BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

OneShoot Story ( Boys Love )

1246728

Comments

  • Kalo ini ϑαĥ pernah baca di forum laen ;)
    Lanjut..
  • mengharukaaaannnn,,,, banget! mesen klo apdet yeaa di tunggu lanjuuut,,,, THANX.
  • seandainya gw pnya kakak sperti Lando. :D haha, ngimpi..!
  • Elmo Gimana yah lanjutannya
  • ***MAGIC***



    **
    (** Gue seriusan udah cinta sama lo, Erwin **)



    Di bacanya berulang-ulang kalimat itu, kalimat yang membuat Erwin super kaget tak kepalang, dan geleng-geleng kepala merasa jijik, wajahnya merah padam karena marah.

    Tak sengaja dia menemukan selembar kertas bertuliskan kalimat pernyataan cinta kepadanya itu. Andai yang menulis kalimat itu seseorang yang memang pantas mengatakannya, tentunya Erwin tak akan sekaget dan sejijik itu, mungkin dia akan senang dan bangga karena ada fans rahasia di Kantornya, tapi ini beda, ia menemukannya dari meja teman kerjanya yang jenis kelaminnya sama dengan dirinya.

    Saat ini dia sedang berdiri di depan meja Marcus Arlandito teman sekantornya, tadinya dia mendatangi meja Marcus karena mau meminjam sebuah pena sebab pena miliknya kehabisan tinta dan dia hanya bawa satu pena.

    Tapi saat itu Marcus tak ada di mejanya, karena sedang terburu-buru dia memutuskan mengambil sendiri saja pena itu biar nanti jika Marcus sudah kembali dia akan meminta ijin, Marcus juga pasti tidak akan marah toh hanya sekedar pinjam sebuah pena.

    Saat sedang mencari pena itu tak sengaja dia menyenggol sebuah buku yang tergeletak di meja hingga terjatuh dan keluarlah selembar kertas dari dalam buku itu, Erwin segera memungut buku dan kertas itu untuk di rapihkannya kembali namun betapa kagetnya dia saat tak sengaja membaca tulisan besar-besar di kertas itu.

    "Eh Win, lo sedang cari apa?" Sebuah suara mengagetkan Erwin dari arah belakang saat ia menengok ternyata Marcus sudah berdiri sedang memandangi dirinya.

    Kemarahan seketika terlihat di mata Erwin saat melihat Marcus, tatapan mata elangnya begitu tajam seakan ingin menguliti teman kerjanya itu.
    Melihat air muka Erwin yang mengerikan Marcus jadi heran dan takut, namun segera semuanya terbuka saat tiba-tiba Erwin menunjukan selembar kertas di depan matanya.

    Marcus tersentak kaget, andai siang hari pasti akan jelas terlihat wajahnya pucat pasi, namun untungnya saat itu sudah malam hari dan lampu kantor tidak begitu terang karena sebagian sudah di matikan, jadi Erwin tak begitu melihat kekagetan Marcus.
    Malam ini Marcus dan Erwin masih di kantor karena sedang ada lembur.

    "Gue ingin penjelasan soal ini" Tegur Erwin kasar, dia menatap Marcus garang.
    Marcus terdiam tak tahu harus menjawab apa, dia menunduk dalam-dalam, rasa malu dan takut menyeruak sanubarinya, ia menyesal kenapa ia harus ceroboh menulis itu dan menyimpannya di buku miliknya, namun kenapa kertas itu bisa ada di tangan Erwin, apakah Erwin tadi mengacak-acak mejanya, lalu untuk apa Erwin ada di mejanya.

    "Gue tadi mau pinjam pena sama lo dan gak sengaja gue nyenggol buku ini, tapi dari dalamnya keluar kalimat menjijikan ini, gue hapal ini tulisan lo jadi gue butuh penjelasan dari lo.." Seakan tahu pikiran Marcus, Erwin segera memberi tahu ihwal penemuan kertas itu, Marcus tetap membisu, rasanya kelu lidahnya dan tubuhnya lemas tak bertulang lagi.
    Dia sadar Erwin pasti akan sangat membencinya kini.

    "Lo gak tiba-tiba bisu kan Marcus, gua menunggu jawaban lo.." Erwin kembali membentak lebih keras dan kasar, tubuhnya menggigil saking emosinya.

    "Maafin gue Win.." Jawab Marcus akhirnya dengan lemah, hanya itu yang dia bisa katakan, itupun dengan susah payah, rasanya dia ingin sekali menangis andai tak malu pada Erwin.

    "Jadi benar ternyata lo seorang gay Marcus, dan lo mencintai gue, benar-benar gila lo, berani-beraninya lo lakuin itu sama gue, dengar Marcus gue bukan homo dan gue benci homo, lo harus tahu itu jadi lupakan kalo lo suka sama gue karena itu sama sekali gak mungkin sampai kiamat pun.." Rutuk Erwin habis-habisan, terasa menoreh luka di dalam dada Marcus, sangat perih sekali.

    "Win! Semua itu memang benar, ya benar gue ini homo, dan benar juga jika gue cinta sama lo, tapi lo tenang saja gue gak berniat ganggu lo koq, gue hanya sebatas kagum tanpa berniat milikin lo karena gue juga sadar itu tidak mungkin, tapi terlalu menyakitkan jika lo bilang benci kaum homo, kami juga sama manusia seperti lo, punya perasaan, lo pikir kita mau seperti ini, kalo bisa milih gue juga gak mau tapi jalan ini yang di berikan di hidup gue, lo tidak tahu seperti apa hidup seperti gue jadi gue mohon jangan menjudge kami seperti sesuatu yang menjijikan.." Marcus menatap Erwin mencoba melawan sorot mengancam itu, ia sedikit tersinggung dengan apa yang di katakan Erwin.

    "Baguslah kalo lo sadar diri karena sampai kapanpun gue gak mungkin cinta sama lo, bagi gue kalian tetap makhluk aneh, suka koq sama cowok lagi, jadi mulai sekarang lo jauh-jauh dari gue, jadi geli gue saat ngeliat muka lo.." Timpal Erwin dengan bergidik, sikapnya benar-benar terlihat melecehkan bagi Marcus, ingin rasanya dia memukul wajah Erwin, namun itu akan memperkeruh suasana, lebih baik ia menahan diri dan bersabar walau hatinya terasa sakit.

