BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

T.R.O.U.B.L.E

1363739414253

Comments

  • nah udah update!!! yeiiii :)
  • Damien’s:

    Aku memandang tubuh kecil Tom, tertidur bersama Gabriel di sofa rumah sakit.
    Lalu aku memandang Goldstein yang belum sadar. Aku rasa anak ini selalu sial. Aku curiga dia lahir pada hari Jumat tanggal tiga belas.

    Belum sadar tetapi sudah tidak apa-apa. Kata dokter ia gagar otak ringan. Untunglah aku memberinya pertolongan pertama. Aku baru saja datang dari perjalanan dan bermaksud minum kopi bersama Gabriel ketika tiba-tiba Tom keluar dari ruang ganti dan berteriak-teriak sambil menangis. Aku segera masuk dan mendapati Goldstein terkapar, berdarah di bagian kepala. Detak jantungnya sangat lemah segera aku melakukan CPR dengan sedikit menaikan kepalanya dengan hati-hati. Aku tidak berani berbuat apapun pada kepalanya karena aku takut lehernya patah.

    Untunglah ambulans segera datang. Aku segera menyelimuti Goldstein agar harga dirinya tidak jatuh. Dia telanjang.
    Dan memberinya nafas di bibir dinginnya tadi masih terasa di bibirku. Oh sialan, aku bahkan masih teringat tubuh putih susu yang mulai memucat tadi.
    Membuatku ingin ‘meneguknya’.

    Aku butuh udara segar. Aku rasa sejak bertemu Armando keadaanku semakin parah. Aku berjalan di lorong rumah sakit. Bau obat dan alkohol medis menusuk hidung. Aku teringat saat aku berusia sekitar sembilan tahun. Ayah dirawat dirumah sakit dan meninggal seminggu kemudian. Aku tidak paham sakit apa yang jelas aku tahu aku kehilangan ayah saat melihat ibu menangis di depan lamar ayah.
    Rumah sakit menjadi kenangan buruk untukku.

    Aku bahkan masih ingat, beberapa tahun lalu. Aku menggendong tubuh orang itu setelah aku tembak. Aku tahu dia tidak selamat, tetapi aku tetap membawanya kerumah sakit.

    Aku menyerahkan diri ketika dia dinyatakan meninggal.
    Sialan. Kepalaku tambah pusing. Aku butuh keluar dari tempat ini. Tapi siapa yang akan menjaga Goldstein?
    Ah aku tahu siapa.
    Jun’s:

    Bubur gandum itu tidak enak.
    Tapi hanya itu yang bisa kumakan saat ini. Victoria menyuapiku dengan telaten. Beberapa kali ia menungguku sampai aku selesai menelan makananku.

    Aku masih sedikit pusing. Aku tidak ingat apapun selain ketika bangun hari sudah hampir siang. Lalu aku melihat Gabriel yang selesai mandi, Victoria dan Sam yang berbincang-bincang di sofa. Mereka lantas gembira dan panik di saat yang bersamaan dan segera memanggil dokter. Untuk beberapa saat aku seperti tidak mengenal Victoria, Sam, maupun Gabriel. Mereka seperti orang asing, tapi setelah dokter datang dan untuk beberapa waktu berikutnya, baru aku mengenal mereka dan samar-samar teringat apa yang terjadi padaku kemarin.

    Kata dokter, itu sudah biasa jika ada penderita gagar otak. Untung saja aku hanya gagar otak ringan. Tapi perban dikepala sungguh mengganggu.

    “Kau harus makan pelan-pelan.” Victoria masih bersabar “kau mau tambah sesuatu?”
    Aku menggeleng, “tidak terima kasih.”
    Hanya ada aku, Victoria dan Sam yang ada di kamar ini. Gabriel sudah pulang sepuluh menit yang lalu karena harus menjemput Tom dari sekolah.
    “Kau harus makan sesuatu selain bubur nggak enak ini. Kau mau buah anggur?”
    “Aku masih mual Vic. Makanan apapun akan terasa sama nggak enaknya dengan bubur.”
    “Haaah….” Victoria berpura-pura kesal “makanya, kalau di tempat licin kau harus hati-hati.”
    “Hei, bukan salahku. Itu kecelakaan.” protesku.

    Sam yang sedari tadi duduk di dekat kami, bertopang dagu memperhatikan, lalu dia tersenyum “Lihatlah, kalian bahkan seperti kakak beradik. Kalian anak tunggal, kan?”
    “Iya.” jawabku. Yah setidaknya yang aku tahu begitu. Tidak mungkin Ibu punya anak lagi mengingat mempunyai anak satu—yaitu aku— saja dia sudah mau membunuhku.

    Victoria meletakan sendok, terdiam. Memandang makananku dengan gamang.

