BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

1878890929398

Comments

  • salut dan hebat buat bapak Sri Sultan Hamengku Buwono × ... bisa menjadi contoh buat pejabat yang lain berdiri bersama rakyat bukan dengan yang lain ...
  • ANAK KANDUNG BERNIAT PENJARAKAN SANG IBU - Real Story

    JAKARTA - Kentjana Sutjiawan, 83, menangis tersedu- sedu. Di usia senja, ibu enam anak itu harus berhadapan dengan hukum. 

    Ironisnya, lawannya adalah dua anak kandungnya yakni Edhi Sudjono Muliadi (anak pertama) dan Suwito Muliadi (anak kelima). Keduanya bahkan melakukan berbagai upaya agar ibunya dideportasi ke China untuk dapat menguasai tiga bidang tanah milik Kentjana. “Saya sebenarnya malu. Saya serahkan semuanya kepada Tuhan. Saya tidak bisa apa-apa. Punyaanak kok sepertiini. Inianak kandung saya,” ujar Kentjana kemarin. 

    Untuk mendapatkan keinginannya itu, Edhi dan Suwito juga berniat memenjarakan ibunya. “Waktu pertama kali, saya sudah sampaikan jangan ribut-ribut. Namun, saya malah mau dipenjara. Dia mau saya dipenjara baru puas,” ungkapnya. 

    Dia tidak mempermasalahkan tanah yang diduga diambil dua anaknya tersebut. Namun, semua kasus panjang ini sudah masuk ranah hukum sehingga harus dihadapi secara hukum. “Saya tidak ada perasaan apaapa. Secara pribadi tidak masalah. Kamu kasih mati saya juga tidak apa-apa, tapi ini sudah urusan hukum,” tuturnya. 

    Kuasa hukum Kentjana, Dedy Heryadi, mengatakan bahwa permasalahan ini bermula ketika Edhi meminta ibunya tiga bidang tanah, pertama seluas 124 meter persegi di Jalan Kemurnian VI, Tamansari, Jakarta Barat; kedua seluas 3.130 meter persegi di Penjaringan, Jakarta Utara; dan ketiga seluas 2.000 meter persegi di Penjaringan, semua sertifikatnya menjadi atas namanya. 

    Pada 2000, Edhi kemudian meminta sertifikat tanah itu dijadikan jaminan kredit di bank. “Ibu Kentjana menolak, karena tanah itu bukan hanya untuk kepentingan Edhi, namun juga anak-anaknya yang lain,” ujar Dedy. 

    Konflik pun terjadi. Edhi kemudian melaporkan ibunya ke Polres Jakarta Utara atas tuduhan penggelapan dan penipuan. Ibu tua itu pun terancam dipenjara. Namun, akhirnya pengadilan memutuskan membebaskan Kentjana karena tidak terbukti bersalah. Kentjana lalu mengajukan gugatan peralihan hak atas ketiga bidang tanah itu. 

    Pengadilan hingga Mahkamah Agung (MA) mengabulkannya. “Atas putusan itu, Kakanwil BPN DKI Jakarta menerbitkan surat keputusan pembatalan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di dua bidang tanah di Penjaringan atas nama Edhi. PN Jakarta Utara juga menerbitkan penetapan eksekusi agar Edhi atau pihak lain yang berada di atas kedua bidang tanah itu menyerahkannya kepada Kentjana,” terangnya. 

    Edhi tak kehabisan akal. Dia mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan PN Jakarta Utara. “Anehnya PTUN mengabulkan gugatan Edhi dengan membatalkan putusan Kakanwil BPN. Sementara PN Jakarta Utara juga mengeluarkan putusan yang aneh dan menyatakan penetapan eksekusi pengosongan lahan tidak sah,” ujar Dedy. 

    Merespons hal itu, pihaknya telah melaporkan kedua majelis hakim PTUN Jakarta dan PN Jakarta Utara ke Komisi Yudisial (KY) dan MA. Saat ini masih dalam proses. Dia menuturkan tak hanya melalui jalur hukum, Edhi dan Suwito juga menempuh jalan lain dengan cara melaporkan ke Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM jika Kentjana bukan warga negara Indonesia.

