BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

1515254565798

Comments

  • Di suatu padang rumput ada seekor jerapah yang
    baru beranjak dewasa. Namanya Edo. Dia sangat
    tinggi, jangkung, bahkan di antara teman-temannya,
    Edo lah yang paling tinggi. Karena lehernya yang
    paling panjang itu membuatnya menjadi anak yang
    sombong. Sering dia mengajak teman-teman jerapahnya untuk lomba makan daun-daun di pohon
    yang dahannya sangat tinggi. Dan sudah dapat
    ditebak, Edo lah si pemenang perlombaan itu.
    Berkali-kali dia memenangkan perlombaan makan
    daun dari puncak pohon, membuat Edo semakin
    besar kepala saja. Dia merasa anak yang paling hebat di kawasan padang rumput itu. Sampai –
    sampai dia tidak menghormati para sesepuh
    jerapahnya. Dia sering mengejek para jerapah-
    jerapah tua itu dengan sebutan “leher bengkok”,
    karena memang mereka sudah beranjak tua.
    Sedangkan si Edo masih muda, secara fisik dia masih kuat, leher masih tegak, jenjang dan tinggi. Pernah satu hari Edo dimintai tolong oleh seorang
    sesepuh jerapahnya; “Nak, tolong ambilkan nenek
    daun yang segar di ranting ujung pohon itu yaa..
    nenek ingiiiiiiiiiin sekali makan daun-daun yang
    masih muda, hijau, lunak dan segar itu, tapi nenek
    tidak bisa menjangkau sampai ke ujung pohon itu, Tolong ya, nak Edo..” Lalu dengan sombongnya Edo
    menjawab nenek jerapah itu, “Aduh, nenek jerapah
    bagaimana sih, sudah tua jangan bawel deh, udah
    lah makan daun yang bisa nenek jerapah jangkau
    sendiri saja lah!!! Salah sendiri nggak bisa ambil
    daun di pucuk pohon!!”. Lalu nenek jerapah itu pun pergi dengan kecewa, melihat kelakuan Edo, si
    jerapah jangkung yang sombong. Tidak hanya nenek jerapah itu saja yang ditolak
    permintaan tolongnya. Pernah juga ada seekor anak
    burung yang terjatuh, saat si burung kecil itu sedang
    belajar terbang. Burung kecil itu tersangkut di dahan
    pohon paling ujung. Edo pun dengan sombong
    menolak permintaan teman-temannya untuk menolong si burung kecil itu. Jawaban Edo pada
    saat itu, “Ahhh.. dasar anak burung bodoh, punya
    sayap kok nggak bisa terbang, malah jatuh. Siapa
    suruh terbang kalau ngga bisa terbang.” Lalu Edo
    meninggalkan begitu saja, dan akhirnya teman-
    teman Edo yang berusaha menolong burung kecil itu. Sampai pada suatu hari, si Edo saat berjalan- jalan
    sendiri di padang rumput, dia sedang asik
    melenggang bak anak yang sombong. Lehernya
    tegak lurus ke atas, dengan kepala terangkat. Lalu
    berhenti di suatu gundukan. Edo tidak sadar, bahwa
    yang dia injak gundukan itu adalah seekor kura- kura. Seekor kakek kura-kura yang sudah berumur
    setengah abad. Lalu, si kakek kura-kura berusaha
    keras mengangkat tubuhnya dan berjalan maju
    selangkah, bermaksud agar Edo merasa jika di
    bawah kakinya berdiri menginjak seekor kura-kura.
    Lalu Edo sedikit tersandung. “Aduhhh!!”. Edo malah tidak bereaksi untuk minta maaf bahwa dia telah
    menginjak tempurung kakek kura-kura itu.
    Sebaliknya, dia malah marah-marah. “Dasar kura-
    kura peyot, aku jadi mau terjatuh nih.” Tidak puas
    dengan cukup berkata-kata, Edo pun langsung
    menendang tempurung kakek kura-kura, yang akhirnya kakek kura-kura terlempar beberapa
    jengkal. Lalu kakek kura-kura hanya ringan menasihati Edo,
    “Anak muda, janganlah kamu sombong. Kamu
    masih muda, tubuhmu masih kuat, sebaiknya
    sayangilah sesama makhluk hidup ciptaanNya.
    Suatu hari nanti, kamu juga akan menjadi tua, pasti
    akan banyak yang lebih hebat dan kuat darimu.” Lalu Edo cuek begitu saja sambil tidak
    memperdulikan nasihat kakek kura-kura. Tidak lama
    kemudian, awan mendung datang. Mendung yang
    begitu tebal, langit yang sebelumnya biru cerah
    menjadi abu-abu kelabu. Di padang rumput itu masih
    tertinggal Edo dan si kakek kura-kura yang berjalan sangat lambat menuju ke tepi di bawah pepohonan.
    Seakan masih ingin memperlihatkan kesombongan
    dan kekuatannya, Edo malah tidak bergegas pergi
    meninggalkan padang rumput yang hendak diguyur
    hujan. Dia hanya ingin menunjukkan kehebatannya
    ke kakek kura-kura, bahwa dia tinggi gagah di tengah padang rumput yang luas, dengan
    melenggang santai dan sombong, sambil dirinya
    membandingkan si kura-kura yang pendek dan
    lambat berjalan. Lalu hujan sangat deras seketika itu datang
    mengguyur. Dan tiba-tiba petir yang sangat hebat
    menyambar, “DUARRRRRRRRRRR.” Akhirnya, Edo
    si jerapah jangkung itu ambruk, terjatuh ke tanah.
    Saat itu, kepala kakek kura-kura aman di dalam
    tempurungnya, tidak kehujanan dan juga terhindar dari petir yang dahsyat menyambar padang rumput.
    Tidak diam begitu saja, si kakek kura-kura dengan
    langkah pelan tapi pasti, dia mendekati ke Edo, dan
    memberikan perhatiannya. “Kamu tidak apa-apa,
    anak muda? Bangunlah, kenapa malah terdiam
    bengong tetap bersungkur di tanah?”. Lalu Edo menjawab, “kakek kura-kura,…aku takutttt..
    huwaaaaaaaaaaaa…” sambil merengek bak anak
    kecil yang lemah. “Maafkan aku ya, kakek kura-
    kura, sudah menginjak tubuhmu dengan
    sombongnya. Walaupun kakek kura-kura sudah tua,
    tapi tetap kuat, tempurungmu mampu menopang berat badanku ini. Maafkan aku kakek kura-kura,
    karena sudah menendangmu, sampai terlempar
    beberapa langkah. Aku berjanji tidak akan menjadi
    anak yang sombong lagi, menolong sesama
    makhluk ciptaanNya.” Dan sejak saat itu, si Edo tidak lagi menjadi jerapah
    yang sombong, namun berubah menjadi si jerapah
    yang baik hati dan suka menolong teman-temannya.
  • Ini kisah nyata sekitar bulan Maret tgl 13. Seorang lelaki naik angkot di Bandung. Ada beberapa orang penumpang disitu, diantaranya seorang perempuan muda, cantik, bersih dan berpakaian rapi formal. Ia duduk dengan rok pendek kebangetan, pahanya mulus dan membuat ngiler para penumpang laki-laki. Perempuan itu nampak sekali tidak nyaman. Ia terus-terusan menarik-narik rok pendeknya. Laki-laki itu melihat sebuah ironi yang diperagakan perempuan cantik itu: pake rok pendek tapi tampak tersiksa. Laki-laki itu berfikir.




