BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Mari Berbagi Kisah Inspiratif

1343537394098

Comments

  • ” Bapak Udah hampir 40 tahunan menjahit na, ya beginilah keadaan bapak mau naikin ongkos ngejahit susah soalnya sekarang banyak saingan padahal bapak sendiri yang ngejahit bukang orang lain …. “




    Sebuah kalimat yang keluar dari Pak Fuad seorang tukang jahit yang berada di komplek Serang Plaza tepatnya di belakang di Blok D, kondisi tempat yang ada dibelakang dan disudut buat sebagian orang tidak akan tahu jika disana ada tukang jahit dan memang kondisi pertokoan juga yang sepertinya tidak terawat.




    Sosok Pak Fuad adalah sosok Penjahit yang jujur dan apa adanya, kata yang ciucapkan tak pernah ditambahi embel-embel agar orang merasa kasihan atau bersimpatik kepadanya. berjualan jasa yang dilakoninya memang bisa dibilang Beliau termasuk setia hampir 40 Tahun menjadi Tukang Jahir walau kehidupan ekonominya tak pernah beranjak baik tapi kesetiaan kepada profesi dan rasa tanggung jawab menghidupi istrinya merupakan kekuatan untuk tetap melakoni usaha ini.




    Perkenalan saya dengan Pak Fuad lewat istri yang kebetulan saya ingin membuat celana kerja baru maklum yang lama sudah tidak muat diperutnya karena kondisi saya yang berat badannya terus naik. Jahitan Pak Fuad menurut saya sangat rapih dan tak kalah dengan jahitan lainnya saya sendiri malah cocok, namun seperti sebuah kisah dalam sinetron ketika seseorang sedang mencari Rezeki dengan jalan yang benar (Halal) selalu Tuhan memberikan cobaan sebagai rintangan dalam sebuah kesabaran. Cobaan kepada Beliau buat sebagian orang mungkin mudah untuk menghadapinya tapi buat Pak Fuad dirasa berat.




    Jadi disuatu waktu ketika di Kota Serang sedang panas-panasnya dan sangat begitu terik, Pak Fuad terpaksa harus jalan kaki tanpa alas kaki untuk memperbaiki listrik yang sedang rusak dirumahnya, rasa panas aspal yang begitu menyengat tak begitu dihiraukannya namun beberapa hari kemudian telapak kakinya mengalami luka dua-duanya bisa dibilang terbakar. Kondisi ini diperparah dengan tidak diobatinya luka tersebut karena “alasan” biaya menjadi kendala, akibat dari luka di telapak kaki tersebut beberapa orderan jahitan celana dan baju terpaksa dibatalkan bahkan ada yang bernilai besar terpaksa batal, termasuk celana punya saya tertunda sudah dua minggu.
    Wajar jika banyak orderan batal karena telapak kaki yang berfungsi untuk menggerakkan mesin jahit manual akan terasa sakit jika dipakai untuk bekerja.




    Tapi saya salut buat Beliau rasa sakit itu tak pernah dirasa mengingat kebutuhan keluarganya sangat tergantung dari mata pencahariannya itu.
    ” Justru kalau ga digerakin na sakit malah bengkak terus nanti gimana buat beli kebutuhan sehari- hari…. “ Itulah ucapan dari Pak Fuad ketika saya dan istri menyarankan untuk istirahat sejenak agar pegobatan yang sekarang sedang dijalani bisa cepat disembuhkan sekaligus mencegah dari infeksi yang terjadi maklum lukanya tidak dibalut perban atau pelindung dari kotoran.




    Terkadang saya berpikir …. Memang Allah begitu sangat mencintai umat-Nya yang berada di Jalan- Nya dalam mencari nafkah, bukan dengan cara memudahkan rezekinya tapi mencoba kesabarannya dalam mencari rezeki tersebut baik dengan rasa sakit, kekurangan atau godaan lainnya karena ketika semua itu mampu dilewatinnya Allah akan memberikan ganjaran yang setimpal dari buah kesabarannya tersebut.
  • Wanita berkerudung itu memotret menggunakan kamera profesional dengan lincah. Sesekali ia menaiki bangku. Dia tak canggung, juga tak terlihat kepayahan, padahal dia sama sekali tak berjemari. Dialah Rusidah, fotografer asal Purworejo yang kehilangan kedua lengan bawahnya sejak kecil. Rusidah tengah menjadi juru foto dokumentasi untuk General Election Network for Disability (AGENDA) yang menggelar Dialog Regional tentang akses Pemilu bagi Penyandang Disabilitas.




    Lambat laun, nama Rusidah semakin dikenal, tak saja di Purworejo, tapi juga tempat lain. Segera dia berubah menjadi tak lagi fotografer keliling. Ia kini fotografer panggilan untuk acara pernikahan, ibu-ibu dharmawanita/PKK, sunatan, pas foto sekolah, dan masih banyak lagi. Dia bahkan menjadi fotografer tetap untuk dokumentasi kegiatan ibu Bupati Purworejo. Rusidah kemudian memohon bantuan kamera kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo. Kamera Pentax K-1000 pun menjadi miliknya. Dari profesinya itu ia mendapat Rp200.000 sampai Rp400.000 sebulan. Keinginan Rusidah untuk mencari penghasilan sendiri terwujud sudah. Ia bahkan membuktikan, pekerjaannya yang membutuhkan kelihaian tangan itu bisa ia lakoni meski dikungkung oleh keterbatasan.”Saya bisa membuktikan pada orang, walau saya kekurangan tetapi saya bisa,” kata Rusidah. Ingin punya studio Langkah Rusidah tidak berhenti hanya menjadi fotografer panggilan. “Dari dulu saya ini ingin punya studio foto di pinggir jalan,” ungkapnya. Selama ini, Rusidah menyulap rumah kontrakan sederhana di Desa Boto Ndaleman, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, menjadi studio mini.