    Hilang sudah perasaan kagum pada pemuda di hadapannya itu, kini yang ada hanya sebuah perasaan benci dan sangat marah di dada Marcus.

    "Jika memang lo benci homo sebaiknya lo cepat pergi dari meja gue, sebelum lo ketularan, gue ingin sendiri.." Marcus mendengus, tanpa memperdulikan Erwin dia segera duduk di kursinya menyibukan diri dengan membereskan mejanya, rasanya dia ingin segera ada di rumah, tak peduli dengan lembur Marcus ingin pulang saja.

    Sedang Erwin tanpa berkata-kata lagi segera pergi meninggalkan meja Marcus dengan terburu-buru seakan dia benar-benar takut ketularan jadi homo dari Marcus, beberapa kali dia bergidik jijik.

    Sepeninggal Erwin, Marcus luruh di mejanya dan ia menangis, dadanya terasa begitu sesak.
    Oh Tuhan, kenapa hidup sesakit ini, kenapa hidup di jadikan seperti ini.
    Kenapa lelaki itu ternyata sikapnya sangat kejam dan menyakitkan.

    *Malam senyap mengalun terasa begitu lama di temani luka yang menyayat jiwa*

    ***
    Esok paginya ada yang berbeda yang di rasakan Marcus di kantor, teman-teman kerjanya jadi bersikap aneh padanya, rupanya gosip dia seorang gay telah menyebar ke seluruh penjuru kantor, dan Marcus yakin pasti Erwin yang sudah menggosipkan dia.
    Sakit hati rasanya Marcus di perlakukan begitu, laki-laki itu ternyata sangat kejam, Marcus benar-benar benci Erwin sekarang.

    Hidup Marcus kini jadi tak nyaman berada di kantor, kerja pun jadi tak tenang lagi, memang di antara teman-temannya kebanyakan tak peduli dengan gosip itu mereka mengerti jika hidup Marcus adalah Marcus sendiri yang berhak menentukannya, mereka tak keberatan tetap berteman dengan Marcus, hanya segelintir saja yang tampak sinis, dan kebanyakan mereka perempuan-perempuan yang sempat naksir Marcus dulu dan mendapat penolakan pemuda itu.

    Ada juga beberapa cowok yang terlihat berniat akrab dengan Marcus yang tampan itu padahal dulu mereka sangat pendiam, sepertinya mereka orang-orang yang senasib dengan Marcus, mereka gay juga dan selama ini menjaga image, namun Marcus malas melayani mereka.

    Kini hidup Marcus di kantor terasa menjadi kacau balau, dan semua itu karena Erwin.
    Marcus merasa namanya kini benar-benar tercemar dan hancur seketika.
    Marcus benci Erwin, sangat benci.

    ***
    Seminggu setelah kejadian itu Marcus sudah benar-benar tidak tahan, sikap Erwin semakin menjadi, mengolok dan menertawakannya, rasanya sudah seperti di neraka saja berada di kantor, laki-laki itu benar-benar menyebalkan, Erwin muak padanya.
    Akhirnya dia memilih Resign dari tempat kerjanya, tempat baru mungkin akan membuatnya lebih nyaman.

    ***
    Sebulan telah berlalu dari kejadian itu, Marcus sudah bisa melupakannya dan kini dia telah bekerja di sebuah perusahaan besar di bilangan Jakarta Barat, Marcus juga kini memilih hidup sendiri dengan mengontrak sebuah Rumah, semua itu di lakukan agar dia lebih mempunyai privacy dan lebih bisa mandiri.
    Lagipula kantornya dengan rumah orang tuanya yang berada di Jakarta Timur jaraknya lumayan cukup jauh.

    Minggu sore ini Marcus berniat pergi ke Swalayan untuk belanja kebutuhan sehari-hari, biasanya memang seminggu sekali dia belanja di hari Minggu untuk nyetok kebutuhan dalam seminggu.
    Kebetulan jika makan malam dia memilih untuk masak sendiri, hitung-hitung dia berhemat sekalian mempraktekan keahlian memasaknya, siapa tahu jika terus di latih dia bisa jadi Cheef handal di masa depan, harapnya.

    Saat dia membuka pintu dia di kagetkan dengan adanya seseorang di depan pintu, hampir saja muka Marcus kena getok karena orang itu baru saja berniat mengetuk pintu.
    Sesaat Marcus terkesima, tak percaya dengan penglihatannya, Erwin kini tepat berdiri begitu dekat di hadapannya, laki-laki menyebalkan itu, mau apa dia ada disini, pikirnya.
    Wajah Marcus merengut tak senang memandangi laki-laki di hadapannya, begitu juga Erwin dia sesaat terpana saat melihat Marcus, namun tiba-tiba dia tersenyum, wajahnya terlihat cerah.

    Marcus jadi heran melihat sikap Erwin yang aneh itu, entah kenapa dadanya berdebar-debar melihat senyum yang dulu sempat hadir di mimpi-mimpinya, namun sekuat tenaga dia berusaha mengendalikan diri.

    "Marca, kebetulan gue lagi nyari lo.." Sapa Erwin terdengar senang, dia kembali memanggil Marcus seperti saat di kantor, memakai nama panggilan akrab Marcus, yang di panggilpun kaget mendengarnya, mata Marcus menyipit curiga.

    " Ada apa lo di sini? Darimana tau alamat gue?" Tanya Marcus datar.

    "Mama lo yang ngasih tau, tadi gue kesana dulu, ohya gue pengen ngomong sama lo.." Balas Erwin terlihat semangat dan matanya berbinar, ada yang aneh dengan Erwin pikir Marcus, jangan-jangan sedang ada yang di rencanakannya.
    Lagian Marcus kesal sama Mamanya, kenapa juga ngasih tau alamat rumahnya pada makhluk menyebalkan ini.

