It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Situs internet yang kukelola mendadak mengalami lonjakan traffic yang luar biasa. Beberapa dokumen di komputerku mengalami perubahan walau tidak terlalu nyata. Ada beberapa jejak tipis injakan di taman belakang rumah, hal mustahil karena tempatnya cukup tertutup dan kami, aku dan Mika tidak pernah sama sekali berada di taman itu, dan sangat mustahil bagi Ai untuk berjalan-jalan karena dia hanyalah sebuah Aisten virtual.
Aku sedikit terkejut ketika membuka lemari dan laci kerjaku, tidak ada yang hilang namun ceceran koin lima ratusan yang harusnya ada lima belas keping di bagian paling atas dan sepuluh keping di dasar laci mendadak berubah posisinya. Kuhitung ada tiga belas keping di bagian atas dan sisanya berada di dasar laci.
Aku selalu melipat lengan kemejaku tiga kali sekalipun sudah tidak kupakai dan hanya menggantungnya di dalam lemari, namun kudapati bebebrapa hari ini lengan kemejaku berlipat dua. Belum lagi kurasakan sesekali bunyi berisik halus saat aku menelepon, baik melalui sambungan rumah maupun seluler. Membuatku terpaksa mengenkripsi sambungan pribadiku. merepotkan.
Awalnya kukira Mika bermain-main dengan perabotan rumah dan peralatan laboratorium sederhanaku, dia anak yang cerdas, dan memang suka membuat alat-alat baru, tapi tidak seperti ini hasil karyanya. Dia tidak pernah bermain-main dengan perabotan pribadiku, dan sambungan telepon yang terasa demikian, kukira ini pasti karena peralatan sadap.
Seseorang berusaha untuk mengakses kehidupan kami, mencari informasi yang dibutuhkan, entah apa itu. Kukira seseorang tertarik dengan tesis yang sedang kukerjakan dan berusaha untuk mengetahui lebih lanjut dengan cara ilegal, namun belakangan kuketahui semua tindakan mencurigakan itu mengarah pada dokumen dan catatan Mika.
Kamar Mika terlindungi dengan sangat ketat oleh alat yang dibuatnya sendiri, terkoneksi secara real time pada Ai. Pada intinya Ai yang mengawasi secara langsung properti yang dimiliki oleh Mika. Tak seorang pun dapat menembusnya karena Mika menggunakan teknologi Aemestry yang jauh lebih maju dari terknologi kami di Bumi.
Aku mulai khawatir......seseorang dengan kemampuan teknologi dan mata-mata tingkat tinggi sedang mengawasi kami. Tapi aku tidak dapat meminta bantuan koneksiku di pemerintahan karena takut malah akan menyulitkan kami dalam menjaga rahasia selama ini.
Semua ini membuatku was-was. Belum lagi Mika yang makin sering keluyuran hingga larut malam. Dia memang tidak membawa telepon seluler karena toh dia memang tidak membutuhkannya. Dia sudah punya Ai yang terkoneksi pada jam tangannya yang dapat melakukan hal-hal jauh lebih canggih dari sekedar telepon seluler biasa. Terpaksa aku harus waspada dan tetap berada di rumah....setidaknya di sekitar Mika untuk beberapa waktu kedepan hingga aku tahu apa yang menyebabkan ini semua. Siapa yang mencoba mengorek informasi diam-diam dari kami.
Kendati demikian, aku tetap diam pada Mika. Ia bocah yang cerdas....jenius malah kalau melihat apa saja yang berhasil dia buat dari alat-alat sederhana milikku, namun tetap saja dia layaknya bocah pada umumnya. Ceroboh, sembrono, labil. Kukira dia tidak membaca perubahan-perubahan aneh yang terjadi. Ditambah lagi kini kuperhatikan dia sedang senang, sedang menikmati hari-hari terbaiknya di sini. Entah kenapa dia bisa tampak sedemikian bahagia. Yang jelas aku turut senang melihatnya riang, dan tidak ingin suasana hatinya berubah karena kecurigaanku pada situasi ini. Setidaknya tidak untuk sekarang.
Telepon selulerku menyala. “Fixed....Washington!” tulisan yang tertera di layar telepon seakan mengkonfirmasi kekhawatiranku. Aku meminta bantuan seorang...ehm...kenalanku untuk menelusuri lonjakan traffic dan gangguan komunikasi yang terjadi si sekitarku. Hasilnya? Sebuah sinyal dari Washington DC! Ada apa ini? Kenapa mereka sampai turut campur kemari. Aku tidak ada urusan dengan mereka sebelumnya.