    Tiba-tiba, ia menundukkan kepalanya dan langsung menatap ke depan roknya dekat sekali. Sontak sang perempuan marah. “Kurang ajar!! Kamu apa-apaan hah?”
    “Kamu juga apa-apaan, pake rok pendek di angkot
    seperti ini.”
    “Ini kan hak saya.”
    “Ini juga hak saya. Saya punya mata, hak saya utk
    melihatmu seperti itu.” “Saya kan tidak menganggu orang!”
    “Kata siapa? Semua penumpang disini semua
    terganggu dengan penampilanmu termasuk saya.”
    “Iya tapi kamu telah kurang ajar!!”
    “Hey, siapa yang sebenarnya kurang ajar telah
    mengganggu kenyamanan umum. Kamu dengan pakaianmu atau saya?”
    “Kita turun, jangan ribut disini.” kata perempuan itu.
    “Oh ayo, dengan senang hati.” Dipinggir jalan, mereka terus ribut. Penumpang di
    angkot pada melongo. Mereka berdecak, ada laki-
    laki nekat seperti itu. Lelaki itu mendominasi
    pembicaraan. Rupanya ia yakin betul dengan
    tindakannya tadi dan punya misi. Nasihatnya keluar tentang aurat, tentang resiko kejahatan, tentang pelecehan seksual, berkah rizki, tentang kerja yang baik, dst … dst.




    Karena penjelasannya masuk akal, lama kelamaan, si perempuan itu melemah dan takluk. Tapi lelaki nekad itu diminta menemui suaminya. “Siap, dengan senang hati,” katanya. Ini kesempatan untuk menyadarkan suaminya, pikirnya. Akhirnya janjian dan bertandanglah ke rumahnya. Terjadilah obrolan. Karena lelaki itu niatnya tulus untuk meluruskan dan memiliki kekuatan kata-kata, nasehatnya sangat
    masuk akal, suami istri itu akhirnya sadar juga.
    Suaminya malah sangat mengucapkan terima kasih. Selama ini ia mengakui tidak mendidik istrinya dengan agama, tidak bisa menasehatkan pesan- pesan agama pada istrinya. Untung laki-laki nekad itu bukan orang jahat, Mereka saling tukar nomor hape. Hubungan komunikasi dan nasehat terus berjalan. Lelaki itu akhirnya jadi penasehat mereka berdua. Seminggu kemudian, perempuan itu dan sudah tidak memakai rok pendek lagi. Beberapa bulan kemudian ia sudah berkerudung. Pasangan itu merasakan berkah bertemu dengan laki-laki aneh itu.




