It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kedua matanya mengamati tiap gerakan tubuh atletis sang kakak,
perlahan langkak kakinya semakin berani untuk mendekati Indra.
"Kak.."
Indra yang sedang fokus melakukan latihan pun terkejut ketika mendapati sebuah tangan kecil yang menarik ujung pakaiannya. Indra membalikkan badannya menatap sosok mungil sang adik di depannya, Alvian menundukkan kepalanya ragu.
Bibirnya masih terkatup dan sebelah tangannya masih meremas ujung baju kakaknya.
"Ya?"
Suara berat Indra sedikit memecahkan lamunan Alvian.
Alvian tersentak kemudian memandang sang kaka dengan kedua matanya yang bulat tapi meneduhkan.
"Um.. A -aku"
Alvian terbata, sedangkan sang kakak sulung menaikkan satu alisnya. Indra menghela nafas.
Sebelah tangannya terangkat untuk mengelus lembut mahkota hitam sang adik.
"Ada apa hm?"
Kedua mata Alvian membulat ketika telinganya mendengar suara lembut yang keluar dari bibir kakaknya yang terkenal dingin dan sedikit sangar ini.
Kedua matanya berbinar tak kala menemukan sebuah senyuman tipis sang kakak.
"Bolehkah aku ikut olahraga pagi dengan kakak?"
Ucap Alvian lirih, ia menyembunyikan semburat merah pada wajahnya dengan cara menundukkan kepalanya.
"Tentu saja boleh"
***
Kalau ku tau batas ku, mungkin saat ini pun kau masih mau tersenyum untuk ku.
Seandainya saja amarah dalam diri tak selamanya menyelimuti hasrat untuk memiliki.
Jika saja dulu ku tak menuruti ego ku mungkin ku tak akan menyesal seperti ini.
Dan jika nanti ada kata maaf terukir dari bibir mu, detik itu pun rasa bersalah yang menggantung musnah perlahan.
Hanya maaf dan maaf yang mampu terucap, maaf jika itu mampu melukai mu, maaf jika sikap ku membuat mu tak lagi bisa membuat mu percaya.
Aku menaruh piring beserta gelas yang sudah ku cuci bersih, keran pafa wastafel ku matikan dan beranjak pergi keluar dari dapur.
Aku sedikit merenggangkan tubuh ku yang kaku dan pegal, mungkin sedikit dengan gerakan kecil bisa menghilangkan rasa nyeri di setiap otot ku.
Langkah kaki ku terhenti saat tak sengaja kaki ku menendang sesuatu benda keras di lantai, kepa ku mendunduk dan melihat sebuah bingkisan kotak yang terbungkus dengan kertas berwarna biru laut.
Tangan ku meraih bingkisan itu dan menelitinya, tangan ku mengusap bawah dagu ku yang terasa kasar oleh bulu tipis yang kini menghiasi wajah ku.
Mata ku menyipit menemukan sebuah tulisan tangan pada depan bingkisan tersebut, kening ku berkerut membaca satu nana yang ku kenal tertera pada sampul depan dalam bingkisan kecil ini.
***
Normal Pov.
Alvian membungkukkan tubuhnya dengan bertumpu pada kedua lututnya, nafasnya tersenggal dan terlihat butiran peluh menetes membasahi baju tipis yang membalut tubuhnya.
"Minumlah"
Indra menyodorkan sebuah botol mineral dingin kepada sang adik.
Alvian menerima minuman tersebut dan dengan segera meminumnya langsung.
"Uhm, terima kasih"
Alvian mengembalikan minuman botol itu kepada sang kakak.
"Kita pulang saja, aku tidak yakin jika kau kuat meneruskannya"
Ucapnya datar, ia mengusap wajahnya yang penuh dengan keringat menggunakan handuk kecil yang menggantung di lehernya.
Alvian menggangguk setuju dan mulai mengikuti jejak sang kaka pulang ke rumah.
Dari kejauhan ada sebuah mobil sedan hitam yang terus mengikuti kegiatan mereka sejak tadi, sang pengemudi sengaja sedikit memberi jarak dari sang objek yang ia ikuti.
Sang pengemudi mobil hitam tersebut membenturkan telapak tangannya pada setir mobilnya dengan kuat sebelum mengeluarkan umpatan kecil yang keluar dari bibirnya.
**
Aku tak pernah tau rasa jika rasa dibenci seseorang itu ternyata sangat menyakitkan. Apalagi, jika orang yang membenci mu adalah orang yang sangat kau cintai. Bagaimana perasaan mu? Kesal, sedih atau justru kau pun menjadi ikut membenci diri mu sendiri.
Yang jelas keadaan ku saat ini sangat mirip dengan yang ku katakan tadi, setelah kami pulang berolahraga pagi. Tak sengaja kakak ku melihat bungkusan biru itu dalam genggamannya Deka.
Saat itu aku hanya bisa diam saja, aku terlalu takut sekedar hanya untuk mengeluarkan suara ku sedikit saja, aku bingung bagaimana Deka tau perihal kado itu, aku merasa sudah membuangnya semalam tapi kenapa sekarang bisa ada padanya? Huft ketakutan ku pun ternyata benar-benar terjadi.
Setelah Deka mengatakan semuanya pada kakak, dia pun marah besar dan meminta penjelasan ku atas semua ini.
***
Normal Pov.
Alvian menatap sendu kepada dua sosok tinggi yang berdiri di depannya, kepalanya tertunduk takut melihat kilatan amarah yang terpancar dari kedua mata kakaknya, Deka hanya melipat kedua tangannya dengan bersandarkan pada kusen pintu.
"Jelaskan pada ku Alvian, kenapa benda ini bisa ada pada mu!"
Bentak Indra keras, ia mengguncang guncangkan benda ditangannya itu dengan kuat.
Amarahnya benar-benara menguasai dirinya sekarang, Alvian yang mendengar suara bentakan kakaknya semakin menenggelamkan kepalanya. Menatap lantai adalah objek menyenangkan mungkin baginya.
"Ian! Jawab pertanyaan kakak!"
Indra menarik kerah baju sang adik hingga membuat Alvian terseret dan terangkan tubuhnya dari posisi ia duduk diatas sofa.
"Ma- maaf kak.."
seru Alvian lirih, kedua matanya berkaca kaca.
Indra membulatkan kedua matanya mendengar permintaan maaf sang adik, ia benar benar tak menyangka kenapa adiknya begitu tega melakukan hal itu kepada kakanya sendiri.
Apa karena ia cemburu pada Evan, karna dirinya hanya mencintai sosok itu dibandingkan pada sosok adik didepannya.
Tangan Alvian gemetar saat jemarinya akan menyentuh pergelangan tangan kakaknya pada kerah bajunya.
"Maafkan aku kak, a-aku.."
Indra menepis keras uluran tangan adiknya, ia kecewa benar benar kecewa.
"Kau tau Ian, itu adalah barang berharga bagi kakak. Pemberian dari seseorang yang kakak sayang. Bagaimana perasaan mu jika ada seseorang yang tega membuangnya bahkan menghancurkan barang pemberian dari orang yang kau sayangi dan tentunya ingin kau jaga tapi ternyata.."
Indra tak meneruskan kata katanya dan kembali diam tanpa memandang wajah adiknya.
sipp ^^b
jadi pembaca budiman ja.