It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ahhh, lagi-lagi aku memikirkan Riduan
Di saat seperti ini pun aku membayangkan Riduan.
Aku menjauhkan wajahku dari pak Willy dan menatap matanya. Kelihatannya ia mulai bernafsu. Kami duduk tegak kembali. Aku bergeser mengambil posisi bersila menghadapnya. Kaki kirinya menekuk di atas sofa. Ia juga menghadapku.
Aku memajukan wajahku mencium pipinya. Aroma cologne yang dipakainya lembut memasuki hidungku. Aku menjauhkan wajahku kembali.
”I can’t have sex with you.” Aku menatapnya menunggu reaksinya. Ia tidak bergerak. Masih menatapku. Pandang matanya pun tidak berubah. Aku melihat sinar matanya yang menyayangiku.
”Maksud kamu malam ini atau selamanya?”
”I think I’m in love with Riduan.” Lanjutku.
”Does he know?”
”Maybe... tapi aku belum pernah bilang.”
”Can’t you love us both?” Tanyanya dengan sinar mata seperti kalau ia sedang mengucapkan sesuatu yang lucu. Pada saat menceritakan banyolan-banyolannya.
Aku tersenyum.
”Pak... you know I love you. I always will. I just can’t have sex with you anymore.”
Ia menghela nafas panjang.
”Jadi sekarang saya harus pulang atau gimana nih?”
”Please stay.”
Ia tidur di kamarku malam ini, untuk pertama kalinya. Ironisnya justru kami tidak melakukan apa-apa. Ia tidur di pelukanku, sepanjang malam memelukku. Aku sepanjang malam memikirkan Riduan.
Bahwa aku harus mengatakannya.
Bahwa aku harus menceritakannya.
Apapun reaksinya, aku berharap cintanya kepadaku mampu membuatnya menerimaku.
Apa adanya.
he he he
pa kabar?
lanjut bro.
cia you
Para fans menunggu neh... :evil:
Riduan berdiri dengan geram dari kursi makannya. Kami sedang makan malam di apartmentku dan aku memutuskan untuk memberi tahu hubunganku dengan Om Willynya. Nasi di piring makannya masih belum habis, makannya belum selesai. Tetapi dia berdiri dan sekarang menatapku dengan geram. Aku masih duduk di kursi makanku.
”Kamu selingkuh dengan Om Willy!?” Teriaknya.
Aku menatapnya tajam. Sedikit terkejut dengan sikap kagetnya yang menurutku berlebihan. Aku membayangkannya bereaksi bermacam-macam. Tetapi melompat berdiri dan meneriaki aku? Sedikit di luar dugaanku. Matanya geram seperti singa yang ingin menerkam dan mencabik-cabik tubuhku.
”Padahal kamu tahu dia berkeluarga!”
”Ya. But it’s over now.”
”But, why? Tega banget kamu!”
Aku tidak ingin menceritakan detail kejadian di Bogor malam itu. Aku juga tidak merasa perlu membela diri, apalagi dengan memburukkan sang Om Willy nya.
Riduan melangkah ke kamar mandi. Menutup pintunya dan aku mendengar air mengalir dari keran wash basin.
Oh my God!
Aku bakal dibunuhnya.
Aku mencuci tanganku di kitchen sink. Makan malamku juga belum selesai. Tetapi setelah melihatnya bereaksi seperti itu hilang sudah seluruh selera makanku. Padahal di meja tersedia take-away chinese food dari resto yang terkenal enak dengan masakan bebek panggangnya.
Riduan keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Rupanya ia tidak hanya mencuci tangannya. Ia juga mencuci muka dan membasahi rambutnya. Semoga kesegaran air mampu menghilangkan nafsunya untuk membunuhku.
Aku membereskan bekas piring-piring makan dan memasukkan sisa makanan ke dalam kulkas. Ia duduk di sofa menghadap televisi menatap channel MTV. Untunglah dia tidak segera kabur meninggalkan apartmentku. Sepertinya ia juga menunggu penjelasanku lebih detail.
