It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Temenku orang Bandung asli hehe
DEMI HATIMU..
Senja merambat mulai tenggelam, lembayung menutupi sang surya, membias semburat kemerahan di barat cakrawala mengantar sang surya yang hendak berpamitan.
Oh begitu indahnya lukisan alam karya Sang Maha Pencipta.
Semilir angin memeluk kalbu yang di dekap rindu, damainya senja yang temaram menggugah kemesraan nan syahdu.
Dua insan di mabuk asmara bermanja tawa, gemericik air sungai dan hitam bebatuan menjadi saksi keromantisan terlarang.
"Jangan pernah tinggalkan aku?" bisik lelaki berkulit lebih putih di telinga lelaki yang duduk di sampingnya, tubuh-tubuh polos mereka yang hanya terbalut celana pendek ketat tampak basah sisa-sisa sesaat tadi mereka berenang di sungai dengan gembira, tubuh-tubuh itu terlihat sexy tertimpa sinar sang surya senja.
Mereka sedang mencuri kesempatan memadu kasih di alam terbuka, menikmati kebersamaan yang indah dan manis, empat kaki di telan air sungai yang jernih air itu mengalir tenang ke hilir, suasana hening seakan menambah keromantisan yang mereka cipta.
"Sampai mati aku bersamamu honey.." pria di sampingnya tersenyum mesra, mengelus pipi putih kekasih dengan lembut dan penuh kasih.
Kakinya mengayun-ayun di dalam air hingga air menciprat ke berbagai arah namun lalu jatuh kembali menyatu di sungai, seperti cinta dan jiwa mereka yang akan selalu menyatu walau terkadang raga mereka terpisah di lain tempat.
"Janji ya.." Kekasihnya merajuk manja, mendengar itu sang kekasih menoleh ke arahnya, memandangi kekasih tercinta syahdu.
"Kamu meragukan aku?" tanyanya dalam bisik, ia mengernyit alis sedikit kecewa karena merasa di ragukan perasaan cintanya yang begitu besar oleh sang kekasih.
"Tentu saja tidak honey, aku hanya selalu takut kehilanganmu" bisik sang kekasih semakin manja, dia peluk lelaki di sampingnya erat, di sandarkannya kepalanya di bahu sang kekasih tampannya.
"Nah begitu dong.." bisik sang kekasih dengan senyum bahagia, tiba-tiba tangan kanannya meraup air sungai dan di cipratkannya ke wajah sang kekasih yang melonjak terkejut, dia pura-pura cemberut ngambek lalu menjauhkan kepalanya dari bahu sang kekasih, namun tiba-tiba ia segera menyerang sang kekasih dengan gelitikan maut di pinggangnya.
Sang kekasih melonjak dan menggelinjang kegelian, hingga tanpa bisa di tahan ia terpeleset jatuh ke dalam sungai, namun tangannya tanpa sadar spontan menarik lengan kekasihnya hingga akhirnya ikut tergelincir dan mereka jatuh ke sungai bersama-sama, tawa-tawa bahagia meledak dan tubuh-tubuh kekar itu kembali basah.
Byuuuuurrrr....
***
Hilman terperanjat kaget, sebuah tepukan di bahunya telah membangunkan dirinya dari mimpi indahnya, ah ternyata dia ketiduran lagi di kantor, di depan mejanya berdiri Yunie teman kerjanya, menatapnya geleng-geleng kepala.
"Susah banget bangunin kamu Man, ayo pulang.." Ucapnya
"Aduh aku ketiduran lagi ya Yun, sebentar deh aku beres-beres dulu ya.." Ucap Hilman malu-malu dan langsung sibuk merapikan mejanya dari berkas-berkas pekerjaannya.
"Aku duluan ya Man, udah di tunggu cowokku di bawah" Kata Yunie, lalu ngeloyor keluar dari ruang kerja Hilman.
"Iya sip, thanks ya yun.." Teriak Hilman saat Yuni sudah di pintu, Gadis itu hanya melambaikan tangan tanpa menoleh, lalu menghilang di balik pintu.
Dengan tergesa Hilman segera merapikan dan membereskan mejanya lalu beranjak bangkit bersiap pulang, namun tiba-tiba selembar foto jatuh dari pangkuannya, segera di pungutnya kembali foto itu, di tatapnya selembar foto bergambar lelaki tampan yang sedang tersenyum ceria itu, wajah Hilman tampak meredup, ada kesedihan dan rona rindu disana, di ciuminya foto itu dengan penuh perasaan lalu dengan hati-hati ia masukan ke saku kemejanya.
"Kenapa kau masih selalu hadir di mimpiku.. Kau tahu, Aku sangat merindukanmu honey.." gumamnya pelan, desahan menemani gumaman pilu itu, sesaat di sambarnya tas kerjanya lalu ia pun segera meninggalkan ruangan kerjanya dan segera pulang.
***
Separuh malam telah berlalu, keremangan malam di peluk kesunyian dan juga keheningan yang kelam,
Hilman masih terjaga berteman remang-remang bias sinar rembulan yang menyelinap dari balik tirai jendela kamarnya, terlentang di ranjang beralaskan sprei putih, matanya menatap hampa ke langit-langit kamar yang juga sama putihnya.
Setetes air mata bagai embun berkilau di sudut matanya, jantungnya berdetak lamban seakan lelah berdetak, nafasnya sesekali tersengal di landa keresahan.
Kejadian seperti ini seakan dejavu dalam hidup Hilman akhir-akhir ini, seperti malam-malam sebelumnya kesedihan selalu menemaninya dalam kesunyian malam, menemani matanya yang selalu sulit untuk terpejam.
''Sampai kapan kamu akan seperti ini Man?'' lirih Angga sahabatnya, yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu kamar, ia menatap Hilman iba, Angga sengaja menemani Hilman di rumahnya karena khawatir dengan keadaan Hilman yang selalu murung dan sedih, sahabatnya itu tampak sangat kesepian dan patah hati sepeninggal kekasihnya.
Angga tak ingin terjadi apa-apa pada Hilman sehingga dia berinisiatif sementara ini menemani sahabatnya itu di rumahnya.
''Sudah dua bulan dia pergi Man, ikhlaskan dia pergi jangan kamu terus begini'' lirihnya lagi sambil menghampiri Hilman lalu duduk di sisi ranjang, matanya berkaca-kaca menatap Hilman khawatir.
''Aku masih belum bisa Ga, dia pergi terlalu cepat, di saat aku benar-benar tak siap kehilangannya, aku masih mencintainya'' desah Hilman berat
''Tapi kamu harus bisa, dia sudah pergi jauh dan kau harus melupakannya, carilah kebahagiaan lain" bujuk Angga lembut, Hilman hanya mendesah resah
''Tapi sulit buatku melupakannya..'' Gumamnya berat
''Biarkan dia menjadi masa lalumu Man, bangkitlah, jadilah Hilman yang dulu lagi, yang selalu ceria dan bersemangat.." Ucap Angga tak lelah membujuk dan menghibur Hilman.
''Lalu apa yang harus aku lakukan Ga, bagaimana aku bisa bahagia sedangkan kebahagiaanku telah pergi, hanya dia kebahagiaanku?'' ucap Hilman menatap galau ke arah sahabatnya itu.
"Lihatlah dunia masih indah Man, dunia masih mengharapkanmu untuk mencari kebahagiaanmu di sana, masih ada kebahagiaan lain untukmu, jangan jadi orang yang putus asa seperti ini Man, karena itu bukan dirimu, bukan Hilman sahabatku yang dulu begitu kuat dan tegar.." bisik Angga tak lelah menyemangati
"Aku bingung, aku tak tahu harus bagaimana Ga.."
"Sepertinya kau butuh liburan Man.." Usul Angga mendapat ide cemerlang, yah dia pikir liburan mungkin akan membuat Hilman sedikit fresh dan mampu melupakan masalahnya.
"Aku tak ingin kemanapun?" Tolak Hilman malas
"Sudahlah, ikuti saranku ya, besok kau ambil cuti dan kita akan berlibur bersama, aku akan menemani kamu.." Angga tetap berusaha membujuk.
"Bagaimana pekerjaan kamu?"
"Soal itu tenang saja, lagipula aku juga sudah lama gak berlibur, kamu mau ya? Aku akan atur semuanya besok.."
"Tapi.."
"Aku mohon Man, setidaknya demi aku, sahabatmu.. Jangan tolak keinginan sahabatmu ini ya?" Pinta Angga memohon, mendengar itu Hilman jadi merasa tak enak hati, selama ini Angga sudah sangat baik padanya, menemani dan selalu menghibur dirinya di saat sedang jatuh begini, haruskah dia menolak dan mengecewakan sahabatnya yang sangat baik ini, tapi Hilman memang tak ingin kemana-mana saat ini, dia hanya ingin sendiri menikmati kesepiannya.
Hilman terdiam tak tahu harus bagaimana.
"Please Man, mau ya.. Aku mohon.." Bujuk Angga lagi sambil menangkup kedua tangannya di dada menatap Hilman penuh harap.
