DION DAN ERLANDO
***
Siang itu Dion pulang dari Kampus lebih awal karena ada tugas kuliah yang lupa di bawanya, rencananya setelah makan siang dia akan kembali ke Kampus.
Tiba di Rumah keadaan Rumah tampak sepi, Dion pikir Lando sang Kakak sedang di Kantor, dia pun segera masuk menuju kamarnya, namun saat ia melewati kamar Lando, Dion seperti mendengar suara orang berbicara di dalam, dan Dion kenal itu suara Lando, Dion heran kenapa Lando ada di Rumah, apakah dia pulang cepat karena terjadi sesuatu, mungkin saja Lando sakit, Dion menjadi khawatir ia segera berniat mengetuk pintu untuk segera menemui Lando dan bertanya pada Lando kenapa sudah pulang dari Kantor, Dion harus memastikan kalau Lando baik-baik saja.
Namun baru saja tangannya terangkat untuk mengetuk pintu ia menghentikan gerakan tangannya saat ia mendengar suara lain di dalam kamar, Lando tak sendiri sepertinya, ada orang lain bersamanya.
Dion mengernyit dahi, sedang apa mereka berdua di dalam kamar siang-siang begini, sepertinya itu suara laki-laki, mungkinkah salah satu kawan Lando, sedikit penasaran Dion iseng menguping walau ia tahu itu perbuatan tak terpuji dan sangat tidak sopan, Lando pasti akan sangat marah jika tahu ia melakukan itu.
"Sorry Syam, aku gak bisa jadi kekasih kamu, lebih baik kita seperti ini saja, berteman, namun jika kamu keberatan itu terserah kamu, kamu tahu sejak dulu aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan serius.." Itu suara Lando, mulut Dion hingga ternganga saking terkejutnya, apa dia tidak salah dengar jika barusan dia sepertinya mendengar sesuatu yang salah di telinganya keluar dari mulut Lando.
Dion pasti hanya salah dengar, Dion kembali menempelkan telinganya di daun pintu lebih merapat agar bisa lebih jelas mendengar suara di dalam.
Dan suara laki-laki lain yang bersama Lando itu, Dion kini ingat suara siapa itu, ada Bang Syamsul bersama Lando, laki-laki itu salah satu kawan Lando yang sering main bahkan kadang menginap di Rumah mereka, Dion cukup mengenal Bang Syamsul, dia laki-laki tampan dan penuh kharisma dan dia sangat baik.
Tapi Dion tak menyangka mereka ternyata menyimpan rahasia sebesar itu. Oh Bang Lando juga, kenapa dia tak mengatakan apapun pada dirinya, kenapa Lando menyembunyikan kenyataan itu dari Dion.
"Aku tahu alasan kenapa kamu selalu menolak aku atau setiap laki-laki yang menyukaimu Lando.." Syamsul terdengar bersuara, Dion merasakan dadanya berdebar kencang, dia semakin merapatkan telinganya ke daun pintu, Dion penasaran siapa yang di sukai Lando, ah mudah-mudahan itu seorang perempuan, harap Dion dalam hati.
"Kamu tidak tahu apa-apa?" Terdengar Lando membantah, nada suaranya meninggi.
"Aku tahu. Itu karena si Dion kan. Aku tahu kamu mencintainya sehingga sulit menerima orang lain, akui itu Lando.." Suara Syamsul terdengar sedikit parau, ada kecemburuan di nada suaranya, namun yang lebih parah Dion seakan mendapatkan pukulan telak di dalam dadanya, oh kenapa kini nama dirinya di bawa-bawa juga dalam pembicaraan mereka, ada apa ini.
"Kamu jangan bicara sembarangan Syam.." Bentakan terdengar keluar dari mulut Lando, dia tak senang Syamsul bicara seperti itu, dia tak senang Dion, adiknya itu di jadikan alasan dalam masalah yang sedang mereka bicarakan.
"Ayolah Lando, kamu gak bisa bohong dariku, aku sangat tahu tatapan matamu saat sedang menatap dia, itu tatapan cinta, akui saja.." Cibiran yang telak, Lando terdiam dan Dion merasakan dadanya sesak, benarkah Lando seorang Gay, dan kakaknya itu mencintai dirinya.