    Kini ia dan suaminya yang berdagang es krim itu, sedang membangun studio foto di pinggir jalan. Alat perlengkapan studio sudah mulai terkumpul berkat bantuan PT Datascrip yang adalah distributor kamera Canon di Indonesia. Anaknya juga mulai belajar mengedit foto hasil karyanya. “Saya juga selalu mendapat dukungan dari teman-teman fotografer, misalnya dikasih buku fotografi atau cara bisnis fotografi,” katanya. Rusidah tidak pernah membeli kamera sendiri, termasuk saat masuk era digital. Rusidah yang tahun lalu diundang Ani Yudhoyono pada pembukaan pameran fotonya di Galeri Nasional, hanya membekali dirinya dengan kamera yang diberikan opengagum yang bersimpati padanya. “Cacat ini kan bukan penyakit, jadi bukan alasan kalau kita ingin berkarya,” ujar Rusidah. Beda dirinya dengan orang-orang yang lengkap fisiknya adalah kalau orang normal mengerjakan sesuatu selama 1 menit, maka penyandang cacat sepertinya menghabiskan waktu 5 menit. “Walau cacat tetapi hati saya normal,” katanya.




    Keinginan lain Rusidah selain memiliki studio foto di pinggir jalan adalah memotret ke luar negeri. Omong-omong, Anda dapat berbicara Bahasa Inggris tidak? Rusidah menjawab, “Cuma bisa bilang Good Morning.” Derai tawa mengiring lepas dari mulutnya
    .
  • Kadang, sebagian orang masih menganggap penderita cacat fisik merupakan aib. Bahkan, penderita cacat tidak mungkin dapat produktif layaknya orang normal. Fakta itu seketika dibantah oleh para penyandang cacat fisik seperti David Jacobs. Meskipun tidak memiliki tangan kanan yang sempurna, dia mampu menorehkan prestasi luar biasa dan mampu mengharumkan nama bangsa di bidang olahraga tenis meja.




    Dalam olimpiade penyandang difabel, Paralympic 2012 di London, Inggris, dia berhasil menyumbang medali perunggu bagi tim Indonesia. Hobi bermain tenis meja bermula saat David berusia 10 tahun karena melihat kemahiran ketiga kakaknya Rano, Piere, dan Joe. Hobi itu ternyata mengantarkan dia menjuarai sejumlah lomba tenis meja tingkat pelajar. David sebenarnya juga pernah merasakan rendah diri saat masih menjadi pelajar dan mahasiswa.




    Pengalaman yang selalu dia ingat adalah menunjukkan tangan kiri saat dipanggil guru untuk presensi. “Saya tidak bisa angkat tangan saat diabsen, sehingga saya memakai tangan kiri. Saya dibilang tidak sopan dan dimarahi,” ujar David ketika dihubungi di Jakarta. Tetapi, hal itu tidak berpengaruh pada hobinya. Melihat prestasi David yang begitu cemerlang, sang ayah kemudian memercayakan dia bergabung dengan tim nasional junior.




    Tahun 1997, tim nasional memutuskan David harus menjalani pelatihan di Shi Cha Hai Sport, China, untuk persiapan menghadapi Pekan Olahraga Nasional. David pun berlatih bersama rekan-rekannya yang memiliki fisik normal. “Awal saya terjun bukan di pertandingan para, tapi di normal,” kata David. Namun demikian, pelatihan itu ternyata membawa hasil yang tidak mengecewakan. “Di PON saya dapat perak,” ujar dia. Usai itu, David semakin intens menorehkan sejumlah prestasi di sejumlah kejuaraan baik tingkat nasional hingga regional. Pada 2010, David memutuskan untuk mundur dari tim nasional dan mempersiapkan diri mengikuti Paralympic. Sebelum dapat mengikuti ajang bergengsi bagi penyandang difabel, David mengumpulkan berbagai informasi dan mendapati syarat dapat mengikuti Paralympic harus pernah mengikuti beberapa kejuaraan.




    Sejak 2011, David mengikuti sejumlah kejuaraan tenis meja di beberapa negara dan terakhir di Taiwan. “Saat di Taiwan itulah, ternyata saya sudah masuk dalam peringkat 10 besar dunia. Saya bisa ikut Paralympic,” ungkapnya. Hasilnya, lagi-lagi tidak mengecewakan. David mampu menyumbang perunggu dalam ajang bergengsi bagi penyandang difabel seluruh dunia.
  • Sahabat, ada cerita seekor monyet sedang nangkring di pucuk pohon kelapa. Dia nggak sadar lagi diintip sama tiga angin gede. Angin Topan, Tornado sama Bahorok. Tiga angin itu rupanya pada ngomongin, siapa yang bisa paling cepet jatuhin si monyet dari pohon kelapa. Angin Topan bilang, dia cuma perlu waktu 45 detik. Angin Tornado nggak mau kalah, 30 detik. Angin Bahorok senyum ngeledek, 15 detik juga jatuh tuh monyet. Akhirnya satu persatu ketiga angin itu maju.




    Angin TOPAN duluan, dia tiup sekenceng-kencengnya, Wuuusss Merasa ada angin gede datang, si monyet langsung megang batang pohon kelapa. Dia pegang sekuat- kuatmya. Beberapa menit lewat, nggak jatuh-jatuh tuh monyet. Angin Topan pun nyerah. Giliran Angin TORNADO. Wuuusss¦ Wuuusss! Dia tiup sekenceng-kencengnya. Ngga jatuh juga tuh monyet. Angin Tornado nyerah. Terakhir, Angin BAHOROK. Lebih kenceng lagi dia tiup. Wuuuss¦ Wuuuss! Wuuuss¦ Si monyet malah makin kenceng pegangannya. Nggak jatuh-jatuh. Ketiga angin gede itu akhirnya ngakuin, si monyet memang jagoan. Tangguh. Daya tahannya luar biasa.




