It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
1813 – ia mengalami kebangkrutan dalam usahanya
1832 – ia menderita kekalahan dalam pemilihan kepala daerah tingkat lokal
1833 – ia kembali menderita kebangkrutan
1835 – istrinya meninggal dunia
1836 – ia menderita tekanan mental sedemikian rupa, sehingga hampir saja masuk rumah sakit jiwa 1837 – ia menderita kekalahan dalam suatu kontes pidato
1840 – ia gagal dalam pemilihan anggota senat Ameika Serikat
1842 – ia menderita kekalahan untuk duduk didalam konggres Amerika Serikat
1848 – ia kalah lagi di konggres Amerika Serikat 1855 – ia gagal lagi di senat Amerika Serikat
1856 – ia kalah dalam pemilihan untuk menduduki kursi wakil presiden
1858 – ia kalah lagi di senat Amerika Serikat
1860 – ia akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat
Siapakah dia?
Namanya Abraham Lincoln. Mungkin kalau orang lain yang mengalami demikian banyak kegagalan mungkin ia sudah mundur secara teratur. Tetapi Abraham Lincoln maju terus, kata mundur sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Akibatnya, setelah semua kegagalan ia dapati, ia kemudian mencapai suatu sukses yang luar biasa.
berbintang lima . Sang petugas satpam yang
berdiri di samping pintu hotel menangkap
kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya
memandang saja dengan awas ke arah langkah
wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama,
ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap
wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya
tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala.
Mejanya masih kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri.
Adakah seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita
itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari
mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu
dewasa. Tapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa. Setelah
sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam
itu untuk mendekati meja wanita itu dan
bertanya: ”Maaf, nona … Apakah anda sedang menunggu
seseorang?”
”Tidak!” Jawab wanita itu sambil mengalihkan
wajahnya ke tempat lain.
”Lantas untuk apa anda duduk di sini?”
”Apakah tidak boleh?” Wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam..
”Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya
diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati
layanan kami.”
”Maksud, bapak?”
”Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk disini.”
”Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang.
Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk
sesuatu yang akan saya jual.” Kata wanita itu
dengan suara pelan.
”Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini?” Petugas satpam memperhatikan wanita itu. Tak
nampak ada barang yang akan dijual. Mungkin
wanita ini adalah pramuniaga yang hanya
membawa brosur. ”Ok lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah
tempat untuk berjualan. Mohon mengerti.”
”Saya ingin menjual diri saya,” kata wanita itu
dengan tegas sambil menatap dalam-dalam ke
arah petugas satpam itu. Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke
kiri dan ke kanan. ”Mari ikut saya,” kata petugas satpam itu
memberikan isyarat dengan tangannya. Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperatif
karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam
itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti
petugas satpam itu. Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya
untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar
ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung
yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel
ini. Di tempat inilah deal berlangsung. ”Apakah anda serius?”
”Saya serius.” Jawab wanita itu tegas.
”Berapa tarif yang anda minta?”
”Setinggi-tingginya."
”Mengapa?” petugas satpam itu terkejut sambil
menatap wanita itu. ”Saya masih perawan...”
”Perawan?” Sekarang petugas satpam itu benar-
benar terperanjat. Tapi wajahnya berseri. Peluang
emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini..
Pikirnya...
”Bagaimana saya tahu anda masih perawan?” ”Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu
membedakan mana perawan dan mana bukan.. Ya
kan …”
”Kalau tidak terbukti? ”
”Tidak usah bayar …”
”Baiklah …” Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
”Saya akan membantu mendapatkan pria kaya
yang ingin membeli keperawanan anda.”
”Cobalah.”
”Berapa tarif yang diminta?”
”Setinggi-tingginya.” ”Berapa?”
”Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa?”
”Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel
ini. Tunggu sebentar ya.” Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita
itu. Tak berapa lama kemudian, petugas satpam
itu datang lagi dengan wajah cerah. ”Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta
Rp. 5 juta. Bagaimana?”
”Tidak adakah yang lebih tinggi?”
”Ini termasuk yang tertinggi,” Petugas satpam itu
mencoba meyakinkan.
”Saya ingin yang lebih tinggi…” ”Baiklah. Tunggu disini …” Petugas satpam itu
berlalu. Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi
dengan wajah lebih berseri. ”Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp. 6 juta
rupiah. Bagaimana?”
”Tidak adakah yang lebih tinggi?”
”Nona, ini harga sangat pantas untuk anda.
Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria,
anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai keperawanan anda diambil oleh pacar anda,
andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali
janji. Dengan uang Rp. 6 juta anda akan
menikmati layanan hotel berbintang untuk
semalam dan keesokan paginya anda bisa
melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik
terhadap saya. Karena saya akan mendapatkan
komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan.
Kita sama-sama butuh …”
”Saya ingin tawaran tertinggi …” jawab wanita
itu, tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu. Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak
kehilangan semangat. ”Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tapi
sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju
anda disingkapkan sedikit. Agar ada sesuatu yang
memancing mata orang untuk membeli.” kata
petugas satpam itu dengan agak kesal. Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam
itu tapi tetap mengikuti langkah petugas satpam
itu memasuki lift. Pintu kamar hotel itu terbuka.
Dari dalam nampak pria bermata sipit agak
berumur tersenyum menatap mereka berdua. ”Ini yang saya maksud, tuan. Apakah tuan
berminat? ” Kata petugas satpam itu dengan
sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke
sekujur tubuh wanita itu …
”Berapa?” Tanya pria itu kepada Wanita itu. ”Setinggi-tingginya.” jawab wanita itu dengan
tegas.
”Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang?
” kata pria itu kepada sang petugas satpam.
”Rp. 6 juta, tuan...”