    “Kenapa Vic?” Aku bertanya. Ekspresi Victoria berubah aneh.
    Victoria menghela nafas “aku dulu punya adik laki-laki.” ia lalu memandangku, tersenyum. Dengan perih “dia mirip sepertimu, Jun. Kecil dan penakut. Aku tidak bermaksud mengataimu demikian, tapi kalian mirip. Itulah mengapa aku cepat akrab denganmu, kurasa.”

    Dulu. Kata untuk masa lalu. Berarti adik Victoria…

    “Oh maaf Vic. Aku tidak bermaksud menyinggungnya. Aku tidak tahu, sungguh.” Sam menegakkan tubuhnya. Ia menyadari apa yang kusadari. Ia bersimpati dan merasa bersalah. Vic lalu mendorongnya pelan sambil tertawa, agak hambar.

    “Sudahlah. Itu sudah lama. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, kurasa.” Victoria lalu menghela nafas lagi “saat itu aku baru saja masuk junior high school dan adikku baru berusia empat tahun. Aku menyayanginya karena dia begitu cengeng. “

    “Lalu? Apa… Apa yang terjadi?” Sam bertanya lambat-lambat. Victoria menunduk, masih menatap buburku. Lalu dia menghela nafas.

    “Suatu hari dia bermain sendirian sementara ibuku sibuk mengurusi bisnis propertinya di ruang kerja. Biasanya aku menemaninya bermain, tetapi saat itu aku ikut kemah musim panas. Ibu tidak mendengar suaranya sama sekali. Hal sekecil apapun yang mengganggu adikku pasti bisa membuatnya menangis. Tapi hari itu sangat tenang, tidak ada suara tangisan.
    Ibuku hanya merasa senang akhirnya tidak perlu bolak-balik mengurusi adikku. Jadi dia masih berkutat dengan pekerjaannya. Tapi lama kelamaan perasaan ibu tidak tenang. Ibu mencari adikku biasa bermain, di ruang keluarga. Tidak ada siapapun. Hanya beberapa mainan berserakan. Ibu mulai mencari di seluruh rumah. Tidak ditemukan. Lalu Ibuku mulai panik. Ia lantas menelepon Ayahku yang masih ada di
    kantornya. Tapi dia tidak meneleponku.”

    Aku menelan ludah. Sam memandang Victoria dengan perasaan ingin tahu.
    “Lalu, adikku tidak ditemukan. Polisi sudah mencari selama empat hari. Dugaan sementara adalah penculikan. Pengumuman radio, selebaran, bahkan televisi lokal sudah Ibu dan ayah lakukan. Aku yang akhirnya pulang, hanya bisa syok mengetahui adikku hilang. Berhari-hari, minggu, bulan dan tahun. Tidak ada kabar apapun. Aku hanya bisa menangis berhari-hari bersama Ibu yang terus menyalahkan diri sendiri.” nada suara Victoria berubah. Dari tegar hingga gemetaran. Aku segera menggengam jemarinya.

    “Aku berdoa setiap hari tetapi Tuhan tidak pernah memberi petunjuk dimana adikku berada. Aku akhirnya menyerah ketika aku sudah tingkat tiga. Ibuku bahkan sudah menyerah pada dirinya sendiri, dia bergantung pada obat penenang karena sampai sekarang dia terus dihantui rasa bersalah. Polisi pun sudah menutup kasus ini. Aku hanya berharap adikku hidup sebagai orang lain saat ini. Aku tidak mau membayangkan penculiknya melakukan apapun seperti penculik pada umumnya. Aku berharap dia hidup, walau sebagai orang lain.”

    Victoria lalu sekuat tenaga menelan ludahnya “Seandainya saja aku tidak ikut kemah itu…. Aku mungkin masih melihatnya bersekolah saat ini… Seandainya aku bermain dengannya seperti biasa… Bukan melakukan kegiatan memasak di alam liar…” Akhirnya tangis Victoria pecah. Aku segera memeluknya. Astaga wanita ini ternyata begitu kuat. Tidak hanya penampilannya saja. Tapi kali ini dia tidak harus kuat. Dia harus sadar kapasitasnya.

    Sam mengelus punggungnya. Aku dapat merasakan tubuh Victoria naik turun dan gemetaran. Ia berusaha agar suaranya tidak pecah.
    “Siapa namanya?” tanyaku sembari mengelus rambut Victoria.
    “Z—Zach.”
    “Tenanglah, kalau kau ingin membayangkan adikmu seperti itu, maka bayangkan seperti itu. Zach hidup. Maka ia hidup.” aku berusaha menguatkan Victoria. Aku jadi tahu kenapa Victoria bisa sangat kuat dan keibuan disaat yang bersamaan. Ia kuat karena bentuk balas dendam akan dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga adiknya, dan keibuan karena dia masih berharap adiknya masih hidup dan ia bisa menjadi kakak yang mengasihinya lagi.

