BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Matahari Pagi (TAMAT)

11113151617

Comments

  • “Dia minta rekomendasi dokter buat farhan.” kata Mas Eko lagi.

    Kok tiba2 ada nama Eko? Sharusnya Wira. Siapakah Eko? Jgn2 Eko itu nama asli tokoh Wira... Hmmm
  • “Dia minta rekomendasi dokter buat farhan.” kata Mas Eko lagi.

    Kok tiba2 ada nama Eko? Sharusnya Wira. Siapakah Eko? Jgn2 Eko itu nama asli tokoh Wira... Hmmm

    hehehe,,iya,,

  • Emang kantor pusat MF itu dimana kak @rendensyah? Kalo mau jadi relawan gimana?
  • tialawliet wrote: »
    Emang kantor pusat MF itu dimana kak @rendensyah? Kalo mau jadi relawan gimana?

    di bandung,, beneran mau ??
  • Maaf lama gak nongol,, senin cerita update dan kaya nya ditamatin,,hehehe,,
  • Bandung ya? Saya kira jakarta. minat banget kak @rendesyah, pengen coba jadi relawan LSM gitu.
  • TIGA BELAS

    “ Rumput Tak Banyak Membantah Tapi Ia Juga Tak Kenal Menyerah “

    “ Mas, ada email yang butuh ditanggapi cepat kelihatannya,,” lapor Bi’ah.

    “ Ya sudah. Langsung kita balas sekarang saja. Apa kasusnya?? “ tanyaku.

    Bi’ah membacakan email yang baru masuk ke MF.

    Dari Ajeng Sekararum, panggilannya Ajeng. Seorang Pegawai Negeri Sipil asal Jakarta yang bertugas di Nusa Tenggara Barat. Ia masih relatif muda. Pada 2007 itu, usianya baru 26 tahun. Berdasarkan email yang dibacakan Bi’ah, mungkin kira-kira seperti ini situasi Ajeng.

    Sudah dua minggu suhu badan Ajeng tinggi dan kakinya mengalami nyeri sendi. Awalnya, ia diduga terkena asam urat. Namun ternyata hasil tes asam uratnya negatif. Ada kelegaan sekaligus kekhawatiran di dalam diri Ajeng. Lega karena bebas dari kemungkinan asam urat, khawatir karena ia tak tahu apa persisnya yang terjadi dengan tubuhnya sendiri. Ketika dokter tengah mencermati hasil tesnya, ia bertanya harap-harap cemas.

    “ Jadi saya sakit apa dok?? “

    “ Melihat gejala-gejala ini dan usia Ibu yang masih produktif, bisa jadi ini Lupus Bu,,” sahut dokter.

    Hah?? Lupus?? Apa itu??

    “ Untk memastikan, hasil tes darah Ibu akan dikirim ke Jakarta. Hasilnya kami beri tahukan sekitar dua minggu lagi,,” kata dokter itu lagi.

    Ajeng menelan ludah.

    Ajeng meninggalkan ruang praktik dokter dengan gambang dan limbung. Di daerah terpencil seperti Nusa Tenggara Barat, agak sulit mendapatkan informasi mengenai penyakit yang tergolong langka seperti Lupus. Tinggal jauh dari keluarga membuatnya semakin merasa kosong dan sendiri. Akhirnya, Ajeng memutuskan untuk mencari informasi dari dunia maya. Di sanalah untuk pertama kalinya ia menemukan MF dan segera mencurahkan segala keresahannya kepada kami.

    “ Berapa LED-nya, Bi’ah?? “ tanyaku khawatir.

    “ Belum terlalu perlu dikhawatirkan Mas, baru 25%,,” sahut Bi’ah.

    LED atau Laju Endap Darah adalah parameter terjadinya peradangan di dalam tubuh. Walaupun 25 merupakan angka yang masih dapat ditoleransi, batas tertinggi LED adalah 20. Jadi tidak heran jika Ajeng yang awalnya sehat walafiat dan tak pernah bersentuhan dengan masalah darah merasa panik. Di MF, pendampingan menjadi prioritas. Ketika seseorang meminta pertolongan, sesigap mungkin kami berusaha membantu. Kami sadar betapa pentingnya dukungan dan teman bagi para penyandang lupus dan keluarganya. Itu sebab, tanpa banyak menunggu, saat itu juga email Ajeng langsung kami balas.