”Kalau begitu saya berani dengan harga Rp. 7 juta untuk semalam.” Wanita itu terdiam. Petugas satpam itu
memandang ke arah wanita itu dan berharap ada
jawaban bagus dari wanita itu. ”Bagaimana?” tanya pria itu.
”Saya ingin lebih tinggi lagi …” kata wanita itu. Petugas satpam itu tersenyum kecut. ”Bawa pergi wanita ini.” kata pria itu kepada
petugas satpam sambil menutup pintu kamar
dengan keras.
”Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah
anda benar benar ingin menjual?”
”Tentu!” ”Kalau begitu mengapa anda menolak harga
tertinggi itu …”
”Saya minta yang lebih tinggi lagi …” Petugas satpam itu menghela napas panjang.
Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin
kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap
membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya. ”Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja,
ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang
lainnya.” Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha
memandang satu per satu pria yang ada. Berusaha
mencari langganan yang biasa memesan wanita
melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang
nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari
hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya. ”Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25
juta Rupiah. Apakah itu tidak cukup?” Terdengar
suara pria itu berbicara. Wajah pria itu nampak
masam seketika.
”Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen
kamu. Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?!” Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu
sedang berbicara dengan wanita. Kemudian,
dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada
kekesalan di wajah pria itu. Dengan tenang, petugas satpam itu berkata
kepada Pria itu: ”Pak, apakah anda butuh wanita
…?” Pria itu menatap sekilas kearah petugas satpam
dan kemudian memalingkan wajahnya. ”Ada wanita yang duduk di sana.” Petugas satpam
itu menujuk ke arah wanita tadi. Petugas satpam itu tak kehilangan akal untuk
memanfaatkan peluang ini. “Dia masih perawan..” Pria itu mendekati petugas satpam itu. Wajah
mereka hanya berjarak setengah meter. ”Benarkah
itu?”
”Benar, pak.”
”Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu …”
”Dengan senang hati. Tapi, pak …Wanita itu minta harga setinggi tingginya.”
”Saya tidak peduli …” Pria itu menjawab dengan
tegas. Pria itu menyalami hangat wanita itu. ”Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu
minta. Nah, sekarang seriuslah ….” Kata petugas
satpam itu dengan nada kesal.
”Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu
sambil menyisipkan uang kepada petugas satpam
itu. Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya. Di
dalam kamar … ”Beritahu berapa harga yang kamu minta?”
”Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari
penyakit.”
”Maksud kamu?”
”Saya ingin menjual satu-satunya harta dan
kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Itulah cara saya berterima kasih ….”
”Hanya itu ...?”
”Ya …!” Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak
terlalu muda untuk menjual kehormatannya.
Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula
menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin
tampil sebagai petarung gagah berani di tengah
kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu
kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari
kehormatan sebuah keperawanan bagi wanita.
Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa
ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan
gelombang laut melainkan ikut ke mana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan di
atas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan
akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang
terhormat pula dengan cara-cara terhormat. ”Siapa nama kamu?”
”Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang bisa
bapak bayar …” Kata wanita itu.
”Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena
kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar.”
”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan!” ”Ada !” kata pria itu seketika.
”Sebutkan!”
”Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat
saya beli dari kamu. Terimalah uang ini.
Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu
ke rumah sakit. Dan sekarang pulanglah … ” kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas
kerjanya.
”Saya tidak mengerti …”
”Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan
saya. Dia menikmati semua pemberian saya tapi
dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu
meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa
terima kasih dari seorang wanita yang gagah
berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini
suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya
bisa membayar …” ”Dan, apakah bapak ikhlas…?”
”Apakah uang itu kurang?”
”Lebih dari cukup, pak …”
”Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu
hal?”
”Silahkan …” ”Mengapa kamu begitu beraninya …”
”Siapa bilang saya berani. Saya takut pak … Tapi
lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan
cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan
semuanya gagal. Ketika saya mengambil keputusan
untuk menjual kehormatan saya maka itu bukanlah karena dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan
akal saya yang `bodoh` … Saya hanya bersikap dan
berbuat untuk sebuah keyakinan …”
”Keyakinan apa?”
”Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa
saja, maka Tuhan lah yang akan menjaga kehormatan kita …” Wanita itu kemudian
melangkah ke luar kamar. Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
”Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini …”
”Kesadaran.."
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh. Seorang
ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh
dekapan hangat anaknya. ”Kamu sudah pulang, nak?”
”Ya, bu … ”
”Kemana saja kamu, nak … Huh”
”Menjual sesuatu, bu …”
”Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan
wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum … Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia
untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba
pongah ini. Di tengah situasi yang tak ada lagi
yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan
menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakan.
Tapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan …. ”Kini saatnya ibu untuk berobat …” Digendongnya
ibunya dari pembaringan, sambil berkata: ” Tuhan
telah membeli yang saya jual…” Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih
setia menunggu di depan rumahnya. Dimasukannya
ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan
berkata kepada supir taksi: ”Antar kami kerumah
sakit…”
mendengarkan saya, namun entah mengapa dia
mau mendengarkan nasehat Anda. Ohya, dia
terlalu banyak makan gula. Saya sangat khawatir...
Jadi, bisakah Anda menasehatinya agar tidak
makan gula terlalu banyak?” Gandhi yang saat itu belum populer mengatakan “Tentu, Bu. Saya
akan menasehatinya...". Hari-hari pun berlalu
sejak percakapan itu. Hari berlalu dan menjadi mingggu demi minggu, minggu berlalu menjadi bulan, namun si anak masih makan gula sebanyak sebelumnya. Melihat tidak ada perubahan, suatu ketika Ibu semangnya itu menemui Gandhi lagi dan berkata “Tuan Gandhi, apa anda ingat apa yang saya katakan beberapa minggu lalu mengenai kebiasaan putera saya makan gula? Anda bilang akan menasehatinya, tapi kenapa belum?” Gandhi menjawab: “Saya sudah menasehati putera ibu agar tidak makan gula banyak, tapi baru pagi ini...” “Baru pagi ini? Mengapa menunggu selama itu?”
