It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
karena bisa menyebabkan kelumpuhan. Serangan
stroke biasanya terjadi pada orang yang sudah
lanjut usia, namun saat ini stroke bisa menyerang
siapa saja. Donna Watson adalah salah satu wanita yang mendapat serangan stroke di usia muda. Usianya 27 tahun saat dia mengalami serangan stroke, 5 bulan setelah dia melahirkan putri pertamanya. Donna sangat terkejut saat dia mengalami serangan stroke yang selalu datang mendadak. Saat itu Donna sedang menonton acara televisi dan mendadak merasakan seperti ada yang meledak di dalam kepalanya. Kemudian dia ambruk dan dibawa ke rumah sakit University Hospital of Hartlepoo. Selama 3 hari kondisi Donna sangat kritis. Dokter menemukan ada 3 penyumbatan darah di dalam otaknya, dilansir oleh dailymail.co.uk. “Saya hanya bisa berbaring dan melihat para perawat melakukan transfusi darah dan memonitor perkembangan saya,” ujar Donna mengenang hari saat dia dirawat. “Saya tidak ingin ibu muda lainnya merasakan apa yang saya alami di rumah sakit, itu sangat menakutkan dan kemungkinan mereka jadi tidak bisa merawat anak-anak mereka,” lanjutnya.
Bukan hal yang mudah setelah keluar dari rumah
sakit. Donna masih memiliki bayi kecil yang harus
dia rawat. Semangat untuk merawat kembali
putrinya membuat wanita ini berjuang mengatasi
kelumpuhan akibat stroke. Donna harus belajar
berjalan lagi, belajar mengunyah dan belajar merawat putrinya dengan satu tangan saja (sebab
tangan satunya masih lumpuh). Semangat Donna mendapat pujian dari tim dokter, karena hanya 3 bulan setelah keluar dari rumah sakit, Donna sudah bisa berjalan memakai penyangga kaki, tidak lagi memakai kursi roda. Sebuah kemajuan yang besar, karena semangatnya sebagai seorang ibu yang ingin merawat bayinya. Walau kondisinya tak sama seperti dulu, Donna yakin dia bisa merawat putrinya dengan baik. Bahkan saat masih dirawat di rumah sakit dengan tubuh lemah, Donna membiarkan bayinya tidur di sampingnya. Juga saat latihan berjalan di klinik perawatan stroke, Donna mengajak putri kecilnya. Sekarang putri Donna sudah semakin besar dan dia berharap ibu muda lainnya selalu menjaga kesehatan dan mulai melakukan gaya hidup sehat, agar tidak mengalami hal yang sama seperti dirinya.
Homecoming, Melissa Andrade masih saja merasa
seolah sedang bermimpi. Butuh perjuangan panjang dan keras supaya bisa mendapatkan gelar Ratu Homecoming ini. Dan ada kisah menyentuh di balik perjuangannya. Seperti yang dilansir oleh today.com, Melissa masuk dalam nominasi jadi Ratu Homecoming bersamaan dengan lima temannya yang lain. Hanya saja gadis berusia 19 tahun berbeda dari teman wanita lainnya. Ia menderita serebral palsi dan harus menggunakan kursi roda untuk pergi ke mana-mana. Mungkin kita berpikir bahwa ia berhasil jadi Ratu Homecoming karena orang-orang merasa kasihan dengan kondisi dirinya yang berkebutuhan khusus. Tapi ternyata tidak.
Untuk bisa menyabet mahkota Ratu Homecoming,
ia dan teman-temannya menempel poster di mana-
mana. Bahkan ia juga ikut berpartisipasi aktif dalam
berbagai kontes--termasuk ke kontes unik seperti
kontes makan donat. Agar teman-teman yang lain
bisa semakin dalam mengenalnya, ia tak segan- segan untuk memperlihatkan karakter dan
kepribadiannya.
]"Menjadi Ratu Homecoming adalah sesuatu yang harus Melissa perjuangkan dengan keras dan benar-benar sangat menguras tenaganya," ungkap ibu Melissa, Michelle Ohanian. "Dia harus maju dan mendapatkan posisi itu."
Perjuangan keras Melissa akhirnya berbuah manis.
Ia berhasil menyabet gelar Ratu Homecoming
dengan sah. Dan keberhasilan tersebut diyakini
sebagai hasil jerih payah Melissa sendiri dan bukan karena belas kasihan orang lain. Michelle juga mengatakan bahwa putrinya itu memang tipe orang yang ambisius sejak masih kecil. Salah satu hal yang membuat Melissa jadi sosok yang tak pantang menyerah adalah karena perjuangannya untuk melawan keterbatasan fisiknya. Menurut penuturan sang ibu, Melissa selalu berusaha untuk mengedukasi orang-orang di sekitarnya. Jadi ketika ada anak-anak menatap Melissa, ia justru akan meminta anak-anak tersebut untuk mendekat dan menyentuh kursi rodanya,
"Sini, sentuh saja kursiku. Kita ini orang yang sama, hanya saja aku sedikit berbeda. Aku sudah terlahir seperti ini," itulah yang ia katakan.
