BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mak Comblang.com

1424345474859

Comments

  • Kepingan keenam puluh.

    ***

    Author Pov.

    Sore itu hujan mengguyur bumi,
    embunnya jatuh menetesi tanah
    yang semula mengering menjadi
    lembab akibat rintikannya.
    Beberapa orang terlihat sibuk
    berlalu lalang mencari tempat
    untuk berteduh, sama halnya
    yang tengah di lakukan oleh
    kedua remaja yang masih
    berseragam sekolah lengkap.
    Salah satu dari pemuda ini sibuk
    mengusapkan tangannya pada
    helai kain seragam yang melekat
    pada tubuhnya, sedangkan pria
    di sampingnya juga menyibukkan
    dirinya dengan mengibas ngibaskan tas selempangnya yang
    basah akibat terkena hujan.
    "Sudah ku bilangkan pasti hujan"
    Pria di sampingnya berucap
    keras diantara rintikan hujan
    yang semakin deras.
    Saat ini mereka berdua sedang
    berteduh di sebuah gubuk kecil
    di sisi jalanan setapak beraspal.
    "Sudahlah, mau bagaimana lagi"
    balas lelaki di sebelahnya sebut
    saja dia Indra, ia mendengus kecil
    melirik sinis pada kekasihnya.
    "Huh baju ku kan jadi basah"
    Evan memajukkan beberapa
    senti bibirnya ke depan, merajuk
    seperti anak kecil yang kehilangan
    mainannya.
    Indra menghela nafas berat,
    tangannya terangkat memijit
    pelan keningnya yang terasa
    pening, ia mengelus surai
    Hitam kekasihnya itu dengan
    sayang.
    "Sabarlah, nanti hujan reda"
    bibirnya membentuk sebuah
    senyuman, Evan merengkuh
    tubuhnya yang menggigil kecil,
    mencoba mengusir sedikit rasa
    dingin yang seolah membekukan
    diri.
    Tatapan matanya melembut
    memandang prihatin pada sosok
    kekasihnya yang kedinginan.
    Sebenarnya ia juga kedinginan
    seluruh bajunya basah kuyup
    terkena guyuran hujan, tetapi
    melihat Evan yang tak kalah
    menggigilnya ia berinisiatifkan
    dirinya untuk lebih mendekati
    sosok di sampingnya itu.
    Evan tersentak tak kala rasa hangat mulai membungkus tubuhnya, mengusir rasa dingin
    yamg tadi sempat melingkupi
    dirinya. Matanya menangkap
    sepasang lengan kokoh merengkuhnya dalam sebuah
    pelukan yang menghangatkan.
    "Ndra..."
    serunya pelan.
    "Hm?"
    Indra bergumam lirih, tangannya
    ia eratkan untuk mendekap
    tubuh kekasinya.
    "Bagaimana jika ada yang melihat?"
    tangannya tak mampu membalas
    pelukan itu, saat ini masing masing tangannya terkulai disisi
    tubuhnya.
    "Tidak akan. Percayalah"
    bisiknya tepat pada telinga Evan,
    akhirnya dengan keyakinan yang
    besar ia pun membalas pelukan
    Indra.
    Evan menyandarkan kepalanya
    dengan nyaman di dada bidang
    Indra, merengkuh tubuhnya lebih
    dalam lagi.
    "Iya.."
    Ucap Evan pelan, senyuman tulus
    menghias di bibir pucatnya.
    ***
  • Kepingan keenam puluh satu.