Ya Tuhan! Dion berharap ini hanyalah mimpi buruk dan dia sebentar lagi akan terbangun lalu semuanya baik-baik saja.
"Oke! Yah, aku memang mencintai dia, sangat mencintai dia, seumur hidupku hanya ada dia di hatiku, saat ini yang ku tahu hidupku hanya ingin menjaga dan membahagiakan dia, namun kau tahu Dion itu adik ku, dan dia laki-laki normal tidak seperti kita, aku tidak mungkin mengganggu dia sekuat apapun rasa cinta dan rasa ingin memiliki dirinya, bagaimanapun juga kini dia satu-satunya keluarga ku, aku tidak mungkin merusaknya, jadi hentikan saja prasangka mu Syam, jangan jadikan Dion sebagai alasan karena aku akan sangat marah, aku tulus menyayanginya tanpa berharap apapun, cukup cinta hanya di hatiku saja..." Suara Lando seakan petir di tengah hari, kepala Dion mendadak sakit dan pusing, kenyataan yang di dengarnya ini terasa begitu pahit.
Dion tak kuat lagi untuk terus mendengarnya, entah harus bagaimana sekarang, kenapa harus begini, air mata tanpa sadar meleleh di kedua sudut matanya, kenyataan memang terasa pahit, tapi Lando adalah saudaranya.
Oh apa yang harus di lakukannya kini menghadapi masalah yang begitu berat dan pelik ini.
Dion benci dan jijik mengetahui kakanya Lando ternyata seperti itu, namun bagaimanapun bagi Dion Lando tetaplah pahlawan dalam hidupnya, Lando lah yang selama ini menghidupi dirinya, menyelamatkan dia dari keterpurukan.
Terburu langkah kaki Dion meninggalkan rumah di temani kebimbangan yang merajam-rajam jantungnya.
Namun Dion tak kembali ke Kampus, hari ini dia merasa benar-benar kacau, Dion butuh waktu menenangkan diri.
Langkah kakinya menyusuri jalanan tanpa pasti kemana ia akan melangkah.
***
Hampir tengah malam Dion baru pulang ke Rumah, dia tampak semrawut dan kacau, di tengah Rumah dia di sambut Lando yang tampak khawatir, bagaimana Lando tidak was-was dan khawatir karena tidak biasanya Dion pulang terlambat dan Handphone-nya tak aktif-aktif, biasanya setiap harinya Dion selalu pulang tepat waktu, dan jikapun terlambat Dion selalu mengabari rumah dan meminta ijin, Dion tipikal orang yang tak suka kelayaban kemanapun kecuali ngapeli kekasihnya di malam minggu, itu pun tak lama, pukul sepuluh Dion sudah kembali ke Rumah, alasannya dia kasihan pada kakaknya yang di Rumah sendirian.
"Dion, kemana saja kamu, kenapa pulang terlambat dan kenapa HP kamu matikan, kamu sudah membuat aku kalang kabut karena khawatir, aku bahkan bertanya pada kawanmu juga pada Audria dan mereka tak tahu kamu ada dimana, bahkan mereka bilang kamu tak terlihat di Kampus sejak siang, ada apa Dion. Apa kamu sakit atau sedang ada masalah?" Bertubi Lando bertanya penuh kekhawatiran, mata sayunya menyelidik dari ujung kepala hingga ujung kaki Dion, bahkan kedua telapak tangannya meraba-raba dahi dan wajah Dion takut terjadi apa-apa pada adiknya itu.
Dion tak bergeming, dia hanya berdiri terpaku dan bisu.
"Kamu tampak kacau Dion, katakan padaku ada apa, apakah kau ada masalah dengan kekasihmu?" Lando kembali bertanya, hatinya berkata telah terjadi sesuatu pada Dion, Lando sangat mengenal adiknya itu, jika ada masalah Dion memang lebih memilih diam daripada membuat orang lain ikut terlibat di dalamnya, Dion tak tahu jika aksi diamnya itu kadang malah membuat Lando frustasi karena dia terlalu khawatir namun tak tahu harus berbuat apa untuk membantu.