Tanya Ibu semangnya. “Karena, saya pun baru kemarin berhenti makan gula,” jawab Gandhi.
Untuk memeberi nasehat kepada seseorang,
apalagi melarang, tak cukup dengan kata-kata.
Tapi harus dimulai dari diri sendiri.
mereka termasuk tiga serangkai "Jeger" dikampungnya orang lain tidak ada yang berani
melawan ketiga pemuda ini meskipun diantara
mereka pun sering terjadi perselisihan dari hal-
hal yang sepele sampai urusan yang lebih besar
tapi setiap terjadi perkelahian diantara mereka
belum pernah ada yang menang atau pun kalah karena sama jagonya sampai akhirnya mereka
bertiga bersahabat akrab. Nama ketiga orang itu sama di awali dengan hurup ” A ” Abdullah, Abidin, dan Abdul Gafur, ketiganya selalu berangkat kemudian nongkrong bersama-sama sambil mencari obyekan, maklum ketiga orang ini adalah pengangguran dan sudah lama belum dapat pekerjaan tetap. Suatu hari si Abidin mengajak kedua temannya untuk bekerja ke Luar Negri, mereka semua sepakat untuk bekerja di luar negri bersama sama tanpa keterampilan khusus bukan masalah bagi mereka karena nanti juga bisa belajar, kalaupun belum sempat belajar mungkin di luar negri juga mereka bisa jadi preman, Pendapat Abdul Gapur. Setelah mengumpulkan bekal seadanya mereka bertiga berangkat ke luar negri menggunakan kapal layar karena satu satunya alat transfortasi untuk ke Negeri sebrang waktu itu hanya kapal layar, kalaupun ada kapal terbang mana mungkin
ketiga Preman ini punya uang buat beli tiket, karena waktu itu belum ada perusahaan pengerah tenaga kerja, Perlu berminggu-minggu untuk sampai di negeri tujuan dan pada minggu ke tiga terjadilah bencana pada kapal layar yang mereka tumpangi,
kapal layar tersebut terserang badai hingga tenggelam semua penumpang mati kecuali ketiga jagoan kita ini karena mereka juga jago berenang, di tengah laut yang luas itu mereka bertiga tetap bersama-sama sambil berharap ada
pertolongan yang datang. Entah hari yang keberapa setelah kapal tenggelam ketiga jagoan ini masih kuat maklum mereka kan jago segalanya, sampai suatu saat mereka melihat tiga ekor ikan lumba lumba berenang ke dekat mereka dan tanpa berunding terlebih dahulu ketiga orang ini langsung naik ke atas punggung ikan lumba lumba seorang satu ekor. Ketiga ikan lumba lumba kaget dan langsung kabur sambil membawa ketiga jagoan itu. Karena ketiga orang ini memang jago meskipun ikan lumba lumba berenang cepat sambil loncat-loncat diatas air ketiga jagoan ini tetap menclok di punggung ikan, entah berapa berapa lama mereka naik ikan sampai suatu saat ketiga orang tersebut melihat sebuah kapal dengan layar yang sudah compang-camping berlayar di tengah lautan, dan tanpa komando ketiga jagoan kita langsung loncat dari punggung ikan lumba lumba kemudian berenang ke arah kapal tersebut dan naik keatasnya, Alangkah kagetnya mereka karena diatas kapal itu bergelimpangan mayat-mayat yang sudah mengering bahkan ada satu mayat yang jidatnya di paku ke tiang layar, belum sempat melepas lelah karena memang tidak terlau lelah mereka bertiga sepakat untuk membersihkan kapal itu dari mayat yang bergelimpangan tapi aneh mayat-mayat yang sudah kering itu tidak bisa diangkat dan lengket ke lantai kapal, akhirnya ketiga jagoan ini menyerah baru kali ini mereka menyerah. Karena rasa lelah sudah tidak tertahan lagi mereka bertiga tertidur pulas, tengah malam mereka terbangun oleh suara ribut diatas kapal seperti orang sedang berkelahi mereka bertiga melihat apa yang terjadi memang benar orang- orang yang tadinya mati sekarang hidup lagi dan saling membunuh sampai menjelang pajar mereka semua mati dalam posisi seperti keadaan ketika mereka bertiga melihat mayat-mayat yang sudah kering, Pada siang harinya ketiga jagoan memeriksa keadaan kapal ternyata dalam kapal itu banyak sekali persediaan makanan dan perhiasan emas berlian yang mahal harga, akhirnya mereka berkesimpulan kapal ini pastilah kapal Bajak laut yang terkena kutukan. Kemudian mereka sepakat untuk menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dengan kapal ini. Mereka membuat tempat pengitaian yang terlidung untuk memantau keadaan kapal pada malam hari. Ketika matahari sudah tenggelam mualilah terjadi sesuatu yang aneh, semua orang di kapal itu hidup kembali secara normal rupanya mereka
mau mengadakan pesta minum-minum sampai mabuk karena terlihat seseorang membawa satu tong anggur kemudian tempat minum yang terbuat dari logam di isi dengan anggur dan mereka minum bersama-sama sambil bercanda. Tiba-tiba terlihat oleh ketiga jagoan itu seorang Tua dengan jenggot putih naik keatas kapal kemudian seorang bajak laut yang sedang mabuk mendekati orang tua itu dan mempermainkannya. Orang tua tersebut melawan tapi teman-teman bajak laut makin senang seperti anak kecil yang dapat mainan baru akhirnya mereka menggantung orang tua tersebut dengan kaki di atas kemudian memukuli orang tua itu beramai-ramai. Tindakan mereka sungguh kejam tapi bajak laut memang semuanya kejam, kalau tidak kejam enggak bakalan lulus testing jadi Bajak laut. Sebelum meninggal Orang tua yang disiksa tadi mengucapkan kutukan ”Semua bajak laut dikapal ini akan mati berkali kali secara menggenaskan sampai badan mereka menyentuh tanah." Tapi mana ada bajak laut yang sedang mabuk percaya kutukan itu, setelah orang tua itu meninggal terjadilah kutukan yang di ucapkan tadi sesama bajak laut mulai bertengkar dan saling membunuh persis seperti kejadian malam sebelumnya, dan itu terjadi setiap malam selama bertahun-tahun karena mereka diatas kapal sehingga tidak bisa menyentuh tanah. Suatu pagi yang cerah tanpak oleh ketiga jagoan kita daratan, mereka bertiga sepakat untuk berenang menuju daratan dengan cara berenang karena dikapal bajak laut ini tidak ada sekoci. Begitu sampai di daratan mereka bertiga mencari orang pinter untuk menceritakan kejadian di kapal bajak laut itu. Seorang yang paling disegani di kampung itu setuju ikut untuk memeriksa keadaan kapal yang dimaksud dengan