Aku berjalan ke arah sofa dan ragu-ragu menempatkan pantatku di sana. Akhirnya aku duduk di sampingnya. Ia masih menatap televisi tidak memperdulikan kehadiranku di sisinya. Aku yang harus mulai.
Aku memegang tangannya. Menariknya menghadapku. Aku ingin memeluknya, tetapi aku lebih ingin menjelaskan semua perasaanku kepadanya pada saat ini.
”Aku gak minta kamu untuk bisa ngertiin perasaanku ke pak Willy.” Aku menatap matanya dalam-dalam. Ia juga menatapku dengan diam.
”Semuanya sudah selesai dan gak ada apa-apa lagi antara aku dan pak Willy.” Lanjutku.
Dia masih diam.
Silent treatment.
”Gak ada yang tau hubunganku dengan pak Willy. Tapi aku mau jujur ke kamu, Ri.”
Dia terus menatapku.
Masih diam.
”Aku harus jujur ke kamu karena ...” Aku terdiam. Kata-kata itu tidak mau keluar.
”Karena?” Kali ini dia bertanya.
I love you...
”Karena kamu keponakannya.”
ditunggu kelanjutannya bro
focusing more to the "life" part more then the sex part.
very interesting.
nice work om!
LOL. XD
not forgetting to add that its really ENJOYABLE.
Two thumbs up for ya.
Cia you Bro!
Looking forward to read your next story...
Regards,
_Kurosaki_
”Ok.” Katanya. Meraih remote control TV dan menyalakannya kembali.
Ok?
”Masih ada lagi.” Kataku. Semuanya harus selesai malam ini.
”Semalam pak Willy tidur di sini.”
Riduan menoleh menatapku kembali. Kembali geram. Tangannya masih memegang remote control. Aku ingin merebutnya, takut ia akan menjadikannya sebagai senjatanya. Mungkin aku terlalu banyak nonton film-film pembunuhan.
”But we didn’t have sex.” Lanjutku agak terburu-buru.
”Dia tidur di kamar tamu?”
”Di kamarku.”
”So, kamu bilang meeting dengan Om Willy artinya sama dengan tidur dengannya.”
Aku terdiam. Memang kebodohanku.
”No. Aku memang sama pak Willy.”
”Yeah! Silly me.” Dengusnya sinis dan beranjak berdiri.
Aku menarik tangannya, mencegahnya berdiri meninggalkanku.
”Gak terjadi apa-apa semalam, Ri. Please, trust me.”
Dia duduk kembali dan menatapku dengan sedih.
”Tell me how.” Katanya melepas pegangan tanganku.
Dia meninggalkan aku dan masuk ke dalam kamarku. Aku menatap televisi dengan mata nanar. Robbie Williams sedang menyanyikan lagu eternity.
Close your eyes so you don't feel them
They don't need to see you cry
I can't promise I will heal you
But if you want to I will try…
Aku mematikan televisi.
Nada-nada melankolis itu membuatku bertambah sedih.
***
critanya Makin rumit, makin seru, makin penasaran..
So lanjut...
Aku tidak jujur kepadanya.
Aku harus meminta maaf kepadanya.
Meskipun aku mengatakan yang sebenarnya bahwa aku memang bersama pak Willy kemarin, tetap saja aku tidak jujur kepadanya. Dan bahkan di dalam pikiranku semalam aku telah siap untuk kembali berselingkuh. Sampai kemudian muncul bayangannya. Bayangan seorang Riduan dan cintanya kepadaku. Yang menguatkan aku untuk bisa menolak pak Willy.
Aku tidak berencana menceritakan detail bagaimana pak Willy tidur di kamarku kemarin malam. Tetapi Riduan bisa saja membayangkan pak Willy menciumku serta tidur di dalam pelukanku sepanjang malam, yang tentu menyakitkan hatinya bila ia mencintaiku.
Berarti ia memang mencintaiku.
Aku merangkak naik ke ranjang. Ia masih memunggungiku. Aku memeluknya dari belakang dan mencium rambutnya. Dia tidak bergerak. Aku mendekatkan bibirku ke telinganya dan membisikkan permintaan maafku.