It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
makasih mbak ^^
***
Hujan itu mampu menenangkan
pikiran, bau tanah yang bercampur dengan air hujan
embun yang menetes halus pada
dedaunan, serta pepohonan yang
basah oleh sejuknya semilir angin
bersama percikan hujan.
Aroma alam menguar mengeliling
setiap ruang nafas dibumi, detak
pusatnya pun mampu di hujani
oleh kesegarannya air yang jatuh
dari langit, sama halnya dengan
ketenangan batin yang mulai dirasa oleh lelaki dewasa ini.
Ia mengusap pelan batu nisan kotor dari tanah makam yang
menempel, bibirnya mengatup
tapi seulas senyuman tulusnya
terus menghias wajah tegasnya.
Telapak tangan besarnya mencabut beberapa rumput liar
yang bertengger manis diatas tanah pusara, ia membersihkan
sedikit setiap sisi makam dengan
telaten.
Bunga lili itu satu persatu ia bariskan memanjang menghias
makam agar terlihat indah, bibirnya tersungging sebuah
senyuman tipis, kepalanya ia
tengadahkan keatas memandang
langit yang perlahan memudarkan hitamnya menjadi
berwarna zamrud, senja mulai
merajai dan malam pun seakan
menguasai lukisan angkasa di atasnya.
Matanya menatap jam tangan yang masih setia melingkar pada
pergelangan tangannya, satu
usapan lagi pada batu nisan dingin itu mengakhiri kedatangannya disini.
Kakinya pun melangkah menapaki
kembali keluar dari area
pemakaman yang sepi.
***
I want more.....
#pembaca gk tw terima ksih...
****
Restoran, 18.30 pm.
Hari mulai menjelang malam,
hujan yang semula bertambah
deras kini kian menipis menjadi
tumpahan gerimis kecil.
Matahari pun mulai berangsur
turun ke peraduannya digantikan
oleh sang bulan yang menyapa
malam.
Sebuah kepala nampak terkulai
lemas diatas meja restoran, kedua
tangannya disilangkan menjadi
bantalnya untuk tertidur, mata
itu terpejam sejak satu jam yang
lalu dan helai rambutnya jatuh
menghiasi wajahnya yang tampan.
Deka menyudahi kesibukannya
mendengarkkan lagu dari ponsel
yang berada di tangannya, dan
melepaskan headset itu keluar
dari telinganya. Matanya menatap
lembut sosok jangkung di
depannya itu, Kelvin tampak
lelah dan menikmati dinginnya
hujan yang menusuk tulang dengan tertidur sebentar diatas
meja kosong yang mereka berdua
tempati.
Matanya memandang sekeliling
ruangan Resto yang mulai sepi,
hanya ada beberapa pegawai saja
yang ada didalam ruangan ini.
Kemudian pandangannya kembali
terpaku kepada seseorang yang
sedang pulasnya tertidur.
Tangannya terangkat membelai
surai hitam milik Kelvin, senyum
tak lepas menghiasi wajahnya
tak kala tangannya merasakan
betapa halusnya mahkota hitam
itu.
Kelvin mengerang kecil sesaat
terasa sebuah sentuhan hangat itu mengganggu tidurnya, mata
bermanik obsidian itu membuka
setengah menatap lantai yang
menjadi pijakannya, tapi mata
obsidian itu menutup kembali
merasakan usapan ringan itu
membawanya kembali terbuai
kedalam mimpi indahnya.
Tangannya yang semula menjadi
tumpuan kepalanya pun mencari
sosok tangan yang kini masih
bertengger diatas kepalanya.
Kelvin tersenyum tipis lalu
membawa tangan itu kedlam
dekapannya disisi pipinya.
Ia tak sadar bahwa sebenarnya tangan yang saat ini ada di dekapannya adalah milik Deka
yang sedang menatapnya dengan
terkejut.
"Ibu.. Tangan ibu hangat sekali"
lirihnya dalam mimpi indahnya,
bibirnya membuka sebentar lalu
mengatup kembali, helaan nafasnya semakin seirama dengan
detak jantungnya.
Deka menahan tawanya saat mendengar suara Kelvin yang
menyebutnya ibu, sepertinya
di sedang mengigau pikir Deka.
Dengan perlahan Deka melepaskan dekapan tangn Kelvin
pada pergelangannya pelan.
Kelvin membawa bangkunya
mendekat pada bangku Kelvin,
lalu sedikit membungkukan tubuhnya sejajar dengan wajah
Kelvin.
Mersakan hembusan halus pada
wajahanya dengan segera mata
obsidian itu terbuka lebar. Reflek
Kelvin terjungkal kebelakang dan
sukses jatuh dari atas kursinya.
