It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Harusnya aku tak perlu terlalu berlebihan meminta maaf kepada Rio sampai menangkupkan tangan seperti memohon, bang Ihsan semakin menyelidik sosok Rio lewat ekor matanya, dan mengundang kecurigaan jadinya,
kalau sudah begini aku sendiri bingung memulai dari mana untuk menjelaskan.
Suasana masih kaku, aku menatap Rio serius, Rio memberi senyum lebar yang sungkan ke bang Ihsan, sedangkan bang Ihsan memasang tampang kesal di hadapan Rio.
sebuah truk sayur melintas, aku sedikit menepi, takut tertabrak.
Akhirnya seseorang mengakhiri aksi pandang-memandang ini.
sepertinya dia rekan kerjanya bang Ihsan, dengan baju sedikit kusam beserta bau amis ikan, kemudian datang menghampiri kami,
"san, kau di panggil sama Uwak" beritahunya sambil merangkul bahu bang Ihsan,
"eh, kita langsung caer tau kau, ikan yang kau bawak tadi di borong(beli) sama orang" tambahnya lagi dengan berbinar,
"ikan sebanyak itu?" bang Ihsan terheran, melepas rangkulan temannya itu,
kini semakin serius mendengarkan,
"iya san, kau tak percaya" tuduhnya, padahal bang Ihsan hanya takjub,
" tadi itu ada emak-emak datang membeli semua ikan yang kau bawak, katanya di rumahnya sedang ada pesta pernikahan anaknya, nah ikan yang kau bawakkan masih segar, makanya di belinya semua" terang temannya dengan mimik senang,
tangan itu kembali merangkul pundaknya bang Ihsan, lalu tersenyum ke arah ku dan Rio, senyum sungkan.
"Uwaknya dimana?" kembali melepas rangkulan tangan temannya itu, di edarkannya pandangan ke sekeliling pasar, mencari seseorang.
"Uwak di pakter tuak dekat pokok kuini, kau di tunggu disana, suruhnya kau cepat sedikit, Uwak mau pulang cepat, mau undangan ke tempat ema-emak itu tadi" terangnya sambil menunjuk ke belakang pasar,
"oh ya sudah, ayok lah kesana" ajak bang Ihsan
"eh tunggu, mereka ini siapa?" temannya bang Ihsan melihat kami kembali secara bergantian senyumnya perlahan melebar,
"eh lupa aku" bang Ihsan menepuk pelan keningnya, reaksi saat seseorang melupakan sesuatu,
"kenalkan," tangan itu mengarah padaku,
"dia adek iparku, adeknya Nissa" jelasnya
"namanya Dias Syahputra, hari ini dia ikut aku ke belawan" ku ulurkan tanganku untuk berkenalan,
"anton!" di perkenalkannya namanya setelah aku mengulang memperkenalkan diri, senyum itu semakin melebar.
jeda untuk beberapa saat, Anton seperti menunggu sesuatu, aku juga.
menunggu bang Ihsan memperkenalkan temanku ini,
bisa ku tangkap Anton memberi kode yang unik lewat bibir miringnya di ikuti ayunan kepala ke arah Rio,
bang Ihsan menanggapi dengan acuh,
"ooh dia,?" katanya
"aku tak kenal, kawannya si Dias mungkin" lirikan mata itu sungguh mengintimidasi, terdapat panadangan sinis yang mencibir, aku tak suka bang Ihsan seperti itu,
"ayok lah, tadi kau suruh cepat" tutupnya, dan perkenalan itu pun berakhir dengan rasa mengganjal di hatiku, mungkin juga Rio merasakannya, karena senyum getir itu tercetak jelas.
"dek, kau di sini dulu ya, abang ambil gaji kita dulu" aku mengangguk, mempersilahkan.
mereka berlalu ke arah belakang pasar di mana tempat yang di tunjukkan Anton untuk berjumpa dengan Uwak 'toke',
bang Ihsan terlihat senang, mungkin karena mendapatkan hasil kerjanya hari ini.
bercanda sepanjang pasar dengan temannya itu, senang melihatnya seperti itu.
Aku masih menatap mereka berdua hingga hilang di belokan gang, tersenyum geli.
"mereka ramah ya?" pemilik senyum pahit itu membuka suara, aku mengangguk, ingin rasanya menyangkal,
bahwa perkenalan tadi sama sekali bukan lah perkenalan yang ramah,
sungguh Rio, aku tau bagai mana rasanya di abaikan, kalau tidak mana mungkin aku mengutuk seseorang yang bernama Ilham dan merasa tak enak hati padamu.
