Menjadi PLU merupakan ujian yang teramat berat, terlebih bila kita masih menjunjung tinggi norma agama, dalam hal ini pernikahan. Bagi seorang str8, menikah hanyalah melewati 1 ujian, yakni bagaimana dia bisa menjalani rumah tangga dengan menjadi suami yang setia dan kepala rumah tangga yang bertanggung jawab. That simple I think. Dia hanya dituntut untuk setia kepada istrinya seorang dan tidak mudah tergoda oleh wanita lain. Dia hanya dituntut untuk bersabar dalam mendidik istrinya, yang diibaratkan sbg tulang rusuk. Bila dibiarkan maka akan bengkok, bila diluruskan paksa maka akan patah.
Bagi seorang PLU, baik biseks maupun gay, tentunya menikah dengan makhkuk yang bernama perempuan bukan hal mudah. Dibutuhkan modal tekad yang kuat dan niat yang ikhlas untuk menikah, dalam rangka ibadah dan menjalani sunnah Rasul. Pertama, dia harus menyingkirkan hasrat kepada sesama jenis, yang tentunya terasa berat. Kedua, dia harus sabar dan ikhlas menjalani rumah tangga dengan makhkuk yang bernama perempuan. Seperti kita ketahui, perempuan adalah makhluk perasa, artinya emosinya lebih dominan daripada logikanya. Seorang laki2 sejati tentunya akan menjadi orang yg dewasa dalam berinteraksi dengan istrinya, maupun dalam mendidiknya. Karena ibarat tulang rusuk, maka menghadapi perempuan pun perlu pendekatan khusus dan juga seni. Seorang suami hendaknya selalu mampu mengontrol emosinya, mampu meredam dan menenangkan istrinya. Bila seorang suami mudah tersulut emosi, bisa dipastikan akan banyak piring terbang dalam rumah tangga mereka, dan na'udzu billah dapat berakhir dengan perceraian.
Belum lagi soal urusan seks, laki2 dan perempuan sungguh jauh berbeda. Konon, libido laki2 dan perempuan adalah 20:1. Artinya, laki2 memiliki libido 20x lebih banyak dr perempuan. Maka wajar bila dalam berhubungan seks, lebih sering inisiatif datang dari pihak suami. Dan tak sedikit laki2 yang akhirnya memilih pologami dengan alasan istrinya tak mampu melayani libido suaminya yang tinggi. Bagi seorang PLU, tentu dibutuhkan kesabaran super ekstra dalam menghadapi istrinya, terutama dalam urusan ranjang. Ketika libido suami sedang tinggi, tidak serta merta sang istri langsung memenuhi ajakan sang suami, karena sifat perempuan yang moody dan memandang seks lebih bermakna sebuah keintiman, bukan sekadar hubungan fisik semata. Sementara, laki2 memulai hubungan seks terlebih dahulu, baru merasakan sebuah keintiman dari hubungan seks tersebut.
Sebagai referensi tentang perbedaan karakter laki2 dan perempuan, dan bagaimana menjalani hubungan yang harmonis antara laki2 dan perempuan ataupun suami istri, saya merekomendasikan buku "Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps," tentunya sudah dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia. Buku ini lebih mutakhir dan lebih lengkap dari buku fenomenal sebelumnya, "Men are from Mars and Women are from Venus."
Intinya sebagai PLU kita harus semangat dan optimistis dalam menjalani hidup. Dan khususnya bagi kaum Muslimin, pernikahan sangat dianjurkan dan memiliki banyak manfaat baik dari segi individu maupun sosial. Dan dibutuhkan perjuangan dan kesabaran berkali lipat bagi kita PLU untuk mengarungi bahtera pernikahan, dibandingkan dengan laki2 str8 biasa.
Tetap semangat kawan, karena kita adalah makhluk Tuhan yang luar biasa :-)
Comments
Saya sudah lama menjadi silent reader di forum ini dan sudah beberapa kali pula membaca postingan mas Jack. Jujur saja, jika menilai dari postingan2 mas Jack, mas Jack adalah salah satu member forum yg membuat saya kagum.