    Padahal, Kentjana mengantongi bukti kewarganegaraan Indonesia bernomor 527908/AL tanggal 16 Maret 1962; surat pernyataan ganti nama nomor 144965/GN/DB/1968 tanggal 8 Januari 1968; KTP atas nama Kentjana oleh Pemkot Jakarta Barat; paspor atas nama Kentjana tanggal 29 Mei 1975 dan sudah diperpanjang; serta bukti-bukti lainnya. 

    Kendati demikian, kasus ini belum berujung. Tanah milik Kentjana tetap dikuasai Edhi dan Suwito. Sementara Kentjana terus dihantui kekhawatiran lantaran masih terancam dideportasi sewaktu-waktu. 

    Anak ketiga Kentjana, Tjendana Muliadi mengaku sedih melihat kondisi ibunya yang sudah tua, namun harus menghadapi masa ini. “Seharusnya umur segini sudah menikmati hidup. Bisa hidup tenang, tapi malah menghadapi masalah seperti ini,” ucapnya. 

    Dia menceritakan setelah ayahnya meninggal, ibunya yang saat itu berusia sekitar 40 tahun berjuang membesarkan enam anaknya. Ketika itu sekitar tahun 1970-an, ada sejumlah toko dan rumah, tapi statusnya masih sewa. Perlahan-lahan usaha ibunya di bidang penjualan alat kematian seperti peti mati, kayu bakar, dan pernak-pernik lainnya berkembang. 

    “Akhirnya bisa beli tanah di Penjaringan. Kita orang (empat anak lainnya) tidak kuliah. Hanya Edhi sama Suwito yang kuliah. Edhi kuliah di kedokteran. Dia enggak mau pegang toko. Dulu bangga kalau punya anak bisa jadi dokter. Anak pertama bisa jadi pengganti ayah,” ujarnya. 

    Namun, kini harapan tinggal harapan. Edhi dan Suwito malah ingin menguasai tanah milik ibunya. “Dulu akur. Jadi tidak masalah sertifikat pakai nama siapa saja, tapi sekarang jadi begini,” ucapnya.
  • enggak tau coment apa ... ko teganya ... air susu dibalas air tuba ... maaf kalo pribahasanya salah ...
  • Sebuah restoran tengah menjadi bahan perbincangan di Turki. Dengan keunikannya, restoran ini menawarkan pemandangan yang berbeda dari yang lain. Seluruh pekerjanya adalah anak-anak muda penderita down syndrome. Dilansir dari laman Odditycentral, restoran bernama Down Cafe ini mempekerjakan staf hingga pelayan yang menderita down syndrome. Usianya relatif muda antara 18 hingga 25 tahun. Saruhan Singer, pemilik restoran mengatakan dirinya ingin memberdayakan serta melatih kepercayaan diri dan kemandirian anak-anak tersebut. Semua ini dilakukan karena Sanger terinspirasi oleh pengalamannya sendiri membesarkan anak dengan down syndrome. "Anak saya, Sezil juga menderita down syndrome. Saya pikir dia adalah hadiah Tuhan bagi saya. Saya harus belajar memahami dia. Dan saat dia mulai beranjak dewasa, saya semakin menyadari. Tak ada jalur karir yang tersedia bagi orang-orang dengan down syndrome seperti anak saya," ujar Saruhan. Ketika pertama kali merintis restoran di tahun 2011, Singer mengaku bisnisnya berjalan lambat. Orang- orang ragu untuk datang karena mengetahui semua yang bekerja di restoran ini adalah anak-anak down syndrome. Seiring berjalannya waktu, para pekerja dapat membuktikan kualitas diri mereka. Memberikan pelayanan terbaik pada setiap pelanggan yang datang. Para pelanggan pun terkesan dengan 'kejutan-kejutan' yang didapatkan. Alhasil semakin lama, kehadiran restoran yang terletak di Kota Istanbul itu makin diakui. Kepercayaan diri para pekerja down syndrome di restoran semakin meningkat. Tumbuh keinginan untuk membuktikan dan 'memamerkan' bakat mereka di depan pelanggan. "Mereka semakin bersemangat kerja. Dibimbing oleh seorang ibu relawan, anak-anak memasak di dapur, mencuci piring, melayani hingga membayar tagihan," kata Saruhan. Kini, restoran ini tengah populer di Turki. Down Cafe buka tiap hari kerja dari pukul 09.00 - 17.00 waktu setempat. Restoran ini dapat menampung hingga 40 pelanggan dalam satu waktu
  • Pelajaran dalam mencari rejeki baru - baru ini saya
    dapatkan dari Kakek penjual bensin eceran, Kakek
    penjual bensin eceran yang akrab di sapa Mbah
    Tarjo ini memberikan motivasi bagi anak - anak muda di daerah sekitar Kota Magelang Jawa Tengah Indonesia. Tepatnya Mbah Tarjo berjualan bensin eceran di daerah Samban Kota Magelang.
    Meski pun hanya berjualan bensin eceran di pinggir jalan Mbah Tarjo sudah bisa menghidupi anak - anaknya hingga menjadi sarjana. Meski pun untung penjualan besin eceran tidak seberapa namun Mbah Tarjo yakin jika kita bekerja maka Allah akan selalu mencukupkan setiap kebutuhan kita.



