It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Akunya agak sibuk gawe hehe.. Maaf
Emang tuh.. Gda yg awet, saya ajah baru d buang sama bf bbrpa bulan kmrn, setelah 5 tahun ane pacaran n setia sama dia.. Cuma gara2 LDR dia lsung berpaling.. Kampret emang
Nuhun atuh nya @iansunda
#freepuk2
sabar yah kang. syg yah pdhl dah 5 tahun, dah tau luar dlm tuh..
**
(Cerita ini sepenggal kisah cintaku, dimana ada suka maupun duka di dalamnya, namaku Miko Aditya 24 tahun, tinggal di Bandung.
Aku tidak tampan atau menawan, hanya seorang berwajah sangat biasa karena aku tak tega bilang diriku sendiri jelek, dan kelebihanku hanyalah bobot tubuhku yang bongsor atau panggil aku si Gendut, tapi bukankah siapapun berhak memiliki cinta tulus dan kebahagiaan.
Begitu juga aku. Penasaran dengan kisahku?
Silahkan simak saja)
Bandung pada Sabtu malam..
Kejadiannya saat itu di sebuah Club Malam sekitar pukul 23:20, di tengah hingar bingar music DJ yang memekakan telinga, aku dan Reno sahabat dekatku sedang asyik menikmati suasana malam minggu.
Seharusnya malam ini aku menghabiskan malam minggu dengan kekasihku, tapi katanya dia sedang ada keperluan yang darurat jadi tidak bisa keluar, Mamanya sedang sakit, Irvan kekasihku jadi tak tega meninggalkannya di rumah, tentunya aku sangat memakluminya karena semua orang pasti sangat sayang pada Mama mereka, termasuk aku dan Irvan tentunya.
Mama adalah segalanya dalam hidupku.
"Miko itu kan Bf kamu, loh sama siapa dia?" Tiba-tiba Reno berteriak padaku melawan suara musik yang keras, aku sedikit terkejut dan tak percaya apa yang di ucapkannya, tidak mungkin Irvan ada disini.
Ku letakan gelas minumku, mataku mengikuti telunjuk Reno yang menunjuk sebuah sudut remang-remang, ku belalakan mata agar bisa jelas melihat kesana.
Namun jantungku rasanya mau copot, aku terpana saat mataku menangkap sosok kekasihku di sana, yang lebih membuat aku shock ada seorang laki-laki muda dalam pelukannya, mereka tampak mesra.
Darahku seketika mendidih karena amarah yang memuncak, emosiku meledak-ledak tak terkendali, tidak menyangka Irvan berani membohongi diriku, bahkan berkhianat di belakangku, dasar bajingan.
Aku segera menghampiri mereka, berdiri tegak dengan tatapan garang seakan ingin ku lahap makhluk-makhluk menjijikan di depanku ini, minta di labrak rupanya orang tak tahu diri ini.
Melihat ada aku di depannya Irvan tampak kaget dan salah tingkah, dia segera melepaskan pelukannya pada lelaki di sampingnya yang tampak bingung menatapku.
"Miko.. Kamu ada di sini?" Tanyanya gelagapan, dia tampak salah tingkah persis kayak maling ayam ketangkap basah oleh hansip, rasanya muak aku melihat wajahnya.
"Jadi begini kelakuan lo kalo di belakang gue Van, lo bilang nyokap lo sakit nyatanya lo selingkuh di belakang gue, bajingan lo Van.." Bentak ku murka, tanganku dengan jelas menunjuk di mukanya dengan ganas, wajah Irvan tampak merah padam mendengar ucapanku, tapi dia masih membisu.
Mendengar perkataan ku lelaki si samping Irvan tampak kaget, dia melotot ganas pada Irvan terlihat kesal, lalu tanpa berkata dia segera pergi meninggalkan kami, sepertinya dia kenalan baru yang di dapat Irvan malam ini, entah rayuan apa yang di lancarkan bajingan ini sehingga lelaki itu tadi tampak lengket pada Irvan.
Melihat lelaki selingkuhannya pergi Irvan tampak tak terima, dia balik menatapku bengis, wajah tampannya jadi terlihat mengerikan, hatiku sedikit miris.