syarat bagi hasil akhirnya OK karena harta karun di kapal itu cukup banyak. Dengan perahu kecil mereka berempat berangkat menuju kapal bajak laut tersebut. Setelah sampai di kapal orang pinter ini mulai membacakan manteranya kemudian dia mengambil segumpal tanah dari dalam sakunya dan dioleskan ke mayat bajak laut yang sudah mengering tiba-tiba mayat bajak laut itu mengeluarkan darah dari bekas lukanya kemudian terlepas dari badan kapal tempat mayat itu menempel. Kemudian ketiga jagoan membuang mayat mayat itu kelaut. Hari hampir senja pekerjaan nyemplungin mayat ke laut baru selesai tinggal sekarang acara bagi hasil. Semua harta yang ada di kapal di kumpulkan termasuk bahan makanan untuk di bagi diantara mereka. Ketika pembagian dilaksanakan orang pinter minta 50% karena merasa dia yang paling berjasa. Sebenarnya ketiga jagoan kita ini maunya adil semua di bagi empat jadi masing-masing 25%, tapi orang pinter tetap ngotot bahkan dia mengancam akan mengeluarkan dekrit maksudnya kutukan. Ketiga
jagoan takut juga kalau dikutuk, akhirnya mereka
terpaksa setuju permintaan orang pinter itu. Semua harta di bagi dua setengahnya untuk orang pinter dan setengahnya lagi untuk tiga jagoan. Orang pinter mulai menaikkan barang hasil pembagian ke perahu kecil miliknya, semua barang sudah naik tinggal seperempat karung beras yang belum naik tapi perahu sudah hampir tenggelam karena perahunya terlau kecil. Ketiga jagoan mengusulkan agar beras yang seperempat
karung ditinggal saja karena kuatir berahu kecil itu tidak akan kuat nanti bisa tenggelam kata mereka. Tapi dasar rakus orang pinter itu tetap minta beras bagiannya dinaikkan juga. Benar juga dugaan ketiga jagoan baru saja perahu bergerak seratus meter tiba-tiba ada ombak yang
cukup besar menghantam perahu tersebut sampai terbalik dan sialnya si orang pinter tidak bisa berenang maka matilah dia. Ketiga jagoan tidak bisa menolong karena hari sudah gelap. Tinggal sekarang bagi hasil antara ketiga jagoan itu dari sisa yang 50% semua di bagi rata tinggal satu buah guci made in China berasal dari dinasti Ming yang harganya cukup mahal di pasaran kalau guci tersebut dibagi tiga jelas tidak mungkin karena guci pecah tidak ada harganya. Akhirnya mereka bertiga sepakat untuk menyelesaikan masalah guci ini dengan adu panco, peraturannya siapa yang biasa mengalahkan dua orang berhak atas guci tersebut. Maka dimulailah adu panco Abdullah melawan Abidin yang menang Abdullah nilai = 1, kemudian Abdullah melawan Abdul Gafur yang menang Abdul gafur nilai = 1, Abdul Gafur melawan Abidin yang menang Abidin nilai = 1 sampai pagi tidak ada yang bisa mengalahkan 2 orang karena sama jagonya mereka bertiga tidak ada yang keluar sebagai pemenang dan berhak atas guci antik tersebut Karena sudah putus asa mereka bertiga serempak masing-masing mengambil pedang kemudian Abdullah menusuk Abidin, Abidin menusuk Abdul Gafur dan Abdul Gafur menusuk Abdullah akhirnya mereka bertiga mati bersama-
sama diatas kapal bajak laut itu sebelum sempat menikmati harta karun yang mereka dapatkan
gurunya yang tinggal di seberang sungai. “Guru, kini murid sudah mencapai tingkat spiritual ‘Tidak goyah oleh goncangan 8 angin’ . Kini jiwa murid tenang dan tegar bagai gunung, hening bagai air telaga dan ... (seterusnya...) Delapan angin yang dimaksud adalah delapan kondisi hidup, yaitu : Pujian dan Penghinaan, Popularitas dan nama buruk, aman sejahtera dan Bahaya, Berkah dan Musibah. Setelah membaca, Sang guru dengan senyum sabar membalas surat muridnya. Su Dong Bo dengan bangga membuka surat gurunya. Dalam surat hanya tertulis satu kata: "Kentut (bohong)" Si Murid langsung naik pitam,” Guru sungguh keterlaluan, selalu negative thinking, suka curiga, prejudis, prasangka buruk, aku harus segera menemui guru, ku ajak debat terbuka, akan kubuktikan kalau aku tidak bohong!” Si Murid segera mendayung sampan menyeberang sungai. Setelah tiba di seberang sungai bergegas menuju biara gurunya. Baru mau mengetuk pintu biara, tangannya tertahan, mukanya yang merah padam berubah pucat. Kesombongannya hilang berganti rasa malu. Dengan kepala menunduk, melangkah pelan kembali ke sampannya, mendayung pulang. Apa yang terjadi? Di depan pintu biara gurunya menempel secarik kertas : “Katanya tidak goyah oleh goncangan 8 angin, ternyata hanya dengan sebuah kata Kentut saja kamu sudah terpukul dan terpelanting hingga menyeberang sungai.” Kebenaran itu bukan hanya sekedar pemahaman, pemahaman hanyalah sebuah konsep dan konsep bukanlah kebenaran itu sendiri. Kebenaran yang hidup adalah pengalaman yg harus langsung dijiwai dan diterapkan dalam prilaku kehidupan sehari-hari. Si Murid hanya berteori, tetapi gurunya mau dia langsung mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Si Murid hanya mengetahui sebatas teori dan pemahaman, sementara gurunya mau muridnya memasuki pengalaman langsung dan penerapan dalam kehidupan sehari-hari !!