    Kata - kata Mbah Tarjo ini terbukti lantaran dirinya
    sudah bisa mensarjanakan kedua anaknya. Mbah
    Tarjo yang sudah berusia 72 tahun ini terlihat masih sangat kokoh dan kuat bahkan ia terkadang
    membawa sendiri bensin - bensin dagangannya dari rumahnya ke pinggir jalan tempat biasa ia berjualan bensin. Untuk mengisi waktu luangnya Mbah Tarjo juga berjualan minum - minuman seperti kopi panas dan teh panas.




    Kerjaan sehari - hari Mbah Tarjo selain berjualan
    bensin di pinggir jalan, Mbah Tarjo juga mempunyai kerjaan lain yaitu menjadi tukang becak di daerah tempatnya tinggal. Semangat Mbah Tarjo dalam mencari rejeki patut di acungkan jempol meski kini anak - anaknya sudah sukses dan menjadi orang kaya namun Mbah Tarjo tetap tidak tergantung pada anak, hari - harinya di isi dengan bekerja. Disini saya melihat ucapan Mbah Tarjo yang hingga sampai saat ini masih terngiang - ngiang ditelinga dan pikiran saya bahwa "Bekerjalah Maka Kebutuhanmu Pasti Akan Dicukupkan Oleh Allah S.W.T. Dan jangan pernah patah semangat dalam bekerja. Meski pun pekerjaanmu saat ini tidak membuatmu kaya namun itulah yang menghidupimu saat ini."
  • Untuk mengakhiri penderitaan anaknya, seorang ibu di London minta pengadilan untuk
    mematikannya secara 'legal'. Sang anak bernama Nancy lahir buta dengan tiga penyakit berat menyertainya, yakni hidrosefalus, meningtis dan keracunan darah. Dengan kata lain, dia tidak bisa berjalan, berbicara, makan atau minum. Tidak itu saja, dia sering berteriak-teriak kesakitan meski sudah disuntik morfin dan ketamin. Tak seorang ibu pun yang tega menyaksikan anaknya dalam kondisi tersebut. Termasuk Charlotte Fitzmaurice yang dengan hati pedih minta pengadilan tinggi untuk memberikan apa yang paling dibutuhkan putrinya yang masih 12 tahun itu.