"Puas sekarang lo gendut, gara-gara lo dia udah pergi.." Bentaknya padaku, aku jadi semakin panas mendengarnya.
"Setan.. Gue benci lo, gue mau kita putus.." Bentak ku kalap, napasku tersengal karena menahan emosi yang bergelegak tak terkendali sekaligus menahan tangis yang hampir di ujung mata, hatiku terasa perih sekali.
"Oke.. Dengan senang hati, lo pikir gue suka jadi pacar lo, homo gendut, jelek, ngondek tak tahu diri, yang gak pernah ngaca pengen punya pacar ganteng kayak gue, kalo lo gak banyak duit dari awal gue malas jadi pacar lo.." Balasnya sadis tanpa perasaan, rasanya dadaku terasa seakan di sayat-sayat mendengarnya, aku memang jelek dan gendut tapi aku juga gak terima di hina seperti ini.
Tubuhku hingga bergetar karena menahan amarah namun aku malah tak bisa berkata apa-apa, padahal rasanya ingin aku mencakar dan meremukan wajahnya itu.
Aku menyesal kenapa aku harus tercipta menjadi manusia lemah dan pengecut seperti ini.
"Kenapa lo masih diam saja, enyah dari hadapan gue, jijik gue ngeliat lo.." Dia kembali mengumpat kasar, oh kenapa keadaannya terbalik begini, seharusnya aku yang mengamuk tapi kenapa malah aku yang di caci maki begini, jahat sekali orang ini, tak menyangka dia hanya memanpaatkan aku selama ini.
Tanpa berpikir lagi aku segera berbalik, berjalan terburu meninggalkan bajingan itu yang terdengar tertawa penuh ejekan.
***
Tiba di tempat parkir rasanya aku tak tahan lagi oleh beban di dadaku itu, akhirnya ku tumpahkan semuanya di antara mobil-mobil yang berjejer rapi, aku menangis parah disana.
Sungguh tak menyangka kisah cintaku akan berakhir menyakitkan seperti ini, aku juga tak menyangka Irvan yang dulu begitu baik dan bermulut manis ternyata bajingan tengik yang hanya memanpaatkanku, dia menyakitiku tanpa perasaan..
"Kalau aku jadi kamu, air mata terlalu berharga untuk ku buang demi seorang bajingan seperti dia.." Tiba-tiba aku di kagetkan oleh celetukan seseorang, aku segera menghapus air mata dengan punggung tanganku lalu mencari asal suara.
Ternyata suara itu berasal dari seorang lelaki manis yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku, malu rasanya aku ketahuan sedang menangis sendirian olehnya, aku jadi salah tingkah dengan wajahku yang merona.
"Sepertinya kamu butuh seseorang, kamu perlu bahuku?" Ucapnya lagi sambil menepuk bahunya yang sebelah kanan dengan telapak tangan kirinya, dia tersenyum tulus padaku.
Ah andai aku berani ingin sekali aku bersandar pada bahu-bahu bidang itu, pasti akan sangat nyaman.
Namun aku hanya menggelengkan kepalaku malu-malu sambil berusaha mengeringakan sisa-sisa air mata dengan tanganku, melihat itu dia tiba-tiba mengulurkan saputangan putih miliknya, sedikit ragu aku menerimanya dan ku gunakan untuk mengeringkan air mata yang tersisa.
"Terimakasih, tapi aku baik-baik saja koq.." Jawabku pelan, menunduk di hadapannya, aku tak berani menatap wajah tampannya, takut aku terpesona apalagi di saat aku baru saja hancur begini.
"Kamu tidak baik-baik saja, aku tahu itu, baiklah aku akan memaksa menemanimu disini, aku khawatir kamu tidak jadi terjun dari atas gedung atau menenggak racun tikus terlalu sedikit.." Ucapnya sambil mendekatiku, aku mendelik mendengarmya walau aku tahu dia hanya bercanda untuk menghiburku.
"Heh aku tak separah itu ya.. Lagian kamu itu mau membantuku atau mengantar kematianku sih?" Rajukku sebal.