    "Mau ngomong soal apa?" Tanya Marcus jutek.
    "Atau lo belum puas dulu, mau melecehkan gue lagi?" Tambahnya sengit, kini ia harus waspada agar bisa membalas mulut lobang kloset ini.

    "Tidak Marca! Gue cuma pengen minta maaf sama lo.." Jawab Erwin cepat, dan cukup mampu membuat Marcus membelalak mata terkejut, gak salah dengar kan dia, Erwin mau minta maaf.
    Hmm pasti ada sesuatu yang di rencanakan, sudah pasti.

    "Gue gak salah denger kan? Lo mau minta maaf, jangan-jangan otak lo udah kebalik ya.." Cibir Marcus sinis.

    "Gue serius Mar, kalo perlu gue berlutut di depan lo, gue tau dulu gue salah dan gue udah berlaku kejam sama lo, tapi kini gue sadar kalo yang gue lakukan itu buruk banget, gue bener-bener minta maaf sepenuh hati gue Marca, gak ada niat apapun lagi, sumpah demi Tuhan.." Ucap Erwin memelas, nampaknya dia memang bersungguh-sungguh.

    Tanpa di duga Erwin tiba-tiba saja berlutut di hadapan Marcus dia mengatupkan kedua tangannya di depan dada memohon permintaan maaf, melihat itu Marcus jadi terkejut hingga selangkah mundur.

    "Apa-apaan lo Win, cepat bangun, apa kata orang kalo ada yang lihat.." Tegur Marcus panik.

    "Gue gak akan bangun kalo lo belum maafin gue Mar." Keukeuh Erwin bertahan, Marcus semakin panik dan kesal, apa-apaan sih ini orang, selalu saja bikin masalah.

    "Yasudah terserah elo dah, berlutut saja sepuas lo karena gue mau pergi, gara-gara lo gue jadi telat.." Rungut Marcus dengan muka masam, lalu diapun segera meninggalkan Erwin menuju jalan besar yang ada di depan rumahnya.
    Melihat Marcus malah pergi Erwin segera bangkit mengejar, menjejeri langkah Marcus yang cepat-cepat.

    "Lo mau kemana emangnya Mar, gue antar yah.." Ucapnya menawarkan diri, Marcus mengacuhkannya.

    "Gue bisa naik Taksi.." Ketusnya jutek.

    "Ayolah daripada naik Taksi mahal, gue anterin kemanapun lo mau, dan gratis sebagai denda tambahan dari permintaan maaf gue.." Rayu Erwin tak menyerah, Marcus memutar bola mata kesal.

    "Mau lo apa sih Win?" Bentaknya karena mulai risih dengan tingkah Erwin, Marcus takut ada tetangga atau orang yang di kenalnya melihat, bisa-bisa mereka curiga.

    "Mau gue ya di maafin elo dan nganterin elo tentunya.." Balas Erwin senyum-senyum gak jelas makin membuat Marcus sebal.

    "Yaudah, lo udah gue maafin, sekarang lo cepat pulang sana.." Usirnya jengah

    "Tapi nganterin lo kan belum.." Sambar Erwin cepat, lalu tiba-tiba dia ngambi Helm dari motornya dan di masukan di kepala Marcus, setelah itu dia mendorong tubuh Marcus dan di dudukannya di atas motor gedenya, Marcus kaget namun entah kenapa dia malah tidak berontak dan menurut saja.

    Setelah mengenakan Helm satunya lagi Erwin naik dan menstater motor Ninja Rr nya.

    "Dasar lo gila Win.." Teriak Marcus mengutuk, namun ada suka cita menyelusup di balik dadanya, terasa hangat dan menenangkan.
    Ah! Jangan sampai dia tergoda lagi kalau tidak mau sakit hati dan hancur lagi seperti dulu, Marcus segera menampar hatinya sendiri agar tidak terbuai.

    "Gue gila itu karena lo.." Ucap Erwin namun tidak terlalu kencang sehingga Marcus tak mendengarnya.

    "Lo bilang apa?" Teriak Marcus lagi karena tadi suara Erwin samar-samar di telinganya.

    "Tidak apa-apa, kemana gue harus nganter lo..?" Jawab Erwin kini teriak lebih keras

    "Swalayan.."

    Setelah meraung-raung sebentar kuda besi yang di tunggangi dua pangeran gagah dan tampan itu pun berlari kencang menembus kerasnya aspal, tanpa sadar Marcus memeluk pinggang Erwin karena kaget.
    Di depannya Erwin tersenyum-senyum senang, ada binar di matanya.

    ***
    "Oke, sekarang lo bisa pulang.." Usir Marcus saat mereka sudah tiba di areal parkir sebuah Swalayan, dia lalu menyerahkan Helm yang di pakainya kepada Erwin yang lalu mencantelkannya lagi di motornya.

    "Gue nemenin lo saja, gue kan harus nganterin lo pulang nanti.." Balas Erwin semaunya dengan senyum nakal dan memainkan kedua alisnya.

    "Gak usahlah, gue bisa pulang sendiri.." Rungut Marcus cemberut namun dia menyembunyikan perasaan yang sebenarnya jika dia senang andai Erwin menemaninya saat itu.

    "Pokoknya gue harus nemenin lo terus anterin lo pulang.." Erwin memaksa, dan Marcus berbunga dalam hati, namun dia tetap berpura-pura, lalu segera meninggalkan Erwin berjalan terlebih dahulu.

    "Terserah lo dah.." Serunya tak acuh.
    Erwin segera mengejarnya dan berjalan di sisinya, entah kenapa Erwin merasa senang saat sedang begitu, berjalan berdua dan ada selalu disisi Marcus, Erwin bahagia sehingga rasanya dia ingin mendekap bahu laki-laki di sampingnya itu, namun tentu saja dia hanya menyimpannya dalam hati keinginan itu.

    Saat mereka sedang berjalan menuju Swalayan, di lobi tiba-tiba seseorang menepuk bahu Marcus yang segera menoleh karena kaget, saat melihat siapa yang menepuk bahunya Marcus tersenyum senang, namun hal seperti itu entah kenapa membuat hati Erwin panas, dia tak suka perubahan roman Marcus yang terlihat senang saat bertemu orang ini.