Meskipun banyak orang yang memandangnya
dengan pandangan sebelah mata atau karena belas kasihan, Melissa berusaha untuk memberikan pemahaman bahwa ia baik-baik saja dan sama dengan orang kebanyakan. Dan ketika ia berhasil jadi Ratu Homecoming, Melissa masih saja merasa tak percaya. Ia hanya mengungkapkan bahwa ia merasa sangat bersyukur telah memiliki orang-orang
hebat dalam hidupnya yang selalu mendukungnya.
mahkota. Banyak di antara kita yang rela
mengeluarkan banyak uang demi mempercantik
rambut. Bahkan, beberapa di antaranya dengan
sengaja mengubah gaya rambut yang membuat
mereka terlihat semakin cantik. Dan, rata-rata kita lebih suka dengan rambut panjang dan indah. Namun, tidak semua wanita dikaruniai rambut indah dan panjang. Masih banyak di luar sana yang terpaksa menggunakan wig untuk mengganti rambut mereka karena penyakit kanker yang dideritanya. Hal ini membuat Jetta Fosberg, anak Ohio merelakan rambutnya dipotong sepanjang 14 inchi untuk didonasikan sebagai wig, dilansir dari www.huffingtonpost.com.
Namun malang menimpa anak yang masih berusia
10 tahun ini. Senyum manis Jetta Fosberg saat
mendonasikan rambutnya di salon tetiba menjadi
nightmare di sekolahnya. Niat baik dan tulus
menyumbangkan rambut bagi penderita kanker
malah dijadikan bahan ejekan teman-temannya. Bagaimana tidak, saat di sekolah, dia malah
dipanggil 'bodoh' dengan potongan rambutnya yang seperti anak laki-laki. 'Dia ingin potongan rambut yang lebih pendek, jadi kami kembali ke salon untuk memotongnya lebih pendek, dan saya kira, setelah itulah hal menjadi buruk," terang Heidi Fosberg, ibu Jetta. Kemudian, dia datang menemui kepala sekolah, dia dan putrinya hanya disuruh tabah dalam menghadapi ejekan yang dikeluarkan anak-anak di sekolah terhadap putrinya. "Dia (kepala sekolah) tidak pernah tahu sudah berapa anak yang meninggal akibat diejek," tambahnya.
Berharap menemukan dukungan untuk putrinya,
Fosberg membuat "Stand With Jetta", sebuah anti- bullying fanspage di Facebook. Hal ini dilakukannya untuk membuat Jetta lebih tegar dalam menghadapi ejekan yang membuatnya sedih. Dan, cara ini pun berhasil membuat Jetta lebih tegar dan tabah. "Mengetahui bahwa ada orang-orang yang berpikir bahwa potongan rambut saya cantik, dan mereka berpikir bahwa saya adalah orang yang baik, itu agak membantu saya melawan semua ejekan," ungkapnya di WHIO News. Minggu malam, "Stand With Jetta" sudah meraih 21,000 fans dan ratusan komentar dari para
pendukung Jetta. Dan salah satu pendukung
bernama Emily Marie Morris menulis di laman
tersebut, ]"Jetta, sepupu saya berjuang leukemia
sejak dia 2 sampai dia meninggal pada usia 12
tahun. Dia tidak pernah punya wig. Dia juga dibully.
Saya ingin kamu tahu bahwa apa yang kamu
lakukan menakjubkan. Kamu peduli, kamu adalah
anak yang cerdas. Jujur, saya SUKA dengan potongan rambut kamu. Kamu berani dan unik.
Tetaplah percaya diri dan tabah, ketahui bahwa
meskipun kata-kata mereka menyakitkan, mereka
tidak bisa mengubah siapa diri kamu."[endpuisi] Tidak hanya itu, Fosberg juga membuat sebuah
status di halaman tersebut dan membiarkan semua
pendukungnya tahu bahwa president and CEO of
National Heritage Academies, sebuah instansi yang mengelola sekolah Jetta, mengulurkan tangan secara langsung untuk meminta maaf dan mengambil penanganan secara serius. Sebagai pelajaran bagi kita semua untuk menghargai setiap orang yang berniat dan berusaha untuk membantu sesama. Kita sendiri bahkan belum mempunyai keberanian seperti Jetta yang merelakan rambut indahnya demi orang lain yang membutuhkan.
satu malam," Itulah kata-kata yang diingat oleh anak-anak Joe Auer. Joe yang sudah berusia 100 tahun meninggal 28 jam setelah istrinya, Helen Auer meninggal dunia. Kata-kata yang diucapkan Joe terbukti kebenarannya, Helen meninggal pada tanggal 15 Oktober lalu di usia 94 tahun, hanya dalam hitungannya jam, Joe menyusul kepergian istrinya.