    Fitzmaurice mendesak pengadilan tinggi untuk
    mengakhiri penderitaan putrinya sehingga bisa
    menemukan kedamaian. Kualitas hidup Nancy begitu buruk sehingga dia harus bergantung 24 jam penuh pada rumah sakit. Dia diberi makan, minum dan obat melalui selang. Selain kesehatan yang buruk, dia juga sering berteriak-teriak kesakitan meski disuntik obat penenang. Bagi Fitzmaurice, penderitaan melihat putrinya menderita seperti itu sangat berat untuk ditanggung. Jadi setelah 12 tahun bertahan dalam kesedihan, Fitzmaurice mengajukan peninjauan untuk memperjuangkan hak putrinya untuk mati. Surat yang dikirimkan ke pengadilan dibaca Hakim
    Eleanor King pada Agustus lalu. Dalam surat itu,
    Fitzmaurice menjelaskan semua alasan kenapa
    putrinya itu berhak untuk meninggal. "Dia seperti bukan anakku, dia seperti sebuah tempurung," katanya. "Cahaya kehidupan sudah hilang dari matanya diganti dengan ketakutan dan keinginan untuk mendapat kedamaian." "Hari ini aku atas nama Nancy percaya dia sudah cukup menderita dan itu membuat hatiku hancur." Dalam sebuah keputusan yang berat, Hakim King akhirnya menyetujui permintaan Fitzmaurice. Nancy akhirnya meninggal 14 hari kemudian di Great Ormond Street, London dengan dikelilingi
    keluarganya saat seluruh penopang hidupnya
    dicabut satu-persatu. Keputusan Hakim King mendapat dukungan dari para dokter di rumah sakit khusus anak tersebut. Tapi mereka keberatan dengan kata hak untuk mati.
  • John Jerryson adalah seorang bankir yang sukses namun dia menyia-nyiakan hidupnya hingga
    akhirnya menyesali semuanya. Lelaki 46 tahun yang tinggal di Australia ini merasa asing dengan dirinya sendiri bahkan keluarganya. Dia menyesali apa yang telah dilakukannya tapi lebih-lebih apa yang belum dilakukannya. John merasa hidupnya seperti terbalik dan semua mimpi-mimpinya seakan telah lenyap. Hasil kerja kerasnya selama 26 tahun ternyata sia-sia. Istrinya ternyata telah selingkuh dalam 10 tahun terakhir. Anaknya juga merasa asing dengannya Tidak hanya itu, John juga tidak menghadiri pemakaman ayahnya. Cita-citanya untuk menulis buku, berkeliling dunia dan menolong orang-orang tak mampu juga tidak terwujud. Semua itu disebabkan oleh egoisme untuk menjadi orang sukses.




    Rutinitas yang ia jalani bagaikan sebuah robot.
    Berangkat jam 9 pagi, pulang jam 7 malam. Sampai di rumah, dia makan sebentar dan menyiapkan pekerjaan untuk esok harinya. Setelah itu dia tidur jam 10 malam. Kegiatan seperti itu dilakukannya selama 26 tahun tanpa melihat sekelilingnya. Saat menulis kisahnya di sebuah forum, John sampai menitikkan air mata karena rasa penyesalan yang dalam. Jika saja John bisa bertemu dengan dirinya yang masih muda saat ini, mungkin sudah menonjoknya. Semuanya diawali saat dia berusia 20 tahun. Saat masih muda, John adalah sosok yang inovatif, spontan, suka tantangan dan suka bergaul. Saat itu John sudah berpacaran dengan istrinya sekarang selama 4 tahun. Istrinya itu mencintai John yang penuh energi dan suka membuat orang tertawa. Sebagai pemuda yang suka tantangan, John sudah
    berkeliling Selandia Baru dan Filipina. Dia berencana keliling seluruh Asia, Eropa dan Amerika. Kemudian, sebagai anak tunggal, John ingin hidupnya stabil secara ekonomi. Sejak mendapat pekerjaan itulah kehidupan John berubah dan berakhir dengan penyesalan. John benar-benar mengabdikan diri pada pekerjaannya. Dia selalu sibuk dan sibuk dengan pekerjaan. Setelah pulang ke rumah, John makan malam. Kemudian mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya dan tidur. Paginya, dia bangun untuk
    memulai aktivitasnya. Semuanya dilakukan seperti sebuah robot tanpa mempedulikan lingkungan dan
    keluarganya. Saat istrinya berterus terang telah selingkuh selama 10 tahun terakhir, John juga tidak merasakan kesedihan atau kemarahan. Istrinya bilang John sudah berubah, tidak seperti
    dulu lagi.