Evelen dekat rumahnya untuk membeli sesuatu,
dengan pesanan untuk segera kembali ke rumah
setelah membeli barang yang dimaksud. Namun
sejam...dua jam kini telah berlalu. Liping belum
juga kembali dan hal ini membuat ibunya penasaran dan cemas.
"Ke mana saja engkau pergi?" Tanya ibunya dengan teriakan keras ketika Liping akhirnya
muncul di depan pintu. "Mami...maafkan Liping. Aku tahu kalau akuterlambat pulang." Kata Liping penuh penyesalan. "Tapi...tadi boneka Lingling, teman Liping, rusak. Aku harus membantunya
memperbaiki boneka itu." Lanjut Liping
menjelaskan.
"Engkau membantu Lingling memperbaiki
bonekanya? Bagaimana caranya engkau
memperbaikinya?" Lanjut ibunya dengan penuh rasa heran.
"Jujur bu...,saya tak mampu perbaiki bonekanya... saya hanya duduk di samping Lingling dan menangis bersamanya." Lanjut
Liping.
Tertawalah bersama mereka yang tertawa dan menangislah bersama mereka yang menangis. Sahabat adalah ia yang senantiasa berada di
sampingmu, bahkan juga di saat ketika dunia seakan mati.
tak mau terlambat. Apalagi ia tahu perempatan di
situ cukup padat sehingga lampu merah biasanya
menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya
agak lenggang. Lampu berganti kuning. Hati Mike berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Mike bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja. “Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak,” pikirnya sambil terus melaju. Prit.....!!! Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya berhenti. Mike menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing. Hey, itu kan Jack, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Mike agak lega. Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya. “Hai, Jack. Senang sekali ketemu kamu lagi!” “Hai, Mike.” Tanpa senyum. “Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di rumah.” “Oh ya?” Tampaknya Jack agak ragu. Nah, bagus kalau begitu. “Jack, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong.” “Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di persimpangan ini.” Oh-oh, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Mike harus ganti strategi. “Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala.” Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan. “Ayo dong Mike. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIMmu.” Dengan ketus Mike menyerahkan SIM lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya. Sementara Jack menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Jack mengetuk kaca jendela. Mike memandangi wajah Jack dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela itu sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa berkata-kata Jack kembali ke posnya. Mike mengambil surat tilang yang diselipkan Jack di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru Mike membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Jack. “Halo Mike, Tahukah kamu Mike, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, Ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk.
Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan aku Mike. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah.
"Jack” Mike terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Jack. Namun, Jack sudah meninggalkan pos jaganya entah kemana. Sepanjang jalan pulang ia mengemudi perlahan dengan hati tak tentu sambil berharap kesalahannya dimaafkan. Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.
kecil, ada sebuah bangunan kayu mungil yang
atapnya ditutupi oleh seng-seng. Itu adalah
rumah yatim piatu di mana banyak anak tinggal
akibat orangtua mereka meninggal dalam
perang. Tiba-tiba, kesunyian pagi itu dipecahkan oleh
bunyi mortir yang jatuh di atas rumah yatim
piatu itu. Atapnya hancur oleh ledakan, dan
kepingan-kepingan seng mental ke seluruh
ruangan sehingga membuat banyak anak yatim
piatu terluka. Ada seorang gadis kecil yang terluka di bagian
kaki oleh kepingan seng tersebut, dan kakinya
hampir putus. Ia terbaring di atas puing-puing
ketika ditemukan, P3K segera dilakukan dan
seseorang dikirim dengan segera ke rumah sakit
terdekat untuk meminta pertolongan. Ketika para dokter dan perawat tiba, mereka mulai memeriksa anak-anak yang terluka. Dokter
melihat gadis kecil itu, ia menyadari bahwa
pertolongan yang paling dibutuhkan oleh gadis
itu secepatnya adalah darah. Ia segera melihat
arsip yatim piatu untuk mengetahui apakah ada
orang yang memiliki golongan darah yang sama. Perawat yang bisa berbicara bahasa Korea mulai
memanggil nama-nama anak yang memiliki
golongan darah yang sama dengan gadis kecil itu. Beberapa menit kemudian, setelah terkumpul
anak-anak yang memiliki golongan darah yang
sama, dokter berbicara kepada grup itu dan
perawat menerjemahkan, "Apakah ada di antara
kalian yang bersedia memberikan darahnya
untuk gadis kecil ini?" Anak-anak tersebut tampak ketakutan, tetapi tidak ada yang
berbicara. Sekali lagi dokter itu memohon, "Tolong, apakah
ada di antara kalian yang bersedia memberikan
darahnya untuk teman kalian, karena jika tidak,
ia akan meninggal!!!" Akhirnya, ada seorang bocah laki-laki di
belakang mengangkat tangannya dan perawat
membaringkannya di ranjang untuk
mempersiapkan proses transfusi darah. Ketika perawat mengangkat lengan bocah untuk
membersihkannya, bocah itu mulai gelisah.