    Ketika saya tanya pada laki-laki itu, mengapa caranya harus seperti itu, ia menjawab pendek, “Setiap kasus berbeda cara menghadapinya. Kadang-kadang ada yang caranya harus seperti itu, ada yang tidak, tergantung orangnya dan situasinya. Semuanya, ada cara-caranya masing-masing. Kalau saat itu di angkot saya menasehatinya atau menegurnya gak akan masuk, gak akan ngaruh.” Saya tanya lagi, bagaimana membedakannya? “Wadduh … susah menjelaskannya. Gimana ya, ketika itu hati saya saja mengatakan caranya harus begitu, ternyata ada hasilnya hehe …” Waah … ini bukan ilmu sembarangan, pikir saya. Laki-laki yang saya kisahkan ini adalah sahabat saya.
  • Gadis kecil itu sedang bersiap-siap ke sekolah, ia
    menghabiskan sarapan paginya penuh semangat.
    Hari itu adalah peringatan Fathers Day (Hari Ayah),
    dimana di sekolahnya semua siswa harus berbicara
    tentang ayah. Ibunya kelihatan kuatir karena tahu
    apa yang akan dihadapi putrinya nanti. Ia berbisik agar si kecil yang ceria tak usah masuk sekolah
    saja hari ini, tetapi si anak berkuncir dua itu hanya
    tertawa dan berkata ini ”ini kesempatan memberitahu teman-temanku siapa sebenarnya
    ayahku, Ibu”. Mereka tiba di ruang pertemuan sekolah. Ruangan
    itu ramai dengan para ayah yang menemani putra-
    putri mereka, malah beberapa dari ibu mereka juga
    ikut mendampingi. Hanya si gadis kecil yang duduk
    bersama ibunya. Ibunya menunduk
    menyembunyikan kegalauan sementara si putri sibuk menyapa teman-temannya dengan riang. Satu persatu anak-anak maju ke depan, bercerita
    tentang ayah mereka. Si gadis kecil memperhatikan
    dengan seksama membuat si ibu semakin gundah.
    Tangannya yang gemetar tak mampu mengusir
    kekuatiran menunggu giliran si gadis kecil. Akhirnya tibalah giliran si gadis kecil. Saat ia berdiri,
    sang ibu sempat ragu namun si gadis kecil meraih
    tangannya dan mengajaknya ke depan. Mereka
    berjalan di tengah pandangan sinis orang-orang yang
    berbisik “ayah macam apa yang tak bisa menemani putrinya di hari sepenting ini.” Si ibu duduk di mana seorang ayah seharusnya duduk menemani si gadis
    kecil dan di depannya si gadis kecil memulai
    kisahnya tentang ayah. “Ayah yang kukenal bukanlah ayah yang
    menemaniku bermain bola, bukan ayah yang bisa
    menciumku setiap saat dia inginkan, bukan ayah
    yang bisa kusambut ketika ia pulang kerja, juga
    bukan ayah yang bisa membelaku saat aku
    diganggu anak yang nakal, dia juga bukan ayah yang bisa menemaniku saat aku sedang sakit,
    bahkan ayah tak pernah mengucapkan selamat
    ulang tahun untukku walaupun sekali saja. Tetapi
    bukan karena ayahku jahat atau terlalu
    mementingkan pekerjaannya, ayahku mungkin
    terlalu baik hingga Tuhan ingin ayah bersamaNya. Aku tak membenci Tuhan karena aku tahu Tuhan
    sangat sayang padaku dan Ayah, Tuhan pasti
    punya rencana lain untuk kami hingga ia
    memisahkan aku dan ayah.” Gadis kecil terdiam dan memandang
    kesekelilingnya, menatap wajah-wajah di
    hadapannya, “Ayah memang tak pernah ada di sisiku, tapi ia menemaniku setiap saat. Setiap kali
    aku bersedih, aku hanya tinggal menutup mataku
    sejenak dan memanggil namanya. Ia akan datang
    meskipun cuma aku yang tahu karena hatiku
    merasakannya. Ketika aku rindu menatap wajahnya,
    foto ayah akan menemaniku dalam tidur. Ayah memang tak bisa mengajariku bermain ataupun
    belajar, tapi ia mengajariku menjadi anak yang
    mandiri karena aku tak punya ayah yang
    membantuku, aku belajar menjadi anak yang berani
    karena tak ada ayah yang membelaku, aku belajar
    menjadi anak berprestasi karena aku ingin ayahku bangga di surga sana, aku ingin berhasil menjadi
    dokter karena aku ingin ibu punya alasan untuk
    melanjutkan hidupnya.” Lalu ia diam sejenak, menutup mata dan berbisik, “aku beruntung karena ada ibu yang menemaniku,
    yang membantuku mengenal ayah sejak aku bayi
    dan aku tahu ayah ada di sini, melihatku dengan
    senang karena aku sudah memperkenalkannya
    pada semua agar semua orang tahu betapa
    berartinya ayah bagiku. Suatu hari nanti jika aku bisa bertemu dengannya di surga, aku akan berkata
    bahwa aku sangat mennyayanginya dan selalu
    bangga menjadi anaknya.”
  • Di bawah pohon mangga rimbun, ada bebatuan
    besar yang di bawahnya hidup koloni semut hitam.
    Ratusan semut dengan ratunya. Mereka hidup
    sangat rukun. Kemanapun mereka pergi, selalu
    berbaris rapi bak barisan tentara. Anty, si ratu semut itu. Dia sangat tegas memimpin
    anak buahnya, memberi perintah kepada koloninya.
    Kegiatan mereka setiap harinya hanya bekerja
    dengan giat mencari makan dan membangun rumah
    sarang mereka. Anty memerintahkan anak buahnya
    untuk menggali tanah di bawah bebatuan untuk berteduh di musim panas dan bersembunyi di
    musim hujan. Anty sangat adil terhadap anak buahnya, terutama
    tentang makanan. Suatu hari mereka bergotong
    royong mengangkut sisa-sisa pecahan buah
    mangga harum manis yang jatuh ke tanah karena
    busuk sudah terlalu matang tidak dipetik oleh
    manusia si pemilik pohon mangga itu. Mungkin mangga yang terjatuh itu letaknya terlalu tinggi dan
    tidak nampak, sehingga menjadi busuk dan jatuh
    begitu saja ke tanah. Koloni semut Anty
    mengangkut remahan mangga itu, untuk dibawa ke
    dalam sarang mereka di bawah batu besar.
    Makanan yang terkumpul di sarang tidak untuk dimakan sendiri oleh Anty, namun juga untuk dibagi
    sama rata, untuk makan malam mereka. Begitupun saat teman-teman Anty berjalan
    berpapasan, setiap berpapasan mereka berhenti
    sejenak untuk bertegur sapa dan bertukar informasi
    ke teman yang lain. “Di sana masih ada
    makanannya, di dekat gundukan tanah.” Anty tidak pernah mengajarkan kepada koloninya
    untuk saling berebut makanan, saling menyakiti,
    apalagi untuk saling membunuh. Semua makanan
    dibagi sama rata. Oleh karenanya semua anak
    buahnya berukuran sama kecilnya. Kecuali dirinya,
    takdir sejak lahir lah yang menjadikannya sebagai ratu semut. Karena Anty berbeda dengan teman-
    temannya, dia memiliki kepala, karapas dan antena
    yang lebih besar daripada teman-temannya. Karena ukuran kepalanya yang lebih besar dari
    teman-temannya, Anty memiliki penciuman yang
    lebih tajam daripada teman-temannya. Setiap Anty
    mencium ada bau makanan, dia segera
    menyiagakan pasukan koloninya berbaris,
    bergotong-royong menuju makanan itu untuk kemudian diangkut ke dalam sarangnya. “Teman-
    teman, di dekat pintu teras rumah ada potongan-
    potongan kue sisa dari anak-anak yang bermain tadi
    siang. Ayo semangat. Kita angkut kue itu untuk
    makan malam nanti!” Begitu Anty berinstruksi,
    dengan sigap teman-temannya berbaris mengangkut bersama-sama potongan kue itu. Karena mempunyai antena lebih panjang dari teman-
    temannya, Anty lebih peka terhadap suara-suara.
    Pada suatu hari ada suara mesin pemotong rumput
    yang akan bekerja memotong rumput di kebun
    belakang dekat pohon mangga rindang itu. Suaranya
    bergemuruh “Bbrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrhhh…” Dengan cepat, Anty mengomando teman-temannya untuk
    pergi dari sarang itu sementara, sampai keadaan
    aman. “Teman-teman, ada mesin pemangkas
    rumput datang, ayo kita pindah sekarang. Kita cari
    tempat yang lebih aman dan nyaman. Kita cari
    bebatuan di tempat lain yang sama rindangnya. Agar kita tidak kepanasan dan tidak kedinginan
    karena hujan. Ayo jalan yang teratur dan percepat
    langkah kalian, agar kita semua tidak ada yang
    cidera terkena mesin itu.” Begitulah semut kecil, kehidupannya rukun, adil dan
    damai. Walaupun sederhana, hidup mereka bahagia
    dalam kebersamaan dan gotong-royong.
  • Seorang pria paruh baya mempunyai sebuah toko
    makanan ternak yang tidak begitu laku. Makin hari
    makin sedikit orang-orang yang membeli makanan
    ternak. Dalam keputusasaanya, pria tersebut mendapat ide gila yaitu menginvestasikan 50 dolar (uang yang cukup banyak pada zaman itu) untuk membeli 1000 ekor anak ayam.




    Para tetangganya langsung mengejek dan
    menganggap pria itu gila. Jual makanan ayam saja
    tidak bisa, apalagi jual anak ayam. Mereka lebih
    heran lagi ketika tahu bahwa pria ini tidak menjual
    anak ayam tersebut. Namun sebaliknya, ia
    memberikan anak-anak ayam tersebut secara GRATIS kepada pembeli makanan ternaknya. Benar-benar Gila! mereka berpikir, tokonya mau bangkrut, malah beli banyak anak ayam, lalu membagi-bagikan anak ayam tersebut secara gratis. Mana ada pebisnis waras yang melakukan hal seperti itu?