    Ngga lama, datang angin Sepoi-Sepoi. Dia bilang mau ikutan jatuhin si monyet. Diketawain sama tiga angin itu. Yang gede aja nggak bisa, apalagi yang kecil. Nggak banyak omong, Angin SEPOI-SEPOI langsung niup ubun-ubun si monyet. Psssss¦ Enak banget. Adem.. Seger..¦ Riyep-riyep matanya si monyet. Nggak lama ketiduran dia. Lepas pegangannya. Jatuh deh tuh si monyet.




    Dari kisah diatas hikmah yang bisa kita ambil adalah: Boleh jadi ketika kita diuji dengan KESUSAHAN, dicoba dengan Penderitaan,
    didera Malapetaka.. .
    Kita kuat, bahkan lebih kuat dari sebelumnya.. . Tapi jika kita diuji dengan
    KENIKMATAN.. .
    KESENANGAN.. .
    KELIMPAHAN.. .
    jangan sampai kita terlena… Kita mesti tetap hati-hati..
  • Alkisah Pada zaman Tiongkok Kuno ada seorang petani mempunyai seorang tetangga yang berprofesi sebagai pemburu dan mempunyai anjing-anjing yang galak dan kurang terlatih. Anjing-anjing itu sering melompati pagar dan mengejar-ngejar domba-domba petani. Petani itu meminta tetangganya untuk menjaga anjing-anjingnya, tetapi ia tidak mau peduli.




    Suatu hari aning-anjing itu melompati pagar dan menyerang beberapa kambing sehingga terluka parah. Petani itu merasa tak sabar, dan memutuskan untuk pergi ke kota untuk berkonsultasi pada seorang hakim. Hakim itu mendengarkan cerita petani itu dengan hati-hati dan berkata, “Saya bisa saja menghukum pemburu itu dan memerintahkan dia untuk merantai dan mengurung anjing-anjingnya. Tetapi Anda akan kehilangan seorang teman dan mendapatkan seorang musuh. Mana yang kau inginkan, teman atau musuh yang jadi tetanggamu?” Petani itu menjawab bahwa ia lebih suka mempunyai seorang teman. “Baik, saya akan menawari Anda sebuah solusi yang mana Anda harus manjaga domba-domba Anda supaya tetap aman dan ini akan membuat tetangga Anda tetap sebagai teman.” Mendengar solusi pak hakim, petani itu setuju.




    Ketika sampai di rumah, petani itu segera melaksanakan solusi pak hakim. Dia mengambil tiga domba terbaiknya dan menghadiahkannya kepada tiga anak tetangganya itu, yang mana ia menerima dengan sukacita dan mulai bermain dengan domba-domba tersebut. Untuk menjaga mainan baru anaknya, si pemburu itu mengkerangkeng anjing pemburunya. Sejak saat itu anjing-anjing itu tidak pernah menggangu domba- domba pak tani. Di samping rasa terimakasihnya kepada kedermawanan petani kepada anak-anaknya, pemburu itu sering membagi hasi buruan kepada petani. Sebagai balasannya petani mengirimkan daging domba dan keju buatannya. Dalam waktu singkat tetangga itu menjadi teman yang baik.
  • Saat itu tahun 1801. Pada sebuah lembah di Italia. Pada zaman dahulu kala, begitu kisah ini dimulai, ada dua orang saudara sepupu yg tinggal di tempat itu. Keduanya dikenal punya semangat dan ambisi yg kuat untuk menggapai kemajuan. Yang pertama bernama Pipo, yang kedua bernama Embro. Keduanya tinggal dalam rumah yg berdampingan di desa kecil dalam lembah itu.
    Keduanya sering berkhayal, suatu saat nanti mereka akan menjadi orang yang paling kaya di desa itu. Mereka berdua sama-sama cemerlang dan sangat tekun dalam bekerja. Yang mereka perlukan hanyalah kesempatan utk mewujudkan impian itu.




    Pada suatu hari, kesempatan itu muncul secara tiba-tiba. Kepala desa disitu memutuskan mempekerjakan mereka utk membawa air dari sungai yg terletak di pinggir desa, ke tempat penampungan air yg terletak di tengah desa tsb. Intinya, pekerjaan itu dipercayakan kepada Pipo dan Embro. Singkat cerita, keduanya langsung membawa dua buah ember dan segera menuju ke sungai. Sepanjang siang keduanya mengangkut air dengan ember. Menjelang sore, tempat penampungan air sudah penuh sampai ke permukaan. Kepala desa menggaji keduanya berdasar jumlah ember air yg masing-masing mereka bawa. Begitu pekerjaan itu di lakukan setiap hari selama beberapa waktu.
    “Wow, apa yg kita cita-citakan selama ini akan terkabul!” teriak Embro gembira. “Rasanya sulit dipercaya, kita mendapatkan penghasilan sebanyak ini”.




    Namun, Pipo tidak berhenti sampai disitu saja. Dia tidak yakin begitu saja. Setiap pulang ke rumah, Pipo merasakan punggungnya nyeri semua. Kedua telapak tangannya juga lecet-lecet. Begitu pagi tiba, perasaannya jadi kecut karena harus pergi bekerja. Tidak ingin punggung dan tangannya bermasalah lagi, Pipo justru berpikir keras mencari akal bagaimana caranya mengangkut air dari sungai ke desa tanpa harus terluka. Tanpa harus menanggung rasa nyeri di punggung. Tanpa melakukan hal itu semur hidupnya!
    “Embro, aku punya rencana,” kata Pablo keesokan harinya. “Daripada kita mondar-mandir setiap hari membawa ember ke sungai dan hanya mendapatkan beberapa sen per hari, mengapa tidak sekalian saja kita membangun pipa saluran air dari sungai ke desa kita.”