    Orang ini ternyata seorang teman kerja Marcus di tempat baru, bernama Nando Aldino, Erwin pantas kesal karena sosok yang ada di hadapannya kini itu sosok seorang laki-laki yang tampan, tipe-tipe lelaki metrosexual ibukota yang terlihat rapi dan trendy dari ujung kaki sampai ujung kepala, terlihat keren dan tahu trend masa kini.

    Batin Erwin bertanya-tanya untuk apa sih dia harus kesal dan merasa marah melihat keakraban mereka, ah Erwin tak tahu, yang pasti dia tak suka laki-laki ini.

    "Wah mau shoping yah.?" Sapa Nando terlihat bersemangat memandangi Marcus, sepertinya dia juga senang bisa kebetulan bertemu dengan Marcus di tempat itu.

    "Gak koq, cuma belanja kebutuhan sehari-hari saja.." Balas Marcus sejujurnya

    "Sama, gue juga hanya mau cari buku saja ke Gramed, adik gue titip buku pelajaran, mau gue temeni.." Tawar Nando berharap

    "Gak perlu deh, kami belanja bakal cukup lama sepertinya, takutnya lo di tunggu adik lo.." Erwin yang sedari tadi diam kini yang menjawab, mendengar itu Marcus mendelik pada Erwin yang pura-pura tak melihat, sedang Nando tampak berubah air mukanya, dia tampak tersinggung dengan jawaban Erwin, namun dia tak meladeninya.

    "Yasudah, gue jalan duluan ya Marca, sampai ketemu besok pagi di Kantor.." Pamit Nando akhirnya, ia merasa laki-laki yang bersama Marcus itu tak menyukainya jadi lebih baik pergi saja.
    Marcus hanya mengangguk dengan tak enak hati, matanya mengiringi kepergian Nando dengan rasa malu.

    "Lo apa-apaan sih ikut campur saja?" Semprot Marcus saat Nando sudah jauh, dia menatap Erwin bete

    "Gue gak suka dia, matanya jelalatan waktu memandang lo.." Jawab Erwin tak acuh dan mencari--cari alasan, padahal sama sekali Nando tak jelalatan seperti yang dia katakan, Marcus jadi makin kesal.

    "Itu bukan urusan lo, jadi jangan seenaknya apalagi saat gue lagi sama temen gue.." Semprot Marcus gemas

    "Gue juga gak suka dia manggil lo pake nama Marca..". Celoteh Erwin kembali seakan tak mengindahkan ucapan Marcus

    "Semua orang boleh memanggil gue seperti itu, apa masalah lo?"

    "Pokoknya gue gak suka dia deket sama lo.." Tegas Erwin

    "Dan gue gak suka deket-deket sama lo.." Sergah Marcus jengah, dia pun segera berlalu, capek rasanya meladeni orang aneh dan menyebalkan seperti Erwin ini.

    Erwin si kepala batu segera menguntit kemanapun Marcus pergi, sudah seperti anak ayam mengekori induknya saja.


    Pada akhirnya Marcus tak bisa bertahan lagi dengan sikap judesnya kepada Erwin, dia tak bisa memunafikan terus hatinya untuk tetap cemberut dan menunjukan sikap memusuhi, toh dalam hatinya dia sudah memaafkan Erwin, dan dia senang saat di temani laki-laki itu.
    Air muka Marcus kini lebih mencair dan sedikit ramah, bahkan dia sudah mau mengobrol dan bercanda sepanjang acara berbelanja itu, dia tidak tahan saat harus merengut sedangkan lelucon Erwin sangat menggelitik hatinya untuk segera tertawa, kekonyolan Erwin telah kembali seperti saat mereka dulu masih akrab di tempat kerja Marcus yang lama.
    Erwin itu memang konyol, malah sedikit sinting mungkin, kadang sangat menyebalkan, contohnya saat dia sedang memilih minuman tiba-tiba Erwin memasukan sekaleng susu ke lori belanjaan sambil nyeletuk

    "Lo kan kurus banget Mar, gue saja bisa ngitung tiap tulang yang nonjol di tubuh lo, minum susu yang banyak ya biar agak berisi dan sehat.." Ucapnya dengan nada yang seakan perhatian namun lalu tertawa lebar, tentu saja Marcus jadi sebal, seenaknya saja menghina orang, padahal dia tidak kurus kurus amat, seenaknya saja bilang banyak tulang menonjol, padahal dianya juga sama kurus tuh.
    Tanpa berkata-kata Marcus segera mengembalikan susu itu ke tempat asalnya, tak ia pedulika saat Erwin protes dan kecewa sarannya gak di penuhi.

    Atau lain lagi saat mereka di counter sayuran, tiba-tiba Erwin ngambil terong ungu yang paling besar dan di unjukin di muka Marcus seenaknya

    "Mar terong ini gede banget yah, lo pasti suka deh yang gede-gede.." Dengan wajah tanpa dosa Erwin dengan kencang nyeletuk sehingga beberapa ibu-ibu yang sedang belanja menoleh dan mesem-mesem, ada juga yang menatap jijik, wajah Marcus seketika merah padam menahan malu dan secepat yang ia bisa segera menyingkir dari sana.

    Namun pada dasarnya Marcus menikmati kebersamaan itu, dan sesuatu yang dulu hilang mulai bermunculan sedikit demi sedikit, seperti arus yang tak bisa dia hentikan untuk terus mengalir deras.

    ****
    Hari-hari terus berlalu dengan cepatnya, waktu terus berputar, siang dan malam silih berganti, rotasi alam yang tak dapat di hentikan oleh siapapun kecuali oleh yang maha Kuasa, yang Maha Mengatur segalanya.

    Begitu juga kehidupan dua manusia yang menjadi tokoh cerita ini, Erwin yang terus saja mendekat pada Marcus seakan tak bisa di hentikan, dengan jelas dia menunjukan perhatiannya dan terlihat tak mau jauh-jauh dari Marcus, setiap hari dia tak akan lupa untuk sekedar menelfon atau sms menanyakan kabar atau mengingatkan Marcus sudah makan atau belum, atau hanya sekedar mengucapkan selamat tidur saat malam tiba.