"Mungkin dua-duanya kali.." Jawabnya dengan tawa, aku jadi ikut tertawa, orang ini pandai sekali menghibur aku jadi sedikit lupa kesedihanku, apalagi saat melihat wajah tampan dengan senyum manis itu.
"Ohya aku Hedi, kamu Miko kan?" Katanya lagi sambil mengulurkan tangan, aku terkejut koq dia tahu namaku ya..
"Tau darimana namaku?" Tanyaku penasaran, aku bahkan sama sekali tak mengenal orang ini.
"Wah kamu jahat juga ya, masa sama tetanggamu saja kamu gak kenal sih, rumah ku di sebrang rumahmu loh di komplek kita?" Katanya menjelaskan, aku terbeliak kaget mendengarnya.
(Koq aku gak pernah tahu yah punya tetangga setampan ini, mulai besok aku harus rajin bersosialisasi di komplek kayaknya.)
"Kamu serius?" Tanyaku masih ragu
"Kamu bisa membuktikannya nanti saat kita pulang, ohya btw kamu mau gak membalas bajingan itu?" Jawabnya, alisku mengernyit.
"Maksudmu?" Tanyaku menatapnya heran.
"Aku punya ide pembalasan yang bagus, kamu tertarik?" Katanya tampak bersemangat
"Kenapa kamu mau melakukannya? Maksudku kenapa kamu mau membantuku?" Tanyaku lagi benar-benar heran, koq orang ini baik banget sama aku.
"Anggap saja ini solidaritas karena kita bertetangga.." Jawabnya dengan senyum merekah
"Tapi aku malu sekali padamu, kamu jadi tahu siapa aku.." Gumamku kembali menunduk, yah aku malu sekali ada tetangga komplek ku yang tahu jika aku seorang Gay, bisa-bisa mulai besok akan ada gosip tentang aku menyebar di lingkungan komplek, dan mungkin aku harus segera pindah rumah kalau tak mau menanggung malu jika tetap di sana.
"Tak perlu malu, dan tenang saja rahasiamu aman, lagian kita sama koq.." Ucapnya dengan senyum menggoda, seakan tahu isi hatiku ini.
Mataku kembali membeliak kaget, menatapnya tak percaya, jangan-jangan dia hanya mengejekku, tapi dia mengangguk mantap padaku untuk meyakinkanku.
Apaa...!
Jreng, Jreng, Jreng..!
Tetanggaku yang tampan ini juga sama gay sepertiku, oh tidak aku benar-benar ketinggalan berita, payah sekali, aku harus benar-benar mulai bergaul dengan tetangga sekarang.
"Hei.. Koq malah ngelamun sih, gimana tertarik gak?" Aku tersentak kaget oleh tepukannya, tersenyum malu-malu dengan kebodohanku.
"Boleh juga, aku kesal banget sama bajingan itu, aku belum puas kalau belum membalas sakit hati ini, tapi bagaimana caranya..?" Tanyaku penasaran juga, gak ada salahnya aku mengikuti sarannya, mungkin dengan balas dendam hatiku jadi sedikit tenang.
"Kamu nanti ikuti saja intruksiku, nanti ku beritahu, sekarang ayo kita kembali ke dalam, kita nikmati pembalasan dendam kita.." Ucapnya santai, lalu tiba-tiba menarik tangan besarku mengajak kembali masuk ke dalam Club, seperti kambing tidak congean aku hanya bisa mengikuti tetanggaku yang ganteng abis itu.
*****
Suara hingar bingar dan lampu-lampu warna-warni yang berkerlipan di keremangan kembali menyambutku yang kini memasuki discotique, namun kini aku masuk dengan Hedi sosok manusia rupawan bak dewa cinta (agak berlebihan sih) dan kami bergandengan mesra, bahkan kepalaku bersandar pada bahu Hedi dengan manja (sumpah hatiku jadi deg-deg ser deh, aslinya).
Bagaimana bisa seperti ini?