    Embro langsung menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba. “Saluran pipa air! Ide dari mana itu!” kata Bruno tegas. “Kita kan sudah mempunyai pekerjaan yg sangat bagus dan menghasilkan uang dengan mudah, Pipo. Aku bisa membawa seratus ember sehari. Dengan upah satu sen per ember, berarti penghasilan kita bisa satu dolar per hari! Aku akan menjadi orang kaya. Dan ini berarti pada setiap akhir minggu aku bisa membeli sepasang sepatu baru. Pada setiap akhir bulan, aku bisa membeli seekor sapi. Setelah enam bulan kemudian, aku bisa membangun sebuah rumah kecil. Kau melihat, tidak ada pekerjaan semenguntungkan mengangkut air di desa ini. Lagipula, pada setiap akhir minggu kita mendapat libur. Setiap akhir tahun kita juga mendapat cuti dua minggu dengan gaji penuh. Kita akan hidup dengan sangat layak, dilihat dari sudut manapun. Jadi, buang jauh-jauh idemu utk membangun saluran pipa airmu itu.”




    Tapi Pipo tidak putus asa. Dia tetap bersikukuh pada idenya itu. Dengan sabar dia menerangkan bagaimana proses membangun pipa salurannya itu kepada sahabatnya. Embro tak beranjak sedikitpun dengan tawaran Pipo. Akhirnya, Pipo memutuskan utk bekerja paruh waktu saja. Dia tetap bekerja mengangkuti ember- ember itu. Sementara sisa waktunya, ditambah libur akhir minggunya, dia pakai utk membangun saluran pipanya itu.
    Sejak awal melakukan pekerjaannya ini, Pipo telah menyadari akan sangat sulit membangun saluran pipa itu dari sungai ke desanya. Menggali di tanah keras yg mengandung banyak batu jelas tak kalah menyakitkannya dengan luka lecet dan punggung nyeri karena mengangkut air.




    Pipo juga menyadari, karena upah yang dia terima sekarang berdasarkan jumlah ember yang diangkutnya, maka penghasilannyapun secara otomatis menurun. Dia juga sudah sangat paham bahwa dibutuhkan waktu satu atau dua tahun sebelum saluran pipanya itu bisa berfungsi seperti yg dia harapkan. Namun, Pipo tak pernah kendur dengan keyakinannya. Dia tahu persis akan impian dan cita- citanya. Sebab itu dia terus bekerja tanpa kenal lelah.




    Kini, pemandangan kontras mulai tampak diantara kedua sahabat itu. Sementara Embro asyik berbaring santai di hammock (tempat tidur gantung berupa jaring) pada sore hari, pada akhir minggu, Pipo tampak terus berlelehan keringat menggali saluran pipanya. Pada bulan-bulan awal, Pipo memang tak menunjukkan hasil apapun dari usahanya. Tampak betul bahwa pekerjaannya sangat berat. Bahkan jauh lebih berat dari pekerjaan yg dilakukan Embro. Selain harus tetap bekerja pada akhir minggu, Pipo juga bekerja di malam hari.
    Tapi Pipo selalu mengingatkan pada diri sendiri bahwa cita-cita masa depan itu sesungguhnya dibangun berdasarkan pada perjuangan yg dilakukan hari ini. Dari hari ke hari dia terus menggali. Mili demi mili, senti demi senti!
    Pepatah yg selalu diingat Pipo adalah, sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Dia selalu bersenandung setiap mengayunkan cangkulnya ke tanah yg mengandung batu karang. Dari satu centimeter, menjadi dua centi meter, sepuluh centi meter, satu meter, duapuluh meter, seratus meter, dan seterusnya….




    Dan, Pipo mulai melihat hasil kerja kerasnya… meski belum maksimal…
    “Fokuslah pada imbalan yg akan kau peroleh dari pekerjaanmu”. Kata-kata itu terus diingat Pipo, dan dia ulang-ulang setiap akan pergi tidur. Fokus, fokus,fokus…. Imbalannya pasti jauh lebih besar….
    Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Dan pada suatu hari, Pipo menyadari saluran pipanya sudah tampak setengah jadi.




    Setiap saat beristirahat, Pipo menyaksikan sahabatnya Embro yg terus saja mengangkat ember-ember. Bahu Embro juga tampak semakin lama semakin membungkuk. Dia tampak menyeringai kesakitan, meski sering berusaha dia sembunyikan. Langkahnya juga semakin lamban, akibat kerja keras setiap hari.
    Akhirnya, terjadi juga kegemparan di desa itu. Saat bahagia Pipo pun tiba. Saluran yg dia bangun sudah selesai. Hampir semua orang desa berkumpul saat air mulai mengalir dari saluran pipanya menuju ke penampungan air di desa. Sekarang, desa itu sudah bisa mendapat pasokan air bersih secara tetap. Bahkan penduduk desa yg sebelumnya tinggal agak jauh dari tempat itu kemudian pindah mencari tempat yg lebih dekat dengan sumber air itu.




    Setelah saluran pipa itu selesai, Pipo tidak perlu lagi membawa-bawa ember. Airnya akan terus mengalir, baik dia sedang bekerja maupun tidak. Air itu terus mengalir, baik dia sedang bekerja maupun tidak. Air itu terus mengalir, baik saat dia makan, tidur ataupun bermain-main. Air itu tetap mengalir di akhir minggu ketika dia menikmati banyak permainan. Semakin banyak air yg mengalir ke desa, semakin banyak pula uang yg mengalir ke kantung Pipo.




    Pipo yg tadinya terkenal dengan julukan Pipo si Manusia Pipa, kini menjadi lebih terkenal dengan sebutan Pipo si Manusia Ajaib. Tetapi, Pipo paham sekali apa yg sesungguhnya dia capai bukanlah sebuah keajaiban. Ini semua sebenarnya barulah langkah awal dari suatu pencapaian cita-cita yg besar. Memang benar, nyatanya Pipo mempunyai rencana yg jauh lebih besar daripada apa yg sudah dihasilkan di desanya.




