It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kasian si jemmy yg lagi dilema
Kasian mega jg,repot seh klo pacaran ama artisnya skolah heheheh
~Hanhan pov~
Aku berdiri mematung saat tau siapa tamuku hari ini. Jemmy dan Mega??
Mega nampak tersenyum riang sedangkan Jemmy hanya menatap kesal ke arah lain.
Aku tersenyum samar melihat situasi ini.
"Kalian kesini berdua?" tanyaku sambil memberikan mereka jalan untuk masuk kedalam.
"Nggak. Tadi nggak sengaja ketemu didepan. Kebetulan aja sih," Mega melepas jaket dan meletakkan tasnya.
Jemmy tersenyum kecut kearahku. Tapi ekspresinya berubah ramah saat Mega mengajaknya bicara. Apa dia masih marah?
"Oma kemana??" tanya Mega.
"Oma kerumah omku. Oh ya kalian mau minum atau apa? Hemm...ambil saja sendiri di kulkas ya."
"Oke...oke..." Mega nampak riang, "Jem mau aku ambilin minum? Mau apa?"
"Aku nanti aja."
Jemmy duduk di sofa setelah menyalakan rokoknya. Aku mengambil asbak di bawah meja.
"Oh ya udah. Aku mau bikin teh. Say, teh nya masih ada kan??"
Aku tersenyum. Membelai rambut Mega dan mengangguk. Cewek itu langsung melesat ke dapur.
"Jadi...." aku memancing Jemmy yang kembali bermuka masam untuk bicara.
Kepulan asap keluar dari hidung dan bibirnya.
Sudah lama juga aku melewatkan waktu untuk mengobrol dengannya. Bukannya kami bertengkar atau bagaimana, tapi ada masalah dengan hatiku. Aku belum siap...apalagi setelah kejadian terakhir itu. Aku merasa jadi orang jahat disini. Atau mungkin aku memang jahat.
Jemmy masih terdiam.
"Say esnya habis, aku isi ya?!" Mega nongol dari dapur.
"Ya," sahutku.
"Dia bener-bener dikerjain," ini pertama kalinya Jemmy membuka mulutnya setelah beberapa minggu ini.
"Maksudnya?"
"Mega. Dia dikerjain sama beberapa temen kelasnya. Ada juga yang dari kelas lain."
Aku menatap Jemmy bingung.
"Kamu kesini cuma mau ngomong itu?" tanyaku, "kalau itu aku juga udah tau."
Jemmy menatapku sekilas.
"Kamu mau aku ngomong apa?"
"Huh...nggak. Maksudku..."
"Say minum say," Mega kembali keruang tamu sambil membawa dua gelas es teh, "kamu ambil sendiri di kulkas ya Jem. Tinggal tuang."
Jemmy mengangguk sambil memainkan hp nya.
Sebenarnya kenapa dia kesini kalau ujung-ujungnya cuma main hp.
Kami ngobrol kesana-kesini dengan Jemmy yang lebih banyak diam. Aku dan Mega yang banyak bicara. Mega cerita saat minggu lalu dia kepantai bersama keluarganya.
"Aku mau beli snack dulu deh."
"Ah biar aku aja."
"Nggak apa-apa aku aja. Deket kan... Lagian aku juga mau belajar jadi istri yang baik hahahaha.... Jem mau apa??"
"Hmm...apa ya. Lays?"
"Ok. Kamu say??"
"Aku terserah kamu aja deh."
"Ya udah aku keluar bentar."
Mega mengambil dompet yang ada di dalam tasnya.
"Aku temenin deh," kataku sambil mengikuti Mega dari belakang.
Tapi dia malah mendorongku.
"Kamu disini aja. Nemenin Jemmy. Bukannya kalian baru berantem?! Mungkin dia kesini mau baikan sama kamu," kata Mega lirih sambil melihat kedalam. Melihat Jemmy.
"Huh..." untuk sesaat aku bingung dengan ucapan Mega, "oh...ya udah kalau gitu."
Benar, Mega dan teman-teman yang lain mengira aku dan Jemmy berantem jadi nggak pernah tegur sapa.
Mega pun menghilang dari balik pintu.
....
....
....
