BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

[AnTiQuE] Ho Do Tuhan (Kaulah Harapan) - Ch. 5(Unfinished)

1234579

Comments

  • “May I help you Sir?”

    “Bailey's Irish Cream please”

    “I’m sorry Sir, we don’t have that. May I replace with Bailey's Irish reguler?”

    “Ok, no problem.”

    Segera minuman manis yang memberikan kehangatan dihidangkan. Kehangatan perlahan mulai menyelimuti diriku. Nikmatnya kehangatan ini membangkitkan rasa kantukku yang luar biasa. Kuambil selimut yang disediakan dan kuatur tempat duduk. Hanya setengah jam aku dapat terlelap. Terjaga kemudian ku minta segelas Champagne. Kulihat channel-channel hiburan yang ditawarkan. Ada Amazing Race Asia season terbaru dari AXN. Kulkirik jadwal dan kusadari aku sudah terlambat setengah jam dalam mengikuti acara ini. Namun tak kupedulikan. Saat makan telah tiba.
  • “What do you want for appetizer Sir?”

    “Salad please.”
    Kulihat di buku menu ada seasonal salad with artichoke and marinated peppers served with citrus vinaigrette. It looks like delicious. The other menu is prawn with mango salsa and marinated fennel. I don’t like prawn. Udang enak tapi tidak untuk kali ini.

    “And your main courses for dinner, sir?”

    “Sauteed beef with assorted mushroom in oyster sauce steamed rice and Chinese mixed vegetables please. And I wanna an ice cream for dessert.”
    A Häagen-Dazs is my favorite for dessert.

    “And for your beverage?”

    “Cloud Nine.”

    “Thank you sir.”

    “You’re welcome.”
  • Segera dihidangkan makanan yang tadi telah kupesan. Setelah makan kulihat jam tanganku, dua jam lagi sampai di Djuanda. Pesawat ini berangkat pada pukul 16.00 waktu setempat dan akan tiba di Djuanda pukul 19.00 WIB. Kubaca koran FTweek yang ada. Kemudian kubaca Harian Kompas, sebuah koran terbitan dari Jakarta. Negeriku masih seperti kutinggalkan. Pejabat banyak korupsi dan berkelit dari segala ancaman huku. Koruptor kelas kakap dibebaskan sementara kambing hitam mereka dipenjara. Apankah bangsaku ini dapat maju. Itu adalah urusan elit politik dengan segala macam ilmu mereka dalam berkelit yang ampu mengalahkan jaksa-jaksa tercanggih yang ada.

    Akhirnya pesawat sudah memasuki Surabaya. Kulihat lampu-lampu kota berkelap-kelip menyambut kedatangan kami. Djuanda terpampang di depan mata. Pesawat bersiap landing dan kami harus mengenakan sabuk keselamatan yang ada di masing-masing kursi. Tak berapa lama pesawat mampu menyelesaikan landing dengan baik. Penerbangan berjalan lancar dan kuucapkan syukur kepada Tuhan yang telah melindungi kami dalam perjalanan ini.
  • Menuruni pesawat terkenang diriku sudah hampir tujuh tahun aku tidak kembali di Surabaya. Terharu campur isak ketika aku menghirup udara tanah kelahiranku ini. Hangatnya udara malam menyambut kedatanganku. Aku segera menuju bagian imigrasi untuk mengurus kedatanganku ke tanah air. Setelah melalui proses yang tidak panjang, aku segera keluar menuju tempat penjemputan. Karena aku tidak membawa bagasi maka aku dapat mempersingkat pengurusanku di dalam bandara.

    “Ko...........”

    Kucari suara yang sangat kukenal itu meski sudah hampir tiga tahun kami tidak bertemu.

    “Robert...........”

    Kupeluk adikku. Kutepuk bahunya. Kini adikku kelihatan makin dewasa. Raut wajah kami berdua hampir mirip.
  • “Koko sekarang tambah gemuk ya?”

    “Ya beginilah. Di sana dingin sehingga Koko banyak makan nih. Jadinya naik beberapa kilo lah. Kamu sendiri juga tambah gemuk?”

    “Ya, Obet tambah hampir sepuluh kilo nih. Makanya ga sekurus dulu lagi Ko. Tambah berisi.”