    Jika weekend tiba Erwin akan segera membuat janji dengan Marcus lalu dengan semangat dia akan datang menjemput Marcus, entah itu hanya sekedar jalan-jalan, makan malam, nonton dan hal lainnya, perhatiannya begitu kentara di rasakan Marcus, sikapnya sudah bukan seperti seorang teman namun seakan seorang kekasih yang melakukan kepada orang yang sangat di cintainya. Terasa aneh memang, semuanya sungguh terlihat ironis dan sangat berbalik dari sebelumnya.
    Tapi buat Marcus sendiri itu tak menjadi masalah, dia sudah tahu itu akan terjadi dan itu yang sangat di harapkannya, hanya tinggal menunggu waktu.

    Namun akibatnya perasaan lama Marcus yang dulu telah hilang kini kembali menempati hatinya, tak bisa di hentikan pula terus berkembang dan berbunga, rasa cinta itu telah mengisi kembali ruang kalbunya, namun semua itu hanya membuat Marcus tersiksa saja, karena sehebat apapun perasaannya, dia tetap tak bisa memiliki cintanya, bahkan jika pun Erwin membalas cintanya tetap saja Marcus tak akan mungkin bersatu dengan Erwin.

    Ada sesuatu yang ia sembunyikan dari kenyataan pahit yang mungkin akan ia hadapi jika melanggar perjanjian, yah dulu Marcus telah membuat sebuah perjanjian dengan seseorang, ada yang telah terjadi yang pernah ia lakukan dulu, beberapa bulan yang lalu dan itu berkaitan dengan mereka, berawal dari rasa sakit hati.

    Haruskah Marcus menyesali hal itu. Itu pasti, namun penyesalan selalu terlambat datangnya.

    Dan penyesalan itu kini sedang menyiksa batinnya habis-habisan, semua itu berawal dari saat tiba-tiba Erwin membuat keputusan yang sangat mencengangkan, walau Marcus sudah menduga ini bakal terjadi tapi ketika ia mengalaminya secara nyata ia cukup kaget juga, dan ia hanya bisa terpana saat suatu malam Erwin menyatakan cinta padanya di pinggiran jalan yang senyap saat mereka menuju pulang dari malam mingguan.

    Ada alasan yang menjadi sebab ia kaget dan menyesal, pertama dia sangat kaget dan tak menyangka apa yang dia inginkan dulu ternyata terkabul, perjanjian itu terbukti keampuhannya padahal dulu dia hanya iseng saja melakukannya, dan dia berpikir itu hanya takhayul yang tak mungkin bisa terjadi, walau pada akhirnya dia mencoba untuk melakukannya juga.

    Kedua, dia akhirnya menyesal melakukan semua itu, pada kenyataannya dia sendiri ikut tersiksa dengan semua yang telah dia lakukan, semuanya berbalik pada dirinya, kini sudah terlambat untuk menyesal mau tak mau Marcus harus menghadapinya.

    Dan dengan di iringi penyesalan besar pula dia terpaksa harus menolak pinangan Erwin untuk jadi kekasihnya, walau dia harus melihat kekecewaan dan kesedihan Erwin, pun kesedihan dirinya juga.
    Dulu saat dia membuat perjanjian itu dengan di penuhi rasa sakit pernah terbayang saat ini tiba dimana Erwin menyatakan cinta lalu dia akan menolak dan mencemooh laki-laki itu, membalas semuanya lebih meyakitkan lagi, namun seiring waktu segalanya menjadi berubah tidak seperti yang dia bayangkan. Dan itu karena cinta.
    Cinta telah membuat hatinya kembali berubah..

    Bukan dia tak mau menjadi kekasih Erwin, sudah jelas dia sangat menyadarinya jika dia masih mencintai Erwin, rasa itu telah kembali dan semakin membara saja, namun dia tak bisa melakukannya, dia tak bisa menerima cinta Erwin, perjanjian itu yang membuatnya harus menolak walau dengan terpaksa.
    Perjanjian sialan itu.

    Lagipula jikapun dia menerima cinta Erwin itu hanyalah semu belaka, karena tentunya itu bukan Erwin seutuhnya, itu Erwin yang lain yang telah terselimuti isi semua perjanjian, dan akibatnya akan sangat fatal jika dia melanggar, dia tak ingin segalanya menjadi lebih kacau jadi biarlah dia menerima akibat dari apa yang telah dia lakukan hanya karena dulu terdorong dendam dan sakit hati itu.

    Biar dia akhirnya yang menangis semalaman setiba dia di rumah setelah dengan tegas dia menolak laki-laki yang di pujanya itu.
    Menangis pilu bertemankan penyesalan.

    ***
    Di dera penyesalan dan rasa bersalah yang menghantuinya setiap saat membuat Marcus jadi merasa tersiksa, di tambah lagi penyesalan akan cintanya yang tak pernah jelas juntrungannya dan selalu gagal.
    Apalagi kini setelah di tolak cinta oleh dirinya Erwin seketika menghilang tiada kabar, tiada lagi telfon atau sms apalagi mau datang ke rumah, Marcus kini merasa kehilangan Erwin untuk ke dua kalinya.

    Malam semakin hening, tengah malam sudah terlewati dua jam lalu, namun marcus tak jua bisa memejam mata, gelisah tak kepalang membuat kepalanya terasa pening.
    Masih teringat dalam otaknya saat beberapa bulan lalu dia melakukan suatu hal yang kini sangat di sesalinya.

    Berawal dari ketika kalimat cinta yang dia tulis di selembar kertas ketahuan oleh Erwin, sosok yang menjadi tujuan kalimat cinta itu, lalu berakhir dengan penghinaan dan cemoohan Erwin padanya, di tambah gosip yang menyebar di Kantor yang membuatnya tak nyaman sehingga dia memutuskan keluar dari pekerjaannya, semua gara-gara Erwin, itu yang Marcus yakini.

