BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

19294969798

Comments

  • Kisah menyayat hati seorang anak berusia tiga tahun bernama Yaya yang menjadi 'perawat'
    ibunya yang terbaring sakit di rumah sakit. Ibu bernama Wang Hui Xian, 30, itu telah bercerai
    dan mengalami kecelakaan lalu lintas yang juga
    menewaskan orangtua serta melukai kakaknya. Hanya Yaya yang tidak terluka dalam kecelakaan
    pada 25 September lalu itu. Karena tidak ada yang
    bisa menjaga Wang, Yaya terpaksa tinggal di rumah sakit bersama ibunya itu yang mengalami cedera patah di beberapa bagian tubuh. Yaya-lah tempat Wang tergantung. Anak kecil itu harus membersihkan badan, menyuapi makan dan
    menyeka air mata Wang setiap kali wanita itu
    menangis membayangkan biaya yang harus
    ditanggung ketika keluar dari rumah sakit itu. Yaya
    juga tidak berganti baju sejak kecelakaan tersebut. Setelah mendengar kisah sedih ini, penduduk
    setempat telah menyumbangkan uang kepada
    mereka namun Wang masih berjuang untuk
    membayar biaya pengobatannya. Penderitaan Wang dan Yaya semakin berat karena pihak rumah sakit kemungkinan akan melakukan operasi terhadap wanita tersebut dalam waktu beberapa hari lagi.
  • Kebanyakan orang menyukai traveling yang tidak hanya menikmati sebuah perjalanan ke tempat baru, bertemu orang dan budaya baru. Traveling bisa menumbuhkan rasa memiliki dan cinta, dan juga rasa kepedulian yang tinggi melihat kondisi destinasi yang banyak memiliki kekurangan. Hal itulah yang dirasakan Sherly Novita Kusuma (25), traveler asal Surabaya ini beberapa bulan lalu mendirikan dan menggalakkan Charity in Unity melalui jejaring sosial Facebook dan Path. Charity in Unity ini bertujuan untuk memberikan bantuan sepatu kepada anak-anak Sumba. Hal itu terinspirasi dari perjalanan traveling Sherly ke Sumba beberapa waktu sebelumnya. "Asal mulanya traveling ke Sumba april 2015,
    bersama travelmate dari Makassar. Kita ke Sumba
    9-10 hari dan menjelajah dari ujung timur ke barat,
    blusukan ke desa adat. Dalam perjalanan tersebut
    saya menjumpai banyak anak sekolah tanpa
    sepatu, akhirnya setelah sampai pulang Surabaya baru terpikirkan untuk bikin Charity in Unity buat
    anak Sumba," kata Sherly kepada brilio.net, Selasa (13/10).




    Usaha Sherly mendapat sambutan positif dari
    teman-temannya. Bersama ketiga temannya, ia
    membuat semacam penggalangan dana buat anak-anak Sumba. Kurang lebih selama 50 hari
    penggalangan ini memiliki 11 pos di seluruh
    Indonesia, seperti Surabaya, Jakarta, Jogja, Semarang dan Bekasi. Terkumpul 400 pasang
    sepatu dan 100 lebih baju bekas. Untuk biaya
    ekspedisi sendiri menghabiskan Rp 2,6 juta yang
    memakan waktu pengiriman sebulan. Sebelumnya, perempuan yang lahir di Lampung, 30 Oktober 1989 ini sudah menunggu di Sumba untuk ikut mendistribusikan bantuan tersebut. Akan tetapi
    karena ekpedisi molor karena cuaca buruk akhirnya distribusi sumbangan Charity in Unity dibantu oleh Yuli dan Sony penduduk asli Sumba. Sherly mengungkapkan, program sepatu untuk
    Sumba tetap jalan terus. "Harapannya semakin
    banyak orang yang terbuka untuk membantu
    sesama," ungkapnya. Kemarin, Sabtu (10/10)
    bersama Komunitas Satu Cakrawala, Charity In
    Unity turut membantu memberikan bantuan tempat sampah, seragam, paket alat tulis lengkap 30 paket di SDN di Ponorogo.
  • Cabang olahraga menembak di Indonesia memang tak sepopuler sepakbola maupun bulutangkis. Hanya sedikit orang yang tertarik dengan cabang olahraga ini. Prestasi cabang olahraga menembak saat ini pun masih terus dipacu. Tapi siapa sangka jika Indonesia pernah melahirkan atlet menembak yang sangat disegani dunia. Adalah Lely Sampoerno, penembak putri pertama di Asia pada tahun 1960-an. Pernikahannya dengan
    Setyo Sampoerno, seorang letnan Angkatan Udara, secara kebetulan membawa Lely ke dunia olahraga menembak. Dikutip brilio.net dari berbagai sumber, Senin (12/10), pemilik nama asli Lely Koentratih ini awalnya adalah guru Sekolah Dasar (SD). Dua tahun menjadi guru, Lely kemudian dipersunting oleh Setyo Sampoerno. Pernikahannya dengan Letnan Angkatan Udara membuat Lely aktif dalam kegiatan persatuan istri AURI, khususnya dalam bidang olahraga. Awalnya Lely sangat terkejut mendengar letusan keras, tapi keikutsertaanya dengan suami dalam aktivitas menembak membawa ketertarikan tersendiri bagi wanita kelahiran Sukabumi, 2 Desember 1935 ini. Ia kemudian rutin berlatih menembak dan terus mengasah bidikannya.