Pasangan ini membuktikan janji pernikahannya 73
tahun silam, selalu bersama hingga maut
memisahkan. Joe dan Helen menikah pada tahun
1941. Di sepanjang usia pernikahan mereka,
pasangan sederhana yang romantis ini dikaruniai 10 anak, 16 cucu dan 29 cicit. Usia pernikahan yang sangat panjang membuat keduanya makin
memahami arti mencintai dan setia. Walau pernah
terpisah karena Perang Dunia II, Joe dan Helen
justru menjadi pasangan yang tak terpisahkan. Joe dan Helen menikah secara sederhana di Gereja
St. Lawrence, Cincinnati pada tahun 1941. Di masa
itu, Perang Dunia II menjadi ancaman banyak
keluarga, karena dunia tidak menjadi tempat yang
aman. Helen tahu bahwa keputusannya untuk
menikah tidak akan mudah, karena sang suami ikut bertempur dalam Perang Dunia II. Saat Joe pergi
bertempur, Helen sudah sering melewatkan masa
kehamilan tanpa suaminya. Sangat tidak mudah
menjalankan rumah tangga di masa-masa suram
tersebut. Seorang diri dengan beberapa anak,
sedangkan suami bertugas di medan perang. Di sisi lain, Joe selalu yakin bahwa doa dan cinta
dari istrinya akan membawa keselamatan selama
perang berlangsung. Bahkan Joe tidak pernah tahu
bagaimana wajah bayi keduanya selama perang,
hanya melihat dari foto yang dikirim Helen melalui
surat. Selama bertugas, Joe selalu menyimpan foto istri dan dua anaknya di saku celana. Tak ada yang
tahu apakah Joe akan pulang atau tidak, apakah dia akan bertahan hidup atau gugur dalam perang. Satu hal yang Joe percaya, dia akan menghabiskan masa tuanya bersama sang istri.
Setelah perang berakhir, Joe kembali ke pelukan
Helen. Dia tidak lagi menjadi tentara bagi negaranya dan memilih bekerja sebagai seniman ukir, sedangkan Helen menjadi petugas kantin sekolah. Tak banyak uang yang dihasilkan Joe dan Helen, namun kesederhanaan mereka membuat keduanya tetap bahagia, anak-anak mereka tumbuh sejahtera. Joe dan Helen adalah pekerja keras, rendah hati, tidak suka foya-foya dan membangun keluarga dengan penuh cinta. Walaupun Joe dan Helen telah meninggal dunia,
anak-anak, cucu dan keluarga mereka menyimpan
banyak kenangan manis tentang mereka. Anak-
anak Joe menggambarkan bahwa ayah mereka
adalah orang yang tegas, serius dan disiplin. Namun Joe adalah sosok ayah penyayang dan bertanggung jawab. Sedangkan Helen digambarkan sebagai ibu yang penuh semangat, selalu mencintai suami dan anak-anaknya, sesibuk apapun dia. "Mereka adalah pasangan yang sederhana dan rendah hati. Mereka tidak pernah punya keinginan muluk-muluk, tetapi mereka selalu punya banyak cinta," ujar Jerry Auer, salah satu anak mendiang.
Setelah 70 tahun lebih bersama, Joe dan Helen
membuktikan bahwa mencintai hingga hanya maut
memisahkan bukanlah hal yang tidak mungkin.
Butuh perjuangan dan kesabaran yang luar biasa
untuk mencapai titik ini, namun Joe dan Helen
membuktikan ada akhir bahagia di ujung usia mereka. Yang membuat keluarga Joe dan Helen terenyuh, Joe masih menyimpan foto Helen yang selalu dia simpan dalam saku celananya saat berperang dulu. Foto itu ditemukan anak Joe dalam dompet, dengan warna yang sudah kecokelatan dan usang.
beberapa orang memilih untuk membalas dendam
dengan apapun caranya. Dendam terjadi ketika
seseorang melakukan sesuatu hal yang efeknya
sangat signifikan dalam merusak hidup kita. Beberapa orang memilih untuk diam dan pasrah,
beberapa memilih diam-diam membalas dendam
dan ada juga yang memilih membalas dendam
dengan cara yang manis seperti apa yang dilakukan Caitlin Prater-Haacke. Gadis yang sekarang sedang menjalani sekolah kelas 11 ini mendapatkan sebuah bullying dalam bentuk cyber dan teror. Di akun facebook dan loker sekolahnya, ia mendapatkan notes agar dirinya mati saja. Ia menceritakan hal ini pada sang ibu dan sekolah mendapat laporan dari ibu tersebut, namun sekolah tak melakukan tindakan apapun. Beberapa remaja akan merasa sangat down dan tertekan dengan tindakan ini, namun tidak bagi Caitlin. Ia malah datang di keesokan harinya dengan menempelkan memo-memo penyemangat sambil
menempelkannya ke semua loker temannya. Memo- memo itu berisi dukungan dan kalimat positif.