Saya sendiri sudah menyadari perbedaan saya sejak saya menginjak pubertas, dan tidak seperti beberapa PLU lain, saya tidak mengalami masa2 "pergelolan batin". Saya menerima diri saya sejak pertama kali saya merasa bahwa saya berbeda dan memilih untuk menjalani hidup saya apa adanya dgn penuh rasa tanggung jawab akan semua konsekuensinya, dan juga tentunya dengan akal sehat.
Saya pribadi lebih memilih untuk tidak menikah dengan perempuan, tapi saya juga sangat2 menghormati pilihan teman2 yang memilih sebaliknya. Yang menjadi kegusaran saya adalah sikap beberapa pria PLU yg telah memilih untuk menikah tapi masih tetap "menoleh ke belakang" dan bermain api dengan masa lalunya. Saya memang tidak mempunyai saudara wanita yang seibu maupun seayah, tapi bukankah rasa sakit karena dikhianati tetap bisa saya rasakan?
Saya hanya meminta kepada teman2 yg telah memilih untuk menikah dengan perempuan agar memakai kaca mata kuda dan tetap melihat lurus ke depan. Perempuan yang teman2 nikahi berhak atas kebahagian yang menjadi kewajiban teman2. Saya percaya, sepintar apapun kita menyimpai bangkai, pasti akan tercium juga. Dan jika bangkai itu tercium, yang harus menanggung malu dan nama buruk itu bukan hanya teman2, tapi juga anak, keluarga, teman2 lain di komunitas ini.
Semoga teman2 yg memilih jalan "sulit" ini tetap mampu istiqomah dan tidak lagi menoleh ke belakang.
Hanya karena menikah dengan perempuan juga bukan berarti sekrupnya jadi kenceng. #halah
We can fool people, but we can't fool our own feeling. We can't deceive our own heart for our whole life.
Tapi aku sendiri begitu bingung...
Dari lubuk hatiku yg paling dalam, hati kecilku menginginkan untuk menikahi perempuan, karena itu merupakan kewajiban seorang Muslim. Dan dari bagian lain di hatiku mengatakan kalau semakin aku membodohi perasaanku maka akan ada semakin banyak orang yg terluka nantinya.
Semoga aku segera mendapatkan solusi untuk segala kebingungan yg menyakitkan ini, entah itu kematian atau apa yg penting aku bisa keluar dari kesulitan ini.
salam kenal
Dulu saya sempat mengultimatum diri saya utk bisa balik normal lagi, episode ini termasuk fase denial saya. Masa sih saya beneran gay? Terus ke depan saya mau jadi apa? Setahun, dua tahun, sekian tahun, aaaaah ternyata gak ada perubahan berarti, masih nafsu sama sejenis. Akhirnya saya berdamai dgn kenyataan diri saya, saya gay tapi saya tetap berusaha menjalani hidup sesuai ajaran agama. Saya juga selalu mensugesti diri saya kalau saya bisa hidup normal dan bisa tetap mencintai perempuan, terus menerus saya sugesti.
Makanya saya memilih lebih mendalami ajaran agama, agar cara saya menilai sesuatu itu jelas standarnya, termasuk dalam mencari jodoh, yakni wanita solehah. Akhirnya saya pun punya kriteria calon istri itu sesuai tuntunan Rasulullah, yakni yang terpenting adalah yang bisa membuat hati kita tenteram. Cantik itu relatif, yg penting inner beauty dan kesolehahannya. Walaupun secara manusiawi saya juga lebih suka peremouan yg kutilang (kurus tinggi langsing) walaupun tidak mutlak.
Akhirnya Allah SWT memberikan saya jodoh melalui teman kami, sesuai dengan harapan saya: perempuan yg agamanya baik, lemah lembut, feminin dsb. Saya sangat mensyukuri nikmat ini, dan berusaha mencintainya sepenuh hati, lillahi Ta'ala. Saya hanya berusaha menjadi Muslim yang baik, saya tau beratnya jadi PLU, maka dari itu saya tidak tertarik untuk memvonis seseorang :-)
Mas jack pernah pny pacar laki2 sebelumny?
Dan menurut mas jack seberapa jauh seorang suami dgn masa lalu pernah berhubungan sesama jenis harus terbuka dengan istrinya?
elu ga pernah ngewek cowok???
kalo pernah, gw rasa bahkan bumi juga ga bakal cukup buat elu, karena meskipun bumi bisa mencukupi semua org, dia tdk pernah bisa mencukupi manusia yg rakus.