukira aku menyadari, bahwa aku sedang menyia-nyiakan diriku sendiri.
    Tomi tak akan kembali padaku. Dan pelarianku tak akan membawakan apa-apa.

    Keluar dari Santika, aku mengirimkan pesan SMS kepada Tomi. Menceritakan semuanya. Semuanya. Dan mengucapkan selamat tinggal yang terakhir kali.

    Kukira memang itu yang hilang dari diriku.
    Tapi, hanya waktu yang tahu. Ada sesuatu yang lain, yang lebih penting, yang hilang dari diriku. Sesuatu yang kuketahui lama setelahnya.
  • wah seru nch storynya..
    ditungguin ya bro lanjutannya..
  • Dari atap rumah kostku, aku menatap jalanan Surabaya. Langit sudah menggelap, pekat, dan hitam. Tak ada bayangan awan. Tak juga bintang.

    Kurasakan angin malam berhembus. Sesekali kencang, sesekali menyepoi. Membelai anak-anak rambut di dahiku. Membelai bajuku, dan berbisik tentang waktu di telingaku.

    Motor dan mobil masih berlalu lalang, meskipun waktu sudah menunjukkan jam 11 malam. Akhir-akhir ini, roda perekonomian barangkali tengah menggeliat. Aku menyeruput soda dari kaleng coke. Sedikit sedikit.

    Dan aku ingat kembali lelaki-lelaki yang pernah hadir dalam hidupku. Lelaki yang pernah memelukku. Membelaiku. Menciumiku. Sampai menyatu denganku. Aku merasa telanjang.

    Aku ingat Tomi lagi. Tapi kali ini, aku tak merasa gagu. Tak merasa galau. Tak merasa gundah. Kucari-cari serpihan rasa kangen itu di dalam hatiku. Tapi nihil. Tak ada juga amarah. Cemburu. Apakah ini kemajuan?

    Aku menghirup lagi aroma cola di kalengku. Dan kali ini, bayangan Heri menjelma. Aku tersenyum. Samar. Sudahkah lelaki itu beranjak dari masa lalunya?

    Sejak pertemuan dengan Andrew, aku tak lagi merasa sepi. Aku tak lagi merasa perlu membuat benteng atas Tomi. Untuk apa? Semakin keras aku berusaha melupakan dia, semakin sulit pula menghentaknya pergi dari benakku. Aku harus berhenti bersikap cengeng. Ia mencampakkan aku. Tapi itu tidak berarti aku tak berharga. Tak berarti pula aku harus menunjukkan pada dunia, pada lelaki-lelaki, bahwa aku berharga.

    Kuremas kaleng coke hingga penyok.
    Aku beranjak dari atap.




    [end of chapter 3. continued to chapter 4...]
  • makin menarik nih, ayo reis lanjutin
  • [chapter 4..]


    Di depan cermin, aku berkaca. Lama. Menatap diriku sendiri. Lekat-lekat.
    Seraut wajah yang kutemui setiap hari. Seraut wajah yang dulu sekali, pernah memiliki angan yang tinggi. Seraut wajah yang merindui adik perempuannya di Bali. Seraut wajah yang pernah menjual tubuhnya untuk menebus utang ayahnya. Seraut wajah yang pernah jatuh cinta. Seraut wajah, yang setelah berjibaku dengan tugas kuliah, hari ini berhasil menyelesaikan kuliahnya..

    Aku kangen pada papa. Pada mama. Pada Bali. Kupenjamkan mata. Kutarik napas dalam-dalam. Kucoba merapikan dasi yang terasa mengikat di leher. Kuraih jas hitam. Dan toga.

    *

    Balairung tampak begitu ramai pagi itu. Mahasiswa-mahasiswa yang baru saja menyelesaikan kuliahnya berkumpul, bersama-sama, diiringi tatapan bangga orang tuanya, kekasihnya, dan bahkan saudaranya.

    Mau tak mau, aku ikut tersenyum. Aku berharap Reina bisa di sini, melihat kakaknya. Tapi ia sedang hamil tua. Aku melarangnya datang. Karena tak mau melihat ia ikut berdesakan demi sebuah acara sentimentil, yang kutahu pasti akan terjadi. Aku telah berjibaku untuk hari ini. Hari wisuda ini, adalah hari yang sewajarnya kudapatkan. Tak ada yang istimewa.