    Kemenangannya dalam kejuaraan menembak antar angkatan (Angkatan Darat, Angkatan Udara, serta Kepolisian Indonesia) membawa Lely dikirimkan sebagai wakil Indonesia pada Asian Games 1962. Ia menjadi atlet tembak putri pertama pada ajang tersebut. Keikutsertaannya sempat diprotes negara lain, tapi ia tetap bisa bertanding melawan para atlet putra karena saat itu belum ada aturan pemisahan atlet putra dan putri. Semakin lama prestasi Lely semakin moncer. Ia berhasil menjadi penembak putri terbaik di kejuaran
    Asia pada 1983. Kemenangannya di berbagai
    kompetisi menembak dunia akhirnya menempatkannya sebagai atlet menembak
    peringkat 12 dunia. Ada 12 medali emas dan tujuh medali perak yang ia raih selama keikutsertaan enam kali di PON tahun 1961-1985. Selain itu ia juga meraih delapan medali emas dan lima medali perak pada South East Asia Shooting Association (SEASA) tahun 1968-1983. Pada Sea Games tahun 1977-1987 ia berhasil mengmpulkan 11 emas dan delapan perak, sedangkan pada Asian Games 1977-1986 ia membawa pulang dua emas, sembilan perak, dan dua perunggu. Lely juga berhasil mewakili Indonesia pada ajang Olimpiade 1984 di Los Angeles. Prestasi segudangnya itu hingga kini belum terkalahkan di Indonesia. Ia menjadi legenda bagi dunia olahraga menembak Indonesia. Lely resmi mengundurkan diri sebagai atlet menembak pada 1989 setelah selama tiga dekade berkecimpung di dunia menembak.




    Meski telah pensiun menjadi atlet, dunia Lely tetap
    tak bisa jauh dari senjata. Ia kemudian duduk
    sebagai Manajer Pembelian dan Penjualan PT Lokta Karya Perbakin, sebuah perusahaan yang bergerak di bisnis impor senjata api dan amunisi, serta spare part-nya dari Eropa dan Singapura. Saat ini terdapat pistol, senapan laras panjang, lima buah medali dan piala menembak yang dihibahkan ke Museum Olahraga Nasional Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta untuk menjadi
    kenangan dan pelajaran bagi generasi muda.
  • Ada seorang wanita kulit putih yang hendak
    melakukan perjalanan dengan putranya yang berusia 6 tahun. Mereka naik taksi yang dikemudikan oleh seorang pria kulit hitam. Karena si anak tak pernah melihat orang kulit hitam sebelumnya, maka hatinya sangat ketakutan dan bertanya kepada ibunya: "Ibu, apakah orang ini
    bukan penjahat? Mengapa kulitnya begitu hitam?" Sopir tadi sangat sedih mendengarnya. Saat itu
    pula, sang ibu berkata kepada anaknya: "Paman
    sopir ini bukan orang jahat, dia adalah orang yang
    sangat baik."
    Anak terdiam sejenak, lalu bertanya lagi: "Jika dia bukan orang jahat, lalu apakah dia pernah melakukan sesuatu yang buruk, sehingga kulitnya begitu hitam?"
    Mendengar perkataan anak ini, mata pria kulit hitam itu berkaca-kaca dan merasa sedih, tapi dia ingin tahu bagaimana wanita kulit putih itu menjawab pertanyaan sang anak.