Tapi pihak sekolah tak melihat hal itu sebagai hal
yang baik dan sempat menegur Caitlin. Ini membuat Ibu Caitlin protes. "Waktu anakku dibully, tak ada yang melakukan hal apapun. Saat ia melakukan hal yang positif, ia malah ditegur," ujarnya. Beruntunglah ada komunitas lokal yang mendengar kisah ini dan memberi dukungan pada Caitlin dan ibunya. Cerita Caitlin membuat komunitas yang menentang bullying dan memperjuangkan hak serta perlindungan pada remaja ini bahkan membuat Post It Day, sebuah hari di mana kita bisa memberikan memo positif pada rekan-rekan. Tujuannya untuk meningkatkan aura positif pada siapapun, karena kita tak tahu kalau orang tersebut mungkin sedang menjerit minta tolong di balik tawa mereka atau baru saja mengalami hari yang buruk. Selain itu, apa yang dilakukan Caitlin membuat banyak orang, bahkan yang ada di China untuk menolong mereka yang terbully dan melawan mereka yang membully dengan sikap yang lebih positif.
Tak perlu membalas dendam dengan sama kejinya, karena karma terbaik adalah ketika kita tak
tergoyahkan oleh sebuah perbuatan jahat dan malah bisa meningkatkan sikap positif kita. Best revenge is a massive success.
mereka akan kehilangan penglihatannya. Hal
tersebut karena keduanya menderita sebuah
penyakit mata degeneratif yang bernama
Choroideremia. Dan itulah alasan kenapa sepasang kakak beradik ini akhirnya memutuskan untuk melakukan petualangan mengelilingi Amerika Serikat sebelum akhirnya benar-benar buta. Dilansir dari dailymail.co.uk, pihak medis sudah memberitahu Justin dan Tod bahwa penyakit yang mereka derita (choroideremia) itu bisa membuat mereka buta selamanya. Penyakit choroideremia ini mempengaruhi penglihatan periferal, penglihatan malam hari, dan persepsi akan kedalaman dan warna. Tod berkata, "Ketika penglihatan saya mulai menurun pada tahun 2008, saya benar-benar terpuruk dan depresi."
Tod juga mengungkapkan bahwa ketika ia
tahu bahwa ia nantinya akan buta, keinginan untuk
menjelajah dunia dan melihat berbagai hal pun
muncul. "Melakukan perjalanan bersama dengan Justin membuat saya keluar dari apartemen saya,
melihat hal-hal baru setiap hari. Dan semua itu
membuat saya memiliki sikap yang lebih positif. Tod dan Justin juga mengalami tunnel vision, yaitu
hilangnya area pandangan yang membuat mata terfokus seperti diselimuti lorong panjang. Tod
masih memiliki separuh penglihatannya sementara
penglihatan Justin hanya tersisa 15 persen saja.
Tod yang bekerja sebagai editor televisi juga
mengatakan bahwa mengalami tunnel vision itu
seperti melihat sebuah lorong yang panjang, dan yang terlihat hanya setitik cahaya di ujung,
sementara lorong itu diselimuti oleh cermin-cermin.
Dengan kata lain, ia merasa seolah-olah melihat
kaleidoskop yang statis dengan penglihatannya
tersebut.
Setelah tahu bahwa penglihatan Tod dan Justin
akan hilang selamanya, mereka pun memutuskan
untuk melakukan perjalanan keliling Amerika
Serikat. Dalam perjalanan dari New York ke Los
Angeles sejauh 13 ribu mil tersebut, mereka telah
mencapai berbagai landmark terkena seperti Grand Canyon, Devil's Tower, dan Yellowstone National Park. Tod mengungkapkan bahwa ia dan Justin ingin melihat tempat-tempat terkenal dan indah di Amerika Serikat agar nantinya mereka bisa memiliki kenangan indah yang terekam dalam otak mereka. Sebagian besar penderita choroideremia akan kehilangan sebagian besar penglihatan mereka di akhir usia 30-an, meskipun penyakit tersebut sudah muncul di masa awal kanak-kanak. Penyakit ini rata-rata diderita oleh 1 dari 50.000 orang dan umumnya dialami oleh pria.
