It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@RyoutaRanshirou ok kk gk dpggl om lg de...
Ntar dy ngambek bsa2 gk d lanjutin lg ni lapaknya...
****
Angin berhembus lirih dalam balutan dingin bersayapkan hitam
bersembunyi diantara celah celah
malam yang diterangi sinar bulan
yang indah.
Keheningan yang tercipta di pecahkan oleh suara desahan berat dari ruangan remang yang
hanya bercahayakan lampu kecil di atas buffet kamarnya, Evan
hanya mampu mengerang perih
tak kala bibir tipis kekasihnya
menghisap setiap jengkal lehernya dengan kasar.
Tangan kanan Indra menjambak
kecil helaian surai hitam Evan
dengan lembut, tak hanya bibir
saja yang bermain di tengkuk
polos itu tetapi gigi putih itu
menggigit kecil di sekitar area
sensitif milik Evan.
Evan mendesah kecil saat sebelah
tangan Indra masuk kedalam kaos
singletnya dan memilin puting
kecil yang sudah menegang sempurna, kedua tangannya ia
kalungkan ke leher Indra dan
membawa wajah itu untuk lebih
mendekat ke wajahnya.
Evan tersenyem nakal lalu bibirnya dengan kasar meraup
bibir merah milik Indra, mengulum bahkan meghisap
seluruh saliva yang ada didalam
mulut pemuda jangkung di pelukannya.
Kedua kepala itu saling berputar
mengimbangi permainan lidah
di dalam mulut hangatnya, Evan
membelit organ pengecap Indra
dengan lihai lalu mengajaknya
untuk kembali bertarung.
Setelah 10 menit ciuman panas
itu berlangsung Evan yang sudah
kehabisan pasokan udara didalam
paru parunya dengan berat hati
melepaskan ciuman itu secara
sepihak menyisakan benang tipis
memanjang dan akhirnya putus
saat kedua wajah itu menjauh.
"Hah hah hah.."
Evan menghirup udara sebanyak
banyaknya dan menstabilkan
kembali detak jantungnya yang
meningkat cepat.
Indra terkekeh pelan lalu mengusap lembut rambut hitam
itu dengan sayang, ia masih setia
memeluk tubuh kekasihnya itu.
"Kau bisa nakal juga ternyata"
Bisik Indra pelan dekat pada telinga Evan, ia menopangkan kepalanya di atas bahu Evan.
"Kan kamu juga yang ajari"
Evan mengusap pucuk kepala Indra dan memeluk kepalanya
dengan kedua tangannya.
"Oya? Kapan itu, aku sendiri lupa
kapan aku mengajari mu seperti
itu"
Indra tertawa pelan mengangkat
kepalanya dan memandang mata
obsidian milik kekasihnya.
"Huh, mengelak saja terus"
Evan menjitak kecil kepala Indra
lalu turun dari pangkuan kekasihnya.
"Mandi saja dulu, sebentar lagi
mama ku pulang. Aku tidak mau
dia pingsan karna melihat keadaan kita yang seperti ini"
mata hitam seperti batu akik itu
memandang penampilan Indra
yang masih bertelanjang dada
tanpa sebuah helai baju melapisi
tubuh bagian atasnya.
"Ok"
dengan patuh Indra pun melangkahkan kakinya masuk
kedalam kamar mandi, Evan menghela nafas berat lalu mengambil beberapa helai pakaian ayahnya yang sudah lama tak di pakai oleh beliau.
Ia menatap rindu kearah baju putih berlengan panjang yang ada
di genggaman tangannya. Ia merindukan sosok hangat yang
dulu sering menemani harinya.
Tapi kini sosok hangat itu telah
tiada terkubur bersama kenangan
dan beberapa kepingan cerita
yang tergores indah pada masa kecilnya dulu.
****
****
Ada saatnya kenangan masa lalu
menguap kembali kedalam permukaan.
Seolah memutar cerita yang sudah lama tersimpan rapat terbuka tanpa ada satu pun yang
mampu menutupnya kembali.
Terkadang rasa perih ataupun terluka yang dulu ingin di lupakan
teringat tanpa sengaja, bagaikan
potongan kisah itu rekaman film
yang sudah rusak.
Seandainya mampu waktu terulang kembali, ingin rasanya
membenahi ceceran memori sendu itu menjadi kepingan
kebahagiaan yang layak untuk
di ingat sampai mati.
*
Alvian terbangun dari mimpi buruknya, seluruh bajunya basah
oleh kucuran keringat yang turun
membasahi pelipisnya.
Nafasnya terputus putus, detak
jantungnya terasa semakin cepat.
Ia meremas selimut tebal yang
melapisi tubuhnya di atas ranjangnya yang nyaman.
Kepalanya tertunduk sudut matanya basah oleh setets embun
yang menetes tanpa perintah, ia
hanya mampu menangis dalam diam saja seolah dengan itu ia
mampu mengurangi sedikit beban yang menghimpit dadanya.