    Tahun demi tahun pun berlalu. Pipo sudah lama pensiun. Usaha saluran pipa-nya yg mendunia terus- menerus mengalirkan ratusan juta dollar per tahun ke rekening-rekening bank dia. Ketika ia jalan2 di desa, kadang-kadang ia melihat beberapa orang pemuda. Mereka tampak sibuk mengangkuti air dengan ember, dan hal itu mengingatkannya pada masa dimana ia pernah juga menjadi pengangkut ember yang sama seperti mereka.
  • ARTHUR ASHE adalah petenis kulit hitam dari Amerika yang memenangkan tiga gelar juara Grand Slam; US Open (1968), Australia Open (1970), dan Wimbledon (1975). Pada tahun 1979 ia terkena serangan jantung yang mengharuskannya menjalani operasi Bypass.




    Setelah dua kali operasi, bukannya sembuh, ia malah harus menghadapi kenyataan pahit, terinfeksi HIV melalui transfusi darah yang ia terima. Seorang penggemarnya menulis surat kepadanya, “Mengapa TUHAN memilihmu untuk menderita penyakit itu?” ASHE menjawab, “Di Dunia ini ada 50 juta anak yang ingin bermain tenis, Diantaranya 5 juta orang yang bisa belajar bermain tenis, 500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis Profesional, 50 ribu datang ke arena untuk bertanding, 5000 mencapai turnamen Grandslam, 50 orang berhasil sampai ke Wimbeldon, empat orang di Semifinal, dua orang berlaga di Final.




    Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon, saya tidak pernah bertanya kepada TUHAN, “Mengapa saya?” Jadi ketika sekarang saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada TUHAN, “Mengapa saya?”




    Sadar atau tidak, kerap kali kita merasa hanya pantas menerima hal-hal baik dalam hidup ini : Kesuksesan, Karier yang mulus, Kesehatan. Ketika yang kita terima justru sebaliknya : Penyakit, Kesulitan, Kegagalan, kita menganggap TUHAN tidak Adil. Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat TUHAN.. Tetapi ARTHUR ASHE tidak demikian. Ia berbeda dengan kebanyakan orang. Itulah cerminan Hidup Beriman : Tetap teguh dalam Pengharapan, pun bila beban hidup yang menekan berat.
  • Kisah Sri Lestari, seorang difabel yang mengendarai sepeda motor sendiri ke mana-mana menjadi berita dunia. Profil videonya muncul di Youtube dan ditautkan sejumlah media besar dunia, seperti ABC News. Kisahnya inspiratif dan dianggap bisa memotivasi kaum difabel untuk bisa hidup mandiri.




    Sri, 39 tahun, asal Wonosobo, Jawa Tengah, mengalami kecelakaan lalu-lintas saat sedang mengendarai sepeda motornya 16 tahun lalu. Kecelakaan itu sangat parah hingga ia dinyatakan lumpuh dari dada ke bawah ketika usianya masih 23 tahun. Dokter menyebutkan ia akan lumpuh sepanjang hidupnya. Orangtuanya kemudian mencoba mencari pengobatan alternatif, termasuk mengikuti kepercayaan yang menyarankan agar membiarkan Sri hidup di hutan. Namun setelah delapan bulan tak berhasil, orangtuanya membawa Sri pulang.




    Sejak itu ia tinggal di rumah tanpa kegiatan. Kadang-kadang membuat bordir. Namun secara umum, katanya, hidupnya membosankan. Ia terus berada di atas kursi roda di dalam atau sekitar rumah. Ia merasa tersiksa karena tidak produktif. Segalanya berubah sejak ia memodifikasi sepeda motor. Sepeda motor itu dibuat sedemikian rupa hingga bisa ia kendarai sendiri tanpa bantuan orang lain. Caranya dengan menambahkan gerobak di sisi kirinya untuk kursi rodanya sehingga ia naik sepeda motor dan mengendarainya sambil tetap duduk di kursi roda. Setelah itu ia bisa pergi ke mana-mana tanpa bantuan. Bahkan ia sudah mewujudkan mimpinya untuk menjelajahi Jakarta-Bali sepanjang 1.212 km di atas sepeda motor hasil modifikasinya.




    Karena mobilisasinya meningkat ia kemudian bisa mendapat pekerjaan sebagai pekerja sosial di United Cerebral Palsy, Wheels for Humanity, sejak tahun 2009. “Saya mengunjungi orang-orang difabel yang hanya tinggal di rumah,” katanya. “Mereka kaget melihat saya bisa hidup mandiri, bisa pergi ke mana-mana sendiri dan mendapatkan pekerjaan seperti layaknya orang normal,” katanya lebih lanjut. Itulah buah ketekunannya dan “pemberontakannya” pada keadaan agar ia bisa hidup mandiri.
  • aku suka cerita monyet dan tiga angin itu ...
  • Ade Irawan merupakan penyandang tunanetra, namun keterbatasan fisiknya itu mempertajam penggunaan indera-indera lainnya. Ade lahir dari pasangan Endang Dewi Mardeyani dan Irawan Subagyo pada 15 Januari 1994 di Colchester, Inggris. Kendati sempat terguncang, orang tua Ade menerima kondisi Ade dan selalu men-support minat Ade. Ibundanya, Endang, pada penghujung 1995 mendapatkan beasiswa master di universitas ternama di New York, AS hingga 1999, dan mendapati putra kecilnya aktif dan senang meraba- raba alat musik perkusi seperti kendang. Kembali ke Indonesia tahun 1999, Ade yang saat itu diajak orang tuanya jalan ke mal, Ade menekan tuts piano dan berbunyi. Spontan, Ade langsung meminta dibelikan alat musik itu. Satu keyboard Casio pun mulai menjadi teman Ade saat usia 7 tahun.