"Tenang saja," kata perawat itu, "Tidak akan
sakit kok." Lalu dokter mulai memasukan jarum,
ia mulai menangis. "Apakah sakit?" tanya dokter
itu. Tetapi bocah itu malah menangis lebih kencang. "Aku telah menyakiti bocah ini!" kata
dokter itu dalam hati dan mencoba untuk
meringankan sakit bocah itu dengan
menenangkannya, tetapi tidak ada gunanya. Setelah beberapa lama, proses transfusi telah
selesai dan dokter itu minta perawat untuk
bertanya kepada bocah itu. "Apakah sakit?" Bocah itu menjawab, "Tidak, tidak sakit." "Lalu kenapa kamu menangis?", tanya dokter itu. "Karena aku sangat takut untuk meninggal"
jawab bocah itu. Dokter itu tercengang! "Kenapa kamu berpikir
bahwa kamu akan meninggal?" Dengan air mata di pipinya, bocah itu menjawab,
"Karena aku kira untuk menyelamatkan gadis itu
aku harus menyerahkan seluruh darahku!" Dokter itu tidak bisa berkata apa-apa, kemudian
ia bertanya, "Tetapi jika kamu berpikir bahwa
kamu akan meninggal, kenapa kamu bersedia
untuk memberikan darahmu?" Sambil menangis ia berkata, "Karena ia adalah
temanku, dan aku mengasihinya!"
sedikit cahaya rembulan menerobos masuk ke
dasar laut dimana seekor kerang sedang duduk
menikmati suasana temaram dan tenang.
Gelombang lembut di dasar laut sana membawa
pasir-pasir menari mengikuti arus bermain. Sebutir pasir masuk ke dalam tubuh kerang, membuat
sang kerang kaget. Heiii, siapakah kau gerangan ,
sang kerang bertanya. Aku adalah pasir,
gelombang lautlah yang membawa aku
ketempatmu. Siapakah kau ? tanya sang pasir. Aku
kerang, penghuni dasar lautan ini. Demikianlah perkenalan sang kerang dengan butir pasir
tersebut. Perkenalan tersebut pada awalnya hampa rasanya, mungkin hanya ibarat sebutir pasir besarnya. Sampai suatu saat, sang dewi rembulan melihat persahabatan yang hampa tersebut. Sang dewi berkata, wahai kerang tidakkah kau dapat lebih mencurahkan rasa persahabatan mu pada butir pasir lembut tersebut, dia begitu kecil dan lembut. Mulai sekarang biar aku mengajarkan bagaimana rasa persahabatan itu agar hidupmu lebih berarti. Dengan lembut sang dewi mengajarkan, tidak sia- sia apa yang diajakan sang dewi rembulan, persahabatan antara sang kerang dengan butir pasir lembut tersebut berbuah hasil. Ada canda, ada tawa, mereka berbagi masalah. Persahabatan itu telah merubah butir pasir lembut tersebut menjadi sebutir mutiara muda yang berwarna putih. Warna putih tersebut merupakan warisan sang dewi rembulan kepada mereka. Disuatu siang yang terik , pada saat mereka sedang
berbagi rasa di dasar laut yang berselimut pasir putih. Tiba-tiba mereka mendengar seruan … hai sahabat, apa yang sedang kalian lakukan ? Sang kerang menjawab “siapa kah engkau gerangan ? “ Wahai kerang tidakkah engkau mengenali aku ? aku Surya, dewa penguasa matahari yang menyinari seluruh bumi di siang hari. Aku melihat persahabatan mu dan mutiara muda itu tulus sekali. Sang kerang menjawab, itu merupakan hasil didikan dewi rembulan yang lembut dan penuh cinta kasih. “ Kalau begitu, biar aku lengkapi ajaran sang dewi, biar aku ajarkan kepada kalian tentang hangatnya cinta”,jawab sang matahari. Seiring terbit dan tenggelamnya mentari, sang raja
surya memupuk sang kerang dan mutiara muda dengan perasaan cinta. Jatuh cintalah sang kerang dengan mutiara muda itu. Mutiara muda itu sekarang menjadi sebutir mutiara putih bersih dan berkilau mewarisi sifat sang dewa surya, dan dibalut dengan cinta sang kerang, indah sekali. Hidup sang kerang dan butir mutiara itu indah sekali, cinta mereka tulus, berbagai duka, suka , mereka lalui bersama. Tidak ada hari-hari seindah hari-hari yang mereka lalui. Suatu hari seekor ikan yang lewat berkata kepada sang butir mutiara “ wahai mutiara elok, tahun depan Raja dari kerajaan di sebarang sana akan mengadakan pemilihan mutiara terindah, tidakkah kau tertarik untuk mengikutinya, rupamu elok, aku yakin raja akan memilihmu” kata sang ikan “Benarkah begitu ?” tanya sang mutiara. “Aku akan menyampaikan kabar gembira ini pada sang kerang kekasihku “, sambung sang mutiara. Mulai saat itu sang mutiara rajin mempercantik diri, sang kerang juga memberinya semangat dan dorongan. Namun sang kerang tidak menyadari, keinginan besar sang mutiara untuk menang telah merubah sikap sang mutiara. Sampai suatu hari mutiara tersebut berkata kepada sang kerang “ wahai kekasihku kerang, perlombaan itu hampir tiba saatnya, aku ingin keluar sebagai pemenang, aku ingin mencapai cita-citaku, adalah lebih baik mulai saat ini kau menjadi temanku saja, bukan seorang kekasih. Aku ingin mencurahkan seluruh perhatianku untuk lomba itu, aku tidak mau terganggu” . Kata-kata tersebut melukai perasaan sang kerang, airmata jatuh… “kenapa kau melakukan ini padaku, aku menyayangimu dengan segenap hatiku,tidakkah engkau tau perasaanku, aku memang tidak mudah mengungkapkan perasaanku,
aku kaku laksana kulitku yang keras, tapi mengapa
….. ?” “Kerang yang baik, untuk apa engkau menangis, aku akan tetap menjadi sahabatmu, aku tetap akan menjaga hubungan kita” kata sang mutiara Akhirnya tiba waktu perlombaan tersebut, sang raja langsung jatuh hati kepada butir mutiara tadi.