Sebenarnya inilah rencana Hedi, kami akan masuk ke Club mencari Irvan dan memanasi dia dengan kemesraan kami, ceritanya Hedi akan berpura-pura sebagai kekasih yang baru saja ku dapatkan, intinya aku menunjukan kepada Irvan kalau aku baik-baik saja walau sudah di campakan dia, bahkan aku mampu mendapatkan laki-laki yang lebih keren dari dia dalam sekejap, walau tubuhku gendut dan mukaku biasa-biasa saja.
Yah ini memang hanya sekedar akting belaka, tapi biarlah asal dendamku terbalas kepada bajingan itu.
Beberapa orang yang ku lewati nampak melirik iri padaku, ada juga yang memndang aneh dengan mimik tak percaya, mungkin mereka merasa takjub melihat pria super tampan bergandengan mesra dengan laki-laki super gendut, kalau bukan karena uang seperti si Irvan pasti si tampan itu matanya katarak.
Tapi kenapa aku mesti peduli, cuek sajalah, mendingan aku nikmati saja karena jarang-jarang ini akan ku alami lagi.
Mataku bergerak tengok sana tengok sini mencari sosok Irvan, rupanya dia masih berada di tempat yang sama sesaat tadi aku meninggalkannya, dan kini dia nampak sudah bersama laki-laki baru lagi, huh memang tak susah buat Irvan kalau hanya untuk mendapatkan sepuluh laki-laki pun, Irvan ganteng dan berkharisma, bahkan dulu aku saja luluh oleh pesonanya, bujuk rayu dia semanis madu, sayang sekali ternyata dia homo bajingan.
Dia menggunakan ketampanannya untuk mengeruk uang , dan laki-laki berwajah pas-pasan sepertiku yang selalu jadi korbannya karena tergiur bujuk rayu mulutnya yang manis.
Pura-pura tak melihat keberadaannya aku dan Hedi si pacar bohonganku duduk di sebuah kursi yang tak jauh darinya, dengan sengaja dan over acting aku dan Hedi bercanda tawa mengumbar kemesraan, sehingga lagi-lagi mengundang orang-orang di sekitarku melirik iri, termasuk Irvan, aku tahu dia sempat melirik kearah kami dan dia tampak kaget saat melihat aku bersama seorang laki-laki tampan dan tampak tertawa-tawa gembira, seakan tak pernah mengalami kejadian memuakan pencampakan tadi.
Aku tahu walau dia tampak terlihat cuek saja namun dia merasa terganggu dengan keberadaanku dan Hedi, sengaja aku dan Hedi semakin menambah volume kemesraan kami, biar si bajingan itu tahu jika dia itu tak ada artinya sama sekali bagiku.
Dan usaha aku dan Hedi cukup berhasil, lama-lama Irvan terlihat jengah juga dengan tingkah kami sehingga dia terlihat bangkit dari kursinya mengajak pasangannya pergi, saat dia mau melewati tempatku dengan sengaja tiba-tiba aku memeluk Hedi dan mencium pipi lelaki tampan itu, Hedi nampak kaget tapi dia diam saja, karena rasa benci pada Irvan membuat aku nekad melakukan hal itu, ugh Hedi pasti akan marah nanti, bersiap saja aku di dampratnya.
Tepat di depan aku dan Hedi tiba-tiba Irvan berhenti, menatap kami dengan sinis mengejek.
"Heh gendut, lo bayar berapa cowok ini buat lo pamerin ke gue, lo pikir ngaruh buat gue.." Komentarnya yang di tujukan mengejek aku, mendengar itu aku sedikit panas, memang sih dia benar kalau kami sekedar akting saja, tapi aku tak membayar siapapun dan akting ini pun bukan ide aku tapi ide Hedi sang penolongku, aku segera bangkit menatap Irvan penuh benci..
"Sorry ya Van, lo gak usah kepedean, siapa juga yang pamer sama lo, dan asal lo tau elo juga gak penting tuh buat gue, tadi gue memang sempet bete karena kelakuan lo tapi gue pikir ngapain sih gue repot-repot mikirin bajingan sampah macam lo, toh masih banyak yang mau sama gue, jadi lebih baik lo singkirin deh muka nyebelin lo dari depan gue, oke..!" Balasku tak kalah pedas, ku tatap dia dengan garang menu.