    **************************************************************************************************************************

    Aku masuk ke kantor MF yang nyaman dan teduh, terlindung dari sengatan matahari yang sedang terik-teriknya siang itu. Belum sempat aku duduk, Bi’ah mengoper telepon kepadaku.

    “ Dari Ajeng mas yang di NTB itu...”

    Aku menerima telepon, langsung menyapa Ajeng...” Halo Ajeng, apa kabar?? “

    “ Baik, Mas,,”

    “ Bagaimana dengan hasil tesnya?? “

    “ Negatif Mas, saya tidak kena lupus,,,”

    “ Alhamdulillah....”

    Kemudian hening sejenak. Aku menunggu Ajeng melanjutkan ceritanya. Ternyata ia malah menanyakan sesuatu yang tidak kuduga.

    “ Mas.... Meskipun saya bukan penyandang Lupus, apakah saya boleh tetap aktif di MF?? “

    “ Ya boleh donk,, kenapa tidak?? “ aku balik bertanya.

    “ Saya ingin bersyukur atas kesehatan yang diberikan Tuhan kepada saya Mas. Momen ini membuat saya terharu sekali. Saya ingin berguna bagi sesama. Meski kita terpisah jarak, saya harap Mas Dika mau menerima saya sebagai volunteer jarak jauh di MF,,” Ungkap Ajeng sungguh-sungguh.

    “ Dengan senang hati kami menyambut uluran tangan Ajeng,,”

    “ Terimakasih Mas. Semoga tali silaturahmi kita tidak terputus. Kalau ada acara MF lagi, saya tolong tetap dikabari ya...”

    Kami sama-sama menutup telepon. Kantor MF terasa semakin teduh dan sejuk. Aku percaya niat baik selalu dapat mencapai kita. Siang itu, kebetulan Ajeng merambat melalui kabel telepon, menyentuh hatiku dengan damai dan syukur. Meski hanya lewat dunia maya, secara konsisten Ajeng mengikuti perkembangan MF. Keinginannya untuk terlibat di MF sama sekali bukan basa basi. Setahun kemudian, pada 2008, Ajeng mengambil Master Pendidikan Bahasa di Jakarta. Setelah kepindahannya ke Jakarta berkunjung ke MF menjadi lebih mudah. Pada salah satu sesi Spritual Healing, untuk pertama kalinya Ajeng hadir secara langsung di MF. Begitu memasuki ruang serba guna kantor MF, Ajeng langsung menghampiriku.

    “ Mas Dika, ini aku Ajeng,,,” Sapanya lembut.

    “ Ajeng?? Ya ampun, akhirnya kita bertemu muka ya,,” sambutku.

    Ajeng adalah gadis berkerudung yang santun dan solehah. Kata-kata dan gerak-geriknya terjaga. Meski bukan tipikal seseorang yang spontan dan ekspresif, perhatian dan rasa ingin tahunya atas segala sesuatu jelas terasa.

    “ Kamu sehata Jeng?? “ Aku membuka percakapan.

    “ Alhamdulillah Mas,,” sahutnya

    “ Asyik Ya, dapat beasiswa master di Jakarta, jadi dekat dengan MF. Ajeng jadi lebih gampang datang ke sini,,” kataku lagi.

    Ajeng terdiam.

    “ Kenapa Ajeng?? “ tanyaku.

    “ Ibu itu Mas,,,,” sahut Ajeng. Ternyata ia sedang menatap lurus ke arah seorang Ibu,,” Dia jalannya susah sekali. Pakai kruk, harus dibantu dan wajahnya bulat seperti bulan. Tapi dia betul-betul mengusahakan datang ke sini “ kata Ajeng dengan suara bergetar.

    “ Namanya Ibu Hanafi. Dia juga penyandang lupus. Sepertinya di sedang flare,,” aku menjelaskan.

    Ajeng mengangguk. Kulihat ia menyeka air mata yang merayap di ujung matanya. “ Luar Biasa ya Mas, dalam kondisi seperti itu Ibu Hanafi tidak menyerah. Sebagai hamba-Nya, saya jadi merasa kurang optimal melaksanakan perintah-Nya, padahal saya dianugerahi kesehatan seperti ini,,”

    “ Senang mendengar Ajeng diberi hidayah seperti ini,,” ujarku sambil mengusap-usap bahu Ajeng.