“Inilah mutiara terindah yang pernah aku jumpai, aku memilihnya” kata sang raja. Akhirnya mutiara tersebut bersanding menjadi liontin sang raja. Setiap hari sang raja mengaguminya. Sang mutiara telah melupakan sang kerang, sang mutiara asik melayani sang raja. Tinggallah sang kerang yang kembali duduk di keheningan di dasar laut sana, sepi,hampa hidup sang kerang itu. Setiap hari ia menunggu sang angin menyampaikan kabar dari sang mutiara, satu hari, dua hari,seminggu tidak ada kabar dari sang mutiara. “Biarlah aku menitip pesanku pada sang angin untuk mutiaraku” pikir sang kerang. “Wahai angin, sampaikan rasa rinduku pada mutiaraku yang ada di negeri seberang sana” pekik
sang kerang. Sang angin menyampaikan pesan tersebut. Namun apa kata sang mutiara indah “ angin, sampaikan kepada sang kerang, jangan ganggu aku,aku sibuk sekali melayani sang raja,dan sampaikan juga padanya untuk mencari mutiara lain saja“. Kabar ini membuat sang kerang sedih, namun dalam kesedihannya rasa sayang sang kerang terhadap sang mutiara mengalahkan rasa kecewanya, ia tetap berdoa pada Ilahi agar sang mutiara berbahagia
sebuah desa. Entah karena apa mereka jatuh ke
dalam suatu pertengkaran serius. Dan ini adalah
pertama kalinya mereka bertengkar sedemikian
hebat. Padahal selama 40 tahun mereka hidup
rukun berdampingan, saling meminjamkan peralatan pertanian, dan bahu membahu dalam
usaha perdagangan tanpa mengalami hambatan.
Namun kerjasama yang akrab itu kini retak. Dimulai dari kesalahpahaman yang sepele saja.
Kemudian berubah menjadi perbedaan pendapat
yang besar. Dan akhirnya meledak dalam bentuk
caci-maki. Beberapa minggu sudah berlalu,
mereka saling berdiam diri tak bertegur-sapa. Suatu pagi, seseorang mengetuk rumah sang
kakak. Di depan pintu berdiri seorang pria
membawa kotak perkakas tukang kayu. "Maaf
tuan, sebenarnya saya sedang mencari
pekerjaan," kata pria itu dengan ramah.
"Barangkali tuan berkenan memberikan beberapa pekerjaan untuk saya selesaikan." "Oh ya!" jawab
sang kakak. "Saya punya sebuah pekerjaan
untukmu. Kau lihat ladang pertanian di seberang
sungai sana. Itu adalah rumah tetanggaku, ...ah
sebetulnya ia adalah adikku. Minggu lalu ia mengeruk bendungan dengan
buldozer lalu mengalirkan airnya ke tengah
padang rumput itu sehingga menjadi sungai yang
memisahkan tanah kami. Hmm, barangkali ia
melakukan itu untuk mengejekku, tapi aku akan
membalasnya lebih setimpal. Di situ ada gundukan kayu. Aku ingin kau membuat pagar
setinggi 10 meter untukku sehingga aku tidak
perlu lagi melihat rumahnya. Pokoknya, aku ingin
melupakannya." Kata tukang kayu, "Saya
mengerti. Belikan saya paku dan peralatan. Akan
saya kerjakan sesuatu yang bisa membuat tuan merasa senang." Kemudian sang kakak pergi ke
kota untuk berbelanja berbagai kebutuhan dan
menyiapkannya untuk si tukang kayu. Setelah itu ia meninggalkan tukang kayu bekerja
sendirian. Sepanjang hari tukang kayu bekerja
keras, mengukur, menggergaji dan memaku. Di
sore hari, ketika sang kakak petani itu kembali,
tukang kayu itu baru saja menyelesaikan
pekerjaannya. Betapa
terbelalaknya
ia begitu
melihat hasil
pekerjaan
tukang kayu itu. Sama
sekali tidak
ada pagar kayu sebagaimana yang dimintanya. Namun,
yang ada adalah jembatan melintasi sungai yang
menghubungkan ladang pertaniannya dengan
ladang pertanian adiknya. Jembatan itu begitu
indah dengan undak-undakan yang tertata rapi. Dari seberang sana, terlihat sang adik bergegas
berjalan menaiki jembatan itu dengan kedua
tangannya terbuka lebar. "Kakakku, kau sungguh
baik hati mau membuatkan jembatan ini. Padahal
sikap dan ucapanku telah menyakiti hatimu.