"Halah jadi homo ngondek bin jelek saja belagu lo, makan tuh banci bayaran lo.." Celetuknya, ujung matanya melirik ke arah Hedi sinis.
Mendengar itu tiba-tiba Hedi bangkit, dengan berani dia berdiri di hadapan Irvan menantang, matanya tajam menatap manusia bajingan di hadapannya.
"Kalo dia gak penting buat lo ngapain lo ngurusin kami, kalo mau pergi silahkan pergi saja mbak, karena disini gak ada yang ngundang lo buat ngebacot, ganggu orang pacaran saja.." Tegur Hedi dengan tenang membuat Irvan mendelik kesal.
"Di bayar berapa lo sama si gendut ini sampe lo belain dia?" Balasnya sengit.
"Lo pikir gue sama kayak lo, banci matre gak penting yang hanya bisa jual badan buat duit, jangan sama ratakan semua orang kayak lo deh, dan gue ingetin lo lain kali gak usah ganggu Miko lagi karena dia sekarang milik gue.." Ketus Hedi tak kalah sengit.
"Kalo emang dia pacar lo, cium bibir dia sekarang disini.." Tantang Irvan tajam, tampaknya dia semakin kesal, namun masih ragu dengan hubungan kasihku sama Hedi.
Hedi terlihat kaget begitu juga aku, shock mendengarnya, apa-apaan ini? Kenapa Hedi harus cium aku, udah pasti Hedi gak bakal mau, siap-siap saja deh akting kita ketahuan bohongnya, gila, aku jadi gelisah tak karuan, apalagi sebagian orang mulai berkerumun menyaksikan keributan kami, sedang dua orang itu masih berhadapan saling tatap dengan pandangan mengancam dan amarah.
"Lo gak bisa kan? Karena lo berdua pembual sialan" cibir Irvan sinis, aku yang berdiri di samping Hedi jadi geram tak kepalang padanya, sedangkan orang-orang yang mengerubungi kami terlihat berbisik-bisik ada juga yang berteriak-teriak kearah kami namun tak ku dengar karena tenggelam oleh suara musik house yang sangat kencang.
"Lo akan dapatkan yang lo mau karena gue bukan pembohong kayak lo.." Ucap Hedi, tangannya lurus menunjuk kearah dada Irvan.
Sekejap aku tidak tahu apa yang terjadi, yang ku tahu tiba-tiba Hedi berbalik kearahku kedua telapak tangannya meraih kedua pipiku yang cubby, dan tau-tau bibirnya yang tipis dan merah itu sudah berada di atas bibirku, menempel hangat, lalu perlahan melumatnya lembut.
Sejenak aku terpana, tak menyangka Hedi akan melakukannya, darahku berdesir lalu seakan membeku hingga aku hanya terdiam kaku, sedang Hedi masih saja melumat bibirku, lambat laun aku terbuai, otakku berbisik menyuruh bibirku bergerak hingga repleks aku membalas ciuman dan lumatan itu, mataku terpejam merasakan buaian indah yang mengalir ke sekujur sarapku, mimpikah ini?
Namun aku segera sadar jika itu di tempat umum, sontak aku melepaskan diri dari ciuman Hedi yang bertahan hingga beberapa menit, entah kenapa aku merasa Hedi saat itu menikmati ciuman kami.
Wajahku merona, merah padam karena malu, sedang Hedi ku lirik terlihat santai-santai saja, dia kembali menatap Irvan dengan wajah penuh kemenangan.
Merasa dirinya kalah wajah Irvan mengeras, mungkin dia merasa sangat kesal, tiba-tiba dia menubruk ke tengah-tengah kami, memisahkan tubuhku dan tubuh Hedi yang sedari tadi berdekatan, lalu tanpa menengok lagi dia pergi menerobos kerumunan orang dengan wajah masam, pergi begitu saja dengan laki-laki kenalan barunya.
Orang-orang bertepuk tangan, aku diam tak tahu harus berkata apa, malu sekaligus takjub dengan apa yang telah kami lakukan, ku lirik Hedi yang ternyata sedang memandangiku, dia tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya, aku kembali tersipu membalas senyum malu-malu.