    Perkataan adikku Robert memang benar. Dengan bertambah bobot tubuhnya tidak menjadikan dirinya kegemukan, namun menambah padat dan berisi. Kini perawakannya dengan diriku hampir mirip. Dahulu yang membedakan kami berdua adalah perawakannya yang kurus sementara diriku saat itu lebih gemuk dibandingkan adikku yang ini. Raut muka kami sekilas hampir menyerupai satu sama lain. Sebagai anak nomor dua, dia mengambil tugasku saat diriku sang anak sulung meninggalkan rumah. Kedewasaan terpancar di dalam matanya sekarang jauh berbeda dari lima tahun yang lalu.

    “Kondisi Papa gimana Bet?”

    “Masih di ICU, koma Ko. Kita pulang dulu saja, Koko sebaiknya mandi dulu baru menyusul Papa di ICU.”

    “Ga usah Bet. Koko langsung saja diantar ke RKZ. Koko pengen lihat kondisi Papa sekarang.”
  • edited November 2008
    “Baiklah Ko.”

    Tanpa banyak cakap, kami berdua segera menuju mobil Robert. Sepanjang perjalanan kami bermain dengan pikiran masing-masing. Aku teringat peristiwa tiga tahun yang lalu. Dimana Papa dan Mama menghadiri upacara kelulusanku di Brisbane. Ketiga adikku tidak ada yang dapat ikut. Namun masa-masa itu begitu terkenang. Setelah upacara wisuda, Papa mengajakku makan malam di Restoran Indonesia. Masih terbayang dalam ingatanku semua kejadian malam itu.

    “Son, kamu sudah lulus dan sudah dewasa. Papa berharap kamu bisa pulang dan meneruskan usaha Papa serta menjaga adik-adik.”

    “Pa, Jason tidak mau balik Indo. Jason mau berkarir di sini. Lagian Robert juga menginjak dewasa. Setahun atau dua tahun lagi Robert pasti akan lulus. Biarlah perusahaan Papa untuk Robert. Jason rela kok Pa. Jason tidak minta bagian dari perusahaan Papa.”
  • “Bagaimanapun juga kamu hidup dan Papa mampu membiayai kamu dari perusahaan itu. Sudah sepatutnya kamu bantu Papa untuk memajukan perusahaan ini. Papa sudah mulai tua untuk dapat memajukan perusahaan. Kamu dan adik-adikmu harus saling bahu- membahu sehingga dapat memajukan perusahaan Papa.”

    “Tapi Jason sudah dapat tawaran dari perusahaan besar. Perusahaan berskala internasional dan memiliki beberapa cabang di negara-negara besar seperti English, USA, Germany, France, Russia, Japan, Korean, Thailand, Singapore, and many more. Kalau perusahaan Papa masih berlingkup lokal bahkan belum menyentuh level nasional. Bukankah lebih baik kalau Jason bekerja di perusahaan berskala global ini?”
  • “Bagaimanapun enaknya bekerja di perusahaan lain tetapi kamu tetap sebagai pegawai. Lebih enak kalau kamu jadi bos meskipun itu hanya perusahaan kecil. Kamu nanti bisa mengembangkan perusahaan sehingga mampu bersaing secara nasional bahkan internasional. Karena itu tenagamu dibutuhkan dalam mengembangkan perusahaan Papa.”

    “Maafkan Jason kalau Jason saat ini tidak bisa mengikuti kehendak Papa. Jason mau bekerja di sini Pa. Due bu qie Pa. I’m really sorry I can’t follow you Pa.”

    Sejak peristiwa itu hubunganku dengan ayahku agak renggang. Kami berdua jarang mengobrol meski lewat telepon. Aku hanya mengucapkan sepatah du patah kata saat berbicara dengannya di telepon. Hanya menanyakan kabarnya atau mengucapkan selamat ulang tahun pada hari kelahirannya. Mengingat semua kejadian itu penyesalan timbul di hatiku.
  • Tibalah kami di ICU. Kulihat Mama duduk di samping Papa dan meletakkan kepalanya di sebelah tangan Papaku. Hanya kupandangi wajah ayahku yang mulai beranjak tua. Rambutnya mulai memutih semua menyisakan beberapa helai rambut hitamnya. Wajahnya dimasker oksigen sehingga tidak kelihatan jelas.