"Baiklah.. Terserah mau mu.." Jawab Hilman akhirnya, rasanya dia tak sanggup mengecewakan sahabat terbaiknya itu, biarlah kali ini dia mengalah.
"Nah gitu dong..." Sambut Angga tampak senang, dia melonjak dengan riang, melihat kelakuan sahabatnya itu Hilman hanya tersenyum samar, namun dalam hati dia bersyukur karena di karuniakan memiliki sahabat yang begitu baik dan peduli, andai tak ada Angga seperti apa dirinya saat ini.
"Baiklah kau tidur saja, istirahat ya.. Biar aku saja yang atur semuanya, percayaka saja padaku sahabatmu yang tampan ini.." Seru Angga lagi semangat, dia segera terburu keluar dari kamar dengan riangnya, dari ranjangnya ujung mata Hilman mengekori tingkah Angga dengan senyum haru, hingga sahabatnya itu menghilang di balik pintu kamar.
***
Dari arah Jakarta sebuah Avanza hitam melaju kencang di jalur Tol Cipularang, menuju arah Bandung, namun keluar dari Tol Cipularang Avanza itu terus meluncur meninggalkan Kota Bandung, dengan kecepatan sedang di pertigaan arah Garut dan Tasikmalaya Avanza lurus menuju arah kota Tasikmalaya.
Dengan lincah Avanza itu meliuk-liuk di jalanan yang banyak tikungan tajam itu tanpa sedikitpun merasa takut dengan jurang yang cukup curam di sisi jalan, dengan lihai sang pengemudi memegang kendali kendaraannya.
Di salamnya, Angga Maulana sang pemilik Avanza dengan lincah memainkan kemudi menerabas liukan-liukan jalanan yang bagai ular mati, di sampingnya Hilman Hermawan diam membisu tampak asyik dengan lamunannya, sepanjang perjalanan wajahnya selalu datar seakan tak memiliki ekspresi hidup.
Angga yang melihat sahabatnya hanya membisu dan melamun saja, hanya geleng-geleng kepala di buatnya, susah sekali membuat sahabatnya itu ceria kembali seperti dulu, padahal sudah segala cara ia lakukan agar Hilman kembali bersemangat, cinta benar-benar telah membutakan mata Hilman, dan hanya karena patah hati kini sahabatnya itu harus menyia-nyiakan hidupnya yang indah, melupakan masa depannya yang mungkin lebih bersinar, sungguh kekuatan cinta ternyata begitu dahsyat hingga mampu manusia menjadi berubah begitu drastis.
Namun Angga tak akan membiarkan semua itu terus berlarut, sebagai sahabat yang baik dan sangat menyayangi sahabatnya itu dia tak mungkin membiarkan sahabatnya terpuruk dan lalu hancur, dalam hati Angga berjanji akan membuat semuanya kembali normal dan sahabat terbaiknya kembali menjadi Hilman yang dulu, yang hidupnya selalu penuh tawa dan semangat yang membara.
Apapun caranya Angga bertekad harus menyembuhkan Hilman dari kehancuran jiwanya karena cintanya yang patah.
"Ayolah Man, kita ini mau berlibur, cerialah sedikit jangan cuekin sahabatmu ini dari tadi, jenuh aku kalo sepanjang jalan hanya diam-diaman begini.." Angga berusaha memancing obrolan
"Memangnya kita mau kemana, ini sudah di luar Jakarta kan?" Hilman malah balik bertanya, matanya hanya awas memandang ke luar kaca mobil
"Kita akan ke Tasikmalaya.." Beritahu Angga semangat
"Tasikmalaya? Ngapain kita kesana?" Hilman menatap Angga tampak terheran, dia pikir Angga akan mengajaknya kembali ke Villa milik kawannya di daerah ci panas Bandung seperti tahun lalu, tapi kenapa kini ke Tasikmalaya, alis Hilman bertaut heran.
"Kau lupa? Bukankah dulu kau sangat ingin pergi ke kampung halamanku, dan sekarang keinginan itu terkabulkan, kita akan ke Tasikmalaya kota kelahiranku tercinta.."
"Tapi, bukankah kau selalu menolak siapapun yang ingin ikut kesana?" Tanya Hilman semakin heran
"Kau kan sahabatku, jadi gak ada salahnya aku mengajakmu kesana, lagipula sudah lama aku tak pulang kampung, rasanya sudah rindu dengan kamarku di rumah, juga suasana kampungku yang sejuk.."
"Kenapa kau lakukan ini?" Lirih Hilman masih tak mengerti, dia sangat tahu Angga sejak dulu seakan takut jika ada kawan-kawannya yang tahu kampung halamannya
"Memangnya ada yang salah? Tenang saja lah, di jamin kamu akan betah di rumahku itu, keluargaku juga pasti akan senang bertemu denganmu.. Suasana kampung sangat cocok buat penyembuhan pasien penyakit cinta gila sepertimu.." Balas Angga dengan tawa lebar, dan berusaha sedikit menggoda Hilman
"Sialan kau.." Mau tak mau akhirnya Hilman tersenyum juga mendengar gurauan sahabatnya, melihat Hilman tersenyum Angga tampak senang dan kembali bersemangat, di keluarkannya jurus-jurus ngocol yang dulu saat masih SMA sering dia pake buat becandain teman-temannya, sepanjang perjalanan dia terus berusaha ngajak Hilman ngobrol dan bercanda, dia tak ingin melihat sahabatnya itu kembali hanya bisa murung dan melamun.
Avanza yang di tumpangi dua laki-laki tampan itu terus meluncur dengan lancar, dan kini tak lagi sepi, Angga segera memutar musik ceria untuk menemani perjalanannya, dia juga terus mengajak Hilman ngobrol dan bercanda dengan riang, yah walau kadang hanya di tanggapi Hilman hanya dengan sebuah senyuman dan jawaban malasnya, tapi Angga tak pantang menyerah.
Sekitar pukul dua siang akhirnya mereka tiba juga di depan sebuah rumah besar, rumah ini tampak berbeda dari rumah-rumah yang lainnya, mungkin ini rumah paling mewah dan besar di sekampung ini, dan Hilman menduga ini pasti Rumah milik keluarga Angga, sepertinya keluarga Angga orang yang paling kaya dan terhormat di daerah ini.
Angga tampak memencet klakson beberapa kali, tak lama kemudian datang tergopoh seorang laki-laki muda membuka pintu gerbang, melihat mobil yang di kendarai Angga yang datang laki-laki itu tampak sumringah dan terlihat senang, wajahnya ceria dan bersemangat sekali saat membuka pintu pagar, beberapa kali Hilman melihat laki-laki itu memandangi mobil dengan senyum senang.
"Selamat datang di kampung halamanku dan inilah istana milik orang tuaku tempat mereka dulu melahirkan dan membesarkanku hingga sebesar ini.." Celoteh Angga dengan senyum termanis, dia merentang tangan ke depan ke arah rumah di depannya, mobil sudah terparkir di halaman dan dia mematikan mesin mobil, dugaan Hilman ternyata benar mereka sudah tiba di rumah keluarga sahabatnya itu.
"Sepertinya kau orang paling kaya di kampung ini?" Gumam Hilman berkomentar, lalu turun dari Avanza
"Alhamdulillah jika itu benar, tapi itu bukan aku, semua ini milik orang tuaku.." Timpal Angga, dia segera membawa Hilman untuk masuk ke dalam namun sebelumnya dia memerintahkan laki-laki muda yang ternyata sopir keluarganya itu untuk membawa semua tas miliknya ke dalam rumah.
Laki-laki muda itu bernama Arip, sudah lama dia menjadi sopir keluarga Angga, umurnya mungkin beberapa tahun masih di bawah Angga dan Hilman, namun dia sangat lihai dalam hal mengemudi dan dia juga cukup cekatan, Arip tipikal orang yang sangat pendiam, walau begitu dia memiliki tampang yang cukup manis juga, tubuhnya terlihat lumayan kekar.
Sejenak Hilman memperhatikan laki-laki itu saat dia sedang mengeluarkan tas-tas besar itu dari bagasi dan lalu tanpa banyak kata langsung membawanya ke dalam rumah, namun entah kenapa Hilman merasakan ada yang beda pada pemuda itu, setiap Arip menatap Angga mata pemuda itu begitu tajam dan terlihat berbinar, seakan dia begitu senang atas kedatangan majikannya itu.
Namun Hilman segera membuang perasaan ganjil itu, mungkin saja karena Angga memang sangat baik pada siapapun sehingga sang sopir itupun begitu senang atas kedatangannya, siapapun pasti akan merasa rindu pada laki-laki tampan dan baik hati seperti Angga, tanpa banyak kata dia pun segera mengikuti langkah Angga masuk ke rumahnya.