    Nyatanya, setelah ada program gratis anak ayam tersebut, mulai banyak orang membeli ditokonya. Semakin hari ternyata tokonya semakin laris saja.
    Setelah diselidiki ternyata pembeli yang menerima
    anak ayam gratis itu kembali lagi. mengapa bisa
    demikian? Tentu saja mereka beli makanan ayam
    untuk anak ayam gratisan itu. Jangan pernah takut untuk memberi karena memberi adalah langkah pertama untuk kita menerima. Sayangnya banyak orang selalu berpikir yang sebaliknya yaitu ingin menerima dulu, baru berpikir untuk memberi. Ini yang membuat kita tidak mengalami terobosan apa-apa dalam hidup ini.
  • Hana Alfikih, gadis kelahiran oktober 1992, anak
    kedua dari empat bersaudara ini mengidap dua
    macam gangguan kejiwaan –skizofrenia dan gangguan bipolar- sekaligus. Hana sering merasakan seperti mendengar suara bergemuruh
    serta melihat bayangan hitam yang mengintai
    dirinya dan membuat hidupnya dibayangi oleh rasa
    takut. Ia juga sering tiba-tiba merasa dirinya sangat
    bahagia dan sangat sedih tanpa sebab, tak kenal
    waktu dan tempat, karena hal itu bisa terjadi kapan dan dimana saja.




    Saat duduk di bangku SD, Hana mulai merasakan ada sosok bayangan hitam yang selalu
    menghantuinya, seperti ingin menyakiti dirinya dan
    membuat ia sering mengalami mimpi buruk.
    Walaupun hanya bayangan, namun semua itu terasa sangat nyata untuknya. Gangguan yang dialami oleh Hana memuncak saat ia duduk di bangku SMP. Bayangan hitam yang menghantuinya semakin sering muncul sehingga membuat ia merasa sangat takut dan sering berteriak histeris. Bahkan, ia pernah mencoba mengakhiri hidupnya dan meminta ibunya untuk membunuhnya karena sudah tak tahan lagi menghadapi gangguan-gangguan yang ia alami. Sering berteriak dan menangis histeris serta
    mengunci diri di dalam kamar saat ketakutan
    membuat orangtua hana berpikir bahwa ia
    kesurupan sehingga orangtuanya membawanya
    untuk dirukiyah. Namun, rukiyah itu tak
    membuatnya merasa lebih baik karena bayangan dan suara itu tetap menghantuinya. Perilakunya yang tak wajar dan dianggap seperti
    orang gila membuat hubungan hana dan
    orangtuanya retak. Hana sering pergi dari rumah dan menggelandang sampai hampir 2 minggu lamanya. Pergi dari rumah, tak ada tujuan dan tak
    mengantongi uang sepeserpun. Menumpang tidur di masjid sampai waktu subuh datang dan seseorang membangunkannya karena masjid itu akan digunakan untuk salat berjamaah. Lalu, ia pindah ke pos satpam untuk melanjutkan tidurnya. Rasa lapar yang menyerang mengharuskan hana mencari uang dengan mengamen karena saat itu ia tak memegang uang sepeserpun.




    Kini, Hana memilih untuk tinggal sendiri di sebuah
    apartemen di daerah kalibata. Hobinya melukis
    digunakan untuk menuangkan gambar-gambar
    fantasi yang ada di pikirannya ke atas sebuah
    kertas atau kanvas. Saat SMA, Hana bertemu dan
    berkenalan dengan teman-teman yang pintar mendesain yang kemudian mengajarkannya untuk
    mengoperasikan software desain di komputer. Dari situ Hana mulai menuangkan fantasinya menjadi
    sebuah desain yang layak dijual. Hana mencetak
    beberapa desainnya pada mug, kaos, dan kartu pos. Ia juga membuat booklet dari desain-desain yang ia buat. Bahkan, desain yang Hana buat pernah dibeli oleh perusahaan korek api untuk digunakan sebagai cover produknya. Saat ini Hana semakin aktif berkarya. Ia merasa menemukan ketenangannya saat menggambar.




    Menggambar bagaikan terapi untuknya. Karya-karya yang ia buat terasa semakin jujur dan Hana mulai terbuka dengan keadaan jiwanya. Saat ini Hana sedang menulis sebuah buku psycho-memoar tentang perjuangannya menghadapi penyakit yang ia derita. Keadaan Hana saat ini sudah lebih baik. ia sudah bisa mengenali tanda-tanda jika akan relaps. Hubungan dengan orangtuanya pun sudah lebih baik.