    Marcus begitu merasa sakit hati dan benci sekali pada Erwin saat itu, dia merasa dendam pada laki-laki yang sejak lama di kagumi dan di pujanya setiap saat, bahkan menjadi penyemangat saat dia melangkah menuju kantornya.

    Di dorong oleh rasa sakit hati dan dendam membuat Marcus berpikiran gelap, dia ingin membalas semua perlakuan Erwin padanya, bahkan lebih menyakitkan, dengan membawa pemikiran hitamdi hatinya Marcus lalu datang pada seorang paranormal top yang dia lihat di internet.

    "Saya ingin membalas dendam pada seseorang Ratu, dia sudah menghinaku dan saya ingin dia merasakan apa yang telah dia beri, dia seorang laki-laki, buat dia tergila-gila padaku.."" Tutur Marcus pada perempuan cantik berusia setengah baya yang duduk anggun di hadapannya itu.
    Perempuan ini bernama Arnita Puspita namun lebih suka di panggi Ratu, dia cukup terkenal sebagai paranormal, sehingga banyak di datangi pasien-pasien.

    "Itu sangat gampang, apa kau sudah membawa persyaratannya?" Ratu berkata dengan santai, pembawaannya sangat tenang dan penuh percaya diri, dia sudah terbiasa dengan pasien seperti Marcus, jadi sudah tak aneh lagi, di jaman sekarang percintaan sesama sudah menjadi hal biasa.

    "Tentu, aku membawanya.." Jawab Marcus cepat, dia lalu segera mengeluarkan selembar foto Erwin dan di serahkan kepada Ratu.

    "Sekarang kau boleh pulang honey, dalam waktu beberapa minggu dia akan datang dan mengejarmu, tapi ingat biarkan dia yang datang sendiri jangan kau yang mencarinya walau untuk sekedar mencari tahu, kau harus percaya padaku.. Namun satu hal saat dia datang kau bisa bersamanya, menikmati setiap waktu bersamanya dan membalas semua yang kau mau tapi saat dia menyatakan cinta walau seingin apapun kau jadi kekasihnya kau harus menolak atau kau akan menerima akibat yang fatal, kau atau dia bisa celaka itu perjanjiannya.." Tutur Ratu panjang lebar, asap kembali mengepul dari celah bibirny yang merah menyala.

    "Tenang saja, aku mengerti Ratu, lagipula aku sudah tak berniat bersamanya.. Jika begitu aku pamit Ratu"

    Di iringi tatapan Ratu yang penuh misteri, Marcus segera meninggalkan rumah besar nan megah milik Ratu, dan segalanya pun terjadi, dalam beberapa minggu Erwin datang dan meminta maaf, bahkan kini meminangnya jadi kekasih, sungguh luar biasa, ternyata Ratu memang hebat padahal Marcus sebelumnya sempat tak percaya dan ragu, apalagi saat hampir sebulan tiada kabar, bahkan Marcus sudah melupakan perjanjian itu,melupakan Erwin juga.

    ***


    Pada dasarnya Marcus bukan orang jahat, dia memang pernah sakit hati dan nekat balas dendam, namun semua itu kini telah di sesalinya dan dia tersiksa oleh rasa bersalah, apalagi rasa sayangnya yang tulus pada Erwin telah kembali, haruskah dia menyiksa orang yang sangat di cintainya menjadi sosok lain dalam hidupnya, Marcus yakin dalam hatinya Erwin masih yang dulu, hanya saja Magic dari Ratu begitu kuat menguasai jiwa raga Erwin sehingga dia seperti itu.

    Marcus tak tega, dia harus mengembalikan keadaan Erwin seperti semula, dengan tekad yang sudah bulat diapun kembali mendatangi Ratu dan meminta menghapus magic itu, membatalkan perjanjian hitam itu.

    Namun apa yang di perintahkan Ratu untuk bisa membatalkan perjanjian itu sungguh membuat Marcus dilema, sanggupkah dia melakukannya.
    Marcus tak tahu harus berbuat apa.
    Ratu mengatakan jika ingin menghilangkan sihir yang menguasai Erwin, Marcus harus menemui Erwin pada tengah malam jum'at, dan dia harus jujur mengatakan semuanya kepada Erwin apa yang telah dia perbuat kepada laki-laki itu, dan usai Marcus mengakuinya sihir itu akan sirna namun akibatnya sangat fatal, Erwin akan sangat membencinya 100 kali lipat dari semula, bahkan bisa saja dia melakukan hal tak terduga saking benci dan marahnya, misalnya berlaku kasar atau niat melukai.

    Marcus bingung, apakah dia sanggup melakukannya atau dia bertahan dengan penyesalan yang menyiksa hatinya.

    ***
    Gamang. Itulah yang di rasakan marcus saat ini. Di hadapannya berdiri rumah tinggal Erwin yang terlihat bagai momok menakutkan di matanya, dadanya tak henti berdegup, kaki rasanya berat untuk melangkah ke rumah itu.

    Akan tetapi mau tidak mau, dia harus segera melakukannya, sebelum terlambat, dia mesti mengakhiri penderitaannya walau harus menghadapi penderitaan yang lain.
    Patah hati memang menyakitkan tapi mungkin tidak setersiksa oleh rasa bersalah yang mengiris-ngiris batinnya tiap saat.

    Waktu terus berjalan, debar di dada semakin menggila, namun pada akhirnya ia ketuk juga pintu di depan hidungnya, sesaat tiada tanggapan, sudah pasti Erwin telah terlelap dalam mimpi indahnya, entah dengan siapa dia bermimpi malam ini.

    Marcus mendesah, dan ketukan halus berubah jadi dentuman yang sangat mengganggu di tengah malam yang senyap karena beradunya daun pintu dengan tangannya yang cukup kencang, Marcus sedang mengejar waktu.
    Dan itu cukup efecktif. Lampu seketika menyala di dalam sana, suara langkah kaki mendekat, membuat debaran di dada semakin kencang, rasa cemas mulai menusuk-nusuk kalbu Marcus.

