It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
aku mau tanya, daerah yang ada di ceritamu itu asli kan? aku cuma mau tahu orang disana itu bicara pakai bahasa daerah atau b.indo?
aku suka kalo dengar bahasa daerah lain walau gak ngerti..
pengen banget rasanya bisa ke sumatra, traveling keliling Indonesia kayanya seru..#maafCurcol..
jangan fitnah gw sembarangan,
@superlove @pokemon tertibkan tolong lah,
manusia satu ni siapa juga gw gak tau. . .
Mobil bermuatan tumpukan viber ini pun melaju membelah jantung belawan,
melewati pemukiman warga yang demikian padat, bangunan rumah yang berjejer rapat menjadi pemandangan yang mendominasi.
Bang Ihsan begitu tenang mengemudi, sesekali bersiul, tak seperti pria yang terbeban dengan masalah keluarga, aku sedikit tenang, setidaknya bang Ihsan bisa menyembunyikan konflik rumah tangganya di hadapan ku, walau aku tau mabuknya kemarin tak bisa membohongi kenyataan.
Setelah melewati jalan tol, kemudi di putar ke arah barat menuju kiri pusat kota medan, mulai lah padatnya kendaraan menjadi teman di perjalanan, jika sudah begini mau tidak mau harus ada bahasan agar dapat membunuh waktu dan bang Ihsan memulainya,
"menurutmu di, abang ganteng tidak?" sulit untukku agar bisa menahan untuk tidak tertawa, pria di depanku pun memutuskan untuk ikut tertawa, jika ini di sebut basa-basi, aku berani taruhan ini lah basa-basi yang paling 'gila',
coba posisikan dirimu sebagai aku, di perjalanan yang memakan waktu hampir satu setengah jam dan kau hanya mendengar siulan 'sinanggar tulo' dan tiba-tiba kau di suguhkan pertanyaan 'menurutmu apakah aku ganteng?' apa yang akan kau jawab?
mungkin bisa menjawab dengan fakta yang jujur 'ya kau ganteng' atau dengan sedikit bergurau 'sedikit ganteng, tapi lebih ganteng aku', tapi jika yang bertanya itu teman mu,
saat ini seorang pria dengan 'pangkat' abang ipar bertanya hal demikian, apakah hal itu menjadi mudah?
tentu tidak.
Perlahan tawa ku mengendur, bang Ihsan sudah lebih dulu menghentikan rasa geli dari pertanyaannya,
"pasti rasamu abang jelek kan?" kesimpulan yang di buatnya sendiri, bibir itu masih merekah meski tawanya tak lagi terdengar,
"kalau pria yang sudah menikah itu pastilah tampan bang, kalau tidak mana mungkin ada wanita yang mau di nikahi" jawabku diplomatis, lebih baik mencari jawaban yang netral, aku takut dia hanya mengujiku, setelah menarik kesimpulan apa yang terlihat di terminal belawan antara aku dan Dhika,
"abang tau, kau sudah bilang abang ganteng, dulu" aku terdiam sejenak, mengingat dan mencoba mencerna apa yang di katakan bang Ihsan tadi,
aku tak menanggapi apa yang di katakannya, tapi sulit untuk membuat alis ini berhenti menyatu,
"masak kau lupa, di terminal, kau menelpon orang dan kau bilang 'ada orang cakep didepan' dan pas di meja itu cuma ada kau dan abang kan? berarti kau menilai kalau abang ipar kau ini ganteng" tawa itu kembali menjadi penutup penuturannya, semacam kewajiban untuknya tertawa setelah berbicara, ternyata mood bang Ihsan sedang dalam kondisi baik hari ini, tapi tidak demikian denganku, bang Ihsan membungkam mulutku dengan mengungkit kejadian tempo hari di terminal, memang, saat menelpon Mitha, aku tak sengaja memberi penilaian untuknya, aku juga tak menyangka pria yang ku temui di terminal pinang baris itu adalah abang iparku, aku jadi menyesal, kenapa harus menelpon Mitha saat itu yang membuat aku harus berkomentar tentangnya.
bisa kupastikan wajahku hampir sama dengan udang rebus, merah.