Tod berkata, "Jika saya buta, saya akan sangat
merindukan pemandangan matahari terbit. Saya
pasti merindukan wajah-wajah orang yang saya
cintai, tapi saya masih bisa mendengar suara
mereka dan hal itu akan membantu saya untuk mengingat kembali wajah-wajah mereka nantinya."
Dan ia menambahkan bahwa yang paling sulit
baginya nanti adalah ketika ia sudah tak lagi bisa
melihat wajah istrinya lagi. terkadang kita baru menyadari betapa pentingnya sesuatu saat kita tahu bahwa kita akan kehilangannya. Apapun yang kita miliki saat ini, apapun yang kita punya hari ini, syukuri semuanya dan manfaatkan sebaik-baiknya. Sebelum semua terlambat, sebelum kita akan kehilangan semuanya suatu hari nanti. Perjalanan Tod dan Justin melintasi Amerika Serikat ini pun sudah mereka filmkan sejak tahun 2010. Dan
film yang diberi judul "Driving Blind" ini rencananya
akan dirilis tahun ini.
Ia pun hanya bisa merangkak untuk bepergian
termasuk untuk mengikuti perkuliahan. Tapi
semangat pemuda yang bernama Yu Chongle ini
akan kembali menggugah kita untuk lebih banyak
bersyukur. Bahkan pemuda asal Shiong, kota Hezhou ini punya pesan terindah yang sangat
penting untuk kita semua. Dilansir dari shanghaiist.com, Yu yang kini berusia 21 tahun tak bisa berjalan karena ia menderita atrofi setelah menderita demam di usia empat bulan. Atrofi sendiri merupakan penyusutan atau pengecilan ukuran suatu sel, jaringan, organ, atau bagian tubuh. Inilah yang menyebabkan Yu tak bisa berjalan, ia bahkan hanya mampu menahan tubuhnya untuk berdiri selama 10 menit saja. ]Pada tanggal 9 Oktober 2014 lalu, Yu pertama kali masuk kuliah. Ia tercatat sebagai mahasiswa baru di Guangxi Normal University's Lijiang College. Karena ia tak bisa berjalan, maka ia harus merangkak untuk mengikuti perkuliahan di sana. Yu berpindah dari satu tempat ke tempat lain
dengan merangkak. Ia juga menggunakan dua balok kayu untuk menyangga kedua tangannya saat merangkak.
Tak Ingin Menyusahkan Orang Lain Sebelumnya, sang kakak lah yang membantu Yu untuk pergi ke sekolah. Sayangnya sang kakak drop out dari sekolah dan hal itu membuat dirinya merasa
tak nyaman. "Saat itu saya ingin berhenti sekolah,
tapi akhirnya saya putuskan untuk tetap lanjut
sekolah setelah mendapat dorongan dari orang tua," jelas Yu. Saat di bangku sekolah menengah pertama, Yu sudah bisa membantu orang tuanya melakukan banyak pekerjaan seperti mendaki bukit untuk mencari kayu bakar dan rumput. Ia juga mampu merawat adiknya yang sakit dan kedua orang tuanya yang sudah semakin renta. Yu benar-benar tak ingin menyusahkan orang lain, sebisa mungkin ia melakukan segalanya secara mandiri.
Ketika Yu akhirnya diterima kuliah di Fakultas
Hukum, sejumlah mahasiswa senior membantu
proses pembayaran biaya kuliah dan ada juga yang membantu merapikan tempat tidurnya. Demi
kemudahannya juga, pihak universitas mengatur
agar sebagian kelasnya berada di lantai bawah dan kamar asramanya pun berada di lantai satu.
"Saya merasakan kehangatan di universitas ini,
seolah-olah saya sedang bersama keluarga saya,"
ungkap Yu penuh syukur. Di hari keduanya sebagai mahasiswa baru, banyak teman yang menawari bantuan untuk menggendongnya mengikuti kelas yang ada di lantai dua. Tapi Yu dengan segala kerendahan hati menolak bantuan tersebut. "Menurut saya, jika saya tidak bisa
mengubah lingkungan sekitar saya, saya akan
berusaha sebaik mungkin untuk menyesuaikan diri
dan berbaur," jelas Yu.