    Untuk saling menguatkan sesama penderita skizofrenia, Hana menjadi anggota KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia) dan PJS
    (Perhimpunan Jiwa Sehat) yang rajin
    mensosialisasikan penyakit kejiawaan ini ke
    masyarakat luas agar tidak lagi terjadi diskriminasi
    kepada para penderitanya. ”Ya, aku memang sakit jiwa, tapi tidak berarti aku gila!”, ujar Hana. Gadis ini berharap untuk kedepannya agar semua orang bisa lebih menghargai sesama. Jangan pernah menganggap remeh kondisi orang lain yang dianggap tidak normal karena tidak mudah untuk melaluinya. Ia juga berharap untuk pengidap skizofrenia agar tidak terlalu berharap pada orang lain untuk mengerti keadaan kita karena mereka tidak merasakan apa yang kita rasakan. Tetapi justru kita harus berdamai dengan diri sendiri terlebih dahulu dan menerima kekurangan yang ada pada diri agar pengobatanyang kita jalani terasa maksimal.
  • Namaku Linda dan aku memiliki sebuah kisah cinta
    yang memberikanku sebuah pengajaran tentangnya.
    Ini bukanlah sebuah kisah cinta hebat dan
    mengagumkan seperti dalam novel-novel romantis,
    tetapi tetap bagiku ia adalah kisah yang jauh lebih
    mengagumkan dari semua novela tersebut. Ini adalah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda
    Alhabsyi dan ibuku, Yasmine Ghauri. Mereka
    bertemu di sebuah resepsi pernikahan dan kata
    ayahku dia jatuh cinta pada pandangan pertama
    ketika ibuku masuk ke dalam ruangan. Saat itu dia
    tahu, inilah wanita yang akan dinikahinya. Hal ini menjadi kenyataan dan mereka telah bernikah
    selama 40 tahun dengan tiga orang anak. Aku anak
    sulung, telah menikah dan memberikan mereka dua
    orang cucu. Ibu bapaku hidup bahagia dan selama
    bertahun-tahun telah menjadi ibu bapa yang sangat
    baik bagi kami, membimbing kami dengan penuh cinta kasih dan kebijaksanaan. Aku teringat suatu hari ketika aku masih berusia
    belasan tahun. Beberapa tetangga kami mengajak
    ibuku pergi ke pembukaan pasaraya yang menjual
    alat-alat keperluan rumah tangga. Mereka
    mengatakan bahwa hari pembukaan adalah waktu
    terbaik untuk berbelanja barang keperluan kerana barang sangat murah dengan kualitas yang layak. Tapi ibuku menolaknya kerana ayahku sebentar lagi
    akan pulang dari kerja. Kata ibuku,”Ibu tak akan pernah meninggalkan ayahmu sendirian”. Perkara itu yang selalu ditegaskan oleh ibuku kepadaku.
    Apapun yang terjadi, sebagai seorang wanita, aku
    wajib bersikap baik terhadap suamiku dan selalu
    menemaninya dalam keadaan apapun, baik miskin,
    kaya, sehat maupun sakit. Seorang wanita harus
    menjadi teman hidup suaminya. Banyak orang tertawa mendengar hal itu. Menurut mereka, itu
    hanyalah sumpah janji pernikahan, omongan kosong
    belaka. Tapi aku tetap mempercayai nasihat ibuku. Sampai suatu hari, bertahun-tahun kemudian, kami
    sekeluarga mengalami berita duka. Setelah ulang
    tahun ibuku yang ke-59, ibuku terjatuh di kamar
    mandi dan menjadi lumpuh. Doktor mengatakan
    kalau saraf tulang belakang ibuku tidak berfungsi
    lagi, dia harus menghabiskan sisa hidupnya di pembaringan. Ayahku, seorang lelaki yang masih sehat di usia
    tuanya. Tetapi dia tetap setia merawat ibuku,
    menyuapinya, bercerita segala hal dan membisikkan
    kata-kata cinta pada ibu. Ayahku tak pernah
    meninggalkannya. Selama bertahun-tahun, hampir
    setiap hari ayahku selalu menemaninya. Ayahku pernah mengilatkan kuku tangan ibuku, dan
    ketika ibuku bertanya ,”Untuk apa kau lakukan itu? Aku sudah sangat tua dan jelek sekali”. Ayahku menjawab, “Aku ingin kau tetap merasa cantik”. Begitulah pekerjaan ayahku sehari-hari, merawat ibuku dengan penuh kelembutan dan kasih
    sayang. Suatu hari ibu berkata padaku sambil
    tersenyum,”Kau tahu, Linda. Ayahmu tak akan pernah meninggalkan aku…kau tahu kenapa?” Aku menggeleng, dan ibuku berkata, “Karena aku tak pernah meninggalkannya…” Itulah kisah cinta ayahku, Mohammed Huda
    Alhabsyi dan Ibuku, Yasmine Ghauri, mereka
    memberikan kami anak-anaknya pelajaran tentang
    tanggungjawab, kesetiaan, rasa hormat, saling
    menghargai, kebersamaan, dan cinta kasih. Bukan
    dengan kata-kata, tapi mereka memberikan contoh dari kehidupannya
  • Seorang anak laki-laki kecil tanpa sengaja
    merusakkan raket milik ayahnya. Karena takut, ia
    menyembunyikan raket itu di bawah tempat tidur
    dalam kamarnya. Setiap kali ayahnya memasuki kamar, hatinya ketakutan. Ia sengaja duduk di atas tempat tidur, khawatir sang ayah mengangkat tempat tidur kemudian menemukan raket yang ia rusakkan. Karena itulah ia selalu berusaha memindahkan raket yang ia rusakkan ke tempat lain sesering ia mampu dengan harapan sang ayah tidak akan dapat menemukannya.




    Sejauh ini semuanya selalu bisa diatasi dengan
    baik. Kesalahannya tetap tertutup rapat-rapat di
    depan ayahnya. Namun, selama itu pula hatinya
    tidak tenang. Setiap saat rasa bersalah muncul dan
    menghakiminya. Ke mana pun ia pergi, hatinya
    selalu tertuju kepada raket sang ayah yang pernah ia rusakkan. Semakin sering ia memindahkan raket yang ia rusakkan, ia semakin gelisah, karena itu berarti semakin sedikit tempat yang memungkinkan ia menyembunyikan raket rusak itu. Dalam
    ketertekanannya, akhirnya ia mengambil raket rusak itu, membawanya di tangan kanannya, kemudian mendatangi ayahnya dengan takut.




    Setelah berada di depan ayahnya, ia pun berkata
    sambil menunjukkan raket rusaknya, “Ayah, maafkan aku karena telah merusakkan raket Ayah.
    aku siap dihukum.” Mendengar pengakuan anaknya, sang ayah membungkuk dan berkata, “Nak, ayah sudah tahu semua itu dari minggu lalu. Ayah hanya menunggu kamu mempunyai keberanian untuk mengakuinya. Sekarang ayah hendak berkata kepadamu bahwa ayah memaafkanmu.” Kalimat terakhir sang ayah benar-benar membuat sang anak lega dan merasa bebas. Mengakui kesalahan adalah awal dari sebuah perbuatan besar, dan mempertanggungjawabkan kesalahan yang kita perbuat adalah langkah menuju kebahagiaan
  • Ada sebuah cerita menarik, pada suatu hari seorang Pemuda tertidur lalu bermimpi. Dalam mimpinya, seolah-olah setiap orang bisa melihat bentuk hati di dada orang lain termasuk hatinya sendiri. Sekilas, ia sangat mengagumi dan terheran-heran dengan suasana ini. Lalu, sang pemuda mengalihkan pandangan ke dadanya sendiri, ia sangat bangga ketika melihat hatinya berbentuk merah jambu utuh dan berkilauan. “Hati yang sempurna” katanya, “Tak bercacat dan tak bernoda”. Lalu ia melangkahkan kakinya keluar. Ia mulai mengamati hati orang-orang di sekitarnya. Ada yang terpancar indah seperti miliknya, ada yang terdapat luka, ada yang besar, ada yang kecil, dan sebagainya. “Wow, luar biasa…” katanya lagi. sang pemuda makin yakin bahwa hatinyalah yang paling sempurna karena ia tidak melihat ada hati yang lebih indah dari miliknya.




    Pandangan si pemuda terpaku saat melihat seorang wanita tua yang menggunakan penutup kepala. Wanita tua itu hampir tidak kelihatan wajahnya. Wanita tua itu berhati sangat besar tetapi tak berbentuk. si pemuda pun heran kenapa banyak sekali lubang yang ternganga di hati orang itu. Ia berjalan mendekat ke arah si wanita tua dan
    bertanya kepadanya. “Kenapa hatimu seperti itu? kenapa tidak berbentuk sempurna dan indah seperti milik saya?” Katanya setengah pamer. Jawab wanita itu, “Mungkin karena
    kamu masih terlalu muda dan belum begitu
    memahami dunia.”




