It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
makin penasaran, tp maklum lah namanya jg cerita misteri,hihi,,
Makasih ya dah baca dan reviewnya juga gan. Gapapa,komentar tragis diperlukan kok ane malah seneng gan. Ntar ane ubah di word ane sendiri ... stay tune dimari yak. Ane kan update.
Akhirnya bang. Ane dikit2 belajar lah. Makasih review n bimbingany yee.
Syukurlah gan. Seneng si pembaca bisa dapet misteriny juga. Makasih reviewnya yak gan.
Iyaaa ...
Mkasih gan da baca.
jd bnr apa yg gw pikirin. yg liat jubah hitam pasti mati.
Makasih gan Reviewnya. Hehe ... pemikiran yg bagus, tapi nnti kita lihat jawabanny di chapter berikutnya yee gan.
Ceritanya kan lg tidur. G dijelasin dlm cerita ini sih gan. Hehe ...
Ario menangis atas apa yang telah ia lihat antara aku dan Edwin. Ini semua adalah kesalahpahaman. Edwin hanya ingin membuatku lebih baik, tapi Ario menganggap apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah hubungan gelapku dengan Edwin. Setelah kata singkat yang ia utarakan kepadaku, ia langsung berbalik pergi menuju pintu untuk keluar. Aku pun langsung menurunkan kakiku ke lantai dan berjalan menyusul Ario, namun Edwin dengan cepat langsung mengejar Ario. disaat Ario ingin membuka pintu, Edwin membalikkan badan Ario dan berbicara.
“Rio, kamu coba dengarkan dulu apa yang Rico akan jelaskan. Semua yang kau lihat itu tidak seperti yang kau pikirkan, ini hanya salah paham?”, kata Edwin dengan suara keras ke Ario.
“Salah paham maksudmu. Dia adalah priaku yang mala mini meninggalkan diriku sendirian tertidur di ruangan sebelah, dan berdua bersamamu dengan mesranya, dan aku melihatnya dengan mataku sendiri, kau bilang itu salah paham? Jangan bercanda, aku tidak sebodoh itu. Akui sajalah, kau ada hubungan dengan Rico bukan?”, jawab Ario dengan keras.
Ario kemudian berbalik membelakangi Edwin dan membuka pintu ruangan itu, kemudian Edwin memegang kedua pundak Ario lalu menariknya dan menjatuhkannya ke lantai.
“Dengarkan Rio, aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Rico selain teman. Apa yang telah aku lakukan adalah untuk membuatnya lebih baik, atas apa yang dia alami malam ini, apa kau mengetahui hal itu? Pastinya tidak”, kata Edwin.
Ario kemudian berdiri dan menyerang Edwin dengan pukulan kepalan tangannya. Ia mendorong Edwin hingga jatuh ke lantai, dan memukul wajahnya Edwin berkali-kali. Kemudian Edwin menangkis kemudian menjatuhkan Ario ke lantai dan memukul wajahnya kembali dengan pukulannya, namun tidak sebanyak yang Ario lakukan sebelumnya, karena Ario berhasil menjatuhkan Edwin kembali, dan mencoba untuk memukulnya namun Ario, dengan nafas yang terengah-engah tiba-tiba berhenti dalam keadaan mengepalkan tangan yang mengarahkan ke Edwin
“Hentikan!”, Teriakku yang menuju ke mereka berdua.
“Biarkan Rico, jika hal ini yang membuatnya puas!”, jawab Edwin.
Ario yang terduduk diatas tubuh Edwin dengan sedikit luka di bibirnya terbangun dan berdiri. Sedangkan Edwin masih terkapar diatas lantai dengan wajah yang memar dan berdarah di beberapa sudut wajahnya. Aku langsung membantu Edwin yang terkapar di lantai untuk duduk diatas kasur, dan Ario hanya melihat apa yang telah aku lakukan ke Edwin. Aku langsung keluar dari ruangan tersebut, dan pergi ke dapur untuk mengambil kotak obat, kain dan air es. Dan ketika aku kembali ke ruangan tersebut, aku tidak melihat Ario ada di ruangan itu. Hanya ada Edwin yang terbaring diatas tempat tidur. Aku langsung mengobati luka-luka yang ada di wajah Edwin dan mengkompresnya dengan Air es.