    “ Iya Mas, buat saya ini pelajaran berharga untuk semakin mengucap syukur dari hari ke hari,,” tambah Ajeng.

    Aku tersenyum.

    Rumput itu sederhana. Ia tidak seperti bunga yang jelita atau pohon yang gagah perkasa. Namun, rumput punya kecantikannya sendiri. Ia pun tumbuh hampir dimana saja, disekitar bunga, disekitar pohon, bahkan disela-sela paving block. Rumput setia dan konsisten, senantiasa menyesuaikan diri dengan situasi apa pun. Ia tumbuh tanpa pamrih, memberi tanpa banyak menuntut kepada alam semesta.

    Ajeng seperti rumput. Ia sederhana. Ia setia dan komitmen menuntur perkembangan MF, terutama semenjak menetap di Jakarta. Ia pun tak kenal pamrih. Sebisa mungkin ia mengerahkan dana, waktu dan tenaganya untuk mendukung MF. Selama bisa, ia tak segan menghadiri acara-acara MF. Ajeng selalu berusaha menyesuaikan diri dengan situasi apa pun dan mau belajar apa saja, bahkan hal-hal yang sama sekali baru baginya.

    **************************************************************************************************************************

    Arina adalah salah satu Odapus yang tinggal di Bogor. Usianya baru 17 tahun. Dibalik pembawaannya yang manja dan ceria, Arina adalah gadis yang kuat dan tabah. Lupus menyerang paru-paru, jantung, pankreas dan ginjalnya, karena itulah Arina harus bolak-balik menjalani cuci darah. Meski begitu, tak pernah kudapati Arina mengeluh secara berlebihan apalagi menyalahkan keadaan. SMS-SMS yang kuterima darinya selalu lucu dan menggemaskan.

    “ Mas, bikin program lupus goes to school doooonkss, soalnya banyak guru dan teman-teman aku yang nggak tahu apa itu Lupus,,”

    “ Mas gimana caranya supaya perut dan pipi aku nggak gembil?? “

    “ Mas, waktu itu aku nggak bisa tidur, sekarang sudah bisa lho,,”

    Tetapi SMS terakhir darinya membuatku terkesiap.

    “ Duh, Mas aku harus masuk ICU. Doakan aku ya,,,,”

    Jarak dan waktu membuatku belum sempat datang ke Bogor untuk bertemu langsung dengannya. Namun, dalam situasi tersebut aku tahu harus melakukan sesuatu. Maka, aku mengirimkan SMS kepada Ajeng yang juga tinggal di Jakarta.


    “ Ajeng sore ini sibuk?? Kalau tidak, aku boleh minta tolong kamu jenguk Arina, sahabat odapus yang dirawat di RS PMI Bogor dan baru masuk ICU. Thanks,,”

    Tak sampai beberapa menit kemudian, Ajeng membalas SMS-ku.

    “ Saya mau, Mas. Tapi adakah ada persyaratan tertentu untuk penjenguk yang sedang flu dan batuk?? “

    Aku kembali membalasnya.

    “ Nggak ada kok, pakai masker saja,,”

    Ajeng segera membalas SMS-ku

    “ Baik kalau begitu, Mas. Sore ini aku jenguk Arina,,”

    Sore itu juga Ajeng dan beberapa sahabat odapus yang tinggal di Bogor datang menjenguk Arina. Arina terbaring lemah. Berbagai alat telah terpasang di tubuhnya. Meski begitu, Arina masih sempat tersenyum kepada Ajeng.

    “ Mas Dikanya mana?? “ tanya Arina

    “ Masih di Bandung lagi ada acara di tempat orang tuanya. Tapi Insya Allah dia akan menyusul menengok Arina,,” sahut Ajeng seraya menghampiri tempat tidur Arina.

    Arina mengangguk mengerti.

    “ Bagaimana keadaan kamu?? “ tanya Ajeng sambil mengelus kepala Arina hati-hati.

    “ Lumayan, Mbak,,” sahut Arina

    “ Banyak berdoa ya,,” pesan Ajeng

    Arina mengangguk lagi.

    Ajeng tak ingin mengajak Arina mengobrol terlalu banyak, takut Arina menjadi lelah. Selain itu, ia khawatir flu dan batuknya akan menulur pada Arina yang sedang dalam kodisi lemah. Jadi, setelah menyampaikan kata-kata untuk menguatkan Arina, Ajeng memutuskan untuk menanyakan kondisi selengkapnya kepada Ummi Arina.