"Aku baik-baik saja, aku hanya butuh istirahat.." Lirih Dion dalam bisik, langkah kakinya segera menuju kamarnya
"Abang tahu kamu tidak baik-baik saja.. Dion! jangan begini, jangan buat Abang takut dan khawatir seperti ini, Abang ini memang kakakmu tapi Abang juga bisa jadi temanmu, bicaralah sekali-kali denganku.." Lando berteriak berusaha mendekatkan diri, namun Dion sudah menghilang di balik pintu kamarnya.
Dion tak tahu, Lando mendengus kesal dengan kelakuannya itu namun mata Lando juga tampak berkaca-kaca menahan air mata, selalu begitu jika Lando melihat Dion dalan masalah, dia ikut di belenggu was-was dan bingung.
Lando tak pernah mau melihat Dion kesusahan atau tak bahagia.
****
Beberapa kali pukulan itu mendarat di tubuh anak kecil dekil nan kurus itu, anak itu mengaduh dan mengerang kesakitan namun tak sekalipun dia terdengar meminta ampun atau berteriak meminta tolong, dia tampak pasrah menerima semua siksaan bertubi-tubi itu.
Sedangkan laki-laki tua sangar penuh tatto yang memukulinya seperti kesetanan terus menghantamnya hingga tubuh anak itu babak belur, mulut laki-laki itu tak henti berbuih oleh makian dan cacian, sumpah serapahnya terdengar sangat kotor dan tak enak di dengar.
Di sebrang jalan, ada sebuah mobil pribadi berhenti, penghuni sedan itu terlihat memperhatikan kekejaman itu dengan hati miris.
Oh kenapa tak seorang pun menolong anak itu, kenapa semua orang tak peduli, rasanya tak tega membiarkan anak sekecil itu di aniaya separah itu.
Pemuda bernama Erlando Pradipta itu segera turun dari Mobilnya dan menghampiri tempat kejadian.
"Hei.. Hentikan! Anak itu sudah babak belur, apa kau tak punya perasaan menyiksa anak kecil seperti itu" Bentak Lando cukup keras, membuat laki-laki itu menahan gerakannya dan berpaling kearah Lando, dia melotot ganas pada Lando karena merasa terganggu.
"Siapa lu, ngapain ganggu urusan gue, anak bedebah ini terserah gue mau di apakan juga, sebaiknya lu enyah dari sini sebelum gua juga menghajar lu.." Bentak Lelaki itu lebih keras, wajahnya mengeras ganas memelototi Lando.
"Aku bukan siapa-siapa, tapi aku tak suka ada ketidak adilan disini, aku benci manusia semena-mena sepertimu, kau sudah tua dan badanmu besar kau bukan lawan anak kecil itu.." Balas Lando tak gentar
"Lo minta di hajar hah.. Jadi lu mau jadi lawan gue menggantikan bocah bedebah ini?" Lelaki itu semakin marah, di hempasnya anak kecil itu kini dia beralih menghadapi Lando yang di rasa mengganggunya
"Aku tak ada urusan berkelahi denganmu, aku kesini untuk mencegahmu menyakiti anak itu.." Ucap Lando dingin
"Anjing keparat lu, benar-benar minta di hajar lu" lelaki itu semakin emosi dan kalap, kini ia bersiap memukul Lando, namun ia segera berhenti saat Lando mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya, mata lelaki itu tampak berbinar melihat lembaran merah rupiah.
"Kamu mau ini kan? Ini satu juta, ambil lah dan anak itu milikku.." Sinis Lando mengibas-ngibas uang di tangannya
"Hei sejuta gak cukup lah buat nebus anak keparat ini, beri gua lima juta dan lu bisa bawa anak itu sesuka lu.." Sipat kurang ajar preman mata duitan itu keluar, melihat uang otak matrenya langsung bekerja untuk memeras Lando.
"Aku hanya ada segini, terserah saja, jika kamu mau ambil dan kamu selamat tapi jika kamu memaksa ingin lebih, aku hanya tinggal telfon pamanku yang seorang jendral polisi, dan kamu akan berakhir di penjara tanpa mendapat apapun.." Gertakan di lawan gertakan, Lando tahu bagaimana harus melawan bajingan macam preman tengik ini, tak harus keluar tenaga cukup pakai otak saja, mendengar polisi dan penjara laki-laki itu tampak berpikir dan menimbang-nimbang, namun akhirnya ia membuktikan dirinya seorang pengecut, ia memilih sedikit tapi aman daripada banyak namun beresiko.