Kakinya turun dari atas ranjangnya lalu melangkah mendekat kesisi buffet yang menampilkan beberapa pajangan
figura foto didalamnya.
Tangannya meraih satu figura
usang yang menunjukkan sesosok
wanita cantik yang sedang tersenyum ramah didepan kamera.
Matanya yang merah menatap
sendu ke arah figura yang berada
di genggaman tangannya, jarinya
mengusap lembut wajah ayu
didalam foto tersebut dengan
gerakan yang pelan ia memeluk
foto figura itu dengan erat dan
berbisik lirih yang hanya mampu
didengar olehnya saja.
"Mama.."
****
@Just_PJ, @idhe_sama, @Fazlan_Farizi
Hhohoho
****
Kelvin Pov.
Rasa kantuk itu kembali menyerang indra pengelihatan ku,
mata ku terasa berat jika memandang sekitar.
Menghela nafas panjang berulang
kali seolah menjadi obat pencegah kantuk yang terus
menghantui pelupuk mata ini,
mata obsidian ku menatap jalanan didepannya, disamping ku
ada seseorang menyebalkan yang
sedang mengantar ku pulang
kerumah. Entah kenapa aku berpikir jika aku ini seolah tak
jauh seperti seorang gadis yang
diantar pulang oleh kekasihnya.
Memikirkannya saja membuat ku
mual, apalagi jika aku harus
menjadi pacarnya yang asli grr
aku berharap itu tak pernah terjadi. Eh itu tidak mungkin
terjadikan? Kenapa aku jadi takut
jika itu jadi kenyataan. Ah masa bodo aku tidak peduli.
Aku melihatnya dari sudut mata
ku ekspresi wajahnya begitu serius menatap jalanan gelap
di depannya, beberapa lampu penerang jalan seolah menjadi
sumber satu satunya cahaya
kehidupan dijalanan yang sepi.
Matanya melirik sekilas kepada ku
mengintipnya diantara celah celah
alis matanya yang hitam.
"Apa?"
tanya ku memecahkan keheningan yang tersalur diantara suasana didalam mobil hitam miliknya.
"Tidak ada"
jawabnya singkat, huh aku tau
kau mau berbicara kan dasar
dengus ku dalam hati.
"Tidak ada tapi kenapa mata mu
seolah mengatakan lain ya"
"Maksudnya?"
Ucapnya disertai dengan kerutan
kecil dikeningnya.
"Lupakan"
aku memasang headset ke telinga ku dengan cepat, mencoba membunuh waktu yang berjalan
melambat.
Rasa kantuk kembali menghampiri di sudut kedua mata ku, perlahan lahan kedua
kelopak mata ku menutup seakan
tersihir oleh nada nada indah
yang mengalun lembut di telinga ku.
****
"Evan kenapa kamu diam saja"
Indra menepuk bahu Evan pelan,
mendapati kekasihnya masih berdiri pada posisi tempatnya semula. Indra masih memakai celana seragamnya tanpa baju
yang menutupi dada bidangnya.
Handuk putih itu mengelantung
manja menghias disekitar tengkuknya yang mulus tanpa noda, rambutnya yang lemas oleh
air membingjai utuh wajahnya
yang tampan.
Evan mengerjapkan matanya
lalu memandang Indra dan memberikan baju putih berlengan
panjang itu kepada kekasihnya.
"Ini, pakailah"
Ucap Evan dengan nada suara serak, Indra menatap lekat kedalam bola mata Evan. Ia tau
orang di sayanginya itu habis
menangis terlihat dari kedua matanya yang memerah.
Sebelah tangannya bergerak pelan menyeka sudut mata kekasihnya yang meneteskan
embun, dengan lembut ia
membelai pipi tembem milik Evan dengan sayang.
"Kau kenapa?"
tatapan matanya melembut dengan sebelah tangan menangkup sisi wajah Evan.
Evan menggelengkan kepalanya
lalu mengusap sisa jejak air matanya menggunakan punggung tangannya.
Tangan kokoh itu mengelus
surai hitam milik Evan dengan
sayang.
"Ceritakan saja, aku ini pendengar yang baik ko"
"Tidak ada.."
Mata sehitam malam itu menyendu, kepalanya tertunduk
surai hitamnya menutupi setengah wajahnya.
Indra menghela nafas berat lalu
membimbing tubuh rapuh itu
mendekat pada sebuah pelukan
hangat. Tangannya menepuk ringan pucuk kepala kekasihnya.
"Ya sudah kalau kamu memang tidak mau cerita, aku tidak akan
memaksa"
Evan menganggukan kepalanya
lalu membalas pelukan itu dengan erat.
***
@Ren_S1211: haha, itu jauh dari hot mbak... )
Eh, btw kpn update lagi ni tant?
Padahal tinggal beberapa keping
lagi tamat..