Aku berjalan perlahan menuju sofa. Suasana saat ini sangat canggung. Khususnya untukku. Berdua dengan Jemmy seperti ini membuatku nggak enak hati.
"Kalian ini sudah ngrencanain merid atau gimana..." kata-kata Jemmy dingin, "belajar menjadi istri yang baik ha....."
"Nggak...aku nggak kepikiran kesana. Aku..."
Aku seperti tikus yang dikejar kucing. Untung ditengah-tengah kami ada meja yang besar.
Jemmy menatapku dengan pandangan aneh. Seperti kecewa dan sedih. Itu yang aku tangkap.
"Jem...kamu masih marah??"
"Kalau aku bilang iya terus gimana?"
Aku nggak tahu harus menjawab apa atau bilang apa. Aku takut kalau kata-kataku membuat semuanya jadi makin runyam.
Aku bisa mendengar Jemmy menghela nafas panjang.
"Han...aku mau tanya sesuatu tapi kamu harus jawab jujur."
Deg...
Deg Deg...
Deg Deg Deg...
Aku meremas kaosku.
"A...apa??"
"..."
"..."
"..."
"Jem...."
"Sebenernya aku ini apa buat kamu?"
Aku membisu. Jelas aku tidak bisa menjawabnya dengan mudah. Siapa Jemmy buatku? Aku juga nggak tahu pasti apa posisi Jemmy hatiku.
"Kamu punya Mega sekarang tapi aku? Apa gunanya aku buat kamu?"
"Kita teman kan?! Itu sudah pasti kan?!"
Aku nggak berani menatap Jemmy.
"Han...mungkin kamu sudah tau gimana perasaanku ke kamu. Tapi biar kuperjelas lagi."
Jangan!!!
"Han aku...."
Jangan!!! Tolong Jangan diteruskan!!
"Selama ini aku...."
"JEEEEMM!!!" teriakku menggentikan kata-katanya.
Aku bisa melihat Jemmy yang kaget melihatku berteriak. Aku buru-buru melemparkan pandanganku ke arah lain.
"Aku mau ambilin kamu minum dulu," aku bersiap untuk berdiri.
"Nggak usah. Aku nggak haus."
"Oh...mungkin kamu mau ke kamar kecil?"
"Nggak."
Bego. Harusnya tadi aku bilang kalau aku yang mau ke kamar kecil.
Aku mendengar Jemmy menghela nafas panjang.
"Kalau kamu segitu nggak sukanya ngeliat aku, mendingan aku balik."
Aku terdiam saat melihat Jemmy mematikan rokoknya lalu beranjak dari duduknya.
Jangan pulang.
Jem...
Aku tersenyum kecut.
"... ... hati-hati."
Kedua mataku masih melihat Jemmy yang berjalan menuju pintu.
"Jem..."
Entah apa yang menggerakkanku seperti ini. Aku berjalan ke arahnya lalu memeluknya dari belakang. Aku bisa merasakan Jemmy yang mematung.
"Jangan pulang dulu. Aku mohon."
Jantungku terpompa lebih cepat dari biasanya. Aku juga merasa tanganku sedikit bergetar dan kakiku rasanya lemas. Tapi pelukanku semakin erat.
Aku lepas kontrol.
Aku bisa merasakan detak jantung Jemmy yang berdetak cepat sama sepertiku.
Tiba-tiba saja Jemmy melepaskan pelukanku dan berputar kearahku. Tidak butuh waktu lama bibir Jemmy bersarang di bibirku. Dia mulai melumat bibirku dan aku mencoba untuk mengimbanginya. Aku merengkuh tubuhnya. Memeluknya. Memperdalam ciuman kami. Ciuman yang dalam dan basah. Aku bisa merasakan lidahnya bermain-main dengan lidahku.
Nafasku memburu begitu juga dengannya.
"Han..." Jemmy menempelkan keningnya kekeningku, "aku su...hnn..mm...."
Aku kembali melumat bibirnya untuk menghentikannya bicara. Bicara sesuatu yang akan merubah segalanya. Aku tidak mau hubunganku dengan Jemmy berubah. Karena aku tidak tahu apa jawaban untuk pertanyaannya itu. Atau aku tidak mau mendengar apapun yang bisa merubah segalanya. Mungkin aku egois. Ya aku memang egois. Aku egois karena aku takut. Aku takut kalau semuanya berubah.