"Orang kaya memang Anjing, beraninya hanya mengancam, cepat pergi dari sini dan bawa bocah dungu ini, sebelum gue panggil teman-teman gue dan menghancurkan muka licin lu itu.." Bentaknya setelah uang di tangannya, tanpa berpikir lagi Lando segera membawa anak kecil itu menyebrang menuju mobilnya.
***
"Siapa nama kamu?" Tanya Lando saat mereka telah di dalam mobilny, dengan telaten Lando mengobati luka-luka anak itu
"Dion Bang.." Jawab anak itu polos
"Berapa usiamu?"
"13 tahun Bang..."
"Kenapa kamu bisa di pukulin begitu, siapa laki-laki kasar itu?"
"Dia bos ku, preman yang menguasai tempat itu, hasil ngamen ku hari ini tak cukup untuk setoran padanya sehingga dia marah padaku.."
"Lalu kemana orang tua mu?"
"Aku tidak tahu siapa orang tuaku Bang, sampai lulus SD aku di panti asuhan, namun aku keluar karena di sana terlalu banyak anak, aku tak mau merepotkan mbak-mbak panti.." Anak itu menunduk sedih, Lando menjadi kasihan dan iba.
"Kau mau ikut denganku, tinggal bersamaku di rumahku, kebetulan aku sendiri, aku akan mengangkatmu jadi adik ku, gimana..?". Tawar Lando bersungguh-sungguh
"Abang serius.." Anak itu terkejut, namun tumbuh semangat di matanya yang berbinar-binar
"Ya jika kamu mau.." Balas Lando dengan senyum tulus
"Aku mau Bang, aku sangat mau.." Anak itu, Dion berteriak senang, tanpa sadar ia memeluk Lando saking bahagianya, mata Lando berkaca-kaca terharu, di balasnya pelukan anak itu penuh perhatian dan keikhlasan
Dua hati telah terikat dalam persaudaraan yang indah.
***
Semenjak itu Dion ikut bersama Lando, dengan senang hati dan tulus Lando menganggap Dion sebagai adiknya sendiri, bahkan Dion tidak sekedar tinggal dan menemani Lando, oleh kakak angkatnya itu Dion di sekolahkan kembali, Dion di daftarkan di sebuah SMP terbaik di kota itu, beruntung walau anak jalanan Dion sempat bersekolah hingga tamat Sekolah Dasar.
Hari-hari Lando kini tidak sepi lagi, selama ini dia memang hanya tinggal sendiri di Rumah besar itu, orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat saat dia berusia dua puluh tahun, dan dia mendapat warisan yang berlimpah namun hidupnya menjadi tak bahagia karena tak satupun sanak saudara yang ia punya, Lando adalah anak tunggal di keluarga Tuan Pradipta.
Saat itu usia Lando sudah menginjak 26 tahun, dan dia meneruskan mengelola perusahan Ayahnya, kini dengan adanya Dion hidup Lando lebih berarti, dia tak kesepian lagi saat malam-malam berada di Rumah.
Ada keasyikan tersendiri saat dia sarapan pagi atau makan malam kini ada yang menemani, atau saat ia membimbing dan mengajari Dion mengerjakan PR-PRnya, atau saat dia berjalan-jalan di waktu hari libur bersama anak itu, terasa lengkap dan menyenangkan. Lando merasa beruntung karena memiliki Dion di sisinya kini.
Anak itu sangat baik dan mudah di ajari, Lando tak salah memilih orang untuk di jadikan anggota keluarganya.
***
Kini sepuluh tahun sudah Dion tinggal bersama Lando, usianya kini sudah 23 dan dia sudah masuk kuliah, Dion tumbuh menjadi pemuda yang tampan, tinggi dan gagah, sehingga menjadi incaran banyak perempuan di Kampusnya, namun kini Dion sudah memiliki kekasih yang sangat cantik, namanya Audria teman sekampusnya. Mereka saling mencintai sejak pertemuan pertama sewaktu ada acara di Kampus.
Sedangkan usia Lando kini sudah 36 tahun, dan dia masih belum menikah, alasannya dia belum menemukan yang cocok untuk dirinya, namun Lando kini menjadi sosok yang dewasa dan lebih tenang, dia menjadi kepala rumah dan kakak yang baik dan bijak.