    Wanita tua melanjutkan, “Setiap saya mencintai
    seseorang, aku mencongkel hati ini dan kuberikan
    padanya. Begitu pula jika saya menolong orang,
    selalu ada serpihan hati yang kubagi pada orang itu. Dulu, saat saya masih muda dan bergaul dengan banyak sahabat, hati saya teriris-iris karena harus kubagi pada banyak sekali teman. Saat saya mulai menikah dan punya anak, hati saya hampir habis tersayat-sayat untuk memahami suami dan mengasuh anak.”
    “Tetapi, ada suatu saat di mana orang-orang juga
    mulai membagi hati pada saya. Mereka juga belajar mengiris hatinya untuk menutup setiap luka di hati saya hingga bertumpuk-tumpuk, itulah sebabnya kenapa hati saya beberapa kali lipat lebih besar dari hatimu, sekalipun tidak berbentuk lagi. Memang, tidak semuanya mau berbuat demikian, itulah sebabnya kenapa masih banyak sekali lubang menganga di hati ini. Sekarang, hati siapa yang lebih indah? hatiku atau hatimu?”




    Sang pemuda tertegun untuk sekian lama. Ia mulai
    menyadari bahwa hati wanita tua itu jauh lebih
    sempurna dari hatinya. Luka, cacat, dan banyaknya tambalan di hati wanita itu justru menjadikannya lebih indah dan lebih besar dari miliknya. Setiap lubangnya seolah berbicara tentang cinta dan ketulusan di kehidupan yang dijalaninya. Sejenak, si pemuda mulai mengamati wajah wanita tua. Ia terperanjat ketika melihat wanita tua itu ternyata ibunya sendiri.
  • Ketika itu Tuhan telah bekerja enam hari lamanya.
    Ini adalah saat para ibu diciptakan-Nya. Seorang malaikat menghampiri Tuhan dan berkata
    lembut, “Tuhan, banyak nian waktu yang Tuhan
    habiskan untuk menciptakan ibu…” Tuhan menjawab pelan, “Tidaklah kau lihat perincian
    yang harus dikerjakan?”
    “Ibu ini harus waterproof tapi bukan dari plastik. Harus terdiri dari 180 bagian yang lentur, lemas dan tidak cepat lelah. Ia harus bisa hidup dari sedikit teh kental dan makanan seadanya untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Memiliki kuping yang lebar untuk menampung keluhan anak-anaknya. Memiliki ciuman yang dapat menyembuhkan dan menyejukan hati anaknya. Lidah yang manis untuk merekatkan hati yang patah dan enam pasang tangan.”




    Malaikat itu menggeleng-gelengkan kepalanya,
    “enam pasang tangan?”
    “Tentu saja! Bukan tangan yang merepotkan AKU,
    melainkan tangan yang melayani sana sini,
    mengatur segalanya menjadi lebih baik”, balas
    Tuhan. “Juga tiga pasang mata.” Malaikat semakin heran. Tuhan mengangguk-angguk.
    “Sepasang mata yang dapat menembus pintu yang tertutup rapat dan bertanya: apa yang sedang kau lakukan di dalam situ?” Padahal sepasang mata itu sudah mengetahui jawabannya. “Sepasang mata kedua sebaiknya diletakkan di
    belakang kepalanya sehingga ia bisa melihat ke
    belakang tanpa menoleh, artinya, ia dapat melihat
    apa yang sebenarnya tak boleh ia lihat dan
    sepasang mata ketiga untuk menatap lembut
    seorang anak yang mengakui kekeliruannya. Ia pun harus memiliki sinar mata yang dapat bicara! Mata itu harus berkata: Ibu mengerti dan ibu sayang padamu. Meskipun tidak diucapkan sepatah katapun. Ia harus bisa menyembuhkan diri sendiri apabila anaknya sakit. Ia harus mampu membujuk anak umur 9 tahun mandi pada saat anak itu tidak mau diajak mandi.”




    Akhirnya malaikat membalik-balikkan contoh ibu
    dengan perlahan. “Terlalu lunak,” katanya memberi
    komentar. “Tapi harus kuat!”, kata Tuhan bersemangat. “Tak akan kau bayangkan betapa banyaknya yang akan ia tanggung, ia pikul dan pengorbanan dalam kehidupannya nanti”.
    “Apakah ia dapat berpikir?” tanya malaikat lagi.
    “Ia bukan saja dapat berpikir, tapi ia juga dapat
    memberi gagasan, ide dan kompromi,” kata Sang
    Pencipta.




    Kemudian malaikat menyentuh sesuatu di pipi. “Eh,
    ada yang bocor di sini”. “Itu bukan kebocoran,” kata Tuhan. “Itu adalah air mata… air mata kebahagiaan, air mata kesedihan, air mata kekecewaan, air mata kesakitan, air mata
    kesepian, air mata kebanggaan, air mata
    keharuan…. air mata…..”
    “Ah..Tuhan memang ahlinya,” akhirnya malaikat
    berkata pelan sambil mengangguk takjub.
  • Seorang Guru terkena serangan jantung karena
    mendengar banyak gosip dan fitnah tentang dirinya. Seorang Ibu, salah seorang yang suka
    menggosipkan Guru itu, menjenguknya dan minta
    maaf, ” Guru, saya minta maaf karena saya telah membuat gosip dan fitnah terhadap Guru.Jika ada
    sesuatu yang bisa menghilangkan fitnah dan gosip
    itu, akan saya lakukan dengan senang hati!” Guru yang sakit itu menarik bantal dari kepalanya,
    lalu memberikan bantal itu pada Ibu itu sambil
    berkata, “Pergilah ke Menara. Di puncak menara sana, ambillah semua kapuk dari dalam bantal itu
    dan sebarkanlah ke udara!”




    Untuk menggembirakan hati Guru, Ibu itu
    melakukan apa yang diperintahkan Guru. Semua
    kapuk dari bantal itu disebarkannya ke udara dari
    sebuah menara yang tinggi. Dalam sekejap, kapuk-kapuk itu terbang kesana kemari diterbangkan angin. Ibu itu kembali kepada Guru untuk meyakinkan bahwa dia telah melakukan apa yang diperintahkan dengan membawa sarung bantal yang sudah kosong. “Nah, sekarang pergilah keluar dan kumpulkan semua kapuk –kapuk itu kembali, lalu masukkan ke dalam sarung bantal ini,” Kata Guru.
    ” Itu mustahil, Guru !” Jerit Ibu itu.
    ” Angin telah menyebarkan kapuk-kapuk ke segala
    arah!” “Begitu juga dengan apa yang anda lakukan pada saya! Gosip dan fitnah itu telah menyebar ke segala penjuru!” Sahut Guru itu dengan tenang.