    “ Tadinya kondisi Arina sempat membaik,,” cerita Ummi Arina. Di nada suaranya yang terasa berat.

    “ Di ruang perawatan, Arina malah sudah bisa berkirm email dengan Mas Dika. Namun, beberapa saat kemudian dadanya sesak...” kalimat Ummi Arina terhenti. Sepertinya dadanya sendiri ikut sesak. Matanya berkaca-kaca, tidak sanggup melanjutkan.

    Abi Arina mendekap bahu isterinya. Ia lalu menyambung cerita Ummi Arina yang tampak sudah tak bisa berkata-kata. “ Arina harus dipasangi oksigen. Tubuhnya bengkak. Ada benjolan berwarna hitam yang berisi air. Paru-parunya sudah tertutup air dan ginjalnya mengalami kebocoran.....”

    Abi Arina menarik napas panjang. Menetralkan emosinya sendiri agar tetap dapat menjadi sandaran yang kuat bagi keluarganya. “ Sesudah itu Arina harus masuk ICU. Doakan saja yang terbaik untuk Arina, ya,,,”

    Sebelum meninggalkan ICU, Ajeng, sahabat-sahabat odapus dan keluarga Arina sama-sama mendoakan yang terbaik bagi Arina.

    **************************************************************************************************************************

    Pagi ini aku menempuh perjalanan ke Bogor dengan perasaan tak menentu. Setelah SMS yang mengabarkan bahwa ia masuk ICU, tak ada lagi SMS langsung dari Arina. Orangtua Arina sempat beberapa kali menghubungi, memintaku mencari donor darah golongan AB dan menyampaikan keberatan mereka seputar harga obat. Aku sendiri sudah menghubungi farmasi untuk meminta harga khusus untuk obat yang memang cukup mahal itu, menghubungi apotik untuk memintakan pelayanan yang lebih baik, dan mengucap syukur karena akhirnya Arina mendapatkan donor yang baik dan ikhlas. Sebuah SMS masuk ke HP-ku. Dengan segera aku membukanya, ternyata Ajeng.

    “ Mas, katanya Mas sedang dalam perjalananke Bogor ya?? Bagimana?? Ada kabar baru dari Arina?? “

    Aku segera membalasnya.

    “ Arina masih di ICU. Alhamudulillah dia sudah dapat obat dan donor darah yang tepat. Bagaimana kondisi dia waktu kamu jenguk?? Anaknya seperti apa?? “

    Meski Arina dan aku intens berhubungan melalui SMS dan telepon, aku belum pernah bertemu langsung dengan Arina. Jarak dan kondisi fisik kami masing-masing tidak memungkinkan. Namun aku sudah berjanji untuk menjenguknya dan janji itu akan kupenuhi.

    “ Anaknya manis dan pintar, imut-imut. Rambutnya tebal. Waktu itu sudah agak lemas Mas,,tapi sepertinya Arina kuat, sabar dan tetap ceria,,”

    Ajeng membalas SMS. Kekhawatiran yang sempat membuat dadaku sesak sedikit terangkat. Mental yang kuat selalu berhasil mengalahkan kondisi seburuk apapun. Jika Arina tetap kuat, tabah dan ceria, sebagian besar rasa sakitnya pasti terhalau. Aku bersyukur sempat meminta Ajeng menjenguk Arlina beberapa waktu lalu, ia menjadi jembatan yang menyambung kasih, doa dan kepedulian MF kepada Arina.

    Aku menggenggam tangan Arina yang mungil dan dingin. Ia terbaring lemah. Bunyi alat-alat rumah sakit yang konstan dan tidak melodius mengundang ketegangan. Namun, aku mencoba tetap tenang agar ketenangan itu sampai kepada Arina dan keluarganya.

    “ Arina, ini Mas Dika,,” Aku berbisik di telinga Arina.

    Tangan Arina bergerak memberi reaksi. Menyambut dengan ekspresi gembira yang paling mungkin ditunjukkannya.

    “ Senang sekali bisa bertemu Arina. Arina ternyata manis dan tabah,,” Lanjutku sambil menggenggam tangan Arina lebih erat.

    “ Semoga Arina cepat sembuh ya,,Nanti kita bikin ‘ Lupus goes to School ‘ di sekolah Arina,,” kataku lagi.