"oke" kataku memperbaiki letak duduk ku,
"ku ulangi ya bang, aku minta maaf soal gelang itu, dan satu lagi, aku minta maaf karna abang iparku menanggapi abang seperti itu tadi" ku ulang lagi meminta maaf padanya dengan menambah daftar meminta,
sekarang Rio lah yang terlihat semakin sungkan,
"ahhh kau tak perlu seperti itu lah Dias" kesahnya
"tak apa-apalah kalau kau tak memakai gelang itu, bukan masalah besar, tak perlu kau besar-besarkan, urusan sepelenya itu" alihnya,
"bang Ihsan tadi?" tanyaku mengorek sesuatu darinya, berharap dia tak merasa tersinggung,
"tak apa, abangmu memang tak kenal sama aku, wajarlah dia bersikap macam tu" senyumnya melega, aku juga.
semoga apa yang dia ucapkan sama seperti yang ada di dalam hatinya.
"eh, kau sudah jalan-jalan ke mana saja" kuliknya
"di medan ini?" tambahnya lagi,
"ya baru ke belawan" terangku
"sama ke toko butiknya kak Nissa kemarin" Rio berbinar
"eh itu toko atau butik ya?" aku meralat kata-kataku sendiri,
"grandpaladium?" aku menggelengkan kepala,
"medan mall?" aku menggelang lagi,
"istana maimun?" aku kembali menggeleng,
"merdeka walk?" berapa kali sudah aku gelengkan kepala? entah lah semua tempat yang di sebut Rio juga asing, jangankan kesana mendengar nama tempat itu saja aku belum pernah, kak Nissa dan bang Ihsan terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka, jadi mana sempat mengajakku jalan-jalan.
aku pasti terlihat kampungan di mata Rio sekarang, bagus terima kasih bang Ihsan, terima kasih kak Nissa untuk tidak membawaku kemana-mana di kota sebesar ini.
Mati-matian aku menahan malu karena terus menggelengkan kepala, karena semua tempat itu tak pernah ku kunjungi, tapi yang membuatku sedikit merasa lega, Rio tak terlihat seperti mengejek atau merasa bangga, malah terlihat seperti senang,
"besok kan minggu, aku ajak kesana mau tidak?" tawarnya, tentu saja aku mau, selama ini memang tak ada yang mengajakku, bosan juga jika terus-terusan dirumah, ada tawaran ya terima saja lah,
"boleh juga, mau kemana kita?" sambutku
"ke semua tempat yang aku sebutkan tadi, yang belum pernah kau pijak" pijak? maksudnya 'aku kunjungi?' begitu kan?,
Rio membentangkan tangan, macam menunjukkan semua tempat yang ada di medan mau kami 'pijak', hahaha lucu juga melihat dia seperti itu,
bagai mana bahasa 'medanku' mantapkan?
Setelah tawarannya berlalu, Rio asyik menceritakan tempat yang akan kami kunjungi kelak, cerita pun berlanjut ke sana kemari, aku dan Rio pun bertukar nomor telepon agar mudah menghubungiku nanti,
alamat rumah dan lain-lain juga tak luput, katanya besok, minggu pagi akan menjeputku di rumah, tak sabar rasanya menunggu esok hari.
setelah rencana perjalanan esok hari rampung kami bahas, Rio pamit pulang, tak di sangka hari juga semakin sore, perutku juga mulai merasa lapar, tadi Rio sempat menawari ku untuk makan dengannya, hanya saja aku masih merasa begitu segan, baru kenal beberapa hari sudah mau merepotkan orang lain, jadi aku menolak tawarannya, jika saja tak mengikuti standar aturan dalam bersopan santun mungkin sudah ku sumpal perut keroncongan ini dengan nasi padang di warung depan.
Sepertinya bang Ihsan masih lama, tak ada tanda-tanda wujudnya muncul di balik gang, ingin ku susul, tapi tadi dia berpesan supaya aku tetap menunggu di sini, aduh perutku sudah tak sanggup menahan lapar,
ku lihat jam yang tepampang di layar hape, jam 3 sore, aku tak pernah makan seterlambat ini sebelumnya, perut jadi perih.
sementara menunggu bang Ihsan, ku putuskan untuk menelpon saja, mencari pengalihan,
telpon kak Nissa atau Mitha?
ayo tebak, aku akan menelpon siapa?
Nada tunggu itu sudah berbunyi tiga kali, panggilanku juga sudah tiga kali, hampir saja aku menutup panggilan terakhirku sebelum suara melengking menyambutku dari ujung sana,
"heeeey jangan seperti itu, nanti tak sama bentuknya" uuh suara itu, seperti biasa,
"ahhhh nanti saja aku yang buat kan 'hallooo'," baru mau ku sambut sapa dari temanku itu tapi,
"letak kan saja di sana, oke! jangan kalian pegang lagi itu" suara di sana begitu ramai, pasar tembung ini saja kalah ramai,
"Mith? kau sedang sibuk?" di abaikannya pertanyaanku, dia kembali berteriak,
"Diaaaaaaaas, sombong sekali kau, tidakkah kau ingat lagi teman mu ini?" suara itu terdengar merajuk,
"semenjak di medan, kau melupakan aku, dias" oh Mitha sahabatku, tak mungkin hal itu terjadi, teman mu ini hanya sedikit tertekan bathin di sini, setres.