    Ade kemudian mengagumi musisi jazz George Benson dan setahun kemudian, dia memutuskan memilih jazz sebagai musik pilihannya. Bakatnya semakin terasah saat mengikuti ibundanya yang bertugas di Chicago, AS tahun 2004. Chicago merupakan tempat para berkumpul musisi blues dan jazz di dunia. Ibu Ade kemudian sering membawa putranya bermain di kafe-kafe dan untuk bertemu teman- teman sesama musisi. Menginjak usia belasan tahun permainan piano Ade makin luar biasa dan tampil di Chicago Winter Jazz Festival pada tahun 2006 dan 2007, saat usianya 12 tahun. Ade juga mengkuti audisi khusus dengan musisi jazz Amerika Serikat, seperti Coco Elysses-Hevia, Peter Saxe, Ramsey Lewis, John Faddis, Dick Hyman, Ryan Cohen, dan Ernie Adams. Ade mempelajari huruf braille Farnsworth School plus pianis tetap pada acara musik di sekolah itu dan di Jazz Links Jam Session (Jazz Institute of Chicago) di Chicago Cultural Center. Musisi jazz dalam negeri seperti Idang Rasjidi, Indra Lesmana, Bubi Chen hingga bos Museum Rekor Indonesia (MURI) Jaya Suprana juga memberinya perhatian. Jaya membuatkan Ade pagelaran resital tunggal pada Juni 2010 lalu, dan menjulukinya Ade ‘Wonder’ Irawan, merujuk musisi tunanetra, Stevie Wonder.




    Ade juga menjadi penampil pada Java Jazz
    Festival 2010 lalu. Ade yang kini duduk di kelas 3 SMA SLB Lebak Bulus ingin menjadi pianis yang terkenal di dunia
  • Stevie Wonder dikenal sebagai seorang penyanyi, penulis lagu, produser rekaman, dan aktivis sosial dari Amerika Serikat, yang telah melang melintang di panggung musik. Sepanjang karirnya dia telah merekam lebih dari 30 hit top 10, memenangkan 21 Penghargaan Grammy. Pencapaiannya itu menjadi sebuah rekor untuk artis solo. Penyanyi yang meraih lifetime achievement, itu juga telah memenangkan sebuah piala Oscar untuk Lagu Terbaik dan masuk ke Rock and Roll, dan Songwriters Halls of fame.




    Stevie Wonder atau Stevland Morris lahir 13 Mei 1950. Dia dilahirkan secara prematur di Saginaw, Michigan, dari ibu Lula Mae Hardaway. Kelahirannya yang premature itu membuatnya harus dirawat di incubator. Ada kemungkinan ia mendapatkan terlalu banyak oksigen dalam inkubatornya, dan hal ini menyebabkan kebutaan. Meskipun Stevie tuna netra, Hardaway mengajarkan anak-anaknya yang lain untuk memperlakukan Steveland seperti orang lain, tidak mengejek atau membantunya terlalu banyak. Ia mulai belajar menyanyi dan memainkan alat musik di gereja sejak usia dini, terutama piano, conga dan harmonica. Stevie yang hidup bersama ibunya, bersama dua saudara lelaki, Calvin dan Milton, serta seorang saudara perempuan, Renee, dalam lingkungan warga berpenghasilan rendah di Detroit, Michigan. Bagi Stevie, ibunya adalah segala. Sebaliknya, sang ayah tak pernah disinggung-singgung Stevie. Dukungan keluarga terutama dari ibunya yang begitu
    besar menjadi dasar kekuatan spiritual Stevie. Bakat Stevie ditemukan pada 1961, saat ia dibawa oleh Ronnie White dari The Miracle menemui Berry Gordy Jr. — pendiri Motown Record Corporation. Sebelumnya Ronnie mendapati Stevie menghibur orang-orang di jalanan. Berry tidak menunggu lama lagi membuatkan kontrak dan membaptisnya menjadi Little Stevie Wonder.




    Sepanjang karirnya Stevie telah mencetak banyak hits, diantaranya “I Just Called to Say I Love You”, “Lately”, dan “We Are the World. Di setiap lagu, Stevie Wonder memberikan nuansa lain, terkadang memainkan keyboard, harmonika, sampai grand piano. Bagi Stevie, kisah hubungan antarmanusia dan gairah kehidupan lainnya diungkapkan dalam setting dan metafora apa saja, dengan kemerdekaan penuh.




    Dedikasinya membuatnya ditunjuk sebagai Duta Perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang akan bertugas terutama mendukung upaya PBB dalam memberdayakan potensi orang-orang cacat di berbagai belahan dunia. Stevie dianggap PBB sebagai figur yang sangat inspiratif. Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon bahkan mengungkapkan kekagumannya akan kehebatan sosok Stevie yang, walaupun buta sejak lahir, telah begitu banyak memberikan kontribusi kepada dunia. Stevie memelopori kampanye pada tahun 1983 untuk membuat Martin Luther King Day sebagai hari libur nasional di AS serta memberikan dukungan bagi penghapusan apartheid di Afrika Selatan.




    Kegiatan amal lainnya yang dijalankan Stevie, antara lain, melalui “President`s Committee on Employment of People with Disabilities”, “Children`s Diabetes Foundation”, “Junior Blind of America”, dan dibentuknya “Wonder Vision Awards Program”. Dia juga telah menciptakan, memproduksi, dan membawakan lagu-lagu untuk kepentingan amal dan dukungan bagi orang-orang cacat, tunawisma, pengidap AIDS, kanker, diabetes, mengalami kelaparan, dan kekerasan dalam rumah tangga
  • Seorang laki-laki manula India berusia 100 tahun kembali ke bangku kuliah dan ingin membuktikan bahwa manusia tidak pernah terlalu tua untuk belajar. Bholaram Das merayakan ulang tahun ke-100 minggu lalu, dan untuk memperingati usianya itu dia mendaftarkan diri di program doktor di negara bagian