    Sang ibu menjawab: "Dia adalah pria yang sangat
    baik, juga tak pernah berbuat jahat. Bukankah
    bunga-bunga di kebun rumah kita ada yang
    berwarna merah, putih, kuning dan warna lainnya?"
    "Benar Bu!"
    "Bukankah biji benih dari semua bunga tersebut berwarna hitam?"
    Anak ini berpikir sejenak, "Benar bu! Semuanya
    berwarna hitam."
    "Benih hitam itu yang memekarkan bunga-bunga
    berwarna-warni yang indah, sehingga dunia menjadi penuh warna-warni juga, bukankah begitu anakku?"
    "Benar Bu!" Anak ini seakan tiba-tiba tersadarkan dan berkata: "Kalau begitu pasti paman sopir ini bukan orang jahat! Terima kasih paman sopir! Anda telah membuat dunia menjadi penuh warna-warni, saya akan berdoa untukmu." Anak polos ini lalu mulai komat-kamit berdoa, sopir kulit hitam ini tak bisa menahan diri lagi untuk tidak mengalirkan air mata.
  • Terlahir dengan keadaan tidak sempurnya, terkadang membuat orang mudah merasa pasrah dengan keadaan tanpa melakukan usaha yang berarti untuk menghadapi kerasnya hidup. Jangankan orang yang memiliki kekurangan atau keterbasan fisik, bahkan orang sehat pun banyak yang malas bekerja, lebih memilih menjadi penadah belas kasihan orang lain. Memang itulah yang banyak terjadi saat ini. Kendati demikian, ternyata masih banyak juga sosok orang-orang yang gigih berjuang tanpa mengharap belas
    kasiahan orang, meski dalam keadaan yang serba
    keterbasan. Dullah, misalnya. Meski kedua matanya tak mampu melihat, dirinya enggan menadah belas kasihan orang. Ia lebih memilih berjualan kerupuk kulit dengan cara berkeliling sepanjang jalan. Edho, seorang warga yang jalannya biasa dilalui, menceritakan bahwa bapak Dullah ini, sambil memegang tongkat yang menjadi penuntunnya, berjalan menyusuri jalan-jalan di sekitar Kota Bandarlampung. "Kiripik kulit-kripik kulit" teriak Dullah menawarkan barang dagangan, yang dititipkan seorang juragan kepadanya.




    "Harga dagangannya 5.000 per bungkus" tutur Edho kepada brilio.net, Kamis (18/6). Yang lebih salut, imbuh Edho, Dullah ini dia tidak mau dikasih uang secara cuma-cuma. Ia lebih memilih mendapatkan uang yang sedikit, namun dari kerja kerasnya sendiri, dibandingkan mendapatkan uang banyak namun dari belas kasihan orang. "Saya ini lebih senang menjadi penjual, saya tidak ingin meminta-minta. Selama saya masih bisa berusaha saya akan melakukan apa pun demi keluarga, tanpa mengharapkan balas kasiahan orang" kata Edho, menirukan ucapan bapak Dullah ini.
  • membantu itu harus tau apa yang dibutuhkan orang lain agar bermanfaat ... seperti Sherly ...
  • membantu itu harus tau apa yang dibutuhkan orang lain agar bermanfaat ... seperti Sherly ...
  • Sosok yang memberi, bukan diberi. Ungkapan itulah yang cocok disematkan kepada seorang polisi yang tak mau disebut namanya ini. Citra negatif yang melekat pada polisi sama sekali tak ada pada seorang polisi yang bertugas di Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur ini. Polisi ini punya mimpi yang sederhana, yakni kesadaran memakai helm demi keselamatan yang muncul dari hati, bukan karena paksaan atau aturan. Guna merealisasikan mimpinya itu, ia lebih menyasar anak-anak ketimbang menindak orang tua yang ngeyel dan abaikan keselamatan. Setiap hari, polisi ini membagikan sekitar 3-5 cokelat yang ia beli dengan uang sendiri kepada anak-anak yang mau memakai helm. Efek dari tindakan sederhana ini ternyata luar biasa. "Ternyata anak yang langganan dapat cokelat dari saya, kata bapaknya, tiap pagi selalu cari-cari saya. Saya memang biasakan bawa cokelat buat reward anak-anak yang mau pakai helm. Saya tidak begitu hafal anak-anak yang saya kasih cokelat. Tindakan itu ternyata berkesan bagi anak-anak," kata polisi tersebut. Polisi ini mencoba memberikan pembiasaan memakai helm demi keselamatan kepada anak-anak. Harapannya, kelak anak-anak tersebut sadar bahwa memakai helm itu demi keselamatan, bukan karena takut ditilang Polisi. Kisah ini dituliskan oleh akun Facebook Agung
    Wiendarto pada Rabu (7/10) dan banyak dishare
    oleh pengguna Facebook dan mendapatkan respons positif. "Mantab nih Pak Polisi... Patut dijadikan panutan. Kekerasan hanya menjadikan orang bertambah brutal tapi penghargaan seperti ini bisa meluluhkan dan meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran diri. Sekarang udah ga jaman main keras pak, karena disiplin tidak harus dengan kekerasan," tulis akun Facebook Roebhie Satria di kolom komentar kisah Agung Wiendarto itu.
  • Mengayuh sepeda mengelilingi kota berpuluh kilometer jauhnya adalah rutinitas yang
    harus dengan tegar dijalani Mbah Selamet. Dengan membawa puluhan tremos bekas, kakek asal Imogiri, Yogyakarta ini harus kuat mengayuh
    sepeda tuanya di bawah panas terik matahari agar
    bisa bertahan hidup. Profesinya sebagai tukang servis tremos, memaksa mbah Slamet harus berkeliling kota agar jasanya ada yang memakai. “Kalau tidak keliling ya tidak laku mas,” ungkapnya kepada brilio.net, belum lama ini.