"Kita berhasil.." Ucap Hedi sedikit berteriak di telingaku
"Iya.. Thanks ya udah bantu aku Hedi, aku puas banget.." Balasku bersungguh-sungguh
"Ikut aku yuk.." Ajaknya
"Kemana?" Aku kembali berteriak bertanya.
"Nanti kau akan tahu, ayook.." Dia menarik tanganku, menerobos kerumunan berjalan tergesa keluar dari Club malam, tanpa banyak bicara aku hanya manut mengikuti ajakannya.
Hatiku jadi penasaran, kemana yah dia akan mengajakku?
Oh Tuhan kenapa dadaku deg-degan gini ya..
*****
Rupanya ternyata Hedi mengajak aku ke Jalan Layang Pasupati, saat dia telah menepikan motornya kami segera turun dan berdiri di trotoar bersandar pada pembatas jalan, sinar lampu tembak sedikit menerangi kami dari atas tiang-tiang besar yang berada tepat di tengah-tengah jalan layang Pasupati.
Saat ini waktu sudah menunjukan tengah malam, suasana terasa dingin dan sepi, namun masih ada beberapa pasangan lain di jalan ini selain aku dan Hedi, tampak tak jauh dari kami mereka menikmati suasana malam mingguan yang syahdu, beberapa kendaraan melewati kami dengan cepat sehingga menghasilkan tiupan angin yang terasa dingin menyentuh kulit, aku sedikit merapatkan jaketku, dengan membelakangi letak jalanan aspal aku terpana menikmati keindahan suasana kota Bandung di kejauhan sana pada saat malam hari.
Tak begitu jelas ku lihat rumah-rumah atau bangunan gedung tinggi di sana, hanya ku lihat kegelapan namun dalam kegelapan itu terdapat banyak titik-titik cahaya berbagai warna, seperti kerlip cahaya bintang di langit, cahaya yang berasal dari bangunan-bangunan yang memenuhi kota, terlihat indah, dadaku menemukan kedamaian saat mataku terbuai menikmati panorama indah itu.
Belum ada yang berani bicara di antara kami, Hedi berdiri di sampingku berdiam diri seakan memberiku kesempatan untuk aku sejenak menikmati panorama indah malam kota Bandung.
"Sekali lagi thanks ya karena udah mau membantuku membalas bajingan itu, dan thanks juga untuk telah membawaku kesini, ini indah sekali.." Akhirnya aku mendahului memulai obrolan, sekilas aku melirik Hedi tapi pada saat dia menoleh padaku aku segera membuang muka dari tatapannya, aku tak kuasa jika harus beradu pandang dengannya, aku bisa meleleh.
"Santai saja, aku senang koq melakukannya, apalagi pada saat terjadinya ciuman itu.." Balas Hedi tampak tenang, dia tertawa riang.
Mengingat ciuman itu seketika wajahku merona dan dadaku deg-degan tak karuan, membuat aku jadi salah tingkah.
"Aku tak menyangka kamu akan nekad melakukannya" kataku sejujurnya.
"Yah karena aku memang menginginkannya, kamu tidak marah kan aku berkata jujur?" Jawabnya.
Hah...
Apa aku tak salah dengar, Hedi barusan mengatakan dia memang menginginkan ciuman itu? Apa dia sedang bergombal padaku atau hanya sekedar agar aku tak merasa canggung saja karena kejadian ciuman itu.
"Kau suka sekali bercanda ya.." Jengahku, namun tak urung dadaku semakin deg-degan.
"Aku serius koq.. Aku memang menginginkan ciuman itu, bahkan sudah sejak cukup lama.." Ucapnya tenang
"Ke-kenapa memangnya?" Aku kini menatapnya takjub, apa sebenarnya yang ingin dia akui.
"Karena aku menyukai kamu Miko.." Jawabnya balas menatapku, wajahnya tampak serius, namun aku tak langsung percaya, ini aneh sekali.
"Sudahlah Hedi, aku tidak sedang ingin bercanda, jangan karena sebuah candaan hubungan baik kita menjadi hancur, aku tak suka di permainkan.." Ucapku dengan desahan malas, kenapa sih semua orang suka sekali mainin perasaanku.