Maafkan aku." kata sang adik pada kakaknya. Dua bersaudara itu pun bertemu di tengah-tengah
jembatan, saling berjabat tangan dan berpelukan. Melihat itu, tukang kayu pun membenahi
perkakasnya dan bersiap-siap untuk pergi. "Hai,
jangan pergi dulu. Tinggallah beberapa hari lagi.
Kami mempunyai banyak pekerjaan untukmu,"
pinta sang kakak. "Sesungguhnya saya ingin sekali tinggal di sini,"
kata tukang kayu, "tapi masih banyak jembatan
lain yang harus saya selesaikan."
terindah yang ada di kota itu. Banyak orang kemudian berkumpul dan mereka semua mengagumi hati pemuda itu, karena memang benar-benar sempurna. Tidak ada satu cacat atau goresan sedikitpun di hati pemuda itu. Pemuda itu sangat bangga dan mulai menyombongkan hatinya yang indah. Tiba-tiba, seorang lelaki tua menyeruak dari kerumunan, tampil ke depan dan berkata " Mengapa hatimu masih belum seindah hatiku ?". Kerumunan orang-orang dan pemuda itu
melihat pada hati pak tua itu. Hati pak tua itu berdegup dengan kuatnya, namun penuh dengan bekas luka, dimana ada bekas potongan hati yang diambil dan ada potongan yang lain ditempatkan di situ; namun tidak benar-benar pas dan ada sisi-sisi
potongan yang tidak rata. Bahkan, ada bagian-bagian yang berlubang karena dicungkil dan tidak
ditutup kembali. Orang-orang itu tercengang dan berpikir, bagaimana mungkin pak tua itu mengatakan bahwa hatinya lebih indah ? Pemuda itu melihat kepada pak tua itu, memperhatikan hati yang dimilikinya dan tertawa " Anda pasti bercanda, pak tua", katanya, "bandingkan hatimu
dengan hatiku, hatiku sangatlah sempurna sedangkan hatimu tak lebih dari kumpulan bekas luka dan cabikan". " Ya", kata pak tua itu, " hatimu
kelihatan sangat sempurna meski demikian aku tak akan menukar hatiku dengan hatimu. Lihatlah, setiap bekas luka ini adalah tanda dari orang- orang yang kepadanya kuberikan kasihku, aku menyobek sebagian dari hatiku untuk kuberikan kepada mereka, dan seringkali mereka juga memberikan sesobek hati mereka untuk menutup
kembali sobekan yang kuberikan. Namun karena setiap sobekan itu tidaklah sama, ada bagian-bagian yang kasar, yang sangat aku hargai, karena
itu mengingatkanku akan cinta kasih yang telah bersama-sama kami bagikan. Adakalanya, aku memberikan potongan hatiku begitu saja dan orang yang kuberi itu tidak membalas dengan memberikan potongan hatinya. Hal itulah yang meninggalkan lubang- lubang sobekan, memberikan cinta kasih adalah suatu kesempatan.
Meskipun bekas cabikan itu menyakitkan, mereka tetap terbuka, hal itu mengingatkanku akan cinta kasihku pada orang-orang itu, dan aku berharap, suatu ketika nanti mereka akan kembali dan mengisi lubang- lubang itu. Sekarang, tahukah engkau keindahan hati yang sesungguhnya itu ?" Pemuda itu berdiri membisu dan airmata mulai mengalir di pipinya. Dia berjalan ke arah pak tua itu, menggapai hatinya yang begitu muda dan indah, dan merobeknya sepotong. Pemuda itu memberikan robekan hatinya kepada pak tua dengan tangan-tangan yang gemetar. Pak tua itu menerima pemberian itu, menaruhnya di hatinya
dan kemudian mengambil sesobek dari hatinya yang sudah amat tua dan penuh luka, kemudian menempatkannya untuk menutup luka di hati pemuda itu. Sobekan itu pas, tetapi tidak sempurna, karena ada sisi-sisi yang tidak sama rata. Pemuda itu melihat kedalam hatinya, yang tidak lagi sempurna tetapi kini lebih indah dari
sebelumnya, karena cinta kasih dari pak tua itu telah mengalir kedalamnya. Mereka berdua kemudian berpelukan dan berjalan beriringan.
matahari, tetapi saat semua makhluk mengagumi bulan siapakah yang ingat kepada matahari. Matahari rela memberikan cahaya nya untuk bulan walaupun ia sendiri tidak bisa menikmati cahaya bulan, dilupakan jasanya dan kehilangan kemuliaannya sebagai pemberi cahaya agar bulan mendapatkan kemuliaan tersebut. Ini disebut dengan Pengorbanan, menyakitkan namun sangat layak untuk cinta. Saat wanita jadi Phoenix yang dapat terbang tinggi jauh ke langit bahkan di atas matahari, pria tetap selalu jadi matahari agar Phoenix bebas untuk pergi kapan pun ia mau dan matahari tidak akan mencegahnya. Matahari rela melepaskan phoenix untuk pergi jauh, namun matahari akan selalu menyimpan cinta yang membara di dalam hatinya hanya untuk phoenix. Matahari selalu ada untuk Phoenix kapan pun ia mau kembali walau phoenix tidak selalu ada untuk matahari. Tidak akan ada makhluk lain selain Phoenix yang bisa masuk ke dalam matahari dan mendapatkan cinta nya. Ini disebut dengan Kesetiaan, walaupun ditinggal pergi dan dikhianati namun tetap menanti dan mau memaafkan. Pria tidak pernah menyesal menjadi matahari bagi
wanita.