Ia meringis pelan dan mengusap
bokongnya yang sakit menimpa
lantai porselain, bibirnya mengumpat pelan tak kala matanya melihat kekehan kecil
yang terbentuk dibibir Deka.
"Sialan"
umpatnya, tangannya kembali
mengusap bokongnya yang
terasa perih.
****
****
Deka memandang geli kearah
Kelvin yang sempat terjungkal
kebelakang dari bangkunya, bibirnya membentuk sebuah
senyuman tipis lalu beringsut
mendekat kepada sosok itu.
Deka membantu Kelvin untuk
berdiri dari duduknya dilantai.
"Makanya jangan asik ketiduran
terus, mau sampai kapan lu
tidur ha"
dengus Deka, tangannya meraih
pinggang Kelvin lembut, Kelvin
mnegang saat jemari itu menyentuh pinggulnya yang masih berlapiskan sebuah baju
seragam.
Kemudian Kelvin kembali duduk
diatas bangkunya dalam diam, matanya menatap kearah lain tak
berani memandang sosok Deka
yang mulai berpindah duduk di
sebrang meja didepannya.
Ia merasa saat tangan kokoh itu
melingkar pada pinggangnya begitu terasa hangat sama seperti
tangan lembut yang mengusap
ringan kepalanya tadi didalam
mimpinya.
Deka memasukkan ponselnya
kedlam kantung celananya, dan
menatap ke jendela yang menyajikan pemandangan pepohonan hijau yang basah
oleh embun langit.
Matanya melirik sekilas ke arah
jam tangannya, lalu memandang
Kelvin yang masih diam ditempat.
"Ayo kita pulang"
Deka berdiri dari duduknya, merapihkan sedikit bajunya yang
berantakan dan mulai berjalan
meninggalkan Kelvin di bangkunya.
Kelvin yang tersadar dengan tergesa gesa bangun dari duduknya dan mengejar sosok
Deka di depannya, ia tak sadar
saat ponselnya terjatuh dari kantung bahu seragamnya.
"Hei tunggu"
Kelvin mensejajari langkah kakinya dengan orang disampinganya.
"Lambat"
Sahut Dekap pelan, matanya
memandang lekat kearah jalan
didepannya.
Kelvin memonyongkan bibirnya
maju beberapa senti, lalu sebuah
suara di belakang kedua orang
itu menghentikan langkahya.
"Dek ponselnya jatuh"
terlihat sesosok ibu ibu paruh
baya nampak berlari kecil mendekati kedua orang pemuda
tampan itu.
Si ibu namapk terengah engah
kecil lalu memberikan sebuah
ponsel hitam kepada Kelvin yang
bengong lalu memeriksa seluruh
kantong seragamnya.
"Ah, terima kasih Bu"
Kelvin mengambil ponselnya
dari si ibu dan membalasnya
dengan sebuag senyuman tulus.
"Ck, sudah lambat ceroboh pula"
desis Deka pelan, Kelvin meliriknya tajam lalu memasukkan ponselnya kedalam
kantung seragamnya.
Deka mendekati ibu paruh baya
itu dan memasang wajah sopan
tak lupa disertai dengan sebuah
senyuman lembut.
"Maaf Bu sudah merepotkan"
Kelvin mengangakan mulutnya
tak percaya dengan apa yang dia
dengar, Deka bisa berkata sopan
dan manis seperti itu pada orang
lain? Waw keajaiban hehe lebay
ya.
"Tak apa ko Mas, tolong beritahu
adiknya Mas ini agar lebih hati
hati lagi lain kali"
ucap si Ibu ramah, Deka diam
sesaat lalu melirik Kelvin yang
mematung mendengar kata kata
Ibu itu.
"Baiklah, saya permisi dulu kalau
begitu"
si Ibu pamit dan meninggalkan
kedua pemuda itu, Kelvin melirik
kesal kearah Deka disebelahnya.
"Apa tadi? Ga salah tuh gue disebut adik lu"
umpatnya ketus, Deka kemudian
beringsut lebih mendekati Kelvin.
Dan sedikit membungkukkan
tubuhnya agar sejajar dengan
tinggi Kelvin.
"Lihat, wajar saja kalau lu di sebut
adik kan, tinggi kita tidak sama"
Ucap Deka dengan seringai kecil,
Kelvin mendengus pelan dan mengerang frustasi.
"Arghh berengsek"
makinya, ia semakin terpuruk
bersama orang disebelahnya ini.
****
@Ren_S1211, @ElninoS, @Henry_13, @tyo_ary