****
''Siapa dia A?'' Agak ragu saat Arip menanyakan hal itu, sambil terus memijat punggung Angga yang tengkurap di kasurnya dengan lembut dan hati-hati, sudah menjadi kebiasaan Angga jika pulang ke rumah pasti minta di pijat sama Arip supir bapaknya itu, Arip memang jago dalam hal urut dan pijat dan itu di dapatnya berkat warisan turun temurun dari bapaknya yang juga jago memijat.
"Siapa maksud kamu?" gumam Angga tak acuh, dia saat itu sedang terbuai dengan nikmatnya pijatan Arip, rasanya badannya yang tadi lelah dan penat menjadi ringan dan rileks.
''Yang datang bersama Aa?'' tanya Arip lagi mengulang pertanyaannya.
''Dia sahabat Aa kenapa memangnya?'' Jawab Angga
''Hanya sahabat?" Gumam Arip
"Sebenarnya apa sih yang ingin kamu ketahui Rip?" Tanya Angga menoleh pada Arip, yang di tanya gelagapan
"Tidak koq A, tidak apa-apa.." Jawabnya melengos, menunduk dalam
''Yasudah, aku nyuruh kamu kesini buat memijat bukan nyuruh kamu nanya yang aneh-aneh, aku ini capek dan lelah banget, jadi butuh ketenangan, aku minta kamu pijat saja yang bener tapi kalo kamu keberatan yasudah pergi saja..'' ketus Angga sedikit kesal pada supirnya yang soq ingin tahu ini.
"Iya A, maaf.." Bisik Arip takut-takut tak menyangka majikannya itu akan tersinggung dan marah padanya, diapun segera diam seribu bahasa dan lebih fokus memijat tubuh Angga.
Beberapa jam kemudian Arif pelan-pelan bangkit, di lihatnya Angga sudah tampak tertidur dengan pulasnya, majikannya itu rupanya memang benar-benar kelelahan, mungkin karena seharian tadi mengemudi sehingga kecapekan di tambah merasakan enaknya di pijat Arip yang sangat ahli sehingga dengan mudahnya Angga tertidur hingga pulas.
Sejenak Arip berdiri mematung di sisi ranjang memandangi wajah tampan sang majikan, entah kenapa matanya terlihat berkaca-kaca seakan menyimpan sesuatu, namun dia itu tak lama, setelah menyelimuti Angga dengan berhati-hati karena takut membangunkannya Arip pun segera beranjak keluar dari kamar sang Majikan.
*****
Selesai shalat Magrib semua anggota keluarga berkumpul untuk makan malam, tak terkecuali Hilman yang terlihat juga ada di antara keluarga besar Angga itu.
Hilman di terima dengan hangat oleh seluruh keluarga Angga, terutama Anggi adik semata wayang Angga, sepertinya gadis belia itu menyukai Hilman terlihat dari sikapnya yang curi-curi perhatian terus pada Hilman.
Usai makan malam mereka biasanya berkumpul di ruang keluarga, untuk sekedar mengobrol atau nonton Televisi bersama, acara ini memang rutin di lakukan untuk mendekatkan harmonisasi keluarga.
"Berapa lama kamu di rumah A?" Tanya Mama pada Angga
"Mungkin seminggu saja Ma, kami tak bisa cuti lama karena pekerjaan sedang sibuk-sibuknya.."
"Yasudah nikmati liburanmu, mama senang kamu pulang apalagi bawa kawanmu ini.."
"Iya Ma, besok mungkin Aa mau ajak Hilman ke Galunggung, dia udah ngebet pengen jalan-jalan katanya.."
''Asyiiiikk.. Anggi ikut ya A...'' Seru Anggi spontan
"Loh.. Dede kan sekolah.?" Komentar Mama melotot pada anak bungsunya itu, takut anaknya bolos sekolah hanya karena ingin ikut ke Galunggung.
"Ya nunggu dede pulang sekolah dong Ma.." Rajuk Anggi manja
"Kelamaan ah nunggu kamu mah.." Celoteh Angga
"Iiiiih Aa.. Pokoknya Dede ikut.. Kan gak seru jalan-jalan cuma kalian berdua, iya kan A Hilman?" Rajuk Anggi lagi, kini meminta dukungan pada Hilman, yang di tanya hanya mengangguk dan tersenyum saja.
"Tuh kan A Iman aja setuju.." Seru Anggi lagi kesenengan yang langsung di balas cibiran kakaknya
''Ajak wae si Arip meh aya nu nyetir, jadi kalian bisa santai A..'' sambut Papa mendukung rencana itu.
"Kasihan nih Ma, sahabatku ini sedang Galau jadi butuh hiburan.." celoteh Angga menggoda Hilman yang sedari tadi tak banyak bicara itu, mendengar godaan Angga, Hilman hanya mendelik protes pada Angga.
''Memangnya A Hilman galau kenapa, di putusin pacarnya yaaa..?'' Selidik Anggi dengan rasa ingin tau, membuat Hilman salah tingkah dengan pertanyaan itu, malu-malu tak tahu harus menjawab apa.
''Husss jangan mau tau urusan orang De, ga baik ah..'' Untung saja Mama langsung melotot dan mengingatkan Anggi yang langsung menunduk namun cekikikan melirik Hilman.
''Maaf deh, dede lupa.." Ujarnya memberikan senyum termanisnya pada Hilman.
"Gak apa-apa koq, lagian Jangan dengerin Angga tuh dia mah bohong.." jawab Hilman mesem-mesem.
"Jangan di ulang lagi yah.." Ucap Mama lagi menatap tajam Anggi
"Siap bos.." Seru Anggi semangat
"Yasudah, sana shalat isya dulu trus belajar dan lalu bobo ya.." Ujar Mama lagi lembut, tanpa membantah Anggi segera bangkit menuruti perintah Mama-nya
"Jangan lupa besok tungguin Dede ya A.." Teriaknya dari lantai atas sebelum masuk kamar.
"Kalo gitu Aa shalat isya juga Ma, Pa.." Pamit Angga pada orang tuanya
"Ayok kita bareng saja, kita laki-laki shalat berjamaah di Mushola saja.." Sambut Papa mendahului bangkit lalu beranjak menuju pintu, Angga dan Hilman segera mengikuti Papa menuju Mushola yang berada di tengah kampung itu, sedang Mama juga segera pergi ke Toilet untuk mengambil Wudhu.
****
Udara galunggung sore ini begitu cerah, langit sedang memamerkan keindahannya.
Warna biru cerah itu tampak indah di hiasi gumpalan-gumpalan awan putih yang melukiskan berbagai bentuk unik, matahari mulai sedikit demi sedikit menyingkir ke barat, masih bersinar terang dan hangat namun sedikit memberi bias kemerahan yang memikat di ujung cakrawala.
Merasakan semilir angin sore yang sejuk Hilman terpaku berdiri di atas puncak galunggung yang indah, di rentangkan kedua tangannya.
Menatap hampa ke hamparan pepohonan yang merata kehijauan di bawah galunggung yang tumbuh di bukit-bukit nan elok.
Di kejauhan terlihat air terjun yang hanya menggurat kan alur putih dari atas ke bawah seperti salju yang membeku, tapi mana mungkin di galunggung ada salju, indonesia kan negara tropis jadi tak mungkin mengalami musim salju.
Merasakan semilir angin yang membelai-belai tubuhnya perlahan mata Hilman di pejamkannya, meresapi suasana pegunungan yang murni.
Angga dan Anggi begitu sibuk mengagumi keindahan kawah Galunggung yang mempesonakan mata, dua kakak beradik itu tampak asyik mengabadikan keindahan itu dengan camera digital yang mereka bawa, terkadang mereka ikut berpose di depan Camera itu dengan background kawah galunggung di belakangnya.
Sedang Hilman lebih asyik menerawang kenangan dari birunya langit, menembus kegalauan di hijaunya dedaunan di puncak pepohonan.
Rasanya dia seakan ingin berbagi kesedihannya dengan alam yang indah itu, sakit di dadanya masih selalu terasa, rasa kehilangan dalam hatinya begitu sulit terlupakan.
Hati yang patah ini entah bisa menyatu utuh lagi atau akan tetap patah seperti sekarang, entah sampai kapan, karena jiwa Hilman begitu sangat terluka, di saat cinta sedang tumbuh begitu indah dia harus menyadari telah kehilangan cinta itu, Hilman benar-benar rapuh dan seakan sulit bertahan.
Di pejamkan matanya, sekuat tenaga dia menahan agar dia tak menangis saat itu.
''Koq sendirian saja sih A?'' tiba-tiba saja Anggi sudah berada di samping Hilman dan mengagetkan pemuda itu dari lamunannya
''Hmm Aa cuma sedang menikmati sejuknya udara di sini saja De..?" Jawab Hilman beralasan
"Galunggung emang sejuk dan indah A, Anggi juga gak pernah bosen tiap main kesini.."
"Iya, Aa juga senang bisa di ajak main kesini.."
''Ohya A Hilman sudah lama berteman sama si Aa?"