    ***

    Mungkin ini bisa di sebut kesialan
    beruntun bagi Kelvin, bagaimana
    tidak awalnya dia ingin mengajak
    Alvian jalan berdua dengannya
    sekarang malah ada orang ketiga
    yang menganggu acaranya.
    Di tambah hari ini dia harus terjebak di dalam satu ruangan bersama seseorang yang paling
    menyebalkan, itu menurut Kelvin
    yang secara sepihak mencapnya
    seperti itu tapi entahlah menurut
    orang yang di sebut menyebalkan
    itu bagaimana?.
    Kelvin melipat kedua tangannya
    kedada, ia bersandar nyaman
    pada pilar resto, sedangkan orang
    yang disampingnya hanya
    menampakan emosi datar seperti
    biasa.
    "Ck, semua ini gara gara lu"
    Kelvin mendengus kasar, matanya
    menatap sinis Deka yang ada
    di sebelahnya.
    "Terserah, yang pasti Alvian tidak
    berkomentar apapun kan dan
    tidak protes dengan adanya
    gue disini bersama kalian"
    Deka memutar bola matanya
    bosan, tangannya ia masukan
    ke saku celananya, sejenak ia
    mengangkat tangannya melihat
    jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
    Ponsel di saku celananya bergetar
    menandakan ada satu pesan masuk, jemari Deka merogoh
    ponselnya didalam kantung celananya lalu mengecek siapa
    pengirim sms.
    Kelvin hanya melirik sekilas lalu
    ia membuang arah pandangannya
    ke tempat lain, Deka menghela
    nafas panjang lalu memasukkan
    ponselnya kembali ke dalam
    saku.
    "Alvian pulang lebih dulu"
    ucapnya tanpa beban, sontak
    perkataan Deka tadi membuat
    Kelvin tersentak seketika.
    "Loh? Kok dia pulang tanpa beri
    kabar ke gue sih. Main ngeloyor
    pergi gitu aja"
    Kelvin terus saja mengumpat
    kesal, padahal dari tadi dia
    menunggu sosok Alvian yang
    tadi meminta izin sebentar untuk
    ke kamar mandi, tapi ternyata
    dia pulang lebih dulu pulang tanpa pamit terlebih dahulu
    pada Kelvin setelah mereka selesai
    dengan acara makan bersama
    di restoran minimalis ini.
    "Sudahlah mungkin dia ada urusan mendadak"
    Ucap Deka kalem, ia menatap
    Kelvin yang terlihat kesal.
    "Masa bodolah"
    Desis Kelvin tak suka, ia mencengkram dinding di belakangnya mungkin ini sudah
    menjadi batas kesabarannya ia
    merasa di permainkan.
    "Lu pikir Alvian bakalan balas
    cinta lu gitu ja"
    Seru Deka lirih, matanya tak lepas
    menatap jalanan yang basah
    akibat guyuran hujan.
    Kelvin mengerinyitkan keningnya
    heran, matanya memandang Deka
    tajam.
    "Maksud lu apa, jangan sok tau"
    dengus Kelvin. Deka memutar
    pandangannya yang sempat
    terpaku pada jalanan dan kini
    memandang Kelvin lekat.
    "Gue bukan orang bodoh Vin, gue
    tau sebenarnya lu ada rasa kan
    sama Alvian"
    kata kata Deka terakhir sukses
    membuat Kelvin mematung, ia
    tidak tau harus membalas apa.

    ***
  • Kirain kelewatan banyak banget, ehh ternyata cuma 7 page, padahal udeh sebulan gak baca ini cerita. Tapi ceritanya tetep keceh euy..
  • akhirx datang juga... apdetanx jangan lama donk
  • Jeuunggg kuraaangg *di tabok krn g tau diri :p ... So sweet tetep yach ach indra evan i lope u poolll wkwkwk lanjutttttttttttt jeungg
  • Kepingan keenam puluh dua.

    ****
    Bungkam. Kelvin tak bisa membalas perkataan Deka, karna
    ucapannya memang benar tapi
    dengan susah payah ia menutupi
    kebenarannya.
    Kelvin diam mematung tanpa
    menolehkan wajahnya sedikit pun
    ke hadapan Deka, ia merasa kecil
    dan bodoh di depan orang itu.
    Ia tidak mau jika memandang Deka terlalu lama, seolah olah
    hanya dengan tatapan tajam darinya mampu menelanjangi seluruh pikirannya.
    Kelvin menundukkan kepalanya
    tangannya mengepal erat, kenapa
    ia harus gemetar seperti ini kenapa dia harus takut jika memang kenyataannya ia menyukai Alvian.
    "Kenapa? Apa lu ga bisa jawab
    karna apa yang gue bilang itu
    bener?"
    Deka menatap remeh sosok Kelvin yang terus saja menundukkan
    kepalanya.
    Deka menyilangkan kedua tangannya kedada, lalu mendekati
    Kelvin yang masih bersandar dengan nyaman pada pilar resto.
    Jika dilihat dari postur tubuh
    mereka berdua memiliki badan
    yang sama sama bagus tapi dari
    segi tingginya mungkin Kelvin
    kalah tinggi dari Deka.
    Manik mata hitam Deka terus mencari jawaban yang keluar
    dari bibir tipis Kelvin, dari jarak
    sedekat ini dia bisa merasakan
    harum aroma tubuh orang di depannya, wangi parfumnya dan
    hembusan nafas lelaki itu.
    Seolah terhipnotis tangannya tiba
    tiba menangkup wajah yang tertunduk itu, Deka merutuk
    kespontanannya itu di dalam hati,
    kenapa hanya karna menghirup
    wangi tubuh lelaki di depannya
    ini membuatnya lupa dengan
    bagaimana cara mengontrol diri.
    Mata Kelvin melebar saat merasakan sentuhan hangat pada
    sisi wajahnya. Kedua mata itu
    saling beradu pandang, Deka
    mengusap kikuk sisi wajah halus
    itu.
    Kelvin yang kembali tersadar dengan kekagetannya menepis
    kasar telapak tangan Deka, ia
    menatap tajam sosok yang beraninya menyentuh pipinya
    tanpa izin.
    "Lepas"
    ia mengusap pipi bekas sentuhan
    Deka di pipinya dengan keras,
    Deka memandang Kelvin diam,
    senyum usil menghias dari bibir
    merahnya.
    "Menarik"
    ucapnya pelan, merasa semakin
    tertantang untuk menaklukkan
    pemuda di depannya ini.
    "Keras kepala"
    Deka mendengus kecil, menjauh
    beberapa langkah dari Kelvin.
    Kelvin mengumpat pelan dan
    melangkahkan kakinya mendahului langkah kaki Deka.

