It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku melihat Windra bermain dengan adiknya, sungguh ada rasa cemburu di hatiku, aku adalah anak tunggal. Tak memiliki adik, tak ada siapa-siapa di hidupku, hanya ada mama dan Boni hamsterku. Namanya Boni, sama seperti nama kekasihku saat aku berada di Jakarta, Boni, aku kangen sama kamu, kangen sekali sama kamu, hampir tiap hari aku mengingatmu, mengingat setiap senyummu, mungkin kamu marah sama aku karena pergi begitu saja dari kamu, tapi semua bukan kemauanku, aku tak bisa melakukan apa-apa, dan aku rasa inilah yang terbaik bagi kita berdua, kita tak mungkin bisa bersama semenjak kepergian papaku.
“Bon, tahukah kau bagaimana besarnya cintaku padamu?” aku berbicara kepada hamsterku, tak terasa air mataku kembali menetes siang ini, menetes lagi dan lagi, sudah tak terhitung berapa jumlahnya, saat kematian papa sampai saat aku pindah ke Pontianak.
Aku tak ingin disini, tak ada yang menarik disini, tapi aku tak punya pilihan, nenek meminta mama untuk pindah agar tidak terlalu larut dalam kesedihan, aku juga memang harus pergi, aku tak bisa terus menetap di Jakarta, aku tak sanggup lagi berhubungan dengan Boni semenjak aku tahu ayahnya lah yang menyebabkan kematian papa
“James dengarkan papa”
“Brukkk”
Kejadian demi kejadian kelam itu terus saja menghantuiku, menghantui setiap malamku, ingatan akan kematian papa, pembicaraan papa dengan ayah Boni di toilet waktu itu, dan kedatangan mereka saat penguburan jasad papa
Ku usap air mataku, aku sudah menjadi anak yang terlalu cengeng, dimana James yang dulu, yang selalu ceria, yang selalu bisa di banggakan, aku tak bisa terus begini, mama masih membutuhkanku, aku tak bisa terus larut dalam bayangku..
Mama, sekarang dia sudah bekerja, bekerja di perusahaan nenek, tadi pagi dia memang tersenyum seakan semua baik-baik saja, dia masih menciumku saat aku pergi ke sekolah, tapi aku tahu, dalam lubuk hati, mama sangat terluka, sangat teramat terluka, hampir tiap malam kulihat dia menangis, aku ingin menghiburnya, tapi aku tak kuasa melakukannya.
“Ma, maafin James” kambali air mata itu menetes
Ku dengar suara tawa, suara tawa dari depan,Windra sedang bercanda ria bersama adiknya, tadi aku sempat tertawa melihatnya yang berkostum aneh, tapi dia terlihat sangat senang, seperti dalam hidupnya tak punya beban, ku melihatnya seperti cerminan aku yang dulu, yang bisa menikmati hidup tanpa adanya beban yang menghimpit di pundak
Dia juga terlihat sangat ramah, beberapa kali kulihat dia tersenyum padaku, barusan, di sekolah, dan bahkan saat dia jatuh kedalam kolam tadi pagi, saat itu kulihat ada bola yang memantul ke arahnya, ingin aku cegah bola itu, tetapi terlambat, bola itu terlanjur membentur kepalanya sehingga dia kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke kolam, dengan reflek saja aku berlari mendekatinya dan menolongnya, dia tersenyum dan memegang tanganku, tak lupa dia berterima kasih, tapi aku hanya berlalu dari hadapannya tanpa mengucap sebuah kata. Aku ingin berteman dengannya, tapi aku takut, aku takut kejadian kemarin akan terulang, mama memang sudah tau aku gay, dia menerimanya, tapi semenjak kematian papa, aku nggak yakin mama akan kembali dengan senang hati menerima jika aku memiliki kekasih sejenis. Aku tak berani mendekati Windra, aku tahu semua yang ada padanya dapat mengingatkanku pada sosokku yang dulu dan juga sosok Boni, dan aku takut, aku tak ingin sampai jatuh cinta lagi, cukup hanya Boni saja yang ada di hatiku
Kulihat Boni sedang berlari di dalam kandangnya, dia tersenyum, aku juga tersenyum,
Beberapa kali Boni mencoba menghubungiku, dia juga selalu mengirim pesan padaku, bertanya bagaimana kabarku, dia memintaku untuk menjaga kesehatan, tapi tak pernah satu kalipun aku membalas pesannya, aku tak ingin lagi berhubungan dengannya, aku tak ingin lagi, tapi semakin aku mencoba melupakannya, semakin sakit itu aku rasakan.