    Saat menulis kisah ini, John pun sempat
    bertanya-tanya, apa yang dilakukannya selama ini di luar bekerja? Jawabannya, tidak ada. Tidak menjadi seorang suami yang baik, bahkan menjadi dirinya seperti dulu sekalipun. Apa yang sudah terjadi terhadap pemuda yang energik dan suka tantangan yang ingin mengubah dunia ini? Masih ingat tentang keliling dunia dan menulis buku? Itu semua dilakukan John di beberapa tahun pertama kuliahnya. Saat itu, John bekerja paruh waktu dan menghambur-hamburkannya. Sekarang, John akan menyimpan setiap sen yang dia dapat. John bahkan sudah tidak ingat kapan dia menghabiskan uang untuk kesenangannya sendiri. Lagi pula, apa yang diinginkan dia sekarang? Saat ayahnya sekarat, ibu John memintanya untuk datang. Tapi John lebih sibuk dengan dunianya. Saat itu John sedang dipromosikan oleh perusahaan. John selalu menunda-nunda untuk mengunjungi ayahnya yang sakit, berharap dia dapat bertahan.
    Tapi ayah John akhirnya meninggal dunia
    sementara dia mendapat promosi. Selama bekerja,
    John sudah tidak pernah bertemu ayahnya selama
    15 tahun. Namun egoisme John sepertinya lebih tinggi dari rasa cinta terhadap keluarganya. Alih-alih merasa bersalah, John mengatakan pada dirinya bahwa tidak apa-apa tidak dapat jenazah ayahnya. Sebagai seorang atheis, John merasa mati itu bukan masalah. Saat itu, segala hal didasarkan pada logika. Baginya, uang adalah yang paling penting. Tapi John sekarang menyadari bahwa itu semua salah.




    John menyesal telah membuang energi sia-
    sia selama ini. John merasa semua harapan dan
    masa mudanya hilang. "Aku menyesal pekerjaan telah menyita seluruh hidupku selama ini," katanya. "Aku menyesal menjadi suami yang buruk dan hanya menjadi mesin uang." John juga sangat menyesal tidak hadir sebagai ayah bagi anaknya. John benar-benar sebuah dompet yang tidak berperasaan. John ingin siapa saja yang membaca kisahnya untuk tidak menunda-nunda sesuatu, tidak lupa diri dan melupakan keluarga saat sudah sukses. Dan yang paling penting, jangan sia-siakan energi saat masih muda. "Aku sadar bahwa aku membiarkan penundaan dan uang menggerogotiku dari mengejar gairah hidup ketika masih muda. Dan sekarang aku mati di dalam, tua dan lelah."
  • Adegan ini bukan dalam film perang. Bukan pula latihan militer. Tapi ini kejadian nyata: Seorang
    bocah menerobos hujan peluru yang ditembakkan sniper atau penembak jitu untuk menyelamatkan temannya. Aksi heroik ini dilakukan oleh bocah Suriah.




    Bocah laki-laki itu berusaha mendekati bocah perempuan yang terjebak di dekat bangkai mobil. Saat itulah peluru sniper berhambur di sekitarnya. Saat melangkah, sebuah tembakan terdengar.
    Bocah itu terjatuh. Bukan terkena tembakan, tapi
    bocah lelaki itu pura-pura mati agar penembak jitu
    menghentikan tembakan. Beberapa saat kemudian, setelah tembakan mereda, bocah itu kembali bangkit dan mendekati bocah perempuan yang akan ditolong. Dia pun berhasil menggapai tangan bocah perempuan itu. Di tengah hujan peluru, bocah lelaki itu membawa bocah perempuan ke tempat aman. Alhamdulillah... tak ada satu pun peluru yang mengenai tubuh kedua
    anak itu. Bidikan para sniper itu ternyata tak ada yang jitu.
  • Gambar seorang pria tua yang tengah makan ditemani foto mendiang istrinya tengah
    menjadi perbincangan hangat di dunia maya. Foto itu diunggah seorang netizen bernama Madina Bashizadah yang diambilnya saat makan di resto
    cepat saji In-N-Out Burger di Fremont, California.
    Sejak diunggah pada 22 Oktober, foto tersebut telah di-retweet lebih dari 8.000 kali.




    Madina mengatakan saat makan di resto tersebut,
    dia melihat seorang pria tua makan sendirian sambil memandang foto seorang wanita di depannya. Dia merasa yakin bahwa wanita cantik di foto itu adalah mendiang istri pria tua tersebut. Madina merasa terharu dan dia segera mendekati
    pria itu untuk berbincang-bincang. "Saat melihat pak tua itu, aku sangat emosional hingga aku
    menangis," kata Madina. Saat bertanya tentang wanita dalam foto, bapak tua itu membenarkan bahwa dia adalah almarhum istrinya yang telah meninggal lima tahun yang lalu. Pak tua itu begitu bersemangat saat menceritakan almarhum istrinya dan kisah cintanya. Keduanya bertemu pertama kali saat berusia 17 tahun. Namun perang telah memisahkan mereka selama 10 tahun. Meskipun begitu dia tak pernah berhenti mencari istrinya. "Akhirnya dia bertemu dengan istrinya yang ternyata anak seorang tukang cukur," tulis Madina di Twitter.
    "Mereka kemudian segera menikah selama 55 tahun hingga akhirnya istrinya meninggal dunia."