“Maafkan Ario ya win. Dia tidak bisa mengontrol emosinya. Ini memang salahku, tidak seharusnya aku membiarkanmu memelukku. Aku akan berbicara dengannya”, kataku.
“Iya, pasti aku memaafkannya. Aku sangat memahami, dia memang typical orang yang tidak bisa diajak bicara dengan kepala dingin jika memang dalam pandangannya hal itu salah. Kau tidak salah, hanya saja dia tidak mengerti apa yang terjadi”, kata Edwin.
“Baiklah, aku akan berbicara dengannya face to face setelah luka-lukamu selesai diobati. Nanti kau kompres sendiri wajahmu ya win!”, kata aku.
Dengan cepat aku segera mengobati luka di wajahnya, kemudian aku langsung memberikan kompres air es ke Edwin untuk wajah yang memar dan darah yang terus keluar dari rongga kulitnya yang luka. Aku pun keluar dari ruangan tersebut dan pergi ke kamarku dengan membawa sedikit obat luka, dan disana melihat Ario yang terduduk diatas kasur dengan tubuh membungkuk, kepala menunduk dengan telapak tangannya berada dikeningnya seolah memikirkan sesuatu. Aku menaruh obatnya di atas meja disebelah kasur itu, dan duduk disamping kanannya lalu memeluk Ario yang sedang terdiam.
“Iio, ada luka di wajahmu. Berbaliklah, aku akan obati luka-lukamu”, aku menawarkan.
Ario hanya terdiam dengan posisi yang sama. Sepertinya ia masih sangat marah atas apa yang telah ia lihat. aku langsung melepaskan pelukanku ini, kemudian mengambil obat dan menaikkan dagu Ario, dan perlahan aku obati luka di bibirnya. Ia hanya terdiam saja.
“Kenapa kamu diam saja Iio? Apa kau marah denganku?”, tanyaku sambil mengoleskan sedikit obat luka ke luka di bibirnya.
“tidak apa”, jawab Ario dengan suara yang ketus.
“Aku tahu kamu marah atas apa yang kamu lihat. namun perlu kamu ketahui, apa yang Edwin katakan benar. Ia memelukku hanya membuat suasana diriku lebih tenang setelah kekacauan yang terjadi pada diriku. Sama sekali dia tidak memiliki niat untuk menyelingkuhimu Iio. Begitupun denganku, mungkin jika dia tidak membuat suasana lebih tenang, aku akan menangis sepanjang malam. Percayalah padaku, Iio”, aku menjelaskan kepada Ario yang tetap terdiam sambil mengobati luka di bibirnya.
“Maafkan aku telah meninggalkanmu yang sendiri di kamar tidur. Aku terbangun karena haus dan pergi ke dapur untuk minum, kemudian aku memasuki sebuah alam yg menurutku adalah hantu dimana pintu masuknya berada di rumah ini. setelah kejadian di Camp Motel, banyak hantu-hantu yang dapat aku lihat, tapi akhirnya aku dapat keluar dari alam tersebut. tak lama Michael dan Edwin datang ke rumah ini. aku juga melihat Michael atau hantu yang menyerupai Michael aku tidak mengerti. Tingkah lakunya aneh yang terus berhalusinasi akan pria berjubah hitam, padahal aku dan Edwin tidak melihatnya. Namun disaat aku bersamanya dimaan aku memintanya untuk istirahat tiba-tiba Michael dalam sekejap menghilang begitu saja seolah aku sedang berhalusinasi dengan bayangan Michael. Namun aku yakin bahwa aku tidak berhalusinasi. Dan Edwin datang, aku memintanya pergi dari ruangan itu karena aku menganggap Edwin adalah hantu yang menyerupai dirinya saja. Satu hal yang membuatku kesal adalah Edwin mengiraku berhalusinasi akan bayangan Michael, sedangkan Michael sendiri pergi keluar ruangan itu. Pikiranku kacau, aku terus berteriak-teriak karena aku terlalu pusing memisahkan mana dunia nyata dan halusinasi. Aku sangat yakin bahwa semuanya adalah nyata, namun kenyataannya Michael benar-benar tidak ada di ruangan itu”, aku menjelaskan kepada Ario yang sambil mengoles wajahnya yang luka.
