It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
***
Alvian Pov.
Aku mengayunkan kedua kaki
diatas jembatan yang ada di sekitar sungai ini, mencelupkan
tangan ku masuk ke dalam air sungai yang dingin.
Teriknya sinar matahari yang memancarkan panasnya ke bumi
tak menyurutkan langkah ku untuk menjejakan kaki ku datang
ke tempat ini.
Tempat yang selalu mengingatkan ku pada sosok
ibu yang sangat aku sayangi dan
aku cintai, aku meremas ujung kayu lapuk yang menjadi penyangga jembatan yang ada di aliran sungai ini.
Mata ku memandang hamparan
hijaunya rerumputan sekitarnya.
Seolah menawarkan keteduhan
alami bagi ku untuk segera berbaring disana, merasakan kesejukan yang di tawarkan oleh
sekeliling pohon besar yang memayungi deretan padang hijau.
"Bu, aku sendiri sekarang.."
bisik ku lirih, mata ku menatap
hampa ke arah riak air yang ada
dibawah kaki ku.
"Kakak.."
kedua mata ku terpejam erat, dada ku terasa sesak jika mengingat orang itu.
Melihat bagaimana betapa lembutnya seorang kakak jika
bersama orang lain, tatapan matanya meneduhkan sosok yang
menurutnya sangat berarti di dalam hidupnya, sosok yang ia
cintai sekarang. Ya pria yang beruntung mendapatkan hati bahkan perhatian dari kakak ku
siapa lagi kalau bukan Evan.
Aku mengepalkan kedua tangan ku kuat, menggeram kesal jika
mengingat kembali kebersamaan
mereka yang tak sengaja ku lihat
tempo hari.
BUGHH, Aku meninju lantai kayu
jembatan yang sedang aku duduki saat ini dengan keras, tak
ku pedulikan telapak tangan ku
yang memerah akibat tindakan
yang ku lakukan tadi, aku tak
merasakan sakit apapun kecuali
hati ku yang sakit dan sesak.
Aku beringsut dari duduk ku kemudian melangkah pergi meninggalkan tempat yang penuh dengan kenangan ini.
Penasaran ma reaksi dari indra waktu evan beri kadonya ..
menunjukkan pesonanya dengan
cahayanya yang penuh dimalam
ini. Disamping sang bulan selalu
ada bintang bintang menemani
keelokannya. Dibawah langit yang sama terdapat sepasang kekasih
yang sedang membagi kehangatan melalui sebuah dekapan. Keduanya seakan tenggelam dengan kebersamaan
yang tercipta. Tempat yang sangat strategis untuk meluapkan
rasa kasih sayang tanpa ada satu
pun gangguan dari orang orang.
Evan menyamankan diri dalam
pelukan hangat sang kekasih. Ia
menenggelamkan kepalanya di
antara kedua dada bidang Indra
yang kokoh.
Indra menyusupkan kepalanya
diantara helai hitamnya rambut
Evan yang terasa harum saat ia
menghirup aroma tubuh Evan, ia
mengeratkan rangkulannya dan
semakin menenggelamkan kepalanya diantara tengkuk Evan.
"Hm, ada apa kau menyuruh ku
kemari malam malam"
Suara Indra menghapus kesunyian
yang melingkupi keduanya, Evan
menengadahkan wajahnya keatas
agar bisa memandang wajah Indra lebih jelas.
Evan meringis senang. Tangannya
meraup sebuah bungkusan berwarna biru laut tersebut dari
dalam tas selempangnya yang ia
taruH disamping tubuhnya.
Indra menyipitkan kedua matanya
dan memandang bingung bungkusan yang ada ditangan Evan.
"Kamu lupa ya.."
Sela Evan dengan mimik wajah yang susah untuk ditebak. Evan
memainkan bungkusan kado
tersebut.
"Memangnya ini hari apa?"
Tanya Indra spontan, ia melepaskan dekapannya pada tubuh Evan dan merengsek mundur memberi ruang untuk Evan bergerak bebas.
Evan terkekeh pelan, ia masih saja
memainkan bungkusan kertas itu
ditangannya, Indra yang semakin
penasaran pun akhirnya merebut
bungkusan itu dari genggaman
Evan.
"Huh, bagus ya mulai main rahasiaan sekarang"
Indra menatapnya sebal, Evan mengerucutkan bibirnya.
Kemudian lengannya terangkat
menjitak pelan kepalanya pelontos milik kekasihnya itu, Indra meringis kecil dan mengusap kepalanya yang terkena jitakan.
"Menyebalkan"
Evan mendengus pelan.
***
Indra masih mengusapkan kepalanya.
"Makanya jangan asal nyeletuk"
Evan mengambil bungkusan itu kembali dari tangan Indra, lalu hendak memasukannya kembali ke dalam tasnya tapi sebelum itu
terjadi suara Indra keburu menghentikannya.
"Loh? Kenapa dimasukin lagi ke dalam tas sih.."
Protes Indra keras, ia melipat kedua tangannya ke dada.