Namun ada sesuatu yang mengganggu Lando, dan itu cukup membuatnya sangat tersiksa batin nya, sudah cukup lama Lando memendam dan merahasiakannya dari Dion, dan Lando memang berharap Dion tak mengetahuinya untuk selamanya, karena jika Dion tahu, anak itu pasti akan membenci Lando, lebih parah dia bisa meninggalkan rumah ini, Lando tak ingin kehilangan adik yang di sayanginya itu hanya karena perasaan bodoh dan terlarang yang bersemayam di hatinya.
Oh! Bagaimana mungkin dia bisa mencintai adiknya sendiri walaupun Dion itu hanya sekedar adik angkat, lagipula Dion itu normal buka Gay seperti dirinya, rahasia besar yang selama ini ia pendam dari Dion.
Akan sangat malu jika Dion mengetahuinya.
***
Berkali-kali Dion mendesah, kenangan-kenangan itu menghantuinya, mata sayunya bergerak-gerak resah, terkadang dia berjalan mondar-mandir menapaki lantai kamarnya gelisah, lalu duduk di tepian ranjang menunduk galau, sejenak kemudian ia berhenti dan menatapi bingkai foto yang menempel di dinding kamarnya tepat di atas ranjangnya, bukan fotonya sendiri melainkan foto wajah laki-laki lain di sana, seseorang yang sangat berarti bagi dirinya.
Bingkai foto itu sengaja ia pasang di sana, untuk sekedar menghormati laki-laki yang sangat penyayang dan berjasa dalam hidupnya.
Dion sedang bimbang malam ini, pengorbanan yang akan di lakukannya memang terasa berat, namun ia pikir itu setimpal dengan apa yang telah di raihnya selama ini, walau ini bertentangan dengan nurani dan suara hatinya, tapi hanya ini satu-satunya jalan untuk dirinya mengucapkan rasa terima kasih.
Hanya ini yang pantas ia lakukan untuk membalas segala yang telah ia nikmati dengan indah selama ini, kepada orang yang sangat dia hormati dan sangat ia sayangi pula.
Di pejamkannya matanya, lalu perlahan ia mengatur nafas, mengusir keraguan dan keresahan yang masih menyesakan dada, hembusan kasar lalu ia semburkan melewati tenggorokan dan keluar dari hidungnya, Dion ingin mengusir dilema yang merapat di dadanya.
Dengan berjalan tegap dan yakin Dion lalu segera keluar dari kamarnya, langkahnya cepat-cepat menuju sebuah kamar paling besar yang ada di Rumah mewah itu, kamar yang di huni seorang pria tampan, pria itu bernama ErLando namun terbiasa di panggil Bang Lando oleh Dion. Dia pemilik Rumah besar nan mewah ini.
Tiba di depan pintu sejenak ia berhenti, kembali menarik ulur nafas hingga kedua bahunya bergerak-gerak, lalu sedikit membusung dada mengumpulkan sejumput keberanian.
Lalu tanpa mengetuk pintu ia menyerobot masuk.
Sang penghuni kamar yang kebetulan belum tidur tampak terkejut dengan kedatangan Dion yang tiba-tiba dan tanpa sopan santun menyerobot masuk, tak biasanya Dion seperti ini pikirnya
"Dion.. Kenapa tak ketuk pintu?" Tanyanya kaget, kedua alisnya bertaut saat memandangi Dion yang tiba-tiba malah terpaku kelu.
Rasa ragu dan bimbang kembali hinggap di hati Dion, gemuruh resah kembali berdebur-debur di dada nya, tiba-tiba saja Dion merasakan tubuhnya lemas dan kedua kakinya gemetaran, dia tak tahu harus berbuat apa kini.
"Jawab Dion, kamu ada masalah apa. Apa kamu kali ini mau bicara dengan Abangmu ini?" Lando kembali bertanya karena tak mendapat jawaban dari Dion pada pertanyaan pertamanya.
Lando semakin khawatir dengan Dion, sepertinya pemuda ini memang sedang dalam masalah besar.
"A.. Aku.. Aku" Dion tergeragap menjawab, namun rasanya lidahnya kelu, beberapa kali Dion hanya menelan ludah karena tiba-tiba ia merasa kerongkongannya begitu kering.