Ario tiba-tiba mencengkram pergelangan tanganku dan menatapku.
“Maafkan aku Ocky. Aku memang kehilangan akal sehat saat itu. Aku tidak bisa mengontrol diriku sendiri yang terbakar api cemburu. Aku sangat mencintaimu, Ocky. Aku takut kau meragukan cintaku. aku akan melakukan apapun untukmu, bahkan jika itu bisa merenggut nyawaku. Aku ingin tetap bersamamu Ocky”, kata Ario.
Ario mengecup tanganku. Aku langsung memeluknya erat-erat.
“Aku juga sangat mencintaimu Iio. Aku juga ingin berada disisimu selalu. Aku bersyukur kau hadir dalam kehidupanku, karena tak satu priapun yang aku cintai seperti dirimu”, kata aku.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari kamar sebelah dimana Edwin terbaring. Teriakan tersebut pastinya adalah teriakan si Edwin. “Pergi, Pergi dariku. Apa yang kau inginkan dariku”.
Ario langsung melepaskan pelukannya dan bergegas dengan cepat mengecek kamar sebelah. Aku pun merapihkan obat-obatan luka, kemudian menyusul Ario. ketika aku masuk ke dalam ruangan itu, aku melihat Ario memegangi tubuh Edwin yang wajahnya terlihat sangat ketakutan. Aku berjalan menghampiri mereka dengan perlahan, lalu Edwin menatap ke arahku dengan tajam.
“Rico, dibelakangmu. Dibelakangmu. Ia mendekatimu. Dan sekarang ia melewatimu dan bergerak kemari, oh tidaak, Ario tolong aku” teriak Edwin dengan nada ketakutan yang terus memeluk-meluk Ario, menaruh wajahnya ke dadanya seolah tidak ingin melihat apa yang telah ia lihat di sudut sebelumnya.
“Tidak ada apapun di belakang Rico. Tidak ada apapun yang melewati Rico dan menghampirimu selain Rico, Win”, kata Ario.
Aku hanya terdiam sambil berjalan dengan sangat pelan menghampiri Edwin yang terduduk sambil menaruh wajahnya di dada Ario. Ia terlihat sangat amat ketakutan. Aku pun duduk di tempat tidur dimana ia terduduk.
“Apa yang kau lihat, Edwin? Apakah itu pria berjubah hitam?”, tanyaku serius.
Edwin kemudian menatapku. Lalu menatap ke segala arah disekitarnya. Lalu kembali menatapku.
“Benar Rico. Dialah pria berjubah hitam, apa kau melihatnya tadi? Sekarang ia telah menghilang”, jawab Edwin.
“Tidak. Aku hanya menebaknya. Kenapa kau harus terlihat ketakutan? Apakah dia menyeramkan?”, tanyaku.
“Aku tidak dapat melihat wajahnya seperti apa, tapi pria itu mengulurkan tangannya seolah ingin melakukan sesuatu hal kepadaku. hal ini yang membuatku takut”, jawab Edwin.
“Tidak ada apapun Edwin, kau hanya berhalusinasi. Kau kelelahan, disini hanya ada aku dan Rico. Dan jangan kau hiraukan masalah baku hantam kita tadi, maafkan aku win. Aku yang salah”, kata Ario.
Edwin hanya terdiam menatap di satu titik dibelakangku, lalu memutar wajahnya hingga tatapannya berada seperti ada seseorang dibelakang Ario.
“Aaaahhhh … Aku harus pergi!”, teriak Edwin yang langsung beranjak dari tempat tidur dan berlari keluar ruangan tersebut.
Aku dan Ario langsung bergegas mengejar Edwin yang berlari. Namun Ario berlari lebih cepat dariku. Laju lariku semakin lama semakin lamban. Hal ini disebabkan aku terlalu banyak berfikir tentang pria berjubah hitam itu. Siapa dia? Menunjukkan diri kepada orang-orang yang ia tentukan saja. Pertama Ojan, kemudian Michael dan sekarang adalah Edwin. Apa maksud dari semua ini? apakah ada orang yang selanjutnya?