"Cukup lama, kenapa?" Tanya Hilman heran
"Gak apa-apa sih, cuma koq baru sekarang sih ikut main ke sini, kenapa gak dari dulu-dulu.." Balas Anggi malu-malu
"Ini aja A Iman masih kaget kakakmu ngajak A Iman main ke kampungnya.." Jawab Hilman sejujurnya
"Iya sih, si Aa emang jarang pulang juga kesini, dan tau gak sih, A Iman teman pertama dia loh yang di ajak si Aa main ke rumah, makanya Mama sama Papa seneng banget ternyata si Aa punya teman juga.." Celoteh Anggi dengan riang,
"Ohya, masa sih?" Hilman tampak kaget mendengar penjelasan Anggi, benarkah dia yang pertama di ajak Angga main ke rumahnya, entah kenapa rasa senang tiba-tiba menyelinap kedalam kisi-kisi hatinya
"Seriusan A.. Eh A kita foto-foto yuk, biar ada kenang-kenangan, mau ya?" Ajak Anggi bersemangat.
"Hmmm boleh, ayook.." Sambut Hilman setuju membuat Anggi terlonjak senang dan dengan segera mengambil camera digitalnya, beberapa saat kemudian mereka langsung asyik berpose mengambil gambar mereka.
****
Arip sedari tadi hanya duduk terdiam di bangku yang terbuat dari batang bambu dan biasanya bangku-bangku itu di persiapkan oleh para pedagang disana, mata Arip tak lepas memperhatikan Angga yang sedang asyik berfoto ria dengan adiknya Anggi.
Namun saat melihat Anggi menjauhi Angga dan beralih mendekati Hilman yang sedang berdiri agak jauh dari mereka, Arip beranjak dari duduknya dan menghampiri Angga.
''Galunggung masih selalu indah ya A, tapi buat Arip tak lebih indah dari galunggung setahun yang lalu saat kita.." Ucap Arip namun dia tak meneruskan ucapannya saat di lihatnya Angga menoleh padanya dengan wajah tak senang.
"Jangan pernah mengingat dan membahas soal itu lagi Rip, Aa gak suka.." Pinta Angga dengan tegas menatap tajam pada Arip
"Kenapa A?" Tanya Arip dengan wajah kecewa dan tampak sedih.
"Itu masa lalu, sudah saatnya di lupakan.." Ketus Angga dengan raut kesal, membuat Arip terlihat semakin muram dan kecewa.
"Buat Aa masa lalu tapi tidak buat Arip.." Lirih Arip
"Sudahlah, Aa ingetin kamu ya jangan pernah bahas itu lagi jika ada yang dengar maka semuanya bisa kacau, Aa gak mau masalah itu ada yang tahu selain kita.." Tegas Angga lagi berapi-api, dia tampak sangat marah karena Arip mengungkit-ungkit sesuatu yang sudah terjadi di masa lalunya itu.
''Baik A maafin Arip, tapi boleh Arip bertanya?'' Jawab Arip pelan
''Apa?''
''Apakah A Hilman benar-benar sahabat Aa, sepertinya kalian sangat akrab?'' Mendengar pertanyaan Arip wajah Angga kembali memerah marah, dia tak suka supirnya itu selalu ingin tahu dan mencampuri urusannya, dia menoleh dan menatap Arip kesal.
''Siapapun dia bukan urusan kamu, aku tak harus menjelaskan apa-apa sama kamu, jadi jangan bertanya-tanya lagi'' geram Angga kesal, dia lalu melangkah meninggalkan Arip, namun saat sudah beberapa langkah Angga berhenti dan membalikan tubuhnya kembali, matanya semakin tajam menatap Arip seakan ingin menembus jantung sang Sopir itu.
''Dan kamu jangan lupa dengan statusmu Rip, jangan bertingkah di depan Aa, ingat itu..'' makinya geram, lalu kembali berbalik melanjutkan langkahnya menghampiri Hilman dan Anggi.
Arip yang menerima perlakuan majikannya itu hanya diam membeku, menahan nafas yang tiba-tiba terasa sesak, berbagai perasaan bercampur aduk di dadanya, rasa marah, kecewa, sakit hati dan sedih seakan mengaduk-aduk hatinya, tak sepatah katapun yang bisa keluar dari mulutnya kini.
Matanya nanar, dia merasa kepalanya pusing dan tubuhnya limbung, dengan segera dia kembali duduk di bangku bambu, berusaha kembali menata perasaannya yang porak poranda.
Matanya tajam menatap ketiga orang yang tampak asyik bercanda-tawa beberapa meter di depannya, sedang kedua tangannya meremas kuat buluh bambu yang didudukinya seakan ingin meremasnya hingga hancur, sehancur jiwanya yang tercampakan..
***
Sang surya telah pamit dan menghilang di bukit barat Gunung Galunggung, dunia pun kini menjadi remang temaram, udara Galunggung semakin dingin membekukan tubuhN dinginnya hingga serasa menusuk-nusuk ke tulang.
Anggi sudah merengek-rengek minta pulang, dia memang paling tidak tahan dengan cuaca yang dingin begini, tapi Angga menolaknya dengan tegas, dia kan ingin mandi air hangat di pemandian air Panas, itu justru yang menjadi tujuan utamanya pergi ke Galunggung, Angga kangen berendam di air Panas seperti saat dulu sering dia lakukan bareng teman-teman sekolahnya sewaktu dia masih SMA.
Mau tak mau Anggipun harus rela menunggu kakaknya yang sedang berendam, dia memilih meringkuk di mobilnya berselimutkan jaket tebal yang di pinjamkan Hilman, walau sedikit kesal sama kakaknya tapi Anggi cukup senang juga karena bisa merasakan aroma lelaki yang di taksirnya, dengan erat di peluknya jaket Hilman itu dengan berbunga-bunga, terkadang dia tersenyum-senyum sendiri saat ia menciumi jaket itu, betapa senangnya dia.
Gak apa-apa lah sekarang baru Jaketnya siapa tahu besok-besok bisa memeluk pemilik jaket ini, gumamnya dalam hati dengan penuh harap.
Sedang di samping Avanza, Arief nampak duduk termangu, di temani sebatang rokok mild kesukaannya dia terpaksa harus rela pula menunggui sang putri majikan, padahal dia juga ingin sekali ikut berendam di pemandian air Panas itu, masih dia ingat kejadian setahun lalu di tempat itu, mungkin selamanya tak akan pernah dia lupakan, kejadian yang benar-benar sangat berkesan di hatinya hingga sampai kapanpun.
Dengan dengus kesal di kepulkannya kuat-kuat asap rokok itu ke udara, wajah Arip tampak semakin murung dan kecewa.
*****
Tubuh yang mendekatinya itu terlihat sangat indah, di bungkus kulit coklat nan eksotis sungguh terlihat sexy sekali, dadanya yang bidang terbentuk indah dan kekar, dia juga memiliki bahu yang kokoh dan kuat, enam kotak di perutnya seakan di cetak indah, bulu-bulu halus bertebaran di seluruh tubuh membuatnya semakin terlihat hot.
Hilman seakan sedang melihat seorang foto model tertampan yang sedang mendekatinya, matanya yang kecil, hidungnya yang bangir, bibirnya yang merah menyungging senyum semanis madu, di pahat sempurna melukiskan wajah yang rupawan.
Dada Hilman berdebar, matanya seakan tak ingin berkedip menatap keindahan itu, kenapa lelaki itu bisa terlihat begitu sempurna kali ini di matanya, sedangkan setiap hari dia selalu melihatnya, kenapa dadanya seakan tak henti berdebar begitu dia melihat senyum manisnya, bukankah setiap hari dia telah melihat senyum itu, senyum sahabatnya sendiri, Angga Maulana.
Apa yang sedang terjadi padanya saat ini sebenarnya, perasaan apakah ini, kenapa perasaan ini seakan sama yang ia rasakan saat dulu pada kekasihnya Erwin, kenapa tiba-tiba saja dia begitu terpesona pada laki-laki ini, sedang jatuh cinta lagi kah dia?
Oh tidak. Ini tak mungkin, mustahil rasanya dia jatuh cinta pada sahabatnya sendiri, tidak, dia mungkin hanya sekedar kagum saja, dan itu karena dia terlalu terbuai oleh kebaikan Angga, ketulusan sahabatnya itu telah meluluhkan hati sanubarinya.
Ini bukan cinta. Ini tidak mungkin cinta. Dia harus segera menepis pikiran gila itu, tapi rasanya begitu sulit menolak perasaan ini.
"Hoi.. Koq malah bengong.." Hilman seketika terkejut dari lamunannya, Angga rupanya sudah berdiri di depannya dan menepuk bahunya, wajah Hilman sontak memerah karena malu.
"Iya.. Kenapa?" Ucapnya tergagap
"Koq kenapa, ayo kita berendam.." Ajak Angga menarik lengan Hilman, dia tak habis pikir kenapa sahabatnya itu masih saja terus melamun, padahal acara ini untuk menghiburnya, sepertinya dia tidak boleh jauh-jauh dari Hilman dan harus terus menghiburnya.