    Airmata Arina yang hangat menetes, mengalir sampai telinganya lalu menyentuh bibirku yang sedang berbisik di sana. Seketika aku juga ingin menangis. Namun kutahan. Aku menghapus airmata Arina dengan telapak tangan lalu mencium keningnya. Doaku tidak putus. Aku sangat menyayangi remaja 17 tahun yang manja dan ceria sekaligus memiliki ketabahan melampaui anak-anak seusianya pada umumnya itu.

    Siang itu terasa syahdu. Sayup aku mendengar suara Adzan dari masjid terdekat, seperti gita yang dilantunkan ke surga. Sesungguhnya doa selalu membuat kita bertaut dengan Yang Maha Kuasa. Di dalam doa, kita tahu bahwa apa pun yang terjadi pada kita tak lepas dari kehendak-Nya.

    “ Mas Dika....” panggil Ummi Arina. Suaranya tertahan. Aku tahu apa yang terjadi. Tanpa banyak bertanya lagi aku memeluk Ummi Arina.

    Tangis Ummi Arina tumpah ruah dalam dekapanku. Aku mengusap-ngusap punggungnya tanpa berkata apa-apa. Karena doa menautkan kita dengan Yang Maha Kuasa, saat itu yang kulakukan hanya berdoa.

    Aku segera memberi kabar kepada Ajeng,

    “ Almarhumah Arina dan keluarganya sudah berikhtiar yang terbaik. Namun rupanya Yang Maha Pengasih dan Penyayang telah rindu untuk segera berjumpa dengan hamba pilihan, hamba kesayangan-Nya,,”

    Balasan dari Ajeng kuterima tak sampai sepuluh menit kemudian.

    “ Innalillahi Wainnaillahi Roji’un. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan Almarhumah dilapangkan jalannya,,”

    Pada hari Jumat pada tanggal 12 Februari 2010, dua hari sebelum hari kasih sayang, Arina yang baik dan penuh kasih sayang berpulang. Selamat jalan, Arina. Doa kami terus menyertaimu, semua yang telah kau lakukan adalah inspirasi yang akan terus melintasi waktu dan generasi

    **************************************************************************************************************************

    Tak terasa, dua tahun sudah Ajeng menetap di Jakarta. Masa studinya telah berakhir. Setelah resmi menyandang gelar Master Pendidikan Bahasa, Ajeng harus bersiap-siap kembali ke Mataram.

    “ Iya Mas, ada senengnya, ada sedihnya juga,,” Kata Ajeng ketika datang langsung ke MF untuk menyampaikan kabar kelulusannya.

    “ Siapa sih yang tidak senang lulus S2?? Tapi sedih juga karena sesudah ini akan tinggal jauh lagi dari MF. Kalau sudah jauh, apakah saya masih bisa membantu seperti sekarang ini Mas?? Tanya Ajeng.

    “ Niat itu melintasi jarak dan melintasi waktu sih,,” jawabku.

    “ Insya Allah, Mas,,” Ajeng menanggapi pernyataanku.

    “ Eh, Jeng. Gini. Kamu nggak langsung berangkat ke Mataram bulan-bulan ini kan?? Minggudepan MF akan mengadakan pelatihan volunteer. Kamu ikut ya?? Siapa tahu bisa memberi kamu banyak bekal untuk jadi pedamping sahabat odapus,,” saranku.

    Seperti biasa Ajeng menyambut dengan semangat kesempatan-kesempatan untuk belajar. Sebelum akhirnya kembali ke Mataram, Ajeng mengikuti pelatihan untuk menjadi volunteer dengan sungguh-sungguh. Kenangan dan pengalaman yang dilalui bersama menjadi lebih berkesan menjelang perpisahan. Juga bagi Ajeng. Mengikuti pelatihan adalah salah satu cara Ajeng menggenggam berbagai kenangan dan pengalaman yang pernah dilaluinya bersama sahabat-sahabat MF. Dan keinginannya untuk terus menjadi pendamping sahabat odapus di manapun ia berada nanti, adalah doa yang membuat kenangan dan pengalaman itu tak kelak menguap begitu saja.

    Ajeng mendirikan komunitas lupus di Mataram. Aku tersenyum bahagia. Semakin banyak support group bagai sahabat odapus, apalagi jika sampai menjangkau tempat-tempat yang jauh, semakin baik keadaannya. Akan ada lebih banyak sahabat Odapus yang tertolong, terutama secara mental. Dalam support group, penyandang lupus dapat saling berbagi infromasi dan menguatkan.