Ario berlari menuruni tangga, karena masih mengejar Edwin yang terus berlari menuju pintu keluar rumahku. Tapi aku tidak berhasil menuruni tangga, aku tidak tahu bahwa didepanku ada tangga, sehingga aku terpeleset dan terjatuh. Terguling di sekitar tangga sambil berteriak hingga aku berada di lantai satu. Aku seolah bola yang bergelinding turun dari atas kebawah. Ario dan Edwin berbalik melihat ke arahku.
“Ockkkyyyyyyyy …”, teriak Edwin histeris.
Aku melihat Ario yang berlari menghampiriku. Ia memegangi punggungku dan mengusap-usap kening dan rambutku. Menggerak-gerakan tubuhku. Ia berteriak memanggil-manggil namaku sambil menangis. kepalaku terasa sangat sakit, begitupun punggung, dada, paha dan kaki. pengelihatanku perlahan mulai kabur. Wajah Ario yang kulihat sangat blur. Dan semua berubah menjadi kegelapan dan aku pun tak sadarkan diri.
Aku berasa sangat nyaman. Aku seakan berada diatas kasur yang sangat empuk dengan selimut yang menghangatkanku. Kepalaku yang sepertinya dibaringkan diatas bantal, aku juga dapat menyentuh lembutnya kain-kain disekitarku. Aku dapat merasakan ini semua, namun aku tidak dapat membuka mata. Sangat ingin rasanya membuka mata dan melihat dimana aku berada sebenarnya. Kemudian aku merasa seperti ada seseorang yang membelai rambutku, menyentuh keningku dengan sesuatu yang lembut. Lalu membelai-belai pipiku. Tapi aku tidak tahu siapa, karena aku tidak dapat melihat. Tapi aku merasa senang karena apa yang seseorang lakukan kepadaku itu membuatku nyaman dan lebih baik.
Tak lama semua keadaan itu berubah total. Semakin lama punggungku semakin pegal, karena tempat berbaringku sangat keras. Tak ada bantal yang mengganjal leherku membuat leherku menjadi sakit. Aku merasakan dinginnya keadaan yang sekarang, seperti tak ada apapun yang menyelimutiku. Aku menyentuh keadaan sekitar yang terasa kasar dan licin, layaknya keramik. Aku tidak tahu mengapa semakin lama keadaannya berubah seperti ini. Aku ingin sekali membuka mataku untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya dan dimana sebenarnya aku. Tapi tak dapat kulakukan. Aku mencoba untuk berteriak atau berbicara untuk memberikan suatu tanda, tapi tak dapat ku lakukan. Setiap kata yang aku utarakan hanya dapat dituangkan di hati saja.
Sebenarnya, aku sendiri tidak tahu posisiku sekarang. Apakah aku sedang duduk, berdiri, atau tidur. Tapi kalau yang aku rasa, aku memang sedang tertidur tapi entah dimana, karena adanya perubahan yang signifikan pada tempat yang aku tiduri. Aku tidak bisa melihat, berbicara, dan bergerak bebas. Yang aku lakukan hanyalah menunggu, kapan aku bisa sadar dan melihat kenyataan yang sebenarnya. Aku hanya bisa memanfaatkan indra perabaku saja yang didasari oleh perasaan dan asumsi. Semakin lama, keadaan ruangan semakin panas. Aku merasakan udara panas yang menyelimuti tubuhku hingga aku kegerahan. Aku merasakan keringat di leherku yang turun dan menetes kebawah. Aku dapat merasakan punggungku yang basah karena keringat. Namun punggungku terasa sangat dingin. Mungkin karena keringat yang membasahi punggungku dan tempat aku berbaring yang terasa dingin.