"Aku tak mau ya, disini melihat kamu melamun lagi, buat apa kita liburan jika kamu hanya terus melamun.." Ucap Angga lagi saat mereka sudah berendam di air panas, Hilman hanya tersenyum samar
"Iya maaf deh.." Jawabnya pelan, namun dalam hati dia melanjutkan ucapannya
-andai kamu tahu bisa-bisanya barusan aku ngelamunin kamu Ga, kamu pasti marah- menyadari itu wajah Hilman kembali memerah malu, melihat Angga menatapnya rasanya dia seakan sedang di adili atas kelakuannya tadi, Hilman jadi salah tingkah, tanpa pikir lagi dia segera menyembunyikan wajahnya menyelam masuk ke dalam air.
Melihat tingkah Hilman yang aneh Angga hanya bisa geleng-geleng kepala bingung.
Namun sedetik kemudian dia segera meloncat menerkam sahabatnya itu, menggelitiknya membuat Hilman menggelinjang kegelian dan membalas serangan Angga, mereka tampak seru bercanda tawa, saling menyiprat air dan bergurau dengan akrab, Angga akhirnya merasa lega juga karena kali ini berhasil membuat Hilman tampak ceria dan bisa tertawa lagi, tak menyia-nyiakan kesempatan dia terus saja mengajak Hilman bercanda lebih seru lagi.
Namun di lain hati entah kenapa Hilman merasakan kebahagiaan yang indah saat dia bercanda tawa bersama Angga kali ini, ada perasaan lain yang begitu janggal, perasaan yang dulu ia rasakan pada Erwin mantan kekasihnya, dan perasaan ini semakin mengikat lubuk hatinya.
Hilman benar-benar tak mengerti dan menjadi sangat bingung, namun dia menikmati saat-saat indah ini.
***
Suasana desa tampak sangat sunyi jika tengah malam seperti ini, hawa yang dingin seakan menusuk-nusuk kulit, membuat setiap orang yang merasakannya segera menarik selimut dan bergelung di dalamnya, namun entah kenapa Hilman begitu sulit memejamkan mata, suasana yang terjadi di pemandian air panas Galunggung tadi sore terus saja menghantui pikirannya, Hilman bimbang sebenarnya apa yang kini sedang di rasakannya, kenapa bisa terjadi ia begitu terpesona saat melihat sahabatnya, kenapa bisa dadanya berdebar-debar saat memandang senyum manis milik Angga.
"Oh Tuhan rasa apa sebenarnya ini?" Gumamnya lirih
Rasa gundah membuat langkah kaki Hilman membawanya keluar dari kamar, mungkin jika dia menyegarkan otaknya di luar dia tak akan segalau ini, dengan gontai diapun menuju lantai atas, balkon sepertinya tempat yang cocok untuk mencari angin segar.
Di tatapnya langit pedesaan yang tampak cerah penuh bintang, berkerlipan mengelilingi cahaya bulan yang tampak sempurna, angin malam yang dingin menyapu tubuhnya terasa dingin namun menenangkan hatinya, apalagi saat dia mendengar suara-suara malam yang terdengar merdu mendamaikan jiwa, di kejauhan terdengar suara katak bernyanyi di pesawahan yang ada di ujung kampung, atau suara-suara pepohonan yang tertiup angin dan gemericik air dari pancuran-pancuran milik warga kampung yang banyak terdapat di atas empang-empang mereka.
Terasa damai dan menenangkan sanubari.
Mata Hilman tiba-tiba memicing dengan dua alis yang bertaut saat matanya tertuju ke arah taman di bawahnya, ada yang mencurigakan disana, dia seperti melihat sesosok bayangan manusia di sana, pandangan matanya berusaha di pertajam untuk melihat siapa gerangan orang yang sedang ada di sana tengah malam begini, entah kenapa dada Hilman berdebar, mungkinkah orang itu pencuri yang berniat jahat.
Apalagi saat tiba-tiba dia melihat satu sosok bayangan orang lagi yang datang menghampiri orang yang sudah duluan ada disana, terlihat oleh Hilman mereka tampak sedang bicara, dari gerak geriknya sepertinya ada pembicaraan yang a lot di antara mereka, hati Hilman semakin penasaran, namun karena kedua orang itu berada di tempat yang sedikit gelap Hilman jadi susah untuk mengetahui siapa mereka, hanya saja dari postur tubuh mereka Hilman sedikit hapal dan curiga pada orang yang di kenalnya.
Entah kenapa dia seperti melihat bayangan Angga dan Arip sopir keluarganya yang berada di bawah sana, tapi sedang apa mereka. Apa yang sedang mereka bicarakan sehingga terlihat begitu serius, dan benarkah mereka itu Angga dan sopir yang mencurigakan itu.
Terlintas dalam ingatan Hilman saat mereka tadi sore ke Galunggung, saat itu Hilman sempat melihat Angga dan Arip bicara dan entah benar atau salah Hilman sepertinya melihat Angga marah kepada Arip, sebenarnya ada apa yang terjadi di antara mereka.
Mengapa semuanya begitu mencurigakan, Hilman merasa ada sesuatu yang terjadi di antara mereka namun dan itu mungkin suatu rahasia.
Ah kenapa dia kini menjadi curigaan dan su'udzon pada orang lain ya, tapi kelakuan mereka benar-benar sangat aneh, pantas yang melihatnya akan curiga, pikir Hilman dalam hati.
Mata Hilman membesar semakin mempertegas pandangannya saat sosok yang di curigainya Angga itu bergerak pergi meninggalkan kawan bicaranya, dan Hilman benar-benar terkejut, kecurigaannya ternyata benar, saat orang itu melewati tempat yang terang ternyata benar sosok itu adalah Angga sahabatnya, dia berjalan terburu menuju rumah.
Di belakangnya mengikuti dengan gontai sosok Arip sang sopir keluarga, melihat itu rasa penasaran Hilman semakin membara di dada.
Dengan langkah terburu Hilman segera masuk ke dalam rumah dan menuju lantai bawah, dia harus memergoki Angga di bawah sebelum dia masuk ke rumah, Hilman ingin tahu seperti apa reaksi Angga saat dia memergokinya tengah malam begini dari luar rumah.
****
Dengan langkah-langkah kakinya yang gontai Angga berjalan memasuki rumahnya, namun dia segera terkejut saat di lihatnya ada Hilman di ruang tamu, sedang menatapnya penuh arti, merasa di perhatikan Angga menjadi salah tingkah.
Gerak-geriknya menjadi kikuk saat dia melangkah mendekati sahabatnya, sekuat tenaga dia berusaha bersikap tenang dan biasa saja, menutupi kekagetannya.
"Kau belum tidur Man?" Tanya pemuda itu dengan mata yang gelisah, Hilman bisa melihatnya dengan jelas, dia semakin penasaran dengan yang sudah terjadi di luar sana.
"Tiba-tiba saja terbangun tadi, karena haus aku berniat ke dapur cari air putih, kau sepertinya dari luar sana?" Jawab Hilman beralasan dan memancing tanya, matanya semakin ketat menatapi wajah Angga,
"Oh iya, tadi aku susah tidur jadi cari angin ke luar tapi sepertinya terlalu dingin jadi aku pikir lebih baik kembali ke kamar saja.." Balas Angga beralasan pula, dua kebohongan untuk dua tujuan berbeda sedang mereka mainkan.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Hilman setelah terdiam beberapa menit
"Yah, aku baik, kenapa?" Timpal Angga cepat, menoleh pada sahabatnya dengan heran akan pertanyaan itu
"Tidak apa-apa, hanya terlihat kamu sepertinya gelisah, aku takut kamu sakit.."
"Oh, aku baik-baik saja koq, yasudah aku tidur duluan ya, kamu juga istirahatlah Man, good night..."
Pamit Angga sambil terburu menapaki tangga menuju lantai atas, menuju kamarnya berada.
"Yaa.. Good night Ga.." Balas Hilman pelan dan dia pun segera melangkah menuju kamarnya, hatinya di penuhi berbagai tanya dan rasa penasaran yang sangat besar.
***
Sabtu sore yang cerah, Anggi dengan semangatnya membawakan cemilan dan minuman segar ke Taman belakang, di Taman itu, dekat kolam ikan koi Papa ada sebuah saung kecil yang sangat nyaman, dan di saung itu sore ini Angga dan Hilman sedang menghabiskan waktu santai dengan membaca buku, Hilman tertarik dengan koleksi buku milik Angga yang ada di perpustakaan keluarga di rumah itu, mereka tampak anteng dengan buku mereka, tanpa sepatah kata pun, dan sepertinya setelah kejadian semalam mereka memang seakan menjaga jarak, terutama Angga yang seakan menjauhi Hilman, ada sesuatu yang di takutkan Angga jika Hilman tahu, dan itu akan sangat buruk.
"Apa malam minggu kita akan di rumah saja?" Seru Anggi pada kedua pemuda tampan di depannya setelah meletakan nampan cemilan dan minuman yang di bawanya, mendengar itu Hilman hanya melirik sekejap lalu kembali pada bukunya, sedangkan Angga segera menutup buku, dia seakan mendapat jalan dari kebekuan yang di rasakannya sedari tadi.