Pasti kita pernah mengeluhkan sesuatu, kenapa ini dan itu tak berjalan sesuai dengan kemauan dan keinginan kita? Tapi apa kita hanya akan mengeluh atau berusaha sebaik mungkin seperti yang dilakukan oleh Yu? Seorang pegawai universitas tersebut mengungkapkan bahwa Yu jarang sekali
merepotkan. Bahkan menurutnya, Yu adalah sosok
yang sangat menginspirasi karena semangatnya
dan kemampuannya untuk melakukan yang terbaik. Bukannya mengeluh kenapa orang lain tak mengerti dirinya, Yu malah berusaha sebaik mungkin untuk menyesuaikan dirinya. Saat turun dari tangga (yang merupakan hal paling susah dan berat yang ia lakukan), ia tak mau merepotkan orang lain. Ia juga membuat sepasang balok kayu khusus untuk membantunya merangkak dengan lebih mudah. Saat Yu tiba di sekolah, ia juga langsung pergi ke toko reparasi sepeda roda tiga. "Kadang-kadang saya mengendarai sepeda roda tiga saya ketika berjalan di permukaan rata. Saya harus mencari toko reparasi jika sepeda ini rusak," tuturnya.
dan pakaian ala wanita terlihat sedang duduk
menanti pembeli di pinggir sebuah taman di Kota
chengdu, China. Disampinganya terlihat seorang
anak perempuan kecil tanpa rambut di kepalanya
sedang menemani pria itu yang merupakan ayahnya. Aneka merk pembalut wanita tertumpuk dihadapan keduanya. Dan selembar kerdus bertuliskan "Saya menjual pembalut untuk mengumpulkan uang untuk menyelamatkan anak saya yang masih berusia 2 tahun. Saya berharap Anda berbaik hati dan menolong kami" cukup menjelaskan semuanya.
Dia adalah , pria berusia 32 tahun ini sebenarnya
bekerja sebagai koki di sebuah hotel. Namun,
semenjak putrinya didiagnosa menderita Leukemia, uang dan tabungannya habis untuk rangkaian kemoterapi dan obat untuk putri mungilnya itu. Karena istrinya juga bekerja, Wang Hai Lin mengajak serta putrinya yang gemar menari dan menyanyi saat berjualan pembalut. Tak sampai disitu saja pengorbanann pria ini untuk putrinya, setiap harinya dia berpakaian seperti wanita agar pembelinya merasa nyaman membeli pembalut darinya. Baginya, putrinya yang baik dan penurut adalah segalanya. Semoga si gadis kecil segera diberi kesembuhan sehingga bapak Wang Hai Lin dan keluarga dapat hidup tenang dan bahagia.
tahun) terganggu selama 12 tahun. Sejak 2 tahun
lalu, Winesi benar-benar kehilangan penglihatannya. Dia tidak bisa bekerja atau melihat wajah istrinya lagi. Namun dengan bantuan operasi, kini dia bisa melihat kembali wajah istri yang begitu dicintai. Senyum berseri tidak bisa disembunyikan dari wajah Winesi saat dokter membuka perban di matanya Inilah moment saat Winesi melihat kembali wajah istrinya, wajah yang tidak bisa dia lihat dengan sempurna selama 12 tahun ini. Winesi langsung menari-nari gembira setelah memeluk istrinya dan bisa melihat cucunya yang berusia 18 bulan. Kebahagiaan ini benar-benar luar biasa, dilansir oleh dailymail.co.uk. "Saya sangat senang bisa melihat istri saya lagi.
Saya berkata, ah.. seperti inikah rasanya bisa
melihat lagi." ujar Winesi dengan wajar berbinar.
Operasi katarak dilakukan Winesi di Queen
Elizabeth Hospital, Blantyre, Malawi. Operasi ini
hanya membutuhkan waktu 6 menit dan biaya yang sangat murah. Namun selama bertahun-tahun, Winesi dan keluarganya yang tinggal di pedesaan tidak tahu bahwa masalah di matanya bisa diatasi dengan operasi. Hingga akhirnya kampanye operasi katarak membuat keluarga Winesi membawanya ke rumah sakit.
"Saya tidak pernah bermimpi hal ini dapat terjadi,"
ujar istri Winesi. "Tidak ada informasi di daerah
kami tentang perawatan mata," lanjutnya.
Winesi sendiri bercerita bahwa dia sangat tersiksa
saat penglihatannya bermasalah, namun dia masih
bisa bekerja sebagai petani. Namun dua tahun lalu
penglihatannya benar-benar hilang. Winesi tidak bisa bekerja bahkan harus dibantu saat makan dan ke toilet. Dia juga sangat khawatir tidak ada yang melindungi istrinya. Maka saat tahu kondisi
matanya bisa pulih dengan operasi, Winesi
memberanikan diri untuk menjalani prosedur ini.
Hasilnya.. Winesi begitu bahagia bisa melihat lagi.