“Movement here....... Careful! I’m coming home.” Sebuah text muncul lagi di layar. Aku bergidik. Gemetar.
Kudengar pintu pagar terbuka. Aku kembali bersiap waspada. Kuamati perlahan ruang depan. Sebuah langkah kaki. Pintu ruang tamu terbuka dan kulihat Mika berdiri dengan wajah berseri di sana.
“Hai Profesor Johan....belum tidur?” sapanya riang.
Aku menghela napas lega.
“Kamu dari mana, Mika? Kok jadi sering pulang malam. Masih pakai seragam sekolah lagi...itu sampai lecek gitu.” Jawabku kemudian. Aku sedikit lega tapi masih khawatir.
“Oh...maaf Profesor..aku..ehm...dari rumah temen.”jawab Mika enteng.
Aku berjalan perlahan mendekatinya. Mengambil tempat duduk paling ujung di sofa tamu yang ada di ruangan itu. Raut wajah Mika seketika berubah. Ia jadi sedikit ketakutan. Perlahan kulihat dia membuka sepatunya, menyisakan kaki mungilnya yang masih terbungkus kaos kaki putih yang mulai terlihat kusam dan sedikit kotor. Ia duduk beberapa puluh sentimeter di sampingku.
“Pr..Profesor maaf aku tidak ngasih tahu dulu...” kata Mika penuh penyesalan. Ia mengira aku marah karena ia pulang larut malam tanpa memberi kabar sebelumnya.
Aku membelai lembut kepala Mika. “Gak papa. Hanya saja......” aku terdiam....nyaris saja aku mengatakan kerisauanku saat kemudian kulihat raut wajah Mika yang terlihat sangat menyesal. Kuurungkan niatku untuk mengatakan kekhawatiranku itu. “.....dari rumah temen kamu siapa emangnya? Lagi ada tugas kelompok ya?”
“Oh engga kok. Tadi dari rumah Dimas. Dia teman sekelas.” Jawabnya polos.
Deg....tiba-tiba aku merasa berdebar. “Dimas? Namanya Dimas? Dimana emang rumahnya?”
“Itu di.....aduh apa sih nama tempatnya....di deket lapangan....aduh apa sih...Rampal ya? Cuma masih agak ke sana sedikit lagi.” Jawab Mika sambil menggerakkan tangannya menunjukkan sebuah arah tertentu. “Kenapa Profesor?”
Perutku mendadak mulas. Ada perasaan aneh yang menyelimutiku. Makin deg-degan. Sebuah kejutan. “...oh ...eh...gak papa.. tapi itu kan jauh dari sini. Kamu jangan terlalu sering jalan jauh malam-malam. Aku Cuma agak khawatir aja.”
Mika mengangguk. Raut mukanya kembali bersemangat.
“Ya udah mandi sana. Udah item itu muka kamu kena debu.” Kataku sambil menepuk pantat Mika menyuruhnya untuk segera berdiri.
Mika beranjak dari sofa. Ia menenteng tas ransel sekolah dan sepatunya kemudian berjalan menuju kamarnya.
“Oh iya itu ada pizza sama spaghetti di microwave. Minta Ai buat panasin aja!” teriakku pada Mika dari ruang tamu yang dijawab dengan teriakan iya dan sebuah tawa riang. Mika membuat hampir seluruh peralatan elektronik di rumah ini terkoneksi secara pintar dengan Ai tanpa merubah bentuk dan fungsinya. Membuat sebagian besar peralatan dapat dikontrol dan dijalankan hanya dengan perintah suara pada Ai. Aku takjub dengan kemampuan Mika yang secara fisik masih bocah ini. Membuat segala sesuatu jadi futuristik dan mudah.
Aku mengambil telepon seluler dari dalam sakuku dan mulai mengetikkan beberapa kata “Perlu ketemu. Sabtu malam, tempat biasa.” dan segera kukirimkan pesan text itu pada seseorang yang tadi memberikan informasi padaku.
trs knp prof begitu terkejut ketika denger nama Dimas???...
prof nya banyak rahasia, makin seru. prof johan temennya bapak dimas kan?