"Memangnya mau kemana?" Tanyanya kepada adiknya
"Yaa.. Kita jalan-jalan gitu, atau nonton, pasti seru, iya kan A iman?" Usul Anggi, perhatiannya segera saja tercurah pada Hilman saja, jika sudah begitu Angga suka sedikit kesal pada adiknya itu, entah kenapa ada rasa tak suka menyadari adiknya naksir pada sahabatnya itu.
"Kemana misalnya?" Tanya Angga lagi sambil menarik kuncir ekor kuda adiknya, adiknya itu menjerit dan memukul lengan kakaknya namun segera kembali bersemangat memandangi Hilman yang tampak tak terganggu dengan ulah dua kakak beradik itu.
"Ke Asia Plaza aja A.. Disana ada film baru loh yang sedang di putar" usul Anggi lagi,
"A Iman mau kan?" Rajuk Anggi lagi pada Hilman dan mengguncang lengan Hilman, pemuda itu segera menutup buku, menoleh pada gadis manis di depannya
"Aku sih terserah kakakmu saja De.." Ucapnya lembut, mendengar itu Anggi segera menoleh pada kakaknya dengan tatapan memelas
"Sekali-kali mengajak anak Jakarta melihat kota Tasik bolehlah, kita berangkat sekarang?" Sambut Angga setelah berpikir beberapa saat, entah kenapa dalam hatinya Angga membayangkan sepertinya akan menyenangkan mengajak Hilman berjalan-jalan ke kota, jadi dia segera setuju dengan ajakan Adiknya, mendengar jawaban kakaknya Anggi melonjak senang dan memeluk kakaknya
"Dede ganti baju dulu, tunggu ya.." Serunya, lalu segera berlari ke dalam rumah dengan semangat, begitu juga Hilman yang beranjak bangkit menuju depan
"Kau mau kemana?" Tanya Angga heran saat melihat Hilman menuju dapur
"Aku mau ngajak si Arip, sepertinya dia santai, lebih banyak orang sepertinya seru.." Balas Hilman santai, namun dengan jelas dia melihat keterkejutan Angga dan itu yang dia harap, dia masih penasaran tentang yang semalam, dan mungkin rencana dia mengajak Arip pergi ikut mereka siapa tahu bisa memberikan sedikit petunjuk
"Kenapa harus ngajak dia?" Tanya Angga sedikit terlihat tak suka rencana Hilman
"Apakah kamu keberatan, aku pikir dia juga butuh hiburan?"
"Tidak sih, hanya.."
"Hanya kenapa?" Selidik Hilman
"Hmmm tidak apa-apa, yasudah ajak saja.." Balas Angga pasrah, namun dengan wajah sedikit muram dia segera pergi ke dalam rumah menyusul adiknya.
Melihat sikap Angga, dua alis Hilman bertaut, sudah jelas Angga sedang menyembunyikan sesuatu, dan Hilman bertekad harus mengetahuinya.
Tapi bagaimana caranya? Haruskah dia bertanya pada Angga?
Sepertinya dia harus menemukan cara yang lebih baik, yang tak menyinggung perasaan sahabatnya nantinya.
***
Asia plaza adalah sebuah tempat perbelanjaan modern terbesar di kota Tasikmalaya untuk tahun-tahun ini, bisa di bilang itu Mega Mallnya kota Tasikmalaya.
Belakangan ini Asia Plaza menjadi tempat pavorite kebanyakan masyarakat kota Tasik, dari ibu-ibu sosialita yang hobi shoping, remaja Abg yang doyan nongkrong hingga anak-anak yang sekedar ingin berlibur di wahana-wahana yang di sediakan di sana untuk mereka.
Asia Plaza cukup komplit menyediakan semua kebutuhan yang masyarakat mau.
Sekitar pukul empat sore rombongan Angga tiba di Asia plaza, sedari rumah hingga tiba di loket bioskop Anggi terus saja memepet pada Hilman, sepertinya dia enggan jauh-jauh dari pemuda tampan yang telah menjadi idamannya sejak pertemuan pertama mereka itu, seakan Anggi takut Hilman bakal di comot orang di tempat ramai itu..
Melihat tingkah adiknya yang terus menempel pada Hilman, Angga hanya mendesah kesal, lagi-lagi di hatinya terbersit rasa iri melihat Anggi berdekatan dan bisa bermanja pada Hilman, di tambah lagi ada si Arip dalam rombongan itu, Angga tak suka ada sopir itu disana, komplit sudah rasa bete di hati Angga andai bisa dia rasanya ingin kembali pulang ke rumah saja, daripada ada dalam suasana yang tak menyenangkan ini.
Saat mereka sedang menunggu pintu bioskop di buka tiba-tiba serombongan gadis Abg sepantaran Anggi datang, melihat mereka Anggi terlihat terkejut dan berusaha menyembunyikan diri namun salah satu dari mereka terlanjur melihatnya dan berteriak memanggil namanya, sehingga yang lain pun melihat dirinya, mau tak mau Anggipun harus menghadapi mereka yang segera datang mengerubunginya.
Rupanya mereka adalah teman-teman sekolah Anggi, bahkan mereka satu Genk di sekolah.
"Eh, hai kalian.." Sapa Anggi terlihat canggung, dalam hatinya dia menyesal kenapa harus ketemu dengan Genk sekolahnya, bakal kacau acara yang di rancangnya jika ada mereka, wajahnya tampak jadi kecut
"Kamu bilang ada acara keluarga jadi gak bisa ikut kami, tapi kenapa kamu ada disini, sama cowok pula.." Tuding seorang teman Anggi yang kurus pedas, namun matanya tampak berbinar menatap Hilman yang di samping Anggi, seketika Anggi merapat dan memeluk lengan Hilman, ancaman harus segera di hindari
"Maaf Girl, tadinya gak ada rencana kesini, tapi aku harus nemenin kakak ku dan temannya yang baru datang dari Jakarta jalan-jalan.." Balas Anggi beralasan
"Baiklah kamu akan kami maafkan, asal kenalkan dia pada kami.." Gadis berbaju merah menimpali sambil senyum-senyum genit, yang lain mendukung dengan serempak, kecuali satu orang Gadis yang hanya berdiri diam memandangi arah lain, gadis manis itu bernama Lusi dengan dada berdebar dia memandangi Angga yang sedang membeli Ticket, memang sudah sejak lama gadis itu naksir kakaknya Anggi itu
"Ohya kenalin ini A Hilman, sahabat kakak ku dari Jakarta.." Ucap Anggi dengan terpaksa, teman-temannya segera mengerubungi kecuali Lusi yang lebih memilih menghampiri Angga.
Mendapati di kerubungi tiga gadis Abg Hilman hanya tersenyum-senyum saja melihat tingkah genit dan manja mereka, dengan sabar dia melayaninya
"Kalian mau nonton juga?" Tanyanya yang segera di jawab "Ya" dengan serempak dan semangat
"Wah bagus, kalau begitu kita masuk sama-sama saja.." Tawar Hilman, dan anak-anak itu menyambutnya dengan riang namun tidak dengan Anggi, dia hanya bisa menghela nafas kecewa dan penuh penyesalan, tersenyum samar pada teman-temannya.
Lusi yang sudah di belakang Angga sedikit ragu dan gemetar, dia ingin menyapa namun tak punya cukup keberanian jadi dia hanya menunggu hingga pemuda tampan itu berbalik menoleh, dan saat Angga berbalik dengan terburu dia harus menabrak Lusi dengan tak sengaja karena letak berdiri Lusi yang begitu dekat
"Eh maaf.." Seru Angga kaget, tapi dia segera berseru memanggil nama gadis itu dengan riang
"Lusi.. Wah udah gede ya?" Sapanya dengan senyum
"Apa kabar A?" Balas Lusi sedikit canggung
"Alhamdulillah, kamu mau nonton juga?"
"Rencananya seperti itu, aku sama teman-teman.." Jawab Lusi sambil menoleh kearah teman-temannya yang masih mengerubungi Hilman,
"Wah bagus, kita gabung saja ya.." Seru Angga senang, namun dia segera berjalan mendekati gerombolan yang mengelilingi Hilman, dia segera menyerahkan tiket yang langsung di sambar Hilman.
Lusi yang merasa di acuhkan hanya mendesah berat dan mengikuti langkah pemuda yang sudah lama di taksirnya itu.
"Ayo kita masuk.." Ajak Hilman semangat yang di sambut gempita trio Abg genit, namun Anggi segera mengambil langkah cepat menggandeng Hilman dan di gusurnya menuju pintu bioskop.
"Kalian masuk duluan, aku mau ke Toilet dulu.." Ucap Angga lalu tanpa menunggu jawaban dia segera melangkah menuju arah Toilet.
Namun tanpa sepengetahuan dia, seseorang yang sedari tadi diam saja dan hanya memperhatikan tingkah semua orang dengan wajah dingin mengikuti langkah Angga dari belakang, entah apa yang dia rencanakan.