Aku menghentikan ciumanku saat Jemmy mendorong tubuhku. Aku bisa menangkap tatapan matanya yang penuh dengan kekecewaan. Aku sedih. Tentu saja. Tapi....
"Aku pulang," pamitnya untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini aku hanya terdiam.
Masih mencoba mengatur nafas.
"Uwaaaaaaaaaaa....."
Teriakan Mega saat Jemmy membuka pintu membuat jantungku rasanya mau berhenti. Aku langsung melihat horror ke arah pacarku itu. Dia memegang dadanya. Jemmy...dia juga nampak terkejut. Aku benar-benar lupa kalau Mega juga datang kerumahku.
"JEM!!! Jangan ngagetin dong!! Jangan buka pintu tiba-tiba gitu!"
Tanpa sadar aku menghela nafas lega.
"Dia mau pulang," kataku ke Mega sambil mengambil alih belanjaannya.
Smile...
Mega diam menatapku sebelum dia ikut tersenyum.
"Kenapa? Aku baru beli pesananmu. Lays dan minuman dingin juga," kali ini Mega menunjuk ke kantong plastik yang aku bawa.
Jemmy melihatku sekilas.
"Kalian makan aja. Aku ada janji soalnya."
"Oh ya udah. Bye...bye Jem."
Jemmy hanya tersenyum sambil menaiki motornya.
Mega langsung masuk kedalam saat Jemmy pergi.
"Kalian udah baikan?" tanya Mega, "aku harap bukan masalah serius."
Aku tersenyum kecut. Belanjaan Mega aku letakkan di atas meja. Tanpa pikir panjang aku memeluk Mega. Mega mungkin kaget karena aku memeluknya seperti ini. Selama ini aku memeluknya untuk menenangkan dia jika dia ada masalah. Tapi sekarang aku memeluknya seperti ini karena aku yang punya masalah. Aku memper'erat pelukanku. Rasanya berbeda saat aku memeluk Jemmy. Sangat berbeda.
"Han..ada apa? Kamu nggak apa-apa kan?"
"Nggak. Aku nggak apa-apa. Aku cuma mau meluk kamu seperti ini."
Aku menyembunyikan wajahku di bahu Mega. Mega juga membalas pelukanku.
~ Jemmy pov ~
"Jem..."
Aku menghentikan langkahku saat melihat Mega ada didepan kelasku.
"Kamu bisa nganter aku pulang nggak?"
Buuuugghh...
Aku terhuyung kedepan, hampir menabrak Mega saat Okki menampol kepalaku dengan tasnya.
Suara tawa Okki dan Bobby terdengar menyebalkan.
"Balik dulu ya mas bro," Okki si brengsek itu masih tertawa.
"Brengsek!!!" aku menendang pantat Bobby yang ada di belakang Okki.
"Hahaha...kamu nggak apa-apa??"
"Nggak apa-apa. Terus tadi kamu mau bareng aku pulang? Hanhan kemana?"
"U...udah pulang duluan sih. Sama Tiar tadi. Nggak tau mau kemana. Bisa kan kamu nganterin aku pulang?!"
Setahuku setelah kenaikan kelas Hanhan menjual mobil kenangan orang tuanya lalu membeli sepeda motor. Bagus ya...kenangan orang tua sejak dulu dijaga dengan hati-hati langsung lenyap saat dia punya cewek. Sebenarnya sebesar apa cinta Hanhan sama cewek ini. Apalagi Hanhan sampai memblokirku mengungkapkan perasaanku padanya. Apa cuma karena sekarang ada Mega?? Kalau saja aku diposisi cewek ini sekarang...
"Jem..." Mega tersenyum menunggu jawabanku.
"Oke aku anter."
Aku langsung mengantar Mega pulang. Niatku setelah mengantar Mega pulang aku mau langsung balik. Tapi Mega ngotot supaya aku mampir dulu kerumahnya.
"Rumahku sepi. Mama papa belum balik kerja, adikku dititipin dirumah tante," kata Mega sambil melepas sepatunya.