    Rumput dapat tumbuh di mana saja. Kesederhanaan membuatnya tak menuntut terlalu banyak kepada cuaca, tapi mampu menjadi kesegaran bagi sekitarnya. Seperti itulah Ajeng. Di Mataram, ia bertumbuh dan memberikan kesegaran bagi sahabat odapus disana.

    “ Never give up,, “adalah salah satu yang tak putus diserukan di MF.

    Rumput memang tak pernah menyerah. Ia selalu tumbuh tanpa terkalah.
  • EPILOG

    “ Pagi Selalu Bertolak Menuju Senja. Hikmah dan Cerita Tertanam Pada Perjalanan Waktunya,,”

    SEBUAH SMS masuk ke ponsel-ku pada suatu pagi. Aku membukanya. Dari Mas Wira.

    “ Some people need happiness to smile, other people will just smile to be happy,,”

    Kutipan yang sederhana dan manis, namun memberi dampak yang besar pada mood-ku hari itu. Aku tersenyum. Beberapa saat kemudian Mas Wira meneleponku.

    “ Halo, lagi apa di rumah?? “ sapanya

    “ lagi menemani Bi’ah masak Mas. Seneng dapat SMS Mas. Bikin tersenyum,,”

    “ Itu status Facebook temanku, Bagus ya?? “

    “ Kalau ada yang bagus-bagus begitu aku di-share dong Mas. Mas kan sering online. Aku kan nggak bisa gampang-gampang eksplor internet,,”

    “ Lho....barusan kan sudah aku share....”

    “ Sering-sering. Setiap ada kutipan bagus, ingat-ingat aku ya Mas....”

    Sejak saat itu, Mas Wira semakin sering mengirimiku kutipan-kutipan inspiratif yang ditemukannya. Tak jarang kami membahasnya. Kami sama-sama menggali mutiara hikmah dari kutipan-kutipan itu dan dari setiap peristiwa yang kami alami. Setiap Mas Wira pulang ke rumah, kami membahas berbagai hal. Minggu sore selalu menjadi waktu istirahat sekaligus waktu perenungan baginya. Saat itulah biasanya Mas Wira menuliskan hikmah dari kejadian-kejadian yang dialaminya. SMS-SMS yang dikirimkannya kepadaku berkembang menjadi tulisan-tulisan yang lebih panjang.

    **************************************************************************************************************************

    Hari ini tepat tanggal 11 Agustus 2011. Tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Rasanya baru kemarin kami memutuskan hidup bersama. Tahu-tahu sudah enam belas telah kami lewati. Menyatunya kami adalah kumpulan catatan cerita dalam aneka genre. Drama, komedi, thriller, dokumentar, segalanya. Sebagian tak luput kami catat.

    “ Aku suka tulisan kamu yang ini....” kata Mas Wira sambil membolak-balik halaman tulisanku,,, “ Nah, ini dia,, Tak Cukup Dengan I Love You,,”

    “ Oh Ya?? Kenapa Mas?? “ tanyaku

    “ Nice dan menurutku dalam maknanya,,”

    Di dalam “ Tak Cukup dengan I Love You,,” aku menulis bagaimana setiap orang harus sadar untuk terus berkembang dan bertumbuh serta mengenyahkan ego dengan senantiasa meminta bimbingan-Nya. Aku pun menyadari betapa Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasangan untuk dapat saling melengkapi. Pasangan yang baik adalah pasangan yang dapat saling melengkapi kekurangan, saling mengisi kekosongan jiwa, dan yang terpenting bersinergi menuju ketaatan kepada-Nya. Perjalanan waktu menggerus banyak hal, tapi pada pasangan yang kuat, magnet akan terus terjaga. Ada kebeningan jiwa yang memancar abadi untuk satu sama lain.

    Mas Wira adalah inspirasiku ketika menulis “ tak Cukup dengan I Love You,,”. Pasanganku yang irit mengumbar kata-kata cinta ini sebetulnya membuktikan cintanya melampaui kata “ I Love You “ itu sendiri. Waktu mengerus banyak hal. Raga kami tak dapat melawannya. Pahit dan manis datang berganti-ganti, tapi kurasakan kebeningan jiwanya tak pernah menjadi keruh. Di balik sikapnya yang kadang terkesan dingin, aku selalu dapat merasakan yang tidak kasat mata. Jelas pula kurasakan terus bersama membuat kami menjadi orang yang lebih baik.