    Foto Madina soal bapak tua itu dijadikan favorit oleh lebih dari 13.000 orang dan Madina mengaku cukup kewalahan dengan respon dari follower-nya. Menariknya, ada foto lain yang menceritakan kisah
    yang sama beredar di internet akhir-akhir ini. Dua
    minggu yang lalu, sebuah foto, dengan pria tua yang sama, namun dengan hari yang berbeda diunggah di situs hosting gambar, Imgur. Madina mengatakan menerima tweet bernada kebencian karena dianggap telah mencuri foto dari orang lain. Namun dia menegaskan bahwa foto itu adalah
    benar-benar miliknya. Madina senang kisah bapak
    tua yang sedang makan ditemani foto istrinya telah
    menyentuh hati banyak orang. "Itu menunjukkan bahwa cinta sejati itu ada dan aku ingin orang-orang mengetahuinya."
  • Seorang wanita Iran, Reyhaneh Jabbari, tak menyangka bahwa hidupnya harus berakhir di
    tiang gantungan. Oleh pengadilan Iran, Reyhaneh
    dijatuhi hukuman mati karena membunuh mantan
    anggota intelijen Iran Morteza Abdolali Sarbandi
    yang hendak memperkosanya pada 2007. Dalam pesan suara yang direkam pada April lalu,
    yang dirilis kelompok oposisi Iran NCRI, wanita 26
    tahun itu mengucapkan wasiat terakhir kepada
    ibunya, Sholeh Pakravan. "Sholeh sayang, jangan menangis soal putusan pengadilan ini," kata Reyhaneh dengan suara lirih.
    "Dari lubuk hati terdalam, Ibu jangan bersedih. Aku
    tidak ingin menyusahkan Ibu. Relakanlah semua
    ini."




    Dalam wasiat tersebut, Reyhaneh berpesan kepada Sholeh untuk mendonorkan semua organ tubuh dan segala yang bisa didonorkan kepada orang yang membutuhkan. Reyhaneh juga menceritakan bagaimana ia merasa diperlakukan tidak adil oleh pengadilan. Dalam pembelaan di pengadilan, Reyhaneh mengatakan ada orang lain saat kejadian, dan menurutnya, dialah yang bertanggung jawab atas tewasnya Sarbandi. Namun kabarnya keterangan Reyhaneh tersebut tidak berpengaruh terhadap eksekusi dirinya. "Pembunuh sebenarnya tak mungkin pernah
    ditemukan karena mereka kaya dan punya
    kekuasaan," pesan Reyhaneh dalam wasiatnya. Eksekusi gantung terhadap Reyhaneh tetap
    dilaksanakan pada Sabtu, 25 Oktober kemarin
    meskipun menuai kecaman dunia internasional yang meminta Iran untuk melepasnya. Reyhaneh mengakhiri wasiatnya dengan berkata,
    "Aku ingin memeluk Ibu hingga ajal menjemputku.
    Aku cinta Ibu." Sholeh hanya diberi waktu satu jam
    untuk melakukan pertemuan terakhir dengan
    puterinya sebelum menuju tiang gantungan.
  • Ini kisah kegigihan seorang tunanetra di Arab Saudi. Aboud Al-Aboud namanya. Meski tak
    bisa melihat, pemuda yang tinggal di kawasan Aflaj
    itu selalu pergi dan pulang dari sekolah sendirian. Padahal jarak rumahnya dari sekolah cukup jauh.
    Sekitar 10 kilometer. Meski melalui jalanan yang
    ramai, Aboud selalu pergi dan pulang sendiri. Tanpa bantuan orang lain. Menurut laman Arab News, Jumat 31 Oktober 2014, kali ini merupakan tahun terakhir bagi Aboud di bangku SMA. Dia mengatakan sangat berkomitmen atas pendidikannya. Dan berharap ingin memiliki pekerjaan yang layak di masa yang akan datang. Aboud berangkat ke sekolah dengan naik kursi roda elektrik yang sudah reot. Dengan kendaraan itulah dia menelusuri jalanan dari rumah ke sekolah atau sebaliknya. Baik saat matahari yang panasnya menikam, maupun di waktu hujan badai yang melanda.