Aku ngikut aja melepas sepatuku. Satu hal yang aku bisa lihat dari rumah Mega. Besar.... Aku baru tau kalau Mega anak orang kaya. Setahuku sih Mega ini sederhana. Jadi nggak nyangka aja kalau dia punya rumah sebesar ini.
"Mau makan?? Ada telur dadar pedas hahaha nggak masak tadi. Cuma ada itu."
"Nggak deh Ga. Aku makan di rumah aja. Aku balik langsung aja deh."
Nggak enak juga berduaan sama ceweknya orang.
"Pulangnya nanti aja deh. Mau minum??"
"Nggak usah Ga. Aku langsung balik aja."
Aku yang belum sempat duduk di kursi empuk itu sudah berniat kabur tapi gagal karena Mega memegang tangan kananku erat-erat.
Aku menatap Mega yang nampak kebingungan.
"..."
"..."
"..."
"..."
"Aku mau ngomong sama kamu. Makanya aku minta kamu buat nganterin aku. Hanhan...dia tadi aku suruh pulang duluan."
"Maksudmu apa?" aku melepas cengkraman Mega.
Mega menghindari tatapanku.
"Aku...kemarin lusa aku nggak sengaja liat kalian. Kamu dan Hanhan ciuman," aku terdiam, "aku cuma liat sebentar kok."
Jujur aja. Aku kaget tapi nggak kaget-kaget amat sih. Maksudku aku punya firasat kalau Mega tau atau semacamnya. Aku cuma nggak nyangka aja kalau dia melihat aku ciuman sama pacarnya.
Tapi bukannya itu bagus? Itu bagus kan?! Iya kan?!
"..."
"..."
"..."
"Oh...cuma itu?" aku menatap dingin Mega yang menatapku dengan takut-takut.
Beberapa kali dia melihat kearah lain.
"Kamu ngajak aku kesini buat ngomongin masalah ini? Kamu mau nyuruh aku buat jauhin Hanhan? Iya kan?!"
"Nggak! Nggak gitu Jem. Aku nggak punya pikiran kayak gitu. Sumpah aku nggak punya pikiran gitu," Mega nampak kebingungan, "duduk! Ayo duduk dulu!"
Kali ini aku menurut. Aku setuju dengannya untuk membahas masalah ini.
"Kamu... kamu pasti nggak tau kalau aku sama Hanhan itu jadian bukan karena Hanhan suka sama aku. Ya....atau mungkin kamu sempat dengar omonganku saat insiden bajuku lepas," Mega menatapku sekilas, "Hanhan jadian sama aku karena dia saat itu jomblo. Dan tentu saja cuma aku yang suka sama dia."
Tentu saja aku sudah tau. Aku disana saat kamu nembak Hanhan dulu.
"..."
"Aku...selama ini aku tau kalau Hanhan nggak pernah suka sama aku. Dia baik sama aku. Dia memang pacar yang bisa diandalkan. Tapi dia nggak pernah suka sama aku. Dia nggak pernah sayang sama aku."
"..."
"Selama dia jadi pacarku, Hanhan nggak pernah nyentuh aku. Ya aku sadar aku nggak cantik. Maksudku kalau pacaran normal, pacarannya dari hati pastilah pernah ciuman setidaknya satu atau dua kali. Tapi Hanhan nggak pernah nyium aku. Oke dia pernah nyium aku, tapi di kening."
"Kata orang cium kening itu tandanya sayang."
Mega menatapku kesal.
"Tapi jelas beda kalau Hanhan yang lakuin itu. Maknanya udah beda."
Aku kembali terdiam. Aku masih menatap dingin Mega.
"Dia pernah meluk aku. Tapi itu juga karena aku lagi galau atau semacamnya. Jadi intinya dia nggak bener-bener ngelakuin itu dari hatinya."
"..."
"Dan...kamu tau saat aku memengang jam tangan yang dia simpan rapi di laci mejanya, dia langsung merebutnya dari tanganku. Dia bilang itu dari saudaranya."
Itu jam dariku.
"Tapi aku yakin itu bukan dari saudaranya. Dan gelang yang dia pakai," Mega melihat pergelangan tanganku tapi maaf aku nggak pakai gelang darinya saat ini, "aku tau selama ini dia suka sama orang lain. Tapi siapa? Dan kenapa dia masih mertahanin aku jadi pacarnya?"