jadi tak sempat menghubungimu, aku juga tak mau berbagi hal yang buruk pada mu, cukup yang senang-senang saja kabar yang harus kau dengar,
"kalau aku berubah menjadi orang sombong, dan melupakanmu tidak mungkin sekarang aku menghubungi mu Mitha, aku murid baru di sini jadi banyak hal yang harus ku kerjakan, maaf ya aku mengabaikanmu" jelasku padanya,
"oke tak apa, aku maklum disini juga sedang sibuk-sibuknya makanya aku tak sempat untuk menelponmu" ujarnya, aku jadi penasaran, apa yang dikerjakan mereka di sana,
"ada acara apa di sana, ramai sekali sepertinya?" perutku berbunyi, merusak pengalihanku, mengingatkanku kembali bahwa dia harus di isi,
Mitha menjelaskan bahwa disana sedang ada sambutan kedatangan bupati ke daerah bengkalis dan sekolahnya terpilih sebagai tempat penyambutan, siswa di sana juga dipilih untuk semua hal yang berkaitan dengan penyambutan, seperti tata tertib acara, persiapan tempat, konsumsi, pertunjukan drumband, dan lain-lain, dan Mitha ini terpilih sebagai pimpinan kepanitiaan wajar saja dia jadi seksi sibuk, karna sekarang dia memang sibuk seperti yang terdengar sekarang, selama aku dan Mitha bercerita sudah beberapa kali namanya di panggil di ujung sana,
di sela-sela bercerita, Mitha sempat bertanya apakah aku mendapatkan teman yang baik di sini, yang pasti teman pria. Mitha memang ingin tahu segala hal tentang aku,
bukan tanpa alasan Mitha seperti itu, selain Mitha tau tentang jati diri ini, dia juga sahabat ku sejak masih balita jadi yah baik buruk tentang diriku semuanya dia tau, tak perlu lah ku tutupi, sebab jika ada masalah pelarianku juga nantinya bertuju padanya,
seperti saat Abah meninggal, selepas main karet gelang, dia memelukku dan mengusap punggung ini dengan damai, memberi kekuatan. dari seorang sahabat yang mengerti, dan mencoba menenangkan kesedihanku.
Ku ceritakan semua, mulai dari bang Ihsan saat aku keceplosan diterminal, dia tertawa geli, tak percaya laki-laki itu adalah abang iparku sendiri,
dan Mitha begitu penasaran pada Dhika saat ku ceritakan bagai mana ketika Dhika mengajakku berkunjung di 'desanya',
belum lagi betapa hebohnya dia ingin tahu seperti apa abang kelasku yang bernama Rio, dan dia bersikeras minta aku mengenalkan Rio padanya, padahal aku juga belum terlalu mengenal siapa si Rio ini,
akhirnya curhat bersama Mitha di akhiri dengan suara ibu paruh baya yang katanya wali kelasnya di sana memanggilnya untuk menyiapkan dekorasi panggung,
sebelum menutup panggilannya Mitha meminta aku untuk berjanji padanya agar menceritakan padanya semua hal tentang Rio padanya kelak,
bertepatan dengan itu bang Ihsan muncul dengan raut menyesal di wajahnya, sepertinya dia mabuk lagi.
"maaf dek, bisa pula abang lupa, kau kan belum makan" ia menghiba, perutku berbunyi lagi, cukup aku tak sanggup menahan lapar ini lebih lama lagi.
@Mr_Makassar
@blackshappire
@mustaja84465148
@adinu
@Tsu_no_YanYan
@reenoreno
@elul
@san1204
@alfa_centaury
@3ll0
@d_cetya
@rezadrians
@autoredoks
@Gabriel_Valiant
@kimo_chie
@bodough
@rezka15
@Xian_Lee
@DM_0607
@IamYuda
mungkin cuma
"heeeey jangan seperti itu, nanti tak sama bentuknya" uuh suara itu, seperti bisa,
mungkin kata "bisa" di akhir kalimat harusnya "biasa"
hehehe
mungkin cuma
"heeeey jangan seperti itu, nanti tak sama bentuknya" uuh suara itu, seperti bisa,
mungkin kata "bisa" di akhir kalimat harusnya "biasa"
hehehe
mungkin cuma
"heeeey jangan seperti itu, nanti tak sama bentuknya" uuh suara itu, seperti bisa,
mungkin kata "bisa" di akhir kalimat harusnya "biasa"
hehehe
hayooo?
kalu gak aku pilihin aja ya, kamu cocoknya ama si rumpi ilham hahaah
kayaknya rio boleh? #mikir2 dlu ah,,,
dhika gk nolak tuh,,,,
#o,,, m,,, g,,,, heeelllllloooooo ogah banget sama ilhamm, no way,,,,
ogah nolak sama ilham?
pilihan yang tepat sayang @mustaja84465148
sma Ts nya ja lah!