    Tak bisa dipungkiri, di era yang serba canggih
    keberadaan wadah penampung air panas manual ini mulai tersingkir dari penggunanya. Kebanyakan
    orang lebih memilih menggunakan dispenser atau
    tremos listrik yang lebih praktis dan otomatis. Meski sadar bahwa kini jasanya tak banyak dibutuhkan, Mbah Slamet percaya bahwa setiap kayuhan sepedanya akan mendekatkan kepada rezeki yang telah Tuhan persiapkan, untuk hamba-hambanya yang mau berusaha.
  • Eshan Balbale, seorang siswa asal Mumbai, India
    ini melakukan sesuatu yang mulia di usianya yang
    masih tergolong muda. Dia membuat jembatan di
    atas sungai yang menghubungkan dua desa di
    kawasan kumuh Sathe Nagar, India. Jembatan ini
    berguna untuk menyeberang anak saat akan berangkat maupun pulang sekolah.




    Dilansir dari MumbaiMirror, Sabtu (3/10),
    sebelumnya Eshan telah berbincang-bincang
    dengan warga desa Sathe Nagar. Warga desa
    mengeluhkan anak-anak mereka setiap hari harus
    melintasi sungai yang kotor dan penuh bau busuk
    untuk pergi sekolah. Sungai itu menjadi satu- satunya alternatif perjalanan tercepat untuk
    mencapai sekolah daripada harus memutar jalan lain sepanjang 1,5 kilometer. "Bahkan para orangtua di sana terkadang menyuruh anaknya tidak sekolah saja daripada harus melewati sungai yang beresiko terkena infeksi kulit, malaria, demam berdarah dan penyakit lainnya. Belum lagi kalau hujan deras, bisa-bisa ada yang tewas karena terseret derasnya air," tutur Eshan