Andai waktu bisa ku ulang, tak ingin aku pada saat itu berada di Gramedia untuk mencari buku, tak ingin aku melihat papa dengan ayah Boni di Kafe itu, tak ingin aku menyusul papa ke dalam kafe, tak ingin aku mendengar pembicaraan mereka, tak ingin aku marah pada saat itu yang menyebabkan papa tertabrak.
Tapi waktu tetaplah waktu, sebuah hukum hakiki yang tak dapat di putar kembali, yang terus memutar meninggalkan jejak kehidupan, segala penyesalan itu hanya bisa teronggok dalam hatiku
“Papa, apa kamu mendengar anakmu? James menyesal papa, James ingin papa disini, James kangen sama papa” kulipat kedua kakiku dan menangis di sandaran lututku di ujung kamarku.
**********************
“James, gimana keadaaanmu?”
“James, aku kangen kamu”
“James, tolong balas smsku”
“James, tolong aku”
“James, aku tak bisa tanpa kamu, plis”
“James, tolong James, tolong”
Semakin sakit hatiku tat kala membaca semua sms dari Boni, aku sudah terlalu menyakitinya, aku tahu semua bukan kesalahannya, aku tak patut menyakitinya seperti ini, tapi aku juga tak memiliki pilihan, bukan hanya dia yang merasakan sakit ini, aku terlebih lagi, beban yang harus ku pikul di pundakku terasa sangat menyiksa, aku tak sanggup jika harus memikul beban ini, terlalu sakit.
Kulihat keadaan di kamarku, ruangan besar ber cat putih ini terasa penjara untukku, aku tak merasa nyaman berada di sini, tak ada yang menarik di mataku.
“James, kamu di dalam?”kudengar suara pintu di ketuk, itu suara nenek
“Iya nek, James di dalam” jawabku dan ku berjalan ke depan pintu untuk memutar ganggang pintu
“James, kamu nangis sayang?” Tanya nenek perhatiaan
“James nggak apa-apa kok nek” jawabku dengan sedikit tertunduk
“Kamu jangan bohongin nenek James, nenek tahu apa yang ada di pikiran kamu, kamu cucu nenek, kamu sudah berada di gendongan nenek bahkan sebelum mamamu sempat menggendongmu, nenek paling paham perasaanmu” nenek memelukku erat, aku merasa sedikit lebih baik.