Aku semakin tidak betah dengan kondisiku saat ini. udara yang semakin panas membuatku ingin secepatnya pindah dari tempat ini. aku berusaha keras untuk membuka mata dan berbicara tapi tak bisa ku lakukan. Aku mencoba untuk bergerak, namun sangat terbatas. Tapi aku tidak menyerah, karena aku juga tidak dapat menunggu. Berulang kali kulakukan semua itu, akhirnya pertama kali yang aku dapat lakukan adalah membuka mata. Tapi yang kulihat adalah kegelapan, tapi aku dapat melihat apa yang ada di depanku. Terdapat beberapa kaki dan badan sofa dan meja juga serta lantai keramik berwarna putih dengan garis-garis hitamnya. Posisiku sedang tiduran dalam keadaan miring. Aku menelentangkan tubuhku dan melihat langit-langit yang terpasang lampu-lampu kecil yang tidak menyala. Aku pun bangun dan duduk. Aku berada di sebuah ruangan dekat dengan tangga juga.
Ruangan ini terasa sangat panas dan pengap. Gelap dan kondisi udara yang panas ini disebabkan karena matinya listrik, menurutku. Aku teringat akan kenapa aku tergeletak diatas lantai ini. Penyebabnya adalah karena aku jatuh dan terguling di tangga, dari lantai dua hingga lantai satu. Keningku terasa sangat perih. Aku memegang dengan jari telunjuk dan tengahku, ternyata kening yang perih tersebut karena luka yang mungkin bercampur dengan keringat. Aku dapat melihat darah yang menempel di kedua jariku ini. Dan sebelum aku tak sadarkan diri, aku melihat ada Ario dan Edwin tapi tak satupun yang kulihat disana.
Aku berdiri kemudian berjalan dengan terpincang-pincang ke setiap ruangan di lantai satu. Dimulai dari mengecek ruang tamu yang tak jauh dari tempat aku tergeletak, kemudian ke ruang televisi, ruang tidur, dapur tak satupun aku temukan mereka. Aku melanjutkan pencarian mereka di lantai dua, mulai dari teras, ruang tidur disebelah kamarku, dan terkahir di kamarku. Aku hanya menemukan Ario yang terduduk sendirian diatas kasur namun dalam keadaan tertidur dengan tangan yang sedang memegang kipas manual. Ia terlihat sangat kelelahan, wajahnya tampak kacau. Tapi menurutku ini sangat aneh. Ia tahu aku terjatuh, karena yang aku ingat terakhir dia sempat memegangi kepalaku, tapi kenapa ia membiarkan aku tergeletak di atas lantai dengan kening yang terluka dan beberapa bagian tubuhku yang sakit. Seharusnya dia membawaku ke ruangan ini.
Kali ini aku tidak memiliki asumsi yang pas untuk menjawab kejadian aneh ini. ingin sekali rasanya aku membangunkan Ario dan bertanya, tapi aku kasihan dengannya. Aku mencoba untuk membaringkannya ke tempat tidur dalam keadaan telentang agar ia terasa lebih nyaman dalam tidurnya. Aku menaruh kipas manual yang ada ditangannya di atas meja. Aku memberikan bantal di kepalanya, dan kemudian aku tidur disampingnya. Aku menarik selimut untuknya dan untukku juga. Aku memejamkan mata. Kondisi ruangan sekarang terasa lebih dingin dari sebelumnya hingga membuatku sedikit menggigil. Aku menarik selimutku untuk menghangatkanku. Tidur kali ini terasa sangat nyaman, diatas kasur yang empuk dengan kepalaku yang bersandar diatas bantal dan kain-kain lembut disekitarku yang dapat aku sentuh. Tapi satu hal yang membuatku kaget, ada seseorang membelai rambut, kening dan pipiku. Siapa gerangan yang melakukan ini padaku? Apakah orang ini adalah Ario? Tapi aku merasa tidak mungkin karena Ario sedang tertidur dengan pulasnya, baru saja aku membaringkannya. Lalu siapa?