    Assam di kawasan timur laut India. “Kalau anak saya bisa mendapat gelar doktor pada usia 55 tahun, kenapa saya tidak bisa di usia 100 tahun?” kata Das, yang diperkirakan menjadi mahasiswa tertua India. Das pernah mendekam di penjara karena menentang kekuasaan penjajah Inggris tahun 1930 dan kemudian bekerja sebagai guru, pengacara dan hakim di Assam sebelum akhirnya pensiun di tahun 1971. Bholaram Das berusia 19 tahun ketika dia dijebloskan ke penjara karena menentang pemerintah kolonial Inggris. Dia divonis kerja paksa selama dua bulan dan setelah dibebaskan dia melanjutkan kuliah jurusan bisnis dan ilmu hukum. Setelah itu Das bergabung dengan partai Kongres India. Dia mengatakan kepada BBC dia gembira bisa kembali belajar. “Saya sudah ingin melakukannya sejak saya menyelesaikan studi S2 saya jurusan bisnis dari Universitas Kalkuta di akhir tahun 1930- an, tetapi pada saat itu saya tidak bisa melanjutkan.” “Saya menjadi aktif terlibat dalam politik, masuk penjara, kemudian saya harus bekerja.” Program doktor yang dia ambil akan mengharuskan Das melakukan banyak studi lapangan, wawancara dan menulis tesis. Tetapi kakek berusia 100 tahun itu tidak gentar terhadap tantangan tersebut, dan ambisinya tidak pernah hilang selama ini. Dia mengaku tidak sabar menambahkan gelar “DR” di depan namanya.




    Keluarganya mengatakan awalnya ketika Das mendaftar ke Universitas Guwahati untuk masuk dalam program doktor selama dua tahun, universitas tersebut menerimanya dengan dingin. “Universitas tidak mau menyetujui rangkuman rencana tesis yang dia ajukan. Tetapi dia mempertahankan topik itu dalam debat dengan para dosen. Mereka kemudian mengubah keputusan mereka dan menerimanya,” kata putra Das, BK Das. “Sekarang setelah dia mulai mengumpulkan materi penelitian, saya, adik-adik saya dan anggota keluarga yang lain bertanggung jawab membantunya,” ujar BK Das. Untuk program S3 Bholaram Das berencana mempelajari subyek yang dekat dengannya, penyebaran neo-Vaishnavisme, aliran liberal agama Hindu yang dianggap berhasil menghancurkan perpecahan sosial di Assam. “Kami akan bergiliran mengantar ayah ke berbagai biara Vaishnavite dan ke tempat-tempat studi lapangan lainnya. Ini merupakan bagian penting dari penelitian ayah,” kata BK Das.




    Cucu Bholaram Das, Abhinab, seorang ahli komputer muda, mengaku terkejut atas berita kakeknya kembali ke bangku kuliah. “Waktu saya pertama kali mendengar rencana itu, saya tidak menganggap serius, karena menurut saya tidak mungkin.” “Saya bahkan tidak berusaha mencari tahu tentang rencana itu. Namun waktu ayah saya menelepon dan menceritakan bahwa kakek sudah mendaftar masuk program S3, saya waktu itu tidak percaya,”
  • Peyandang cacat adalah orang-orang yang selalu terpinggirkan, peminta-minta, pelengkap kehidupan maupun hal-hal yang serba kurang mengenakkan yang didapatkan. Hal itulah yang selama ini kita lihat dalam keseharian. Setiap kali kita berkendara di lampu merah, biasanya disitulah mereka mangkal untuk sekedar meminta belas kasihan pengendara yang lewat. Jika ada suatu kabar berita / cerita tentang penyandang cacat yang sukses besar, ah itu khan hanya dalam cerita yang telah didramatisir.Jika pemikiran saudara seperti kalayak banyak kayak di atas, bersiap-siaplah untuk menanggung malu dan kecewa berat. Karena hal itu tidak pernah terjadi pada diri IRMA SUYANTI. Seorang penyandang cacat lumpuh kaki akibat polio ini. Suami dari Agus Priyanto ini mampu memutar balikkan keadaan yang selama ini ditasbihkan pada diri seorang penyandang cacat. Melawan keterbatasan, ketidakadilan, pencibiran dan pelecehan.




    Saya beberapa kali menyimak secara detail wanita lulusan SMA 1 Semarang ini, melalui acara stasiun televisi maupun media online. Irma Suyanti mampu melawan terhadap keterbatasan, ketidakadilan, pencibiran maupun pelecehan yang selama ini disandangkan kepada sesamanya. Sejak tahun 1999, selepas menikah dengan Agus Priyanto (seorang penyandang cacat juga), berusaha untuk melawan keterbatasannya melalui usaha mandiri yang bermanfaat. Ia berusaha memanfaatkan potongan-potongan kain (kain perca) menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan mempunyai daya guna yang lebih. Ia dibantu oleh suaminya membuat usaha keset dari kain perca yang didapatkan dari penjahit-penjahit dilingkungannya. Ditangan Irma dan suaminya, kain perca ini disulap menjadi keset yang menarik. Pada awalnya, untuk pemasaran iapun menawarkan produknya kepada tetangga-tetangganya yang membutuhkan dan dijual ke pasar terdekat. Mungkin bias saja terjadi, pada saat awal melakukan pemasaran produknya ini, pembeli hanya kasihan kepadanya, sehingga membelinya walaupun tidak membutuhkan.




    Terkadang hal semacam ini menjadi dilematis terhadap pembeli, karena kasihan semata. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat Irma dan suaminya untuk berusaha. Semakin lama usahanya semakin bertambah, maka iapun tidak mampu mengatasi permintaan pelanggan. Maka selanjutnya Irma dan suaminya mencari orang untuk membantunya. Pada awalnya ia mengoptimalkan temen-teman penyandang cacat untuk membantu memproduksi. Harapannya untuk memberikan bekal terhadap teman-teman senasib agar lebih produktif. Lambat-laun ia mampu produk yang dihasilkan benar-benar mampu menjawab kebutuhan pasar. Sehingga produk yang dihasilkanpun semakin banyak dan semakin beragam. Tidak hanya keset saja, tetapi juga merambah produk-produk lain yang berbahan dasar kain perca.