    *

    Acara hari itu dilanjutkan dengan foto bersama di jurusan masing-masing. Aku melangkah segan. Tetapi mengingat ini adalah masa terakhir menginjakkan kaki di kampus, aku mencoba mengumpulkan semangatku.

    Jurusan masih sepi. Hanya beberapa wisudawan yang tampak. Sisanya barangkali sedang konvoi gila-gilaan. Aku melangkah ke toilet. Sengaja kupilih toilet di lantai teratas gedung jurusanku. Hanya itu toilet yang tidak pernah dikunci. Selain itu, biasanya selalu sepi.

    Koridor lantai itu tampak remang-remang. Aku mendorong pintu toilet perlahan, dan menuju wastafel. Hendak mencuci muka.

    Dan lelaki itu masuk bagitu saja. Masih berkemeja rapi. Ia menawarkan seulas senyum ketika melihatku.

    Rambutnya cepak. Di dagu dan rahangnya ada bekas cukuran yang kebiruan. Rahangnya kokoh. Dadanya bidang. Kacamata berbingkai mahal bertengger di hidungnya. Wajahnya... menurutku, biasa-biasa saja. Tapi aku bisa membayangkan bagaimana para wanita diam-diam akan mencuri pandang ke arahnya.

    Ia berdiri di sampingku.
    Mematung. Barangkali menatapku.

    Aku menatapnya melalui cermin.
    Dan detik itu juga, menyadari sinyal yang diberikannya...........
  • semangat reis... lanjuttt
  • Hmmm...
  • Hmmmm...
  • @ reis : salam kenal, reis. Selaen cerita dari om remy, gw ngasih two thumbs up sama cerita ini. Hebat! Metafora yang mengalir dan sisi humanity yang nyata makes this story so greatzzz!!!

    Terusin yak...oiya, gw juga uda liat blog lo, tapi kok diselipin gambar2 cowok2 muscle naked si'? tujuannya apaan tuh...? just wondering seh...

    Sibuk ya, reis...? hope ur come back soon.
  • Pensil wrote:
    @ reis : salam kenal, reis. Selaen cerita dari om remy, gw ngasih two thumbs up sama cerita ini. Hebat! Metafora yang mengalir dan sisi humanity yang nyata makes this story so greatzzz!!!

    Terusin yak...oiya, gw juga uda liat blog lo, tapi kok diselipin gambar2 cowok2 muscle naked si'? tujuannya apaan tuh...? just wondering seh...

    Sibuk ya, reis...? hope ur come back soon.

    Haha.. thanx ya buat apresiasinya. It means a lot.

    Soal blog gw yang diselipin gambar2 cowo, itu cuman pemanis aja koq. Nakednya ga frontal koq, kan? Agak2 gimana gito? Itu bukan representasi nafsu loh.. Karena bagi gw, itu lebih ke art gito.. Soalnya, terus terang, gw ga merasa apa2 koq pas liat gambar2 gito.. Ga terangsang, ga risih, apa gimana2.. hehe..
  • lanjuutttttt
  • "Kamu ke arah mana?"
    "Ke arah Pluit, Pak."
    "Oh, ikut saja. Saya kebetulan lewat sana."

    Aku mengangguk. Dan melangkah masuk.
    Sekejap, udara dingin dari AC mobil mengenyahkan peluh dan penat. Dari sudut mataku, rasanya aku melihat Pak Alex tersenyum.

    Tiga bulan yang lalu, aku begitu berharap hari ini akan terjadi.
    Tiga bulan yang lalu, aku berharap dia akan menatapku dalam-dalam, dan mengatakan padaku, bahwa aku punya arti lebih di matanya.
    Tiga bulan yang lalu, senyumnya membuat jantungku gugup, lidahku kelu, dan aku mesti berhenti sejenak untuk mengambil napas sebelum menjawab pertanyaannya.
    Tiga bulan yang lalu, aku memutuskan untuk bergabung dengan perusahaannya.

    Tetapi sekarang? Aku praktis tidak merasakan apa-apa. Tidak gugup, tidak nafsu, tidak apapun. Nihil. Kosong.
Sign In or Register to comment.