    Berawal dari hal itulah, Eshan bertekad untuk
    mengubah kehidupan anak di sana agar bisa tetap
    bersekolah dengan nyaman. Dia kemudian
    membangun jembatan bambu yang diselesaikannya dalam waktu delapan hari. Ke depannya dia juga ingin membangun toilet di desa tersebut agar warga disana bisa mendapat kehidupan yang lebih layak.
  • Semua orangtua pasti menginginkan yang terbaik buat anak-anaknya. Mulai dari makanan, baju hingga pendidikan akan diupayakan yang terbaik. Namun biaya sekolah yang terus naik setiap tahunnya membuat banyak orangtua harus berpikir
    lebih keras untuk mendapatkan uang. Berbagai
    pekerjaan pun mereka lakukan demi bisa
    menambah pundi-pundi uang. Salah satunya seperti yang dilakoni seorang sopir taksi asal Filipina ini. Seorang pengguna facebook, Fred Aries Dimaro, baru-baru ini menceritakan pengalamannya saat naik taksi di Kota Cebu. "Aku memesan Grab Taxi di Kota Cebu untuk berangkat kerja dan aku kaget saat masuk dalam taksi tersebut," cerita Fred seperti dikutip dari viral4real, Minggu (20/9). "Sopir taksi ini sepertinya adalah tipe sopir yang bakal disukai oleh anak-anak. Bukan apa-apa, aku bisa berkata bahwa dia adalah orang yang sangat bertanggung jawab karena di dalam taksinya dia menjual camilan, permen dan biskuit untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, khususnya uang sekolah anak perempuannya di mana foto putrinya dipajang di dekat kaca kemudi untuk penyemangat," lanjutnya. Mendengar kisahnya, banyak netizen yang kemudian terharu dan ingin naik taksi tersebut. Beruntung Fred mencatat plat nomor taksi dan nama pengemudinya. Dia adalah Adones Mejasco, sopir dari taksi berplat nomor GXT-431.
  • Sering kita temui mahasiswa zaman sekarang suka sekali membolos dan menghamburkan-hamburkan uang. Ngakunya kuliah tapi ternyata bolos dan malah main ke mal. Hal tersebut tentu saja miris dan berbanding terbalik dengan apa yang ditunjukkan oleh gadis luar biasa ini. Dikutip dari CCTVnews, Senin (14/9), salah seorang
    gadis China bernama Wang Juan (19) baru-baru ini
    membuat netizen menangis dan terharu. Saat
    berumur 6 tahun dia mengalami kecelakaan mobil
    yang membuat kedua kakinya harus diamputasi
    hingga menyisakan setengah badan saja.




    Penderitaan Wang tidak berhenti di situ saja.
    Sesudah kecelakaan, ibunya memilih mengakhiri
    hidupnya dengan bunuh diri. Tak berapa lama
    kemudian ayahnya juga memilih untuk pergi dari
    rumah dan tidak diketahui kabarnya hingga
    sekarang. Otomatis sejak saat itu Wang menjadi yatim piatu dan hanya tinggal dengan kakeknya.