    ****
  • suka kayanya ama karakter deka, cool, hahah, lbh suka deka-kelvin
  • Kepingan keenam puluh tiga.

    ****


    Bugh.
    Terdengar sebuah pukulan kuat
    yang menghantam sisi wastafel
    dengan kerasnya, tangannya terkepal kuat wajahnya merah
    menahan amarah yang memuncak.
    Ia membasuhkan air pada wajahnya dengan kasar, mengusap sedikit peluh di keningnya, wajahnya terlihat
    kuyu pada pantulan cermin.
    "Shit. Kenapa gue harus liat mereka berdua"
    tangannya kembali terkepal
    menghantamkannya pada dinding
    berlapis kayu jati, matanya bergerak liar menatap bayangan
    wajahnya pada cermin bulat di depannya.
    Tubuhnya sedikit membungkuk
    menghadap cermin, kedua tangan
    itu bersandar nyaman pada sisi
    wastafel. Air masih mengucur deras keluar dari keran yang belum sempat ia matikan.
    "Evan"
    desisnya pelan, ia menundukkan
    kepalanya menatap air yang perlahan tersedot masuk kedalam
    lubang yang ada di dalam wastafel.
    Rasa kesal Alvian bermula saat
    matanya tak sengaja melihat
    kedua sosok pasangan kekasih
    yang sedang berteduh di sebuah
    gazebo saling berangkulan mesra,
    kedua orang yang dimaksudkan
    itu tidak lain adalah kakaknya dan
    Evan, sejak didalam mobil rasa
    kesal Alvian semakin menjadi
    sehingga sesampainya di resto
    pun Alvian hanya diam, ia pun
    memutuskan untuk pulang setelah acara makan bersama itu
    selesai tanpa pamit terlebih dahulu kepada Kelvin.
    Ia tak memikirkan bagaimana nasib Kelvin disana bersama Deka
    toh ia merasa Kelvin akan aman
    bersama Deka disampingnya, ia
    tak peduli dengan semuanya yang
    ia butuhkan sekarang adalah
    ketenangan.
    Rasa amarahnya membutakan
    mata hatinya, didalam hatinya
    ia merasa cemburu melihat kaka
    kandungnya sudah berbaikan
    kembali dengan pacarnya Evan,
    sejak kapan itu terjadi? Ia saja
    tidak mengetahuinya yang jelas
    saat ini ia merasa jengkel melihat
    moment kemesraan kedua orang
    itu.
    Nafasnya memburu menahan
    marahnya didalam dada, ia merasa bodoh mengemis cinta
    yang tidak berbalas, ia ingin
    merasakan cinta yang berbalas
    tapi kenapa justru rasa sakit yang
    terus datang menghampirinya.
    Tangan Alvian mencengkram
    surai hitamnya, kepalanya pening
    ia mematikan keran pada wastfel
    lalu melangkahkan kakinya masuk
    kedalam kamarnya mencoba
    menjernihkan kembali pikirannya
    yang kacau.

    ****
  • Kepingan keenam puluh empat.

    ****

    Kaki jenjang yang berbalut celana
    hitam panjang berlapis sepatu
    pantofel hitam mengkilap turun
    dari sisi pintu mobil yang terbuka.
    Sosok tegap dan berwajah dewasa itu memiliki aura kebijaksanaan yang terpancar
    dari wajahnya, garis rahang keras
    nan tegas, bibir tipis dan hidung
    yang mancung. Mata tajam bak
    elang mengedar kesekeliling pemakaman.
    Kakinya menapaki setiap jengkal
    deretan makam, ditangannya
    memegang sebuah bunga lili
    segar. Kaki itu berhenti matanya
    menatap sendu kearah sebuah
    batu nisan lusuh di depannya.
    Ia berjongkok di samping pusara
    dan menaruh sebuket bunga lili
    segar itu diatas tanah merah yang
    basah akibat guyuran hujan.
    Tangannya meraup tanah basah
    itu lalu menggenggamnya dan
    mendekatkannya pada hidung
    mancungnya, menghirup aroma
    tanah yang bercampur dengan air
    hujan.
    Matanya terpejam bibirnya mengatup tanpa ada niat bersuara sedikitpun, satu embun
    menetes perih menganak basah
    menetes jatuh di kedua pipinya.
    "Maafkan aku, maaf..."
    seulas senyum terpatri dengan
    indahnya pada wajah tampannya.
    "Maafkan aku jika aku baru sempat mendatangi makam mu,
    pekerjaan ku semkain sibuk setiap
    harinya . Semoga saja kau tidak
    marah disana sayang"
    tangannya mengelus batu nisan
    itu dengan lembut. Matanya kosong memandang sebuah nama
    yang terukir pada batu nisan itu.

    ****
  • Suka Deka-Kelvin juga, bikin penasaran.
  • Eh itu ƳαЛġ dimakam siapa??
Sign In or Register to comment.