    “Koko?”

    “Ma......”
  • Mama datang dan merangkul diriku. Sedikit isak terdengar dan bahunya terguncang saat aku memeluknya. Aku menyadri bahwa Mama sedang menangis dalam dekapanku.

    “Sudah Ma, jangan menangis. Nanti Papa terganggu istirahatnya.”

    Mama mengusap matanya dengan sapu tanganku yang kusodorkan untuk mengusap air matanya.

    “Baru datang Ko?”

    “Iya Ma. Baru dari Djuanda. Sudah Mama pulang ya, Jason aja yang jaga Papa.”

    “Mama tetap akan mendampingi Papamu melewati masa krisisnya.”
  • “Iya Jason mengerti. Tapi Mama harus ingat kesehatan Mama. Tidak baik Mama tidur disini. Lebih baik kalau Mama pulang dan istirahat di rumah. Jason yang jagain Papa. Besok pagi gantian Mama yang jaga Papa dan Jason akan pulang istirahat. Mau ya Ma?” Kubujuk Mama dengan halus karena aku tahu bahwa Mamaku adalah salah satu dari wanita keras kepala yang ada di dunia ini.


    “Hmmmmmmmmm....” Kulihat keraguan yang terpancar di dalan hai Mamaku.
    “Sudah Ma. Pulang ya. Jason ada di sini. Biar diantar Robert ya.”

    “Baiklah. ”

    Kemudian kulihat Mama mengecup kening Papa dengan lembut dan mesra. Dia juga memegang tangan Papa dan membelai tangan Papa dengan pipinya.
  • “Pa, Mama pulang istirahat dulu ya.” Bisik Mama dengan lirih di telinga Papa.

    “Mama pulang dulu ya Ko. Koko tidak capek setelah dari pesawat?”

    “Mama tenang saja. Koko tadi tidur sepanjang perjalanan di pesawat. So I feel fresh tonight.” Aku berusaha menenangkan Mama yang terus mengkuatirkan anaknya maupun suaminya.

    Aku memandang Robert mengantarkan Mama keluar dari lorong menuju ke tempat parkir rumah sakit. Kuletakkan badanku dan menghela nafas panjang di sebelah Papa yang masih terbaring koma.
  • Belom selesai nih cerita

    Kepending lagi ya friends

    Moga-moga minggu ini bisa nyelesein bab ini........

    and the story will be come into the climax......

    Hope so yah.............
  • Rasa penatku yang menyertaiku saat perjalananku kembali menghilang demi Mama agar mau beristirahat. Dan saat melihat Papa yang terbaring lemah tiada lagi rasa yang terpendam. Sirnalah semua kejengkelanku yang pernah ada karena kejadian saat wisuda itu.

    Kugenggam tangan Papa yang telah ditusuki banyak jarum. “Pa, ini Jason telah pulang. Baru saja Jason datang Pa. Papa yang kuat ya. Mama masih membutuhkan Papa. Kami juga butuh Papa. Jason minta maaf karena keras kepala sehingga selama ini tidak pernah pulang Pa. Papa cepat sembuh dan sehat ya Pa.” Perlahan kucium kening Papa.
  • Satu jam kemudian kulihat Robert dan Felix datang. “Ko, biar Robert yang tungguin Papa. Koko pulang dulu dan istirahat bersama Felix ya.”

    “Koko biar istirahat disini saja. Kamu besok harus mengurusi kantor kan? Felix gimana? Ga ada kuliah besok?”

    “Ga ada kuliah ko. Kebetulan besok libur. Sekarang Felix tinggal mengambil sedikit mata pelajaran ko. Semester depan sudah skripsi kok.”

    “Kantor juga bisa ditinggal. Pak Andi sudah bisa handle perusahaan kok. Koko masih ingat Pak Andi kan?”

    “Pak Andi tangan kanan Papa kan? Masih ingat lah. Ya sudah kalau kalian mau pulang ga apa-apa kok. Koko jaga sampai pagi karena koko udah janji sama Mama akan jaga Papa.”

    “Kalau gitu kami akan menemani koko. Bareng-bareng.”
Sign In or Register to comment.