    Meski mengalami berbagai penderitaan yang
    bertubi-tubi, Wang tidak menyerah begitu saja. Dia
    menjalani hidupnya secara mandiri, mulai dari
    membersihkan rumah, pergi belanja hingga berhasil masuk ke universitas lewat beasiswa. "Kakek saya berkata bahwa jika saya menyerah
    maka saat itu juga kehidupan saya bisa berakhir
    begitu saja tanpa adanya perjuangan," ujar Wang
    Juan.
  • Sewaktu SMA, pemuda bernama Mohammad Syukri Kurnia Rahman (22) bukanlah termasuk dari siswa unggulan. Bahkan, ia menjadi bahan tertawaan teman satu kelasnya karena memiliki nilai matematika terendah dalam UjianAkhir Sekolah (UAS). Gara-gara itu pula orangtuanya rela dipanggil untuk menghadap guru BP, lebih malunya lagi karena ayahnya adalah seorang kepala sekolah di sebuah SMA di Kediri. Syukri mengakui bahwa nilai yang ia peroleh karena kejujuran dalam mengerjakan ujian tersebut, tapi tak ada yang peduli dengan itu semua. Pemuda asli Kediri ini yakin akan dapat jalan yang terbaik dari Allah, hal itu terbukti saat seorang gurunya pesimis dan tertawa ketika mengetahui keinginannya melanjutkan pendidikannya di jurusan kedokteran. "Allah menghadiahkan kepada saya sebuah tempat
    di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
    (UNS), di saat banyak temen yang kesusahan mauk perguruan tinggi negeri (PTN)," kata Syukri (22) kepada brilio.net, Jumat (4/9). Ternyata, menjalani kehidupan sebagai mahasiswa
    Fakultas Kedokteran itu tak semudah yang
    dibayangkan. Semester satu, dua, tiga, tak ada
    kebanggaan yang bisa dibawa pulang karena selalu dapat nilai rendah. Bahkan di semester tiga, dia sempat terpikir untuk mundur dari FK UNS. Maka di semester tiga itu ia berusaha mengoreksi kembali perjalanan hidupnya, ia menemukan satu jawaban menarik bahwa dia terlalu sibuk dengan urusan pribadinya sendiri. Akhirnya, ia kuras semua tabungan yang dia miliki. Hampir Rp 3 juta ia bagi-bagikan ke satu per satu panti asuhan di Solo hingga uang di dompetnya tersisa Rp 15.000 saja. Karena tak punya uang lagi, maka dia kumpulkan baju-baju yang dia punya lalu dia berikan lagi ke panti asuhan yang sama. Hampir setiap pekan dia mengunjungi panti asuhan,
    menyapa, mendengar cerita dan memberikan apa
    pun yang dia punya. "Saya percaya pada tangan-tangan lain yang bergerak, di luar kuasa kita sebagai manusia yang bergerak menolong kita begitu kita menolong orang lain," tambahnya. Hal menarik lainnya, ternyata ia pernah menjual
    sepeda motor kesayangannya demi membelikan
    sahabatnya sebuah sepeda motor. Dia
    melakukannya karena iba kepada sahabatnya yang harus naik angkot setiap hari ke kampus.
    Sementara, dia sendiri memutuskan untuk berjalan kaki. Tak berapa lama keajaiban mendekatinya. Ia
    mendapatkan sebuah motor yang jauh lebih bagus
    dan mewah dari motor yang dulu dia jual. Pemuda yang suka berbagi ini rutin berkeliling ke tempat pembuangan sampah, bercerita dan ngobrol
    tentang kehidupan mereka dan memberi sumbangan. Dia selalu berusaha dekat dengan
    orang di bawah, dan saat ini hampir keliling
    Indonesia dengan rencana yang tak terduga. Banyak kejadian yang diterimanya di luar dugaan,
    dan hal itu menurutnya luar biasa. Saat ini ia telah
    merampungkan kuliah dengan mengerjakan skripsi
    menggunakan laptop pinjaman. Dia juga menulis
    sebuah buku tentang inspirasi yang sebentar lagi
    akan di cetak. Ia juga merintis gerakan baca 25 yang saat ini tersebar di beberapa daerah di
    Indonesia seperti Aceh, Sorong, Pekalongan,
    Medan, Maluku, dan Pontianak. Salut.
  • Survei yang dilakukan organisasi pendidikan milik PBB, United Nations Educational Science and Culture Organization (UNESCO) di 39 negara dunia menyatakan bahwa Indonesia menjadi
    salah satu negara yang minat bacanya paling
    rendah di ASEAN. Tanggung jawab meningkatkan
    minat baca khususnya minat baca anak-anak adalah tanggung jawab semua pihak. Hal inilah yang menjadi keprihatinan Lusya Tawo Loko (28).



    "Sejak dulu saya memang sudah memiliki keinginanuntuk berbuat sesuatu meski saya berada jauh di luar negeri," ujar Lusya Tawo Loko kepada brilio.net, Jumat (4/9). Perempuan asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu sekarang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga di Hongkong. Sosoknya dikenal sebagi perempuan yang aktif membantu penyediakan buku bacaan bagi anak-anak di daerah pelosok seperti di daerah NTT. Melalui Buku Bagi NTT (BBNTT), Lusya menjadi salah satu yang menyumbangkan buku untuk anak- anak yang ada di Indonesia khususnya NTT. BBNTT menghubungkan para donatur buku dengan relawan yang sebagian besar berada di Jawa. Buku- buku dari para donatur kemudian dikirimkan ke rumah-rumah baca atau perpustakaan lokal yang ada di NTT. Lusya ingin anak-anak bisa mendapatkan ilmu pengetahuan meski fasilitas yang ada masih sangat terbatas. "Harapannya makin banyak orang yang membantu dan bisa bergerak bersama untuk Indonesia lebih baik," harap Lusya. Meski sedang bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga, namun kepedulian Lusya terhadap pendidikan anak-anak sangat tinggi. Dengan menyisihkan penghasilan yang dia peroleh, saat ini dia telah berhasil memberikan sumbangan 300 buku untuk berbagai rumah baca di Indonesia. Bagi Lusya, menjadikan pendidikan Indonesia yang lebih baik adalah tanggung jawab bersama bukan hanya pemerintah. Lusya menyadari bahwa keterbatasan bahan bacaan masih menjadi kendala anak-anak yang ada di pelosok negeri dan dengan itulah Lusya bersama beberapa komunitas peduli pendidikan lainnya melakukan gerakan lebih peduli terhadap anak-anak yang ada di daerah terpencil.
  • salut dan hebat buat Mohammad Syukri Mulia Rahman ...
Sign In or Register to comment.