    Menurut Aboud, dia terpaksa mengandalkan diri
    sendiri untuk sampai ke sekolah karena ayahnya
    sibuk bekerja untuk menafkahi keluarga. Dia
    menuturkan hanya berserah diri pada Tuhan
    sehingga bisa melakukan semua hal, dalam
    pendidikan, tanpa banyak merepotkan orang lain. Al-Aboud mengatakan ia berterima kasih kepada
    direktur sekolah nya, Ahmad Al-Kheran, yang telah
    banyak membantu selama bertahun-tahun. Sementara, Al-Kheran mengatakan, Aboud
    merupakan salah satu siswa terbaik sekolah. Saat
    ini banyak yang bersimpati kepada Aboud dan ongin memberinya mobil sehinga bisa berangkat dan pulang sekolah dengan diantar.
  • Kematian bukan berarti penghalang untuk berbuat baik pada orang lain. Sejumlah orang,
    sebelum meninggal bisa berwasiat untuk
    menyumbangkan organ tubuhnya kepada orang lain. Atau, keluarga berinisiatif menyumbangkan organ keluarganya yang telah meninggal untuk orang lain.




    Itulah yang dilakukan keluarga Laylah Petersen.
    Bocah lima tahun asal Milwaukee, Wisconsin,
    Amerika Serikat, yang tewas karena ditembak orang tak dikenal. Pihak keluarga memutuskan untuk menyumbangkan jantung Laylah untuk anak lainnya yang membutuhkan. Kasus penembakan Laylah ini menarik perhatian masyarakat setempat. Polisi setempat bahkan berjanji tak akan beristirahat sebelum penembak Laylah ditangkap. Polisi mengimbau masyarakat Milwaukee untuk memberikan informasi sekecil apapun yang diketahui terkait kasus ini. Kepala Polisi Milwaukee, Edward Flyn, bahkan meneteskan air mata saat menggelar jumpa pers. Dia berjanji akan terus menyimpan foto Laylah dan akan menunjukkannya kepada cucu-cucunya, hingga para bandit penembak anak tak berdosa itu tertangkap. "Dia selalu berada di hati kami, seperti jantungnya
    yang akan disumbangkan kepada orang lain," tutur
    Flynn dikutip Dream dari Emirates 24l7. "Kita tahu bahwa dari kejadian yang mengerikan ini, dia akan tetap hidup dan menyelamatkan kehidupan." Polisi yakin Laylah korban salah asaran. Namun,
    polisi tetap akan menyelidiki motif lain dalam kasus
    penembakan yang terjadi beberapa hari yang lalu
    itu.




    Dalam penyelidikan, polisi menemukan puluhan
    selongsong peluru di rumah kakek Laylah. "Petugas tidak akan beristirahat sampai kami
    menemukan dan menyeret pelaku penembakan ini
    ke pengadilan," ujar Flynn. Sebuah sayembara pun digelar. Siapa saja yang memiliki informasi tentang pelaku penembakan dan bisa membantu menangkapnya akan diberi hadiah sebesar US$ 5 ribu atau sekitar Rp 60 juta.
  • tersentuh membaca cerita Jhon Jerryson ...
  • Seorang mahasiswa asal Chengdu, China rela menjadikan pahanya sebagai bantal bagi kakek
    yang tertidur dalam bus. Sambil berdiri, mahasiswa Southwest Jiaotong University itu menahan kepala seorang kakek yang tertidur dengan pahanya.