    Tiga menit berlalu daun pintu terkuak di buka seseorang dari dalam dan sesosok yang di nanti Marcus pun muncul dari balik pintu, wajah itu tampak tegang karena menahan amarah dan juga rasa kantuk, Marcus jadi merasa gentar.

    Wajah tegang orang yang baru muncul itu melunak saat tahu siapa yang telah mengganggunya di tengah malam buta, wajah itu kini berubah oleh keterkejutan yang nyata, Erwin tentunya sangat kaget mendapatkan Marcus mendatanginya dan mengganggu tidurnya di tengah malam begini, mungkin sesuatu telah terjadi pikirnya, ia mendekat.

    "Mar.. Ada apa tengah malam kesini?" Tanyanya tak bisa menutupi keheranannya, menatap dalam laki-laki di hadapannya, ada kecemasan di sorot mata Erwin, juga rindu yang sekian hari terpendam.

    "Sorry Win udah ganggu tidur lo, tapi gue butuh bicara dengan lo.." Ucap Marcus terbata, dia menunduk dalam, tak berani melawan sorot mata elang di hadapannya.

    "Apa hal penting itu sehingga lo gak bisa menunggu esok?" Desak Erwin menatap Marcus semakin tajam, Erwin merasa ada firasat tak baik, hatinya khawatir kini.

    "Pengakuan.." Lirih Marcus dalam bisik, dua alis Erwin bertaut oleh rasa heran

    "Pengakuan apa itu?" Tanyanya semakin di dorong rasa penasaran, Marcus menghela nafas berat menatap sesaat dengan takut-takut, lalu perlahan meluncurlah pengakuan dari celah bibirnya, semuanya tiada yang terlewati, sangat detil dan jujur, Erwin yang mendengarkan tampak sangat terkejut, air mukanya terlihat sering berubah seiring pengakuan dari Marcus, ketegangan menyelimuti kedua laki-laki itu, selesai pengakuan dari Marcus mereka terdiam, Erwin tampak shock tak menyangka semua itu bisa terjadi, dan Marcus sanggup melakukan itu, sedang Marcus tampak lega karena telah mengatakan semuanya, sekarang mungkin dia hanya harus menanti reaksi dari Erwin, menanti kemarahan dan kebencian laki-laki yang sangat di sayanginya itu.

    Keheningan tiba-tiba di kagetkan oleh suara petir yang menggelegar dan hujanpun mulai turun, di tambah lagi kilatan-kilatan cahaya menyambar-nyambar bagai blitz dari sebuah camera, sungguh aneh padahal tadi suasana cukup cerah walau begitu mencekam di rasakan Marcus, tapi kini tiba-tiba hujan turun cukup deras di barengi petir bersahutan, membuat suasana semakin terasa mengerikan.

    Mungkinkah ini akibat dari sihir Ratu sedang beraksi, benar-benar sangat hebat perempuan paranormal itu.

    "Gue gak nyangka lo bisa melakukan itu Mar.." Ucap Erwin bergetar, wajahnya semakin mengeras, dia tak menyangka kebencian Marcus karena ulahnya bisa sehebat itu, mungkin sikapnya dulu memang sangat keterlaluan pada Marcus, tapi Marcus lebih keterlaluan lagi hingga harus melakukan hal aneh seperti itu, pergi ke dukun hanya untuk membalas dendam, menggelikan dan sangat primitif.

    Erwin mendengus kasar, di kepalkannya tinjunya kuat-kuat, tubuhnya tampak menggigil karena rasa marah yang tak tertahankan, melihat itu hati Marcus sedikit miris dan takut namun dia tetap tak bergeming, dia sudah siap menerima segala akibatnya, walau Erwin akan membunuhnya sekalipun.

    "Lakukan apapun yang mau lo lakukan, gue terima karena gue salah.." Bisik Marcus sesak, ia pejamkan mata menanti saat kepalan tinju Erwin terangkat siap menghancurkan dirinya, dia ikhlaskan apapun yang terjadi.

    Namun sekian lama menunggu tak terjadi sesuatupun, tak ada rasa sakit di wajah atau tubuh lainnya karena di hajar kepalan tinju keras itu, yang terdengar hanya suara hujan dan petir yang masih bersahutan, dengan rasa penasaran Marcus membuka matanya.

    Dan ia sangat terkejut saat dua bola matanya malah menangkap wajah Erwin yang begitu dekat dengan wajahnya, sedang menatapinya.
    Marcus merasa tubuhnya merinding, darah mengalir ke seluruh tubuhnya dan bergejolak, wajahnya memerah karena malu, ia segera berniat mundur dan menjauhkan wajahnya namun dengan cepat tiba-tiba Erwin meraih wajah Marcus dengan kedua telapak tangannya.

    "Apa lo benar-benar masih sayang sama gue?" Tanyanya mengintimidasi, Marcus gelagapan dengan gemuruh ombak di dalam dadanya, dia mengangguk beberapa kali.

    "Jika begitu jadilah kekasih gue Mar.." Ucap Erwin lagi tegas, mata Marcus membeliak kaget

    "Kenapa? Lo masih gak mau, gue juga sayang sama lo.." Ucap Erwin sendu

    "Ta..tapi mana bisa, seharusnya lo marah dan benci gue, lo sudah jadi cowok normal lagi kan, jampi-jampi itu pasti udah sirna di tubuh lo?" Bisik Marcus tergagap, ia benar-benar heran kenapa jadi begini kejadiannya, apakah Erwin sedang mengerjainya dan nanti malah menyiksa hatinya lebih parah.
    Namun mendengar itu Erwin malah tertawa, tiba-tiba dia memeluk Marcus erat, membuat Marcus semakin kaget dan berdebar tak karuan, ia jadi bingung.

    "Marcus, marcus.. Lo itu aneh, hari gini masih percaya sama sihir dan takhayul, pada kenyataannya sejujurnya gue sama kayak lo dan gue suka lo sejak lama, sejak kita ketemu pertama kali di kantor.." Ucap Erwin mesra di dekat telinga Marcus, membuat laki-laki di pelukannya itu lagi-lagi di buat kaget.