    Pada akhirnya kebutuhan tenaga kerjapun harus terus ditambah untuk memenuhi kuota, sehingga harus terus menambah jumlah tenaga kerja. Hingga saat jumlah tenaga yang mengolah kain perca inipun telah mencapai 2.500 orang, dengan 150 orang di antaranya adalah penyandang cacat. Bahkan iapun menyediakan tempat menginap bagi penyandang cacat yang bekerja ditempatnya. Selain hal itu, iapun mengoptimalkan masyarakat sekitar desanya di Karangsari, Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen. Selain memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar, Irma juga melakukan pendampingan untuk produksi bagi kelompok- kelompok kerja maupun secara individual. Pendampingan yang dilakukan Irma pun pada akirnya telah menyebar seluruh Kebumen maupun Jawa Tengah. Sejalan dengan perkembangan usahanya, akhirnya berbagai kesempatan datang menghampirinya, termasuk perhatian dari pemerintah daerah maupun propinsi. Berbagai udangan untuk mengikuti pameran produk datang padanya. Di antaranya adalah kesempatan untuk memamerkan produknya di showroom miliki Kementerian Pemuda dan Olah Raga di Jakarta. Pameran produk di Melbourn Australia bersama Kemenporapun pernah dilakukan. Dengan adanya pengenalan produk inilah, pada akhirnya produk dari Irma tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi mampu menembus pasar ekspor.




    Hingga saat ini Irma telah mampu menciptakan puluhan jenis produk dari memanfaatkan kain perca ini. Kualitaspun terus ditingkatkan demi terjaganya produk dan memberikan kepuasan pelanggan. Hingga saat ini produk yang dihasilkan telah diekspor ke Australi, Jerman, Turki dan Jepang. Irma telah menerima banyak penghargaan, antara lain Wirausahawati Muda Teladan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (2007), Perempuan Berprestasi 2008 dari Bupati Kebumen (2008), dan Penghargaan dari Jaiki Jepang, khusus untuk orang cacat. Dan yang terakhir adalah penghargaan dari SCTV Award 2012.
  • Rick Allen adalah drummer band rok asal Inggris, Def Leppard yang dibentuk pada tahun 1977. Rick Allen masuk Def Leppard menggantikan Tony Kenning. Dia masuk melalui audisi pada tahun 1978, setelah putus sekolah dan memutuskan berkarir di musik.




    Saat ini Rick Allen berada pada ranking 7 drumer terbaik sepanjang masa. Pada tahun 1984, ketika mengendarai mobil pulang ke rumah di Sheffield, Inggris, dia mengalami musibah. Mobil yang ditumpanginya, Chevrolet Corvette mengalami kecelakaan sehingga Allen harus dilarikan ke rumah sakit. Malang baginya, karena infeksi yang cukup parah, tangan kirinya diamputasi. Rekan sesama bandnya kemudian menyemangati Allen untuk tidak patah semangat dan terus bersama Def Leppard. Akhirnya Allen kembali bermain drum bersama Def Leppard pada tahun 1986, dan mengeluarkan album keempat setahun kemudian, album Hysteria.




    Dia bermain drum dengan memodifikasi drumnya sehingga kaki kirinya dapat berperan sebagai tangan kirinya. Disusunlah empat pedal di sebelah kiri, untuk digunakan oleh kaki kiri, yang berperan sebagai tangan kiri. Empat pedal itu berfungsi untuk hi-hat, bass drum, snare drum, dan tom drum. Pengalaman Allen menjadi bukti bahwa kesempatan adalah sama untuk siapapun yang ingin berusaha, tentunya bantuan orang-orang di sekitar sangat diperlukan untuk manaikan semangat dan kesempatan, serta ruang untuk bangkit. Jika anda ingin melihat kisahnya, bisa dilihat di film: Hysteria, the Def Leppard Story (2001).
  • Christopher Duffley, bocah berusia 12 tahun ini merupakan penyandang autis dan buta yang mendapat perhatian masyarakat Amerika lewat bakat bernyanyinya yang mengesankan. Kini, ia sedang menyelesaikan album pujian terbarunya yang berisi lagu-lagu inspiratif dan patriotik. Dalam proses produksi, Duffley dibantu oleh produser ternama Steven V. Taylor. Album tersebut akan berisi sejumlah lagu pujian, yakni “Open the Eyes of My Heart”, “Amazing Grace” dan “I Can Only Imagine” serta lagu-lagu patriotik dan inspiratif seperti “God Bless the USA” dan “Lean on Me”. Yang menjadikan penggarapan album ini berbeda, bukan karena bakat dan kekuatan suara yang dimilikinya, namun lebih kepada figur Christopher sebagai penyandang autis dan buta.




    Awal karirnya dimulai lewat video undahannya di Youtube ketika tampil bernyanyi dengan lagu “Open The Eyes of My Heart” di Capitol Center untuk Pertunjukan Seni di Concord, N.H. Video Youtube tersebut mencapai pengunjung sebanyak 2.4 juta, sehingga nama Christopher melejit snagat cepat. Saat lahir, Christopher hanya memiliki kesempatan hidup 50 persen, sebab lahir secara prematur. Ia buta di usia 6 bulan dan saat beranjak 5 tahun dia divonis menyandang autis. Namun, kondisinya tidak menghentikan bocah ini untuk meningkatkan bakat musiknya. Ia berkata, “Meskipun keadaan sangat sulit dan kita mendapat rintangan, kita telah menemukan kebahagiaan dan begitu banyak berkat.




    Kekurangan yang dialami Christopher Duffley dipakainya sebagai berkat untuk menyadarkan dunia bahwa kekurangan tidak dapat membatasi manusia untuk melakukan yang terbaik bagi sesama dan Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan memakai keadaannya untuk sebuah rencana besar.
Sign In or Register to comment.