“Maafin James nek” kataku sambil sesunggukan
“Maaf kenapa sayang? Kamu nggak pernah buat salah sama nenek, kamu jagoan nenek” kembali aku menangis, rasanya aku ingin melepaskan semua masalah ini
“James yang menyebabkan papa meninggal nek,ini semua salah James” tangisku pecah tak dapat terbendung lagi
“Jangan bilang itu sayang, semua bukan salah kamu, semua sudah takdir yang harus papa kamu alami, kamu jangan pernah menyalahkan dirimu seperti itu”nenek terus mengusap kepalaku pelan
“Tapi nek, andai saja saat itu James nggak ada di sana, papa nggak mungkin meninggal”
“James, dengarkan nenek” nenek memegang kedua pundakku erat
“Nenek juga sangat sedih dengan kepergian papa kamu, dia anak nenek satu-satunya, tapi nenek sadar kalau semua adalah takdir Tuhan, kamu jangan pernah menyalahkan dirimu”
“Ayo turun, nenek mau ajak kamu keliling kota Pontianak, kamu belum keliling kan?” kata nenek antusias
“James kan sudah sering datang ke Ponti nek” kataku
“Iya, tapi kan beda, dulu kamu datang kan Cuma sehari dua hari saja, kali ini kamu sudah tinggal di sini, jadi kamu wajib tahu keadaan di sini” terang nenek, aku hanya menggangguk, aku rasa nenek benar, aku tak bisa terus bersedih dan mengurung diri di dalam kamar terus-terusan
“Ya sudah, sekarang kamu ganti pakaianmu, nenek tunggu di bawah” aku mengangguk dan nenek turun ke bawah, ku ganti pakaianku dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans botol, tak lupa aku memakai jam tangan dan juga kalung dari Boni, kalung yang di berikan saat camping dulu, masih teringat dengan jelas kala itu
“Sayang, besok kita sudah pulang, padahal aku masih betah disini” kataku pada Boni saat selesai api unggun, hanya ada kami berdua di samping tenda
“Iya, aku juga masih betah disini, tapi ya, kan kita masih terus sama-sama” hibur Boni
“Iya sih hehehe, lihat tuh banyak kunang-kunang” kataku sambil menunjuk ke pohon
“Mana?” Boni juga melihat ke arah tunjuk tanganku
“Cup” aku mengecup pipinya dengan cepat, dia terlihat salah tingkah, kami berdua tersenyum dan terdiam.
“Sayang, ini” Boni memberiku sesuatu dari tangannya
“Ini apa sayang?” tanyaku
“Ini kalung keberuntungan, kalung ini yang konon menjagaku dari kecil, mama yang memberiku dulu”
“Tapi ini kan berharga buatmu Bon” kataku
“Iya, tapi kamu jauh lebih berharga, ini” Boni mengalungkan kalungnya di leherku
Dan sekarang ku lihat kalung itu di pancaran bayangan di lemariku, tak terasa air mataku kembali menetes, Boni, aku sungguh kangen sama kamu..
“James, sudah belum?” teriak nenek dari bawah
“Iya nek, sebentar” aku mengusap air mata di pipiku dan turun ke bawah untuk menemani nenek jalan-jalan
***************************
betewe.. kok ada pengorbanan lagi sih??? padahal teenlit lhoooo..
@Mahedra_putra yup bner bgt
@suck1d mkasih dah d jlasin,,,
@autoredoks hahahaaha dah mndarah daging atuh, ge pula nih kan 2 sisi yg berlawanan, posisi james ma windra mesti beda bgt bru mrka pnya cri khas, ge pula nih kan bs d blg lnjutaan konflik dr james yg blom klar hehehehhe
Thanks @Atwil , cpt Lanjuttttt ϑ·̵̭̌ϱ"̮ñ"̮ƍ·̵̭̌ά"̮π tampiL kan doniiii
Hehehehhehehe
@awansiwon: hhhhaha wktu buat anakku seorang gay aq mang dah planning mau buat lanjutannya,,
@Rey_drew9090 Hahahaahahaha doni kan pmeran pembantu, gk bs sring mncul wkwkwkwk
ƍŴ jambak2 Loh nanti! ( Kaburrr sambiL bawa tas make up @Atwil )
Нªª˘°˘нªª˘°˘нªª˘°˘
_//_ нªª˘°˘нªª˘°˘нªª˘°˘
) ♓ªª ♓ªª ♓ªª ) h̲̣̣̣̥ǎ̜̣̍²h̲̣̣̣̥ǎ̜̣̍²h̲̣̣̣̥ǎ̜̣̍²h̲̣̣̣̥ǎ̜̣̍² =D♒ђåª•⌣•☺ђåª•⌣•☺ђåª♒ =D