    Ada pepatah yang bilang, fitnah lebih kejam
    daripada pembunuhan. Hati-hati dalam lisan dan
    jagalah perkataan. Sesungguhnya, mulutmu adalah harimaumu.
  • Seorang wanita memenuhi undangan wawancara
    pekerjaan. Sesuai undangan, wanita itu datang tepat jam 5 pagi di musim hujan yang dingin. Setelah sampai, dia dipersilakan masuk dan menunggu 3 jam sebelum wawancara. Dan apa yang ditanya penguji kepada wanita ini? Wanita itu hanya disuruh mengeja abjad dan menjawab pertanyaan sepele,”2+2 = berapa?” Setelah itu, ia disuruh pulang.




    Jika kita menjadi wanita ini,bagaimana reaksi kita?
    Tentu kita akan marah, merasa dipermainkan.
    Datang jam 5 pagi, disuruh menunggu 3 jam, lalu
    diberi pertanyaan yang sungguh konyol. Namun dari sekian banyak pelamar, ternyata wanita
    inilah akhirnya yang diterima bekerja. Mengapa bisa demikian?




    Si penguji menjelaskan alasannya, “Pertama, saya menyuruhnya datang jam 5 pagi sementara hujan turun saat ia datang, berarti dia punya KOMITMEN. Saat menyuruhnya menunggu selama 3 jam, dia
    melakukannya, berarti dia punya KESABARAN. Saat saya memberikan pertanyaan sepele, dia tidak jengkel dan marah, berarti dia punya
    PENGENDALIAN DIRI yang bagus”
  • Alkisah jaman dahulu di sebuah danau di
    pegunungan, hidup seekor kura-kura yang bawel.
    Dia sangat cerewet sekali. Siapapun yang
    ditemuinya akan diajak bicara banyak, panjang
    lebar, tanpa jeda, dan sering membuat
    pendengarnya bosan, terganggu, hingga akhirnya jengkel. Mereka sering merasa heran bagaimana si
    kura-kura bisa bicara terus-menerus tanpa jeda dan tak berhenti-henti. Sehingga hewan-hewan lain mulai menghindari kura-kura karena tahu mereka akan mati kutu jika kura-kura mulai berbicara pada
    mereka. Si kura-kura bawel menjadi kesepian karenanya.




    Setiap musim panas, sepasang angsa putih datang
    ke danau di pegunungan untuk berlibur. Mereka baik hati karena membiarkan si kura-kura berbicara
    sepanjang yang dia mau. mereka tidak pernah
    protes ataupun meninggalkan kura-kura. Si kura-
    kura jadi merasa senang pada sepasang angsa itu. Ketika musim panas mulai berakhir dan hari-hari
    menjadi dingin, sepasang angsa bersiap-siap pergi
    dari danau itu. Si kura-kura mulai menangis. Dia
    benci musim dingin dan kesepian. “Andai saja aku bisa ikut pergi bersama kalian,” desahnya. “Kadang, ketika salju menutupi lereng dan danau, aku membeku, aku merasa begitu kedinginan dan
    kesepian.” Sepasang angsa itu merasa kasihan pada si kura- kura, karena itu mereka mengajukan sebuah penawaran untuknya, “Kura-kura, kamu jangan menangis. Kami dapat membawamu asalkan kamu bersedia memegang satu janji.” “Ya! Ya! Saya janji!” si kura-kura bawel segera menjawabnya, bahkan sebelum sepasang angsa
    mengatakan janji apa yang harus dia penuhi. “Kura- kura selalu menepati janji. Pernah, aku berjanji pada kelinci untuk berdiam diri sebentar saja setelah aku memberi tahu tentang semua perbedaan cangkang kura-kura dan…………………………” Kura-kura itu bercerita lagi panjang lebar, tanpa ada yang
    bertanya, dan tak berhenti-henti. Satu jam kemudian, Ketika si kura-kura berhenti bicara, sepasang angsa melanjutkan kata-kata mereka, “Kura-kura, kamu harus berjanji untuk tetap menutup mulutmu! ” “Gampang!” kata si kura-kura bawel. “Sebenarnya bangsa kura-kura terkenal sanggup menutup mulut kami dengan baik. Kami sebenarnya jarang sekali berbicara. Saya pernah menjelaskan hal ini kepada seekor ikan belum lama ini……………….” Si kura- kura bawel itu mulai bercerita panjang lebar lagi.




    Satu jam kemudian ketika si kura-kura bawel diam
    sejenak, sepasang angsa itu menyuruh si kura-kura untuk menggigit bagian tengah sebuah tongkat kayu yang panjang dan menyuruhnya untuk tetap menutup mulutnya dengan menggigit kayu tersebut. Lalu salah satu angsa memegang salah satu ujung tongkat dan yang lain memegang tongkat di ujung lainnya. Keduanya lalu mulai mengepakkan sayap dan terbang, pergi dari danau yang sebentar lagi akan membeku menjadi salju. Inilah pertama kali dalam sejarah dunia kita: kura-
    kura terbang! Lebih tinggi dan lebih tinggi lagi mereka terbang menjulang. Makin lama danau di pegunungan itu makin mengecil. Bahkan gunung yang besar pun terlihat semakin mengecil dari atas langit biru. Si kura-kura yang merasa takjub berusaha mengingat pemandangan itu baik-baik untuk diceritakan pada teman-temannya nanti ketika dia sudah sampai ke tempat tujuan.




    Mereka terus terbang dan semuanya berjalan lancar sampai mereka melewati sebuah sekolahan, dimana waktu itu siswa-siswanya baru pulang sekolah. Beberapa anak melihat sepasang angsa dan kura- kura bawel. Lalu seorang anak berteriak, “Hei, lihat! Ada kura-kura bodoh terbang!” Mendengar itu, kura-kura bawel tidak dapat
    menahan dirinya. “Apa kau bilang… booo… doo..hhh???!!! ” BRAAAKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK! Terdengar suara keras ketika tubuh kura-kura menghempas tanah. Dan itu adalah suara terakhir yang dapat dia keluarkan. Si kura-kura bawel tewas karena dia tidak dapat menutup mulutnya pada saat yang benar-benar diperlukan.
  • Seorang direktur bank, kaya raya, punya segala-
    galanya, tapi merasa hidupnya tidak bahagia.
    Seorang teman lalu mengajak sang direktur ikut ke
    sebuah panti asuhan di Jakarta agar hatinya
    bahagia dan tenteram. Sang direktur pun
    menurutinya. Namun setelah selesai acara, hati sang direktur masih belum bahagia. Ia bergumam, “Kamu bohong, katanya kalo main ke sini, hati bisa bahagia.” Ia pun pulang, melangkah ke arah mobilnya dengan lesu.