Aku mencoba untuk membuka mata, dan ternyata terjadi lagi bahwa aku tidak dapat membuka mataku. Aku mencoba untuk bertanya “Siapa kamu?”, tapi tak dapat keluar dari mulut ini. hanya tanya yang terucap di hati. Aku mencoba untuk bergerak, namun tidak dapat ku lakukan. Aku langsung teringat, posisi tidur nyaman ini mirip seperti kejadian sebelum aku tergeletak di lantai. Aku sangat ingin bangun dari tidur ini, tapi aku tidak bisa. Seluruh tubuhku terkunci. Aku terus mengusahakan diri untuk menyadarkan diriku untuk terbangun dan terbangun, tapi berkali-kali gagal. Hingga akhirnya aku kelelahan dan menyerah. Aku mencoba menunggu untuk mengembalikan staminaku agar mencoba membuka mataku ini, namun hasilnya sama saja. Hatiku berteriak “Aku ingin banguuunnn…”, tapi tak satupun dapat mendengar teriakan hatiku kecuali diriku sendiri.
Hatiku menangis karena aku takut, aku tidak dapat membuka mataku lagi, menggerakan tubuhku lagi dan akan menyebar hingga aku tidak bisa menggunakan indera perasaku lagi. Tangisan hatiku ini ternyata mempengaruhi mataku. Walaupun mataku tidak bisa terbuka, tapi aku merasakan ada air yang keluar dan membasahi pipiku. Kemudian, aku merasakan seperti ada seseorang yang mengguncang tubuhku berulang kali, memukul sebagian tubuhku, namun aku tidak berdaya. Kemudian aku mendengar seseorang yang memiliki suara seperti Ario berkata “Ocky, bangun. Bangun Ocky. Yakinkan dirimu kau bisa bangun”.
Aku senang, selain dari indera perabaku, ternyata indera pendengaranku masih dapat berfungsi. Aku mencoba kembali untuk membuka mataku. Perlahan dan berulang kali, akhirnya aku dapat melihat bahwa Ario sedang berada didepanku. Sangat silau sekali, mungkin karena aku terlalu lama dalam gelap. Aku kembali menutup mataku karena silau tersebut, lalu aku membuka kembali mataku dan membiasakan dengan cahaya. Dan aku dapat membuka mataku secara utuh dan melihat Ario yang sedang di depanku, mengguncang tubuhku, yang kemudian membelai rambut, kening dan pipiku, dan berbicara kepadaku.
“Syukurlah kau sudah siuman Ocky”, jawab Ario dengan senyum di wajah kacaunya.
“Kau sudah pingsan sepanjang malam hingga siang ini. aku sangat khawatir kepadamu Ocky atas tergulingnya dirimu dari tangga kemarin malam”, lanjut Ario.
Aku berusaha untuk berbicara. Kata pertama yang ku ucapkan adalah namanya.
“Iio…”, kata aku dengan suara yang lemah.
“Iya sayang”, jawab Ario dengan wajah yang terlihat sangat bahagia sambil membelai rambut dan keningku lalu menciumku. “Ada yang bisa aku bantu untukmu?”, Ario melanjutkan.
Aku terdiam. Ario membelai keningku, namun aku tak merasakan perih. Badanku juga tidak terasa sakit, termasuk kakiku. Dan aneh rasanya, rasanya baru saja aku membaringkan Ario dan sekarang dia berada di depanku. Apakah semua yang aku lakukan sebelum tidur adalah sebuah mimpi?
Sinopsis :
kesalahpahaman antara Ario dan Edwin tidak terlalu dibahas dalam cerita ini, tapi adanya pria berjubah hitam yang mengintai Edwin membuat suasana menjadi kacau untuk Ario, dan pastinya Rico. di satu sisi, Rico mendapatkan kejadian dimana seluruh tubuhnya terkunci. Rico tidak mengetahui antara alam nyata dan alam mimpi.
Tolong komentar tragisnya ya yg bisa inspiring ane melanjutkan kisah lain di episod berikutnya. sebenarnya ceritanya dah mau kelar sih, tapi kalo dibuat jadi tulisan bisa jadi beberapa chapter.
Invitation for :
@Lee_4ndy @adamy @Tsunami @sinjai @kristal_air @haha5 @lulu_75 @elul @hananta @balaka @3ll0 @d_cetya @polos @cute_inuyasha @Aji_DrV
edwin bisa liat bahkan meluk ario. hmm semakin membingungkan.
dugaan2 terlintas di pikiran gw. hmm penasaran sama lanjutannya