"Biar. Toh kamu aja ga inget"
"Ck. Memangnya ada hari special ya? Atau ada acara membahagiakan begitu?"
"Bukan apa-apa ko, lupakan."
"Terserahlah"
Indra mengangkat kedua bahunya, pandangannya terfokus
menatap langit malam ini.
Evan menghembuskan nafas pelan, lalu matanya tak sengaja
melihat ke arah tas Indra yang terbuka. Evan tersenyum kecil ia
memandang kearah bungkusan
yang ada ditangannya. Menatap
tulisan tangan yang ada pada di
secarik kertas kecil yang tertempel didepan bungkusan tersebut.
Kemudian dengan cekatan Evan diam-diam memasukan bungkusan tersebut ke dalam tas Indra yang terbuka.
Evan dengan cepat menarik tangannya dari tas kekasihnya saat Indra menolehkan kepalanya menghadap dirinya.
"Kenapa?"
Tanya Indra, Evan menggelengkan kepalanya pelan lalu sebuah senyuman terukir indah di wajahnya.
"Kita pulang, ini sudah terlalu malam"
Kata Evan, ia bangkit dari duduknya dan mengibaskan celana dari kotoran tanah yang menempel disekitar celananya.
Indra menganggukkan kepalanya
tanpa ada niat membalas ucapan
Evan, kakinya lebih dulu melangkah dan mengambil tasnya yang ia letakkan begitu saja diatas tanah.
***
lubang dan memasukkannya ke
dalam saku bajunya.
Matanya melirik jam tangan hitam
yang melingkari lengannya, sebuah hembusan nafas keluar
dari bibirnya. Ternyata ia pulang
terlalu malam setelah mengantar
Evan pulang lebih dulu.
Ia turun dari atas motor ninjanya
dan mendorongnya masuk ke dalam bagasi yang ada disamping
rumahnya.
Setelah memastikan motornya aman ia membuka pintu depan
rumah dan membukanya, yang ia
lihat pertama kali adalah kegelapan yang ada didalam rumah, ia melangkahkan kakinya
masuk ke dalam melewati ruangan tengah dan berhenti
di dapur.
Tangannya terulur membuka kulkas dan mengambil sebotol
air dingin kemudian menutup
kembali kulkas tersebut. Indra
mendudukan dirinya diatas bangku kayu yang memang
sejal awal sudah ada disana.
Ia menaruh tasnya dan meneguk
sedikit demi sedikit air dingin
masuk membasahi tenggorokannya.
Tersengar suara langkah kaki dari
arah ruang tamu yang berbatasan
dengan dapur. Indra tak perlu menebak siapa orang dibelakangnya itu dia sudah tau
siapa orang yang kini sedang
berdiri disisi pintu dapur.
"Baru pulang kak? Malam sekali. Dari mana saja"
Suara tegas itu menggema disetiap penjuru sudut dapur yang remang. Alvian mendekati sosok
kakak yang ia hormati itu. Ia pun
ikut mendududkan dirinya di samping kakakanya.
"......"
Indra diam tak menjawab, Alvian
menatap wajah tampan sang kakak yang sangat ia cintai.
Alvian menghela nafas pelan, Matanya memandang ke dapan.
"Aku tau kak, tanpa kakak jawab
pun aku sudah tau"
"Ya"
Jawab Indra seadanya, ia bangkit
dari duduknya bermaksud memasukkan kembali botol itu
ke dalam kulkas.
Sementara Indra yang sibuk berkutat didepan kulkas, mata
Alvian tak sengaja melihat bungkusan berwarna biru laut
yang menyembul keluar dari dalam tas kakaknya.
Matanya melirik sebentar kakaknya kemudian tangannya
mengambil bungkusan itu dan
membaca tulisan tangan yang
tertera pada secarik kertas kecil.
'Dari Evan' pikirnya. Alvian tersentak saat mendengar suara
pintu kulkas yang menutup.
Dengan cepat Alvian mengambil
bungkusan itu dan menyembunyikan di belakang
tubuhnya.
Indra mengambil tasnya, ia
melangkahkan kakinya berniat
meninggalkan tempat itu tapi
kakinya terhenti lalu wajahnya
ia palingkan ke belakang menatap
sosok adiknya yang masih diam
mematung disana.
"Tidurlah, ini sudah malam"
Ucap Indra pelan. Alvian yang sempat terkejut pun akhirnya
kembali tersadar.
"Iya, kaka duluan saja"
Ucap Alvian dengan senyuman
manisnya, Indra meneruskan
langkahnya menuju ke kamarnya
dilantai dua rumah ini.
Setelah memastikan keberadaan
kakaknya sudah menghilang Alvian menatap ke arah bungkusan yang kini ada di tangannya, ia meremas bungkusan itu dengan kuat, sorot matanya tajam tapi juga terlihat
sendu.
****
maaf, ini udah dilanjut..
sibuk ya ran?
Haha iya lg sibuk urus ini itu.. ._.