"Sudah ku bilang aku sedang tidak bercanda dan aku tidak mempermainkanmu Miko, aku sangat serius.." Tiba-tiba Hedi berbalik menghadap padaku, sorot matanya tampak serius menatapku, perlahan dia menyentuh bahuku lembut.
"Tapi ini mustahil.." Bisikku dengan hati yang di jejali keraguan.
"Tidak ada yang mustahil, apa salah jika aku suka kamu?" Hedi menatapku dalam, membuat aku rasanya sesak, ku hela nafas berat.
"Realitanya, lihat perbedaan di antara kita, aku hanya si gendut jelek yang tukang bermimpi, itu kata si Irvan, sedang kamu, kamu begitu sempurna di mataku, sangat jauh berbeda denganku, aku ragu jika kau memang menyukaiku bahkan orang yang paling tampan pun bisa kau dapatkan, kenapa kau harus suka aku?" Ucapku berusaha menyandingkan kenyataan yang aku dan dia miliki, rasanya jika sudah bicara soal pisik aku selalu merasa kecewa, oh kenapa aku dulu tidak di lahirkan di lahirkan menjadi sosok yang tampan, tidak seperti sekarang.
Bukan aku tidak bersyukur dan tidak menerima pemberian Tuhan, tapi siapapun pasti ingin terlihat baik dan keren.
"Pisik jangan jadi alasan untuk kamu tidak percaya padaku, aku suka kamu dan itu nyata, rasa suka ku tulus tidak semata karena pisik atau hal lain, aku tidak sedang bercanda karena aku tidak ingin perasaan indah dari Tuhan ini menjadi bahan candaan, dan asal kau tahu aku menyukaimu melewati proses bukan karena tiba-tiba saja suka, bukankah aku sudah cerita aku cukup lama memperhatikanmu, melihat gerak-gerikmu dan bahkan aku sempat bertanya tentangmu pada beberapa tetangga yang katanya mengenalmu, jadi aku sangat percaya jika aku memang benar-benar menyukaimu dari hatiku, memang pada awalnya akupun merasa aneh karena aku bisa menyukaimu sedangkan mantan-mantanku jujur lebih segalanya darimu, tapi aku percaya ini rahasia Tuhan, mungkin ini yang namanya cinta sejati, aku tidak bisa membohongi hatiku jika aku memang menginginkanmu.." Ucap Hedi terdengar syahdu, aku terdiam bingung.
"Entah aku harus bicara apa, aku sangat terkejut sehingga aku jadi bingung, aku ingin percaya tapi ini begitu tiba-tiba, bahkan aku baru mengenalmu.." Desahku tak tahu harus berbuat apa, jujur aku senang mendengar pengakuan Hedi, tapi melihat perbedaan kita aku takut kejadian bersama Irvan terulang kembali dengan Hedi nantinya.
"Sudah cukup lama aku ingin mengatakannya padamu, tapi pada saat itu aku tahu kau memiliki kekasih, dan aku tak ingin jadi pengganggu, namun kini kau bebas jadi aku berani mengungkapkan perasaanku ini padamu, aku tahu ini saat yang tidak tepat karena kamu baru saja patah hati, namun aku seakan berlomba dengan waktu aku tak ingin kehilangan kesempatan jika menunda, kamu tak harus menjawabnya sekarang, aku sekedar ingin kau tahu saja bahwa masih ada orang yang mencintaimu disini dengan tulus.." Hedi kembali mengungkapkan perasaannya panjang lebar, aku semakin sesak oleh perasaan dilema, aku benar-benar bingung.
"Aku butuh bukti, bukan sekedar teori.." Ucapku menantangnya
"Katakan saja kau ingin bukti seperti apa? Asal jangan menyuruh aku loncat dari Pasupati ini, karena itu berarti aku akan mati dan tidak mungkin bisa memilikimu.." Hedi tampak bersemangat, aku hanya tersenyum mendengar leluconnya itu.
"Disini masih banyak beberapa manusia selain kita dan di antaranya orang-orang normal, cium aku di sini saat ini di hadapan mereka, buktikan jika memang kamu suka aku.." Kataku padanya, Hedi nampak terdiam sejenak berpikir, ini memang gila tapi hanya ini caranya mengetahui keseriusan dan kejujuran Hedi.