    Kalau aku bisa meminta, aku ingin menjadi saudaranya.

    “Hei sudahlah. Cewek pengendara Ducati dan feminis tidak seharusnya cengeng.” aku segera mengangkat wajah Victoria, mengusapnya lembut dengan jari-jariku.
    “Motorku Suzuki, Jun…” kali ini ada sela tawa kecil di tangisnya.
    “Apa bedanya?” aku bertanya masa bodoh. Victoria cemberut tapi kemudian dia memelukku lagi. Aku lalu mencium pipinya lembut.
    “Kau gadis yang hebat. Kau tidak seperti gadis kebanyakan. Kau seperti… Angelina Jolie mungkin. Atau Hepbrun—atau siapapun itu.” aku memandang mata Victoria yang kehijauan saat dia bangkit “Aku rasa Zach pasti bangga memiliki kakak sepertimu.”

    “Kuharap begitu.” dia mengedikkan bahu “dan kau Jun, kau adalah orang yang bisa mengerti kesedihan orang lain. Walau awalnya kau tampak apatis, tapi kau sensitif terhadap orang lain. Mungkin kau sering dilukai, tapi kau bisa bangkit lagi. Kau kelihatan lemah tapi kau berani. Jika kau menyukai wanita, mungkin aku akan mencoba mendekatimu.”
    Kini Victoria mengedipkan matanya, genit.

    Sam menahan tawanya. Aku merah padam, malu. Aku tidak pernah menyangka akan digoda seorang gadis. Jika aku menyukai wanita? Ugh aku rasa ‘junior’ku akan bangkit saat Victoria mengedipkan matanya. Tapi dia tetap tidur. Jadi yah, itu tidak mempan.

    “Oh kau kan’ menyukai Damien, dan kurasa kalian cocok.” aku menegurnya.
    “Tidak. Aku bertepuk sebelah tangan. Kurasa Damien menyukai orang lain.” Victoria lalu melihat ke arah kamar mandi lalu ke arah jam tangannya “aku numpang mandi, ya? Aku harus kembali ke kampus segera.” Tanpa menunggu persetujuanku, Victoria lantas melesat masuk.

    Sam lalu berdiri, menggantikan tempat Victoria “kau mau makan lagi?” tanyanya.
    “Tidak. Itu tidak enak.” aku memasang wajah ingin muntah. Sam lalu menghela nafas.
    “Kurasa aku baru saja membuka masa lalu Victoria yang kelam.” Sam berujar pelan “aku merasa bersalah.”
    “Sudahlah.” aku menepuk bahunya “jika Victoria bercerita kepada kita, itu artinya dia memang ingin bercerita kan? Kalau dia tidak ingin membuka lukanya, dia pasti sok tegar dan tidak berkata apa-apa.”
    “Kata-katamu cukup menenangkan.” Sam tersenyum. Lalu meraih tanganku yang ada di bahunya “benar kata Vic, kau orang yang tahu penderitaan orang lain.”

    Aku menelan ludah, lagi. Aku sensitif dengan penderitaan orang lain karena aku tahu apa itu ‘penderitaan’. Aku sudah mengalaminya berkali-kali.
    “Oh ya, kau harus berterima kasih kepada Damien. Kurasa dia tidak membencimu. Benar dugaanku.” ujar Sam. Aku menyerngit bingung.
    “Dia meneleponku untuk menjagamu sementara ia ada keperluan. Saat itu aku sedang ngopi bareng Victoria di Sugarglider. Aku ingin tahu kenapa dia tidak muncul saat ultah Damien. Katanya dia ada keperluan mendadak.“ Sam menjelaskan “Yang menolongmu kemarin dan membawamu kemari adalah Damien dan Gabriel. Tapi yang memberikanmu pertolongan pertama adalah Damien.”

    Aku terbelalak. Astaga… Apa yang samar-samar kurasakan kemarin??
    “Kenapa wajahmu jadi menakutkan begitu? Kau tidak suka?” Sam nyengir.
    “A..apa maksudmu?” tanyaku gelagapan. Apa maksud Sam? Aku jelas syok. Aku ingat samar-samar. Aroma nutmeg dan cendana. Nafas yang hangat. Ugh TIDAK!

    “Yah.. Damien itu tampan. Wanita normal dan pria ‘tidak normal’ akan menyukainya. Aku, jika tidak mengenalnya dari kecil, pasti tidak akan kebal dengan pesonanya.” ujar Sam.
    “Aku rasa aku bukan termasuk diantaranya. Dan pembicaraan kita melenceng dari topik awal.” ujarku dingin. Sam memandangku.
    “Yakin?” tanyanya