Aku masih terdiam. Dan Mega masih menatapku.
"Karena orang itu kamu."
Dadaku kembali terpacu. Emosi mengusikku.
"Langsung aja deh Ga! Maksudmu itu apa ngomong panjang lebar kayak tadi?"
"Aku nggak tau sampai kemarin lusa. Setelah sampai di rumahnya Hanhan aku mengintip kedalam. Aku cuma mau tau gimana kalian setelah kalian berantem. Apa sudah baikan apa belum. Tapi yang aku lihat diluar dugaan."
Aku bisa melihat kedua mata Mega berkaca-kaca.
"Aku...aku nggak pernah ngeliat Hanhan kayak gitu. Dia menciummu. Dia memelukmu. Jem....dia sayang sama kamu," air mata Mega jatuh.
Aku menutup bibirku rapat-rapat dengan tangan kiriku. Pandanganku terlempar jauh entah kemana. Itu nggak berarti apa-apa buatku. Nggak ada artinya kalau bukan Hanhan yang ngomong.
"Aku mau pulang."
"Jem!!" lagi-lagi langkahku terhenti karena Mega memegang tanganku lagi.
"Maumu sih? Sudah jelas kamu ngajak aku kesini cuma mau nyuruh aku buat jauhin dia. Nggak normal kamu kalau kamu nggak punya pikiran kayak gitu. Asal kamu tau aja. Aku suka Hanhan jauh sebelum kamu. Dan aku berhubungan dengan Hanhan jauh sebelum dia pacaran sama kamu."
Aku bisa melihat Mega syock. dia kembali menangis. Kali ini dia benar-benar menangis. Aku merasa bersalah. Tapi rasa itu langsung aku tepis saat ingat kehadirannya mengacaukan segalanya.
"Sorry...Aku nggak punya maksud...aku...aku cuma...Kalau aku bisa ngerubah semuanya."
"Putusin Hanhan. Bisa?"
"Apa??" Mega menatapku kaget.
"Nggak bisa kan?! Makanya nggak usah banyak ngomong. Dia milih kamu. Dia pacarmu sekarang. Dan aku bukan siapa-siapa buat dia. Kamu menang dan aku kalah."
Air mata Mega kembali membanjiri wajahnya.
Dia sampai berjongkok dan menangis keras-keras. Aku nggak tau apa yang dia tangisi. Apa karena pacarnya ciuman sama aku yang seorang cowok? Atau dia kesal sama aku yang sudah membuat pacarnya nggak bisa sayang sama dia. Atau apa? Disini seharusnya aku yang menangis. Bukan dia. Hanhan sudah jadi pacarnya. Apalagi yang kurang?
"Bu...bukan itu. Bukan itu maksudku. Bukan itu... Jem."
Mega menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tangisannya makin membuatku kesal. Kenapa cewek itu selalu nangis. Dikit-dikit nangis buat nunjukin kalau mereka makhluk lemah yang mudah tersakiti. Lalu gimana denganku?? Kalau bisa, aku juga mau nangis sekarang ini, ditempat ini juga. Tapi aku nggak bisa. Air mataku seperti tertahan. Yang aku rasakan cuma sakit hati yang nggak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Yang pasti rasanya sakit. Amat sakit. Seperti luka sayatan yang diberi air garam. Mungkin lebih sakit dari itu. Dan tidak bisa sembuh dengan mudah karena tidak ada obat untuk sakit hati.
Aku menghela nafas panjang berkali-kali. Mencoba menenangkan diri.
"Kamu nggak usah repot-repot bilang aku harus ngejauhin pacarmu atau semacamnya karena aku memang mau menjauh. Jadi anggap saja obrolan ini nggak pernah ada."
Aku langsung keluar dari rumah Mega. Pintu rumahnya aku tutup keras-keras karena kesal. Asal tau saja, rasa kesalku sudah menumpuk dari dulu dan ini sudah diluar batasku. Aku sudah capek. Aku menyerah.
Gak ada yang salah kok
suka ama ketegasanmu kali ini.!!
Ts..mantion Gw ya..law update