"Katakan saja perlahan-lahan, tenangkan hati kamu dulu Dion?" Kini Lando terlihat semakin khawatir, dia ingin bangkit dari kasurnya untuk menghampiri Dion namun gerak tangan Dion menghentikan gerakannya, Dion berisyarat agar Lando tetap berada di kasurnya, Lando semakin bingung namun ia menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Sebenarnya apa yang akan di katakan Dion, kenapa dengan pemuda ini.
Namun mata Lando segera terbelalak, ia benar-benar terkejut dengan apa yang di lakukan Dion, anak ini sudah tak waras pikirnya, tiba-tiba saja dengan cepat Dion membuka semua pakaiannya yang menempel di tubuhnya, mula-mula t-shirt yang ia pakai sehingga memamerkan bentuk dada dan perutnya yang sexy, lalu ia melorotkan celana pendeknya sekaligus dengan celana dalamnya sehingga kini ia pun bertelanjang di hadapan Lando.
Tubuh kekar dan indah yang di penuhi guratan-guratan ukiran otot yang terawat itu terpampang nyata dengan indah tanpa sehelai benangpun tertangkap dua mata Lando, laki-laki itu menelan ludah, dadanya berdebar-debar tak karuan.
Oh! Anak ini benar-benar bermasalah, apa sebenarnya yang telah terjadi pada Dion sehingga jadi tak waras seperti ini. Kenapa tiba-tiba muncul dan kini malah bertelanjang ria.
"Apa yang kamu lakukan Dion?" Bentak Lando tersinggung, ia telah berhasil menepis debaran aneh itu dan kini kesal pada kelakuan Dion yang terasa tak masuk akal, apakah Dion kini sedang melecehkan dirinya. Wajah Lando merah padam tersulut emosi.
"Lakukan padaku Bang.. Jadikan aku sepertimu.. Aku ikhlas demi kebahagiaan Abang.." Akhirnya kalimat itu berhasil di ucapkan dari mulut Dion, ia menatap Lando sangat yakin.
"A..apa maksudmu Dion?" Lando terhenyak, deburan ombak itu kembali mengguncang dadanya, hatinya mengkhawatirkan sesuatu, wajah Lando berubah pucat kini.
Dan Dion. Apa maksud pemuda ini, jangan katakan dia tahu kebenarannya, tidak, Lando belum siap menghadapi itu.
"Aku sudah tahu semuanya Bang, semuanya.." Lirih Dion, di paksakan senyumnya mengukir bibir tipisnya, terasa tak ikhlas karena rasa takut dan dilema sedikit menghantuinya, tapi Dion telah bertekad melakukannya.
Perlahan tubuh polos itu berjalan menghampiri Lando yang terpaku di kasurnya..
Dan Lando semakin pucat di buatnya, matanya membeliak dengan mulut terbuka, Lando merasakan satu persatu tulang belulang di tubuhnya terlepas dan ia menjadi lemas tak berdaya.
Dia benar-benar shock..
***
"Kenakan kembali pakaianmu Dion, jangan membuat aku marah.." Desis Lando bergetar, ia tak berani menatap tubuh Dion yang tak bisa di pungkiri, sebagai gay melihat tubuh laki-laki begitu mulus dan sexy pasti akan merasa bergairah, tapi Lando sekuat tenaga bertahan untuk tak tergoda.
Lando tak ingin meracuni hubungan keluarga di antara dia dan Dion hancur hanya karena nafsu.
Dia tahu Dion ikhlas melakukannya, tapi akan bertahan sampai kapan, suara hati Dion pasti tetap saja berontak dari kenyataan, laki-laki normal mungkin tak akan bisa seratus persen menjadi gay, apakah Lando siap jika suatu hari Dion kembali pada kodratnya, menyukai perempuan. Jujur Lando tak sanggup berbagi sekalipun dengan perempuan.
"Ijinkan Dion membahagiakan Abang, membalas semua kebaikan Abang, aku tahu Abang mencintai Dion, Abang bahagia kan jika bisa sama Dion..?" Jawab Dion tenang, hatinya kini telah benar-benar yakin. Ini memang jalan yang harus di tempuh, Dion yakin dia mampu melakukannya.