"Sekarang saya bisa melihat lagi dan bisa kembali
mengurus pertanian. Saya ingin kembali bekerja dan mulai memasak lagi, melakukan segala hal," ujar pria yang terus memancarkan wajah bahagia selama wawancara. Dengan kondisi sehat seperti sekarang, Winesi tak lagi sedih karena merasa menjadi beban bagi istrinya. Sekarang dia bisa melihat kembali wajah wanita yang begitu dicintai, bisa melihat dan bermain dengan cucunya. Dan yang pasti, Winesi begitu bersyukur diberi kesempatan melihat kembali. Rasanya seperti baru pertama kali berjumpa dengan istri saya. Saya merasa terlahir kembali.
yang sedang bekerja saat hari natal. Hari itu dia melihat seorang gadis kecil yang menurut perkiraannya berusia 5 tahun memasuki toko dengan ibunya yang cantik. Mereka berdua
berkeliling, melihat-lihat berbagai mainan yang dijual di toko. Rupanya gadis kecil itu telah membuat daftar keinginannya dalam sebuah kertas. Melihatnya, sang ibu berkata, "Aku tahu banyak barang yang bagus di sini, tetapi ingat, kamu hanya bisa mendapatkan satu barang dalam list itu. Aku tak memiliki uang untuk membeli semuanya.Si gadis kecil itu tampak sangat memahami apa yang dikatakan sang ibu, dia pun berkata," Saya tidak terlalu membutuhkan satupun darinya, ibu." Katanya sambil membuang list mainan keinginannya di tempat itu. Sang ibu terlihat kaget, tetapi dia juga tampak bangga, anaknya mengerti keadaannya dan tidak merengek seperti banyak anak kecil lain di toko itu. Rupanya, pemandangan unik itu diperhatikan oleh seorang pria di sudut toko. Setelah si gadis kecil dan ibunya pergi, pria itu mendatangi penjaga toko dan meminta penjaga toko untuk mendapatkan alamat dan nomor telepon ibu itu dan mengatakan bahwa mereka mengadakan undian. Penjaga itu pun melakukan apa yang di minta pria tersebut. Kemudian dia membeli semua mainan dalam list
keinginan si gadis kecil, plus sebuah boneka teddy
bear pilihannya. Kami menelpon ibu dari gadis kecil
keesokan harinya untuk memberitahukan hal tersebut. Ibu itu nampak sangat bahagia. Dia datang untuk mengambil hadiah-hadiah itu dan membawa surat tanda terima kasih yang ditulis oleh si gadis kecil.
Kadang kala mengalah dan berkorban justru
mendapat balasan yang lebih dari yang bisa kita
bayangkan. Dengan sedikit berkorban untuk orang
lain, terlebih itu orangtua Anda, tidak hanya akan
membuat mereka bahagia, tetapi juga ada 'bonus'
yang manis dari Tuhan.
Masaken Hanano, sebuah wilayah yang berdekatan dengan Syria, ditinggalkan penghuninya. Tak banyak lagi yang mau ada di sana, tapi seorang pria datang ke sana setiap bulan. Dia adalah seorang sopir ambulance, tapi datang ke sana bukan untuk menyelamatkan manusia. Karena, memang tak ada lagi yang tinggal di sana, melainkan, segerombolan kucing.
Kucing-kucing liar survive di keheningan kota,
namun mereka akan senang saat melihat Alaa. Pria itu, akan memberi mereka makan. Hanya dia dan Tuhan yang memelihara kucing-kucing ini. Mereka bukan kucing Persia yang mahal, memang
hanya kucing jalanan biasa. Namun Alaa, tak
pernah meremehkan mereka. Ia dengan rutin telah
memberi mereka makan selama 2 bulan terakhir.
Menurut pengakuannya, dilansir dari Buzzfeed, Alaa menghabiskan sekitar $4 atau Rp 40ribuan untuk membeli daging.
Dengan sejumlah daging itu, ia memberi makan 150 ekor kucing yang ada di Masaken Hanano. Kucing- kucing ini mulai menemukan orang yang peduli pada mereka. Setiap kali Alaa datang, kucing-kucing tersebut akan menyambutnya. Banyak netizen yang simpatik pada tindakan Alaa,
dari Chicago, California, bahkan di seluruh dunia
yang membaca kisah Alaa. Mereka bahkan
menawarkan diri untuk memberikan donasi baginya. Seorang wanita bernama Laura Reed setuju dengan ide tersebut, "Aku juga berpikir demikian, karena tak mudah dan tak murah memberi makan hewan sebanyak itu." Apa yang dilakukan Alaa, mungkin tampak sederhana. Tapi, kucing juga makhluk hidup ciptaan Tuhan. Sebagian orang di dunia sedang dalam misi
membantu makhluk hidup lainnya. Alaa, menjalankan misinya melakukan hal yang bisa ia
lakukan pada kucing-kucing jalanan ini. Kadang kita terlalu besar memikirkan apa yang bisa
kita lakukan. Padahal, satu hal kecil bisa bermakna
besar bagi dunia. Yang penting adalah niat yang
tulus dan, lakukan...
dan kreativitas kita jangan. Setidaknya walau
keadaan membatasi kita, selalu ada cara untuk
bahagia atau membahagiakan orang lain. Ini adalah kisah Zhang Jinbao, seorang pria paruh
baya yang punya ibu berusia 86 tahun. Keduanya
hidup jauh dari keglamoran dan lifestyle yang
modern. Ibu Zhang Jinbao membesarkannya dengan segala upaya dan menjadikannya anak yang mandiri, hingga Zhang Jinbao melakukan ini...
