Haloo. Gue sedang belajar buat menulis nih. Udah coba nulis cerpen dan novel malah pusing mikirin alurnya. Jadi gue putuskan saja untuk membuat Flash Fiction, seperti yang dari awal disuruh sama om
@sinjai.
Walaupun flash fiction itu pendek, tapi butuh waktu ekstra untuk mencerna ceritanya karena minimnya latar dan penjelasan yang diberikan. Tapi di situlah seninya. Satu cerita (mungkin) bisa diinterpretasikan berbeda oleh pembacanya.
Sebelum masuk ke cerita pertama ada beberapa rules yang harus dipatuhi oleh pembaca dan pengomen.
1. Baca dan komen tidak dipungut biaya
)
2. Kalo mau ngutip ceritanya
HARUS dibikin spoiler, biar ga nyampah.
Cara bikin spoiler:
[*spoiler]CERITANYA[*/spoiler] (tanda * dihapus)
3. Jangan berantem di sini yaa. Kalo ada yang mau komen rada kasar dibikin spoiler aja. Pasti gue baca kok.
4. Kalo ada yang mau nyumbang flash fiction bikinan sendiri BOLEH BANGET. Syaratnya, ceritanya wajib di
bold biar keliatan bedanya antara cerita dan komen. Kalo mau pake warna juga gapapa. terserah.
Cara bikin
bold:
[*b]CERITANYA[/b] (tanda * dihapus)
Cara bikin tulisan jadi
berwarna:
[*color=kode warna]CERITANYA[/color]
kode2 warna lihat
di sini
OKE OKE.. SELAMAT MEMBACA!!!
Comments
“Abi! Tidakkah kau ingat delapan tahun persahabatan kita?” Yama bergetar melihat mulut pistol yang dipegang Abi mengarah lurus ke arah wajahnya. Air mata mengalir deras dari kedua matanya.
Abi ingat. Jelas sekali.
“Tidakkah kau ingat ketika ibumu tiada siapa yang menghiburmu melalui semua duka?”
Abi ingat. Yama orangnya.
“Tidakkah kau ingat siapa yang membelamu ketika kau diganggu berandalan di ujung jalan?”
Abi ingat. Yama orangnya.
“Tidakkah kau ingat siapa yang membalaskan dendammu ketika Rico membuangmu begitu saja setelah berhasil tidur denganmu?”
Abi ingat. Yama orangnya.
“Ingatkah kau siapa satu-satunya orang yang tetap menjadi temanmu ketika semua orang yang kau kenal menjauhimu dan mengataimu gila?”
Abi ingat. Yama lagi orangnya. Tapi tekadnya sudah bulat. Abi menghirup nafas dalam dan,
DORRR!
Sebuah peluru menembus kepala Yama, melubangi tembok kamar Abi.
Tak ada luka. Tak ada darah. Karena memang Yama tak pernah nyata.
Yama tersenyum.
“Bagus tidak aktingku? Ayo sekarang giliran kamu..” ujarnya sambil mengambil pistol dari tangan Abi.
Ditunggu kelanjutannya.
namanya flash fiction mah langsung tamat.
bikin cerita baru lagi san.
@sinjai komen kek buk..hehehe.. )
@lulu_75 makasih udah baca kak..sebenernya idenya adalah imaginary friend..tapi dua kepribadian juga boleh..kekekek..
@bi_ngung siap om..bentar lagi dipost..makasih udah mampir..
@Tsunami terus lo kapan bikin album? hehe..
MAKASIH SEMUANYAAA!! :-)
#ga ada hubungan kalee story ma "bikin album" ... penasaran bgt ye ma gw ) No OOT
Berdesak-desakan di kereta setiap pagi bukanlah hal yang asing bagi Toni. Tapi ada yang berbeda pagi ini. Mendadak Toni dikejutkan oleh kilatan mata milik seorang pria yang berdiri di ujung gerbong.
Aku pasti sudah gila.
Dipandangi lagi mata itu. Mata yang sangat dicintainya. Sampai sekarang.
Matanya berbeda, tapi kilatannya sama.
Ah, aku benar-benar sudah gila.
***
Budi berdiri di ujung gerbong sambil membaca berita pagi ini di smartphone-nya. Tiba-tiba Budi merasa ada yang mengawasi. Dilihatnya ke sekeliling gerbong.
Matanya mereka bertemu.
Jantung Budi berdebar kencang.
Aku pasti sudah gila.
Wajah lelaki yang sedari tadi memperhatikannya sungguh menarik hatinya. Wajah yang sangat dicintainya.
Jantung Budi berdebar makin kencang.
Budi mencoba menarik nafas panjang. Menenangkan jantung yang bukan miliknya.
Jantung yang dulu pernah menyelamatkan nyawanya.
***
Toni buru-buru mencari toilet ketika kereta sampai di stasiun terdekat. Di dalam toilet, Toni menangis sambil melihat selembar foto yang selalu terselip di dalam dompetnya. Foto seorang wanita baik dengan kilatan cahaya di matanya yang sangat membuatnya tergila-gila.
Wanita baik yang di akhir hidupnya berpesan agar anggota tubuhnya didonorkan untuk orang yang membutuhkan.
Sayang, aku pasti sudah gila. Aku lihat kamu tadi di kereta.
her heart still beat for him.. >.<
Anak-anak, coba buka buku sejarah halaman 287.