Sinanggar tulo masih mengalun lewat siulannya, sedikit kesulitan mengarahkan mobil untuk parkir di jajaran mobil lain yang telah mendahului,
dengan lincah bang Ihsan turun, menutup pintu dan meninggalkanku di mobil setelah sebelumnya berpesan agar aku tetap menunggu di sini, di pasar tembung.
pasar ikan ini termasuk dalam kategori luas, belum pernah aku melihat pasar ikan sebesar ini,
pasar ini berdiri di lahan yang mungkin berkisar puluhan hektar dengan segala macam benda yang di jual, tapi tetap ikan dan udang lah yang mendominasi,
segala macam ras ada di sini, dan segala macam bau juga tercium membuat ku mual jika tetap bertahan menunggu bang Ihsan di dalam sini, lebih baik segera keluar mencari angin, aku mau beli permen di warung di depan pasar, mungkin permen bisa mengusir rasa mual ini,
tadi aku sempat melihat ada pedagang kaki lima berjejer sebelum masuk kesini,
kaki ku sedikit berjingkat, melompat menghindari jalan becek yang tercipta oleh komposisi lelehan air ikan dari pasar dan hujan gerimis yang turun tadi malam.
Aku menduga medan terlalu sempit, atau keberuntungan sedang mengikutiku, dimana sedikit orang yang ku kenal, namun di antara mereka pula lah yang ku temui disini, jika tadi bertemu Dhika, sekarang aku malah bertemu Rio kebetulan yang begitu wahh bukan?,
medan tak selebar daun kelor, tapi tak terlalu sempit untuk aku dan penghuni Al-Fattah hari ini.
"hay bang Rio" sapaku membuat si pemilik nama sedikit terkejut dari kesibukannya memainkan hape, benda kecil itu segera dimasukkan di kantung celana, membalas sapa ku dengan senyum lebar.
"kenapa bisa sampai ke sini?" pertanyaan monoton yang di ajukan Rio sama seperti Dhika, apa sebegitu mustahilkah untukku mengitari medan ini?,
"ikut si abang kerja," jawabku sambil menggedikkan kepala ke arah dalam pasar,
"jangan tanya soal sekolah, aku tak berniat membicarakannya di pasar ikan" tutup ku tiba-tiba kesal, yang tak di sanvka di sambut tawa olehnya,
"sama, aku juga malas kesekolah hari ini" tak kalah malas dengan ucapanku, kemudian.
matannya menyusuriku berakhir di kedua tangan,
astaga aku lupa memakai gelang pemberiannya waktu itu,
"gelang yang ku kasi kenapa tak kau pakai?" selidiknya, raut malas berganti kecewa,
"kau tak suka" tuduhnya.
"hei, bukankah kmarin aku bilang gelang itu bagus?" penyangkalan yang mengganjal
"terus? kenapa tak kau pakai?" ia terus mengejar, matanya masih tertuju ke pergelangan tanganku, mungkin berharap gelang itu tiba-tiba tersemat disana, tidak mungkin.
sejenak terlintas jawaban dusta agar Rio tak marah atau kecewa padaku karna tak menghargai pemberiannya, namun ku putuskan untuk jujur, bukankah itu lah ciri khas ras ku melayu yang jujur dalam bertutur,
"maaf bang, aku lupa memakainya, gelang itu masih ada, ku tinggal di tas sekolah, maaf ya bang, aku benar-benar lupa" jelasku di sertai permohonan maaf karna telah mengecewakannya,
bang Ihsan datang ketika aku menangkupkan kedua tanganku di dada, mungkin mengundang tanya kesalahan apa yang telah ku perbuat,
"kenapa di?" melihatku dan Rio tajam, ingin tahu apa yang terjadi.
@mustaja84465148
@adinu
@Tsu_no_YanYan
@reenoreno
@elul
@san1204
@alfa_centaury
@3ll0
@d_cetya
@rezadrians
@autoredoks
@Gabriel_Valiant
@kimo_chie
@bodough
@rezka15
@Xian_Lee
@DM_0607
@IamYuda
jiah, ketahuan lagi kn masih mau dibilang beruntungkah kalau gitu? secara tadi pertanyaannya udah ngejebak gitu )