"Da.. Darimana kamu tahu.." Suara Lando tercekat di kerongkongan, ia benar-benar terkejut dan ketakutannya kini jadi kenyataan, rahasia terpendam itu kini telah terbongkar.
"Dion tak sengaja mencuri dengar saat Abang bicara dengan Bang Syamsul siang tadi, Dion kembali ke Rumah untuk mengambil sesuatu, maafkan Dion karena tak sopan sudah menguping tapi kenapa Abang tak mengatakannya sejak dulu, kenapa merahasiakannya dari Dion Bang.." Ucap Dion menjelaskan, wajah Lando merah padam saking malunya, rasanya ia menjadi tak berharga kini di hadapan Dion.
"Cukup Dion, jangan teruskan lagi, Sekarang kenakan pakaianmu dan pergi dari kamar Abang.." Usirnya rapuh, air mata mulai membasahi kedua pipinya. Lando menunduk dan terpuruk. Melihat itu Dion menjadi sedih dan merasa bersalah, ia segera kembali mengenakan pakaiannya perlahan ia duduk di dekat Lando.
"Maafkan Dion Bang, Dion hanya..." Desis Dion sesak, ia tak mampu meneruskan ucapannya
"Dion.. Dengar! Jujur, Abang memang mencintaimu tapi tidak seharusnya Abang merusakmu, kamu adik Abang dan Abang menyayangimu tulus bukan semata karena nafsu, sudahlah, jangan membuat Abang bertambah malu di hadapan mu, hentikan menganggap Abang manusia tak tahu diri yang akan memangsamu adiknya sendiri, walau kamu adik angkat tapi Abang masih punya pikiran, sekarang lebih baik kamu pergi, biarkan Abang sendiri dulu Dion.."
"Maafkan aku Bang, aku tidak bermaksud seperti itu, aku tak bermaksud menganggap Abang seperti itu, aku ikhlas dan tulus melakukan ini, aku ingin membalas semua kebaikan Abang, aku hanya ingin membahagiakan Abang.." Dion merintih perih, rasa bersalah hinggap di dalam dadanya.
"Kamu tidak harus mengorbankan hidupmu hanya karena ingin membahagiakan Abang, dengan melihatmu bahagia Abang sudah bahagia, buat Abang selamanya kamu adik Abang yang sangat Abang sayangi, perasaan bodoh itu tak akan merusak apa yang sudah ada, kamu mengerti Dion.." Tegas Lando tulus, mendengar itu Dion segera memeluk Lando, mereka saling memeluk dan menangis..
"Maafin Dion Bang.. Dion sayang sama Abang" lirih Dion serak, Lando menatap adik angkatnya itu sendu, lalu di kecupnya kening Dion penuh kasih.
Lando sadar di antara mereka ada cinta, namun sebatas cinta seorang kakak pada adiknya atau sebaliknya, cinta yang lebih tulus dan agung, dan Lando tak ingin merusak cinta yang indah itu.
Asal mereka masih bisa bersama apapun statusnya Lando akan selalu bahagia di samping Dion.
Karena kasih sayang Lando bersih dari hati terdalamnya.
****
-The End-
Comments
@jony94
@hananta
@trisastra
@haha5
@masbaddud
@angelsndemonds
@waisamru
@enykim
@caetsith
@angga_rafael2
@nakshima
@aries18
@san1204
@abrakadabra
@Farrosmuh
@maret elan
@adam25
@bayumukti
@farizpratama7
@Rimasta
@rizky_27
@mustaja84465148
@eldurion
@Tsu_no_YanYan
@arieat
@rez_1
@YANS FILAN
@adinu
@ularuskasurius
@Donxxx69
@fad31
@MikeAurellio
@brianbear_89
@Shishunki
@PohanRizky
@3ll0
@ruki
@agova
@jamesfernand084
@venussalacca
@Gabriel_Valiant
@putra_prima
@Qwertyy
@fansnya_dionwiyoko
@rendifebrian
@Beepe
@dota
@danielsastrawidjaya
@nakashima
@leviostorm
@kimo_chie
@Bonanza
@Dimz
@sasadara
@Agova
Kenapa memangnya?
by;@quarius, THANX.
Oke.. Thanks ide nya