    Saat mahasiswa yang tak disebutkan namanya itu
    melihat seorang kakek terangguk-angguk karena
    tidur, dia segera maju dan menjadikan pahanya
    sebagai bantal. Mahasiswa itu tetap berdiri kira-kira 20 menit sampai kakek itu bangun dan turun dari bus. Gambar mahasiswa yang menjadikan pahanya sebagai bantal itu menjadi viral dan mendapat julukan "Warga China yang Baik". "Aku tidak berpikir macam-macam waktu itu. Aku
    hanya khawatir kakek itu akan jatuh," kata
    mahasiswa tersebut.
  • Ini kisah Tabassum. Perempuan muslim India yang bertahun-tahun mengabdikan dirinya
    untuk membantu anak-anak pengidap HIV. Dia
    menempuh segala risiko untuk menyelamatkan
    anak-anak dari kalangan Hindu. Segala tentangan
    dari masyarakat dia terabas untuk niat mulia itu.
    "Saya dengan bangga mengatakan bahwa di Snehadeep, saya merawat 14 anak perempuan yang berusia 7 hingga 12 tahun dan mereka semua adalah orang Hindu,” kata Tabassum dikutip Dream dari On Islam,




    Tabassum tak pernah memandang dari kalangan
    mana orang yang dia tolong. Di pusat perawatan
    medis Snehadeep itu dia mengulurkan tangannya
    dengan tulus. “Tidak ada agama yang tahu anak-
    anak ini jatuh sakit.” Tabassum telah dua tahun menjalankan pengobatan kepada anak-anak yang positif mengidap HIV. Tak mudah bagi dia untuk menjalankan pelayanannya di Negara Bagian Karnataka ini. Sebab, tentangan juga datang dari keluarganya sendiri.




    Meski mendapat tentangan, Tabassum tetap
    meneruskan bantuannya. Dia terus mendedikasikan diri kepada anak-anak malang tersebut. Apa yang dia lakukan ini karena terinspirasi oleh kerabatnya yang meningal setelah dua hari terdeteksi terjangkit
    HIV. “Selama 14 tahun terakhir, saya telah bekerja untuk anak-anak pengidap HIV positif dan perempuan hamil. Pandanganku berubah setelah kejadian itu,” tutur dia. Bagi seorang muslimah di India, tak mudah bekerja sebagai relawan lembaga swadaya masyarakat di negara yang mayoritas menganut agama Hindu.
    “Ini tak pernah mudah bagi perempuan untuk maju dan bekerja, khususnya dengan LSM di mana Anda berurusan dengan beragam orang. Saya kadang- kadang berjuang untuk tentangan yang datang dari keluarga dan terus maju,” kata dia.




    Apa yang dibayangkan oleh Tabassum adalah masa depan anak-anak pengidap HIV ini. Mereka
    ditinggalkan oleh orangtua, kerabat, dan teman-
    temannya. Secara psikologis, anak-anak itu terluka. Itulah yang dipahami oleh Tabassum.
    “Sering kali, keluarga mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari anak-anak. Lebih dari
    kesehatan fisik mereka, anak-anak ini menderita
    sakit psikologis,” ujar Tabassum. Tabassum juga mengajarkan anak-anak itu untuk membaca surat kabar setiap hari. Mencari tahu setiap obat baru yang dapat menyembuhkan mereka. Menurut dia, anak-anak itu tahu umurnya tak akan panjang lagi. Inilah bagian yang sulit bagi Tabassum untuk membuat anak-anak itu tetap optimis.
    “Ketika anak-anak ini berada pada tahap terakhir
    mereka dan dipindahkan ke rumah sakit, tak seorang pun dari keluarga mereka menjenguk anak-anak ini. Seringkali, mereka dibiarkan mati sendiri,” ujar dia.




    Saat itulah hati Tabassum merasa tercacah. Pilu
    meratapi nasib anak-anak malang ini. Namun, dia
    menguatkan hati untuk terus memberikan perhatian kepada mereka. Tanpa rasa lelah. Dia berbuat apapun yang bisa dilakukan.
    “Dalam setiap kematian, saya hanya berdoa dan
    berharap bahwa ini adalah anak terakhir yang
    meninggal,” ujar dia. Untuk menjalankan pelayanan ini, Tabassum harus merogoh koceknya. Karena biaya terus membengkak, mau tak mau dia harus meminta sumbangan kepada masyarakat.
    “Saya biasanya meminta sumbangan dari rumah ke rumah pada hari Minggu, meminta bantuan orang,” kata Tabassum.
Sign In or Register to comment.