    Hari itu 16 tahun sudah kami resmi saling berikrar sebagai pasangan gay,. Aku tak henti bersyukur jika mengingatnya.

    “ Mas, bacain peragraf terakhir ‘ tak Cukup dengan I Love You ‘ dong...” pintaku manja.

    “ Kamu kan tahu. Kan kamu yang tulis,,”

    “ Aku kepingin dibacakan...”

    “ Ok,,” sahut Mas Wira akhirnya. Ia pun membacakan paragraf terakhir tulisanku.

    “ Pasangan sejati akan saling belajar untuk bisa meraih kehidupan yang sesungguhnya, Mau saling mengingatkan, saling menjaga dan saling menghargai. Ternyata hal terakhir inilah yang menjadi penting saat usia pernikahan terus bertambah. Tak cukup dengan I Love You karena pasangan jiwa membuktikannya dengan tindakan nyata......”

    Aku menggamit lengan Mas Wira,, “ Selamat hari ulang tahun pernikahan ke-16 mas...”

    “ Sama-sama Dika,,” sahut Mas Wira, ada haru di nada suaranya. Ia menyembunyikannya. Namun, 16 tahun menjadi pasangan Mas Wira membuatku mengenalnya, bahkan hingga hal-hal yang paling kecil.

    Bumi tak pernah menahan waktu bergerak. Matahari pagi melintas siang, menjemput senja, dan pada waktunya menyerah kepada malam. Bukan karena kalah melainkan karena memercayai sistem yang telah disusun oleh Yang Maha Mengatur. Hari selalu berputar lagi dan lagi. Setelah senja berlalu, malam tak akan selamanya mengunci cahaya. Hari baru akan datang lagi bersama matahari paginya. Memberi harapan yang menuntun kita menapaki perjalanan.

    Cerita ini dimulai dari kegulitaan dan rasa percaya terhadap janji cahaya. Ketika kini kita tahu cahaya menepati janjinya, jadi cahaya juga. Berpendarlah dengan ikhlas dan sebaik-baiknya. Jangan luput menuliskan kisah yang bergulir pada hari karena jika kelak waktu kita di dunia telah usai, catatan kitalah yang melanjutkan pendar bersama waktu yang terus berputar.....
  • hepi ending....... :bz
  • Great @rendesyah... ini kisah nyata ya? Send my regards to them, mas dika, mas wira & every1 got to do with MF. My prayer always w/ them. And to those yg sedang berperang dgn lupus... kuatkan dirimu.

    **also, disini jeff juga mendoakan semoga sahabat2 yg ada di Jakarta & Menado selamat & sihat. God blessed you all.
  • “ Pasangan sejati akan saling belajar untuk bisa
    meraih kehidupan yang sesungguhnya, Mau
    saling mengingatkan, saling menjaga dan saling
    menghargai. Ternyata hal terakhir inilah yang
    menjadi penting saat usia pernikahan terus
    bertambah. Tak cukup dengan I Love You karena
    pasangan jiwa membuktikannya dengan
    tindakan nyata......”


    I love itt

    Thanks ϑαĥ namatin in cerita banyak inspirasi Ўğ termuat dalam cerita ini.
  • “ Pasangan sejati akan saling belajar untuk bisa
    meraih kehidupan yang sesungguhnya, Mau
    saling mengingatkan, saling menjaga dan saling
    menghargai. Ternyata hal terakhir inilah yang
    menjadi penting saat usia pernikahan terus
    bertambah. Tak cukup dengan I Love You karena
    pasangan jiwa membuktikannya dengan
    tindakan nyata......”

    aku bener2 suka pake banget kata2 ini, sangat dalam maknanya. sayang ceritanya harus berakhir. Moga ada lagi cerita lain yang bisa memberi inspirasi seperti cerita ini.
  • indah sekali romansanya, jenis romansa yang terbentuk setelah hubungan lama berjalan. salut dengan @Rendesyah
  • It end up with a nice quote.. Keren banget kak @rendesyah... Kalo boleh tau apakah mas wira dan dika-nya masih menjadi pasangan sampe skrg? Keadaan dika-nya gimana? #kepo.com
Sign In or Register to comment.