***
Keadaan toilet lumayan sepi, Angga segera menunaikan hajatnya, sedari tadi dia menahan kebelet pipis, dan dia bernafas lega saat semuanya telah di keluarkannya dengan lancar, dia segera merapikan celananya kembali dan segera akan meninggalkan toilet.
Namun ia begitu terkejut saat berbalik Arip sudah berdiri di hadapannya lalu tanpa sepatah katapun Arip menarik lengan Angga dengan paksa dan membawanya masuk ke sebuah kamar buang air besar, Angga berontak dan memaksa keluar namun tenaga Arip yang besar tak kuasa di lawannya.
"Apa-apaan kamu ini Rip, kamu sudah gila ya, ini tempat umum.." Dengusnya kesal, menatap tajam sopir keluarganya itu.
"Maaf A, Arip cuma ingin bicara sebentar sama Aa.." Jawab Arip dingin
"Gak ada yang perlu di bicarakan lagi, semalam sudah cukup jelas, cepat buka pintunya sebelum ada orang lain datang" bentak Angga mulai marah.
"Tapi buat Arip belum A, aku tak terima di buang begitu saja sama Aa, aku juga punya perasaan.."
"Kamu jangan mulai kurang ajar, cepat buka pintunya atau kamu terima akibatnya.." Angga mulai tak sabar
"Arip mohon A.."
Saat mereka masih berdebat tiba-tiba pintu terbuka, Angga dan Arip menoleh kaget, lebih kaget lagi saat melihat sosok Hilman sudah berdiri di ambang pintu menatap mereka.
Wajah Hilman tampak aneh menatap kedua orang itu, sedang Angga terlihat sock, wajahnya pucat pasi di buatnya.
Tanpa sepatah katapun Hilman segera berbalik meninggalkan Toilet dengan cepat, melihat itu Angga segera mendorong tubuh Arip dan mengejar Hilman.
Di belakangnya dengan lunglai Arip berjalan terhuyung, dia tak kembali ke Bioskop namun memilih keluar dari Plaza dan pulang ke rumah menumpang Angkot.
****
Hari telah berganti malam, sejak sepulang dari nonton tadi sore Hilman memilih tak keluar lagi dari kamarnya, bahkan saat makan malam pun ia enggan untuk keluar, saat Anggi menyambangi kamarnya untuk mengajak makan malam bersama dengan halus Hilman menolaknya dengan alasan dia masih kenyang.
Semua orang tidak tahu kenapa Hilman malas keluar, sebenarnya setelah kejadian tadi sore dia entah kenapa jadi malas bertemu Angga, ada rasa kecewa dan sakit di hatinya menyadari sesuatu telah terjadi dengan Angga dan Arip, mungkinkah dia merasa cemburu.
Perasaan cinta kah ini. Tapi kenapa harus kepada Angga, dan kenapa harus ada kejadian menyebalkan seperti tadi.
Kecurigaan Hilman tentang adanya rahasia antara Angga dan Arip kini telah terjawab, semuanya telah terbukti, namun entah kenapa Hilman merasa menyesal harus mengetahui rahasia mereka jika akan menyakiti hatinya seperti ini.
Tapi di lain pihak, apa yang di rasakan Angga kini adalah dilema yang berat, ia ingin menjelaskan semuanya pada Hilman namun rasanya ia malu bertemu dengan sahabatnya itu untuk saat sekarang, entah apa yang di pikirkan Hilman setelah memergoki kejadian tadi sore, Angga benar-benar sangat malu.
Namun jika ia tidak menjelaskannya ia juga takut Angga akan terus berpikiran buruk tentang dirinya, oh Tuhan ini benar-benar memusingkan, rasanya Angga di buat galau malam ini.
Dan ini hanya karena kebodohan dirinya di masa lalu, ah andai dulu dia tidak bermain-main denga pemuda itu, mungkin takan ada kejadian seperti ini.
Namun penyesalan rasanya sudah tak berguna lagi.
"Biar esok saja ku temui Hilman dan ku jelaskan semuanya.." Lirih Angga bimbang.
****
Jika sedang di Rumah orang tuanya, Angga, selepas Shalat subuh biasanya akan tidur kembali, dan dia akan bangun pada saat matahari sudah mulai tinggi di timur sana.
Bangun tidur dia akan segera mandi, lalu duduk bersantai di balkon dengan membaca harian pagi langganan Papa-nya, dan biasanya dengan sigap Bi Dedeh akan menyajikan secangkir kopi hangat untuk menemani aktivitasnya itu.
Angga selalu jatuh cinta setiap menikmati kopi buatan Bi Dedeh, rasanya sangat mantap dan nikmat, Bi Dedeh pintar meracik kopi.
"Bade enggal sarapan A?" Tanya Bi Dedeh saat meletakan secangkir kopi di meja kecil, Angga yang sedang membaca koran sejenak menoleh
"Nanti saja Bi, ohya Bibi lihat Hilman?"
"Loh.. Aa teh gak tahu atau lupa?" Bi Dedeh malah balik bertanya dengan wajah heran, alis Angga bertaut tak mengerti
"Maksud Bibi?" Tanyanya
"A Iman mah kan udah pulang ke Jakarta tadi pagi, malah pamit sama si Papah jeung si Mamah.." Ucap Bi Dedeh menjelaskan, namun itu membuat Angga seperti tersetrum saking kagetnya, hingga koran yang di pegangnya terjatuh begitu saja, dia sontak berdiri menatap Bi Dedeh tak percaya.
Hilman pulang ke Jakarta, dan dia tak memberitahu padanya. Apa-apaan ini.
"Bibi tidak bercanda kan?"
"Ya tidak atuh A, tanya bae ka si Mamah.." Jawab Bi Dedeh sesungguhnya, tanpa mikir lagi Angga segera berlari ke bawah menemui Mamanya dan menanyakan perihal kepulangan Hilman, dan ternyata itu benar, Hilman pulang pagi sekali dengan alasan di telfon pihak kantor karena ada pekerjaan urgent.
"Kenapa Mama gak kasih tau Aa?" Keluh Angga penuh penyesalan.
"Dia bilang tidak mau mengganggu tidur Aa.." Jawab Mama, Angga menunduk bingung, dia tak habis pikir kenapa Hilman bisa melakukan itu padanya, bukankah mereka pergi bersama, kenapa Hilman harus meninggalkannya begitu saja, apakah mungkin Hilman marah karena kejadian kemarin sore.
Pokoknya dia harus mendapatkan penjelasan, kenapa sebenarnya Hilman, Angga tak ingin ada salah faham dengan sahabatnya, apalagi hingga ada masalah tak baik.
"Kalau gitu Aa juga balik ke Jakarta sekarang aja Ma.." Ucap Angga akhirnya, setelah cukup berpikir dia memang harus segera menyusul Hilman dan menyelesaikan masalah ini, awalnya keluarganya menahan keberangkatannya namun karena Angga memaksan akhirnya mereka tak bisa berkata apa-apa lagi.
Hari itu juga mobil Angga segera meninggalkan Rumah dan Kampung halamannya, di temani tatapan dan doa kedua orang tuanya yang harus ikhlas di tinggalkan walau masih rindu pada anak lelakinya itu.
Namun bukan hanya tatapan kedua orang tuanya saja yang mengiringi kepergian Angga, di satu sudut rumah ada dua mata basah oleh air mata meratapi kepergian sang majikan, Arip merasakan betapa sesak dan sakit hatinya menyadari dia harus kembali kehilangan Angga sang majikan yang sebenarnya sangat di cintainya.
Harapan untuk bisa bersama dan memiliki Angga tetaplah hanya sebuah harapan dan impian, ah andai saja kejadian dulu itu tak terjadi mungkin dia tidak akan merasakan perihnya hati oleh cinta yang tak berarah pasti.
Takdir terkadang terasa kejam jika kita tidak mampu memaknai dan mengambil hikmahnya.
***
Menjelang Magrib Hilman baru kembali ke rumahnya, saat turun dari Taxi, matanya menangkap Avanza Angga sudah terparkir di halaman rumah, rupanya Angga menyusul pulan hari ini juga ke Jakarta, sejenak dia ragu untuk masuk, dia masih enggan bertemu Angga sekarang ini, namun kemana lagi dia harus menghindar karena hanya ini rumah yang dia punya, rumah peninggalan Erwin yang dulu pernah di tempatinya bersama, rumah yang penuh kenangan dengan kekasihnya dulu.
Dengan langkah malas dia masuk kedalam rumah yang langsung di sambut tatapan khawatir dan gelisah dari kedua mata Angga.
''Darimana saja kamu Man, aku khawatir banget nunggu kamu dari tadi?'' tanya Angga dia segera menghampiri Hilman, menatap laki-laki itu penuh perhatian.
''Aku dari makam Erwin, sudah lama aku nyekar kesana'' jawab Hilman datar, dia malas bicara dengan Angga
''Kenapa kamu pulang tiba-tiba Man, dan kenapa gak bilang sama aku, kita kan bisa pulang sama-sama?'' tanya Angga lagi dengan nada sedikit kecewa
''Kantor menelfonku, ada pekerjaan mendesak yang harus segera di tangani..'' balas Hilman hambar
''Tapi setidaknya kamu bisa bilang ke aku dan kita bisa pulang bareng kan?'' Timpal Angga
''Aku gak mau ganggu waktu kamu dengan keluargamu?''
"Kamu sendiri kan tahu liburan itu untuk kamu bukan aku?"
"Sudahlah aku gak mau membahasnya, aku lelah, aku ingin istirahat dulu.."
''Kamu marah karena kejadian kemarin Man?" Ucap Angga saat Hilman beranjak ke kamarnya, mendengar itu Hilman spontan berhenti, hatinya serasa di tohok oleh ucapan Angga itu walau hatinya memang tak memungkiri dia marah dan kecewa dengan kejadian itu, namun rasa gengsi dan harga diri yang tinggi menolak tuduhan itu.
''Sudah ku bilang, itu bukan urusan aku, jadi aku gak peduli dengan kejadian itu, jadi untuk alasan apa aku marah padamu?'' Ketusnya masam, wajahnya terlihat memerah entah malu atau merasa tersinggung, dengan dengusan kesal dia segera kembali berbalik menuju kamarnya.
Namun sebelum Hilman tiba di pintu kamarnya, tanpa di duga tiba-tiba Angga menarik tubuh Hilman di pepetnya ke dinding, hingga badan mereka rapat menempel, lalu di luar dugaan pula tiba-tiba bibir Angga sudah melumat bibir Hilman, sejenak Hilman terdiam kaget, mimpikah dia. Benarkah yang sedang terjadi ini. Angga kini sedang menciumnya betapa mesra dan hangat.
Sejenak Hilman terlena dan ikut terhanyut dengan ciuman itu, namun dia segera tersadar, apalagi kejadian menjijikan yang di lihat di Toilet Asia Plaza antara Angga dan Arip kembali melintas di ingatannya, juga penjelasan Arip tentang hubungannya dengan Angga, seketika Hilman kembali marah dan merasa jijik pada Angga, di dorongnya tubuh Angga hingga laki-laki tampan itu terjerembab jatuh di lantai..
"Anjing kamu Ga, kamu pikir aku ini cowok murahan yang bisa kamu perlakukan seenaknya, aku bukan si Arip yang bisa seenaknya kamu mainin gitu aja.." Bentak Hilman kalap, wajahnya merah menyala saking murkanya.
Menyadari kegilaannya yang telah membuatnya lupa diri Angga seketika merasa menyesal setengah mati, begonya dia kenapa harus melakukan hal gila itu, dia segera menubruk kaki Hilman, memeluk pinggang sahabatnya itu, meminta maaf sepenuh hati.
"Aku khilaf Man, maafin aku.." Rintihnya putus asa.
"Sebenarnya apa sih yang ada di otak kamu Ga, kenapa kamu perlakukan sahabatmu segila ini.." Bentak Hilman masih tak percaya dengan yang sedang terjadi, dia tak habis pikir kenapa Angga bisa menciumnya dengan begitu bergelora, ada apa dengan Angga.
"Itu karena aku mencintai kamu Man, yah aku memang gila karena aku sangat mencintaimu, aku tergila-gila padamu, maafin aku Man please maafin aku.." Bisik Angga lirih, dia tak mampu lagi menahan dan memendam perasaannya lagi, yah memang sudah saatnya dia mengungkapkan semua perasaannya itu. Bak di sambar petir Hilman mendengar ucapan Angga, antara percaya dan tidak dia menatap Angga terkesima, benarkah semua yang di ucapkan Angga itu.
"A..apa maksudmu Ga?" Terbata Hilman bertanya, meyakinkan pendengarannya.
"Jujur, sudah sejak lama aku cinta kamu Man, sejak pertemuan pertama kita aku sudah ada rasa padamu, tapi aku selalu ragu untuk mengatakannya karena aku takut kamu tak memiliki perasaan yang seperti ku miliki padamu, aku takut kamu menjauhiku saat tahu aku mencintaimu, sedangkan kamu hanya menganggap aku seorang sahabat, aku takut kehilanganmu jadi ku pendam saja perasaanku biarlah aku hanya jadi sahabatmu yang penting aku bisa tetap selalu bersamamu, bisa terus melihatmu, aku bahagia andai kamu bahagia.." Angga menghela nafas menoleh pada Hilman sendu, namun tak sepatah katapun yang di ucapkannya.
Dia membisu tak tahu apa harus menanggapinya bagaimana.
"Dulu aku pernah mencoba untuk mengatakannya padamu tapi saat itu kamu ternyata sudah jadian dengan Erwin, dan itu menjadi hari yang paling menyakitkan dan kehancuran hidupku, aku benar-benar merasa telah kehilangan dirimu, tapi setelah ku pikir-pikir jika itu menjadi kebahagiaanmu aku ikhlas, aku bahagia jika kamupun bahagia Man, jadi aku rela mengalah.. Dan sekarang terserah kamu Man, namun itulah kebenarannya, bahkan hingga detik ini aku masih mencintaimu.." Ucap Angga lagi setelah sekian detik Hilman tak menanggapi perkataaannya, dia menunduk dalam, ada perasaan lega di dadanya namun tak sedikit ketakutan menghantui batinnya, dia takut Hilman akan marah dan lalu membenci dirinya setelah tahu semua perasaanya itu, Angga belum siap kehilangan sahabat tercintanya itu.
"Jika memang kamu hanya mencintaiku lalu apa artinya si Arip bagimu Ga, dia sudah menceritakan semuanya padaku?" Ucap Hilman setelah beberapa lama terdiam, entah kenapa ia masih ragu apalagi setelah tahu dulu Angga pernah pacaran dengan Arip.
"Itulah kesalahanku Man, di saat aku hancur karena kehilanganmu saat itu aku sementara pulang ke rumah dan di sana aku bertemu Arip, dia yang menemani dan menghiburku dan ternyata dia sama sepertiku, tanpa tahu perasaanku sesungguhnya aku memutuskan pacaran dengannya, namun ternyata aku tak bisa melupakanmu dan aku sadar aku tidak mencintainya, setelah memikirkannya matang aku memutuskan dia dan kembali ke Jakarta, karena aku pikir hubungan yang di paksakan takan bisa berhasil, namun sepertinya Arip masih belum bisa menerima, dia masih menginginkan aku dan menganggap aku masih kekasihnya.."
"Kamu tidak bohong kan?"
"Demi Tuhan itu kebenarannya, aku tak mungkin bisa bohong padamu.."
"Lalu apa yang kau ingin dariku sekarang?"
"Entahlah, semua keputusan ada padamu, aku pasrah.." Lirih Angga pasrah, tiba-tiba Hilman meraih bahu Angga di tariknya hingga sahabatnya itu tegak berdiri dan mereka kini berhadap-hadapan.
"Kamu tahu Ga.. Kamu itu bodoh, pengecut dan kamu tidak peka dengan sekelilingmu.." Ucapnya tegas, menatap Angga tajam.
"Apa maksudmu?" Gumam Angga bingung
"Kamu bodoh karena membiarkan cintamu pergi, tidak mau berjuang untuk cintamu, kamu pengecut karena hanya bisa memendam harapanmu, dan kamu tidak peka karena kamu tak menyadari jika di dekatmu ada orang yang jatuh cinta padamu.." Ucap Hilman pelan, di letakannya kedua tangannya kembali di bahu Angga
"Aku gak mengerti.." Bisik Angga bingung.
"Aku jatuh cinta sama kamu bodoh, dan aku tiba-tiba pulang ke Jakarta karena cemburu melihatmu bersama si Arip.." Teriak Hilman gemas di depan wajah Angga, pemuda di depannya terkesima sesaat, serasa dia sedang mimpi indah mendengar semua ucapan Hilman, oh Tuhan jika ini mimpi jangan bangunkan aku dari tidur ini.
Namun segera dia akhirnya yakin jika ini bukan mimpi, ini nyata saat tiba-tiba saja Hilman memeluknya erat, tentunya Angga segera membalas pelukan itu lebih erat dan hangat dan tanpa di komando mereka berciuman mesra.
Ada rasa hangat yang mengalir di dada ini, hatinya melambung dan ia hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.
-Inikah yang namanya kebahagiaan sejati itu?-
Hanya mereka yang tahu..
****
End..
#kayaknya
Ada beberapa typo tp g ganggu
Sebenarnya ini cerita lama ku, bisa d bilang cerita pertama blajar nulis hehe
hmmb, entah knpa lebih suka cerita yg awal2 drpda yg ni.
Puas bacanya..
Kasian Arip cuman jadi pelarian aja,abis manis sepah dibuang. $-)
Bahasa Sundanya ada bbrp yg gak ngerti...
kasian si arip, lusi dan anggi patah hati:(