"Kamu serius?" Tanyanya.
"Tentu jika kau berani.." Tantangku tegas.
Hedi masih terdiam, dia membuang nafas berat tiba-tiba dia berbalik membelakangiku, sepertinya dia tidak berani melakukannya, aku mendesah kecewa, yah seharusnya aku tahu jika itu ide gila, tidak mungkin Hedi mau melakukannya, itu sama saja mencoreng arang hitam di wajahnya.
Namun aku melakukannya semata-mata untuk berhati-hati, aku tak ingin rasa pahit yang tadi ku kecap dari Irvan suatu hari nanti terulang lagi, aku ingin bukti yang pasti ketulusan Hedi.
Ku pejamkan mata, dan mengatur nafas perlahan, berusaha menahan diri dan menetralisir kekecewaan di hatiku, aku harus bisa menerima kenyataan dan ikhlas.
Namun tiba-tiba aku tersentak kaget saat..
"MIKOO AKU CINTA KAMU, AKU MAU JADI KEKASIHMUUU, KAMU MAU GAK JADI KEKASIHKUU..."
Tanpa ku duga Hedi tiba-tiba berteriak dengan kencang sekali sehingga beberapa orang menoleh kearah kami, saking kagetnya aku malah terbengong memandanginya terpana, belum juga aku tersadar tiba-tiba Hedi mendekatkan wajahnya dan lalu tanpa sungkan dia melumat bibirku, dia menerima tantanganku dan membuktikan keseriusan omongannya..
Jujur aku sangat senang, dadaku di penuhi kebahagiaan, kini aku percaya jika Hedi memang tulus mencintaiku, aku bersyukur setelah rasa pahit yang ku kecap aku kini mendapatkan rasa yang begitu manis, bahkan melebihi manisnya madu.
Terimakasih ya Tuhan.
Kami tersentak kaget dan segera menjauhkan diri, saat terdengar beberapa teriakan mengejek yang di arahkan pada kami, ada yang mengatakan homo stres, gay cabul tak tahu diri dan lain-lain, mereka yang mengejek tentunya orang-orang normal yang tak mengerti perasaan kami, orang normal yanh selalu memandang jijik akan indahnya cinta kami, bahkan ada beberapa dari mereka menyoraki kami.
Aku dan Hedi hanya saling pandang tak perduli, kami saling melempar senyum lalu tanpa di komando kami segera naik ke atas motor Hendi dan lalu kabur dari jalan layang Pasopati sebelum ada orang nekat berani melempari kami.
Motor melesat dengan kecepatan tinggi, aku memeluk erat kekasih baruku yang tampan ini, sejenak ku tengok ke belakang, ke arah Jalan Layang Pasopati yang kini buatku telah menjadi tempat bersejarah dan kenangan terindah, aku berjanji jika hubunganku dengan Hedi berjalan baik tiap tahun pada jam. tanggal dan bulan yang sama dengan malam ini aku akan mengajak Hedi kesini untuk merayakan hari jadi cinta kita.
*****
(Teman-teman sampai disini ceritaku, memang kisah ini hanya sebuah cerita simple malah terkesan lebay, namun ini nyata terjadi pada hidupku, alasanku menceritakan kisahku ini hanya untuk memberi semangat kepada teman-teman yang merasa dirinya tak mempunyai pisik rupawan, dan merasa tak bahagia karena tak cukup percaya diri untuk mendapatkan cinta, yakinlah cinta bisa datang kapan saja tak terduga tanpa melihat kepada siapa, dimana dan kapan? Tetaplah yakin bahwa kita juga bisa bahagia dengan tulusnya cinta, karena cinta tak perlu mata cinta datang karena hati. Terimakasih telah mau membaca kisahku yang tiada artinya ini)
-Tamat-
ngilu bacanya...
teriris2.
Oke gpp.. Saya cukup tau diri dgn kemampuan saya koq hehe.. Udah ada yg mau baca saja udah untung, itupun karena d mention jd mereka terpaksa baca hahahaha.. Thanks ya