Zhang Jinbao tahu ibunya selama ini tak pernah
bepergian. Begitu besarnya pengorbanan sang ibu,
membuatnya tak banyak tahu apa yang terjadi di
dunia luar. Ia hanya seorang ibu sederhana yang
mengajarkan anaknya tumbuh dewasa dengan baik. Saat Zhang Jinbao sudah bisa hidup mandiri, ia ingin mengajak ibunya melihat dunia bersamanya. Namun sang ibu sudah tua dan tak bisa berjalan sekuat dulu. Kakinya sakit bila berjalan sebentar. Mereka pun tak punya mobil untuk bisa bepergian. Meski begitu, dengan tekad bulat seorang anak, Zhang Jinbao memutuskan mengajak ibunya ke taman hiburan Shandong dengan menggunakan gerobak sederhana. Membawa wanita 86 tahun itu melihat megahnya kemajuan yang tak mereka lihat di kampung halaman
Banyak pengunjung yang melihat ibu dan anak ini
karena keberadaan mereka begitu mencolok dengan gerobak dorong tersebut. Tak hanya pengunjung di Shandong, bahkan setelah foto ibu dan anak ini diposting ke dunia maya, banyak netizen yang menitikkan air mata karena terharu seperti yang disampaikan oleh Shanghaiist. Di antara mereka ada yang menyesal belum bisa
membahagiakan ibunya, sementara beberapa yang lain terkesan dengan Zhang Jinbao yang sangat berbakti. Ia mendorong gerobak sepanjang
berangkat, menyusuri taman hiburan yang sangat
luas, hingga pulang ke rumah.
Salah seorang netizen salut dan mengatakan,
"Mereka yang tinggal di daerah terisolir memang
punya kehidupan yang keras. Dari awal hingga akhir tahun mereka bekerja membanting tulang dan mengumpulkan uang. Orang tua yang ada di sana tak sempat traveling ke kota atau bahkan naik pesawat karena tak punya waktu dan biaya. Menghabiskan waktu bersama orang tua dan
membawa mereka keluar seperti ini adalah hal yang sangat penting," ujarnya. Zhang Jinbao adalah salah satu contoh konkrit bagaimana seorang anak yang telah tumbuh dewasa membalas kebaikan orang tuanya. Sang ibu telah
berhasil membesarkannya dan sang anak telah
menjadi anak yang berbakti. Proud of you both son
and mother..
sampai yang lanjut usia dapat melakukannya. Yang diperlukan adalah kesadaran dan ketulusan hati. Seperti yang apa dilakukan seorang bocah asal North Carolina, Caiden Perez. Bocah yang baru berusia 7 tahun ini memiliki perhatian khusus pada orang tak mampu. Dia suka sekali membantu orang yang kesusahan, sama seperti kesukaannya pada superhero idolanya.
Dia mengajak sang ayah untuk mengadakan pesta
pizza untuk para gelandangan di sekitar mereka,
karena menurutnya hal tersebut akan membuat
mereka senang. Sang ayah lantas mengubah
rencana ini menjadi pembagian 'tas kebaikan' pada
para gelandangan. Tas ini berisi kebutuhan dasar seperti kaus kaki, shampo, pasta gigi, dan air
minum. Caiden senang sekali bisa membagikannya
pada orang yang membutuhkan. Tak sampai di situ, Caiden juga ingin para gelandangan merasa diri mereka dibutuhkan. "tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan mereka, dia juga ingin orang-orang itu merasa dirinya dibutuhkan," ungkap sang ayah, Manny Perez, seperti dilansir huffingtonpost.com. Caiden bukan satu-satunya anak berhati mulia yang memberi perhatiannya pada orang yang membutuhkan. Seorang anak berusia Robby Emers juga memiliki sifat yang sama. Setelah membantu neneknya menyerahkan bantuan pada panti sosial, kini Robby rutin mengunjungi panti itu dan memberikan makanan gratis yang dia lakukan setiap akhir minggu. Dia menghabiskan uang dari ulang tahun dan natal miliknya untuk membiayai proyek mulianya ini, keluarga dan neneknya pun ikut menyumbang untuk kegiatan mulia cucu mereka. Bila semua orang memiliki hati mulia seperti mereka, tak terbayangkan betapa indahnya dunia. Satu kebaikan kecil saja dapat berdampak besar bagi orang lain yang membutuhkan