    "Jika begitu lalu kenapa dulu lo kejam sama gue.." Tanya Marcus masih tak percaya, dia harus lebih hati-hati kini, takut Erwin sedang merencanakan sesuatu balas dendam yang lebih menyakitkan.

    "Itu memang kesalahan gue, akan gue ceritakan sebuah rahasia tentang gue.." Lirih Erwin sabar, dia lalu mengajak Marcus masuk ke dalam rumahnya, hujan dan petir masih terdengar mengerikan, cuaca juga terasa sangat dingin menusuk hingga ke tulang, mereka lalu duduk-duduk di sova yang ada di ruang tamu, sebelum bercerita tak lupa Erwin membuatkan teh hangat untuk Marcus.

    Beberapa saat kemudian sebuah cerita hidup tentang Erwin pun mengalir dari kedua bibir manis laki-laki itu, sejujurnya, pada dasarnya Erwin sangat tahu dan sadar jika dia juga mempunyai kelainan dalam hidupnya, dia lebih mengagumi laki-laki daripada perempuan, apalagi saat dulu melihat Marcus pertama kali di kantor dia langsung menyukai laki-laki muda nan tampan itu, namun sekuat tenaga dia menghapus perasaan itu dan membantah kenyataan yang ada, Erwin tak ingin seperti itu dan dia akan tetap beranggapan jika dirinya laki-laki normal, segala cara dia lakukan untuk membuktikan keyakinannya itu. Namun dia gagal, semakin hari dia malah semakin menyukai Marcus dan segalanya bertambah parah saat dia tahu Marcus juga sama dan mencintainya pula, semua itu seakan memperparah dirinya karena muncul harapan dan kebahagiaan.
    Dilema membuat Erwin marah pada Marcus dan dirinya sendiri tentunya, dalam hati dia menjerit tak ingin semua itu terjadi.
    Erwin menjadi depresi dan akhirnya dia menjadi sangat marah pada Marcus, dengan sengaja dia meluapkan kemarahannya pada Marcus dan berharap laki-laki itu akan menjauhinya dan dia terbebasa dari dilema dan siksaan batin.

    Akan tetapi pada akhirnya Erwin tak bisa membohongi hatinya sendiri, dia terlalu menyukai Marcus dan dia tak sanggup kehilangan laki-laki itu, apalagi rasa bersalah menghantuinya karena telah memaki dan menyakiti orang yang sebenarnya di cintainya.

    Sebulan berlalu dia tak mampu bertahan lagi dan akhirnya memutuskan mencari Marcus, hatinya telah mantap bahwa ini jalan hidupnya dan Marcus adalah cinta yang di berikan untuknya.
    Walau saat itu dia harus menangis karena cintanya di tolak Marcus, tapi kini harapan itu muncul kembali seiring kedatangan laki-laki yang di pujanya datang ke rumahnya tengah malam dengam membawa pengakuan mengejutkan sekaligus menggelikan.

    "Kita mungkin di takdirkan untuk bersatu.." Bisik Erwin penuh kegembiraan, begitu pula Marcus.

    "Tapi gue masih marah sama lo karena tega menyebarkan gosip gue sakit ke seluruh kantor.." Tuduh Marcus saat teringat namanya yang hancur di kantornya yang lama karena ulah Erwin.

    "Itu bukan gue, lo tahu kan waktu kita lembur ada Hera juga, dia sempat mencuri dengar mungkin, apalagi dia juga membenci lo karena cintanya lo tolak, saat kepergian lo gue sempat menegur dan bertengkar dengannya.." Marcus terkejut dan ingatannya terbuka, yah waktu itu kan di kantor yang lembur bukan cuma dirinya dan Erwin tapi ada tiga orang lainnya dan salah satunya Hera, perempuan yang naksir berat sama dia pernah nembak namun di tolak Marcus, sepertinya Hera masih sakit hati karena penolakan itu.
    Oh kenapa Marcus harus lupa soal mereka.

    "Sorry.. Karena gue udah salah sangka.." Bisiknya sangat menyesal.

    "Lupakan, semua udah berlalu, kita hadapi yang sekarang terjadi, lo masih mau jadi pacar gue?" Erwin kembali mengulang permintaannya, membuat Marcus menjadi salah tingkah, rasanya dia akan meledak oleh rasa bahagia yang tak terkira.

    "Jika memang gue masih pantas buat lo.." Lirihnya ragu, tak mampu dia menatap wajah di sampingnya, bahkan wajahnya memerah oleh rasa malu.

    "Lo akan selalu pantas ada di hati gue.." Balas Erwin penuh keceriaan, spontan ia memeluk kekasihnya saking bahagianya, membuat Marcus merinding dan semakin kikuk tak tahu harus berbuat apa.


    **Happy Ending**
  • Erwin denial yang menutupinya dgn jd Homopobic..

    Nice story,ditunggu cerita selanjutnya..
  • Dasar lelaki!
  • so sweett..magic :)
  • Gue baca ulang ni cerita.. Padahal gw sendiri yg bikin tp buat baca ulang baru bentar koq membosankan yah.. Hihi, jelek bgt cerita gw yah..
  • Bgs kok ts...tp..blm mengundang untk membaca ulang....sekali cukup...semangat.. :\">
  • yuhuuu
    lagi2 udah pernah baca.
  • paranormal gk mempan atw gmn yg tau pasti TS nya, magic ng,,, its OK! mesen ya klo apdet ya,,,,THANX.
  • "Win, semua itu memang benar. Dan benar juga jika gue cinta sama lo"

    Itu kalimat agak ganjil menurut gue. Kata lo gue kalo dipakek sebagai kata ganti orang. Kata lainnya harus di ganti sesuai dengan jenis bahasa. Kan kalo aku kamu pantes aja pakai gitu.

    Gue lebih setuju kalo jadi gini, "Win, semua itu emang bener. Dan bener juga kalau gue cinta sama loe."

    Tapi itu menurut gue lo yah. Selera gua kayak gitu. Lebih nyaman karena sesuai sama percakapan gue sehari hari.

    Udah ya gitu aja menurut gue.
Sign In or Register to comment.