    Tapi baru saja kakinya melangkah ke dekat
    pintu panti asuhan, tiba-tiba seorang anak
    perempuan kecil menarik tangannya.
    “Oom mau pulang ya..?”
    “Iya,” jawab sang direktur sambil tersenyum. “Oom.. boleh gak Nanda minta sesuatu ke Oom?” tanya anak kecil yang bernama Nanda itu.
    “Boleh..”
    “Tapi.. Nanda takut gak boleh sama Oom.”
    Sang direktur tersenyum. Ia orang kaya, apa yang
    tidak bisa dibelinya? Apalagi untuk anak yatim piatu yang manis ini, pastilah permintaannya akan
    dipenuhi. “Memangnya Nanda mau minta apa?” tanya sang direktur sambil memegang bahu Nanda.
    “Oom.. Nanda minta.. Nanda pengen manggil ‘ayah’ ke Oom, boleh?”
    Sang direktur tercengang. Tenggorokannya terasa
    tersumbat. Sebuah permintaan yang tidak pernah
    diduganya. Ternyata bukan boneka yang diminta
    Nanda, bukan juga uang, hanya sebuah sebutan
    ‘ayah’. Tanpa terasa hatinya bergetar.
    “Boleh.. Nanda boleh panggil ayah ke Oom.” “Terimakasih, Ayah. Kapan Ayah datang lagi?
    Nanda boleh minta lagi ke Ayah?”
    “Boleh, sayang, Nanda mau minta apa?”
    “Nanda minta, kalo Ayah datang lagi kesini, bawa
    fotonya Ayah ya.. Nanda mau simpan di kamar
    Nanda. Kalo Nanda kangen sama Ayah, Nanda bisa liat foto Ayah.”
    Sang direktur pun mengangguk.



    Dengan berlinang air mata sang direktur memeluk Nanda dan berkata, “besok Ayah datang lagi ke sini. Ayah akan bawa foto ayah, dan ayah akan sering ke sini ketemu sama Nanda.” Hati sang direktur sangat bahagia. Ya, ia bahagia sekarang. Ternyata bahagia itu bukan saat kita bisa memiliki segalanya, melainkan saat kita bisa memberi apa yang kita miliki untuk orang lain, meski hanya sebuah ungkapan cinta.
  • Pada Suatu malam, saat semua penghuni rumah
    sudah terlelap. Sandal jepit yang berada di luar
    rumah menggigil kedinginan. Tak pernah sekalipun
    ia diajak masuk oleh si pemiliknya. Dengan tubuh
    kotor penuh debu, kadang lumpur, ia selalu
    dibiarkan tergeletak di depan rumah. Rupanya, keluhan itu sempat di dengar oleh Peci yang
    tergantung di paku dinding ruang tamu. Melihat
    rekannya yang berada diluar, Peci hanya tersenyum penuh kemenangan dan pura-pura tertidur tak mempedulikan Sandal Jepit yang mulai menangis. Dalam batinnya, Sandal berkata, “Sungguh enak menjadi Peci.. selalu ditempatkan diatas, dipakai atau tidak, tak pernah ia berada dibawah. Lain halnya dengan diriku, dipakai diinjak-injak, tak dipakai tetap tersingkir di pojokkan, ditanah atau dilantai dingin. Setiap kali hendak digunakan, tuan pemilik selalu membersihkan Peci, tak satupun debu dibiarkan hinggap, dan sepulang diajak pergi, kembali dibersihkan dan diletakkan kembali ke tempat yang lebih terhormat, jika tidak diatas lemari, didalam lemari, diatas buffet, paling rendah tergantung di dinding. Berbeda dengan nasibku sebagai Sandal Jepit, dipakai tak pernah dibersihkan, sepulangnya semakin tak dipedulikan sekotor apapun, mulai dari debu, sampai kotoran dengan aroma bau yang tak sedap.”




    ketika diajak pergi, Sandal jepit tak pernah ke
    tempat yang bersih, ke pasar, ke kebun, lapangan,
    atau ke toilet. Jelas saja, tuan pemilik akan lebih
    memilih sepatu atau sendal kulit untuk ke Mall, ke
    pesta, atau ke tempat-tempat yang memang bukan
    tempatnya Sandal berada disana. Tapi, Sandal jepit juga dipakai jika tuan pemilik hendak ke Masjid. Entah ini penghormatan atau sebaliknya buat Sandal Jepit karena jika nanti di Masjid ia harus berpindah kaki dengan orang lain alias hilang, toh tuan pemilik hanya berpikir, ”Untung cuma Sandal Jepit”. Sedangkan Peci, selalu dipakai ke tempat kondangan, bahkan para pemimpin negeri, pejabat- pejabat penting negara ini wajib menggunakan Peci saat pelantikan dan acara-acara resmi, acara kehormatan kenegaraan. Peci hampir tak pernah dipinjamkan kepada tuan
    yang lain, karena biasanya masing-masing sudah
    memiliki. Tapi Sandal, sekalipun ada beberapa, tak
    pernah ia diberikan kehormatan untuk mengabdi
    pada satu tuannya saja. Ia bisa dipakai sekeluarga
    baik ayah, istri, tuan anak, atau juga pembantu. Tidak jarang, ia dipinjamkan juga ke tetangga, atau
    teman-teman. Kalaupun usang dan berubah warna, Peci biasanya tak pernah dibuang. Disimpan dalam kardus di gudang dengan rapih, atau paling mungkin diberikan kepada anak-anak yatim atau siapa sajayang membutuhkannya. Intinya, masih bernilai paskaguna.




    Sedangkan Sandal Jepit? Jelek sedikit diganti, apalagi kalau sudah putus talinya, tidak ada tempat yang paling pas kecuali tong sampah. Terkadang, ia juga harus merasakan kepedihan jika tubuhnya harus dipotong-potong untuk pengganti rem blong, atau dibuat ban mobil-mobilan mainan anak-anak. Tapi Sandal tetap menyadari status dan perannya
    sebagai Sandal yang akan selalu terinjak-injak,
    kotor, dan tak pernah diatas.




    Sandal tak pernah iri dengan peran peci. Terlebih saat tuan pemilik berhadapan dengan Rabbnya, dan ditanya si pemilik ke dua nya ; “Mana dari dua barang milikmu yang paling sering kau gunakan dan paling bermanfaat, Sandal Jepit atau Peci, yang akan kau bawa bersamamu ke surga?” Dengan mantap tuan pemilik menyebut “Sandal Jepit jauh lebih memberikan manfaat bagiku”.




    Tak penting apa status, peran dan kedudukan Anda di dunia ini, karena Tuhan tidak melihat Anda dari pakaian yang dikenakan, jabatan yang di emban, dan kehormatan yang disandang, tapi seberapa bermanfaatnya Anda bagi orang lain dengan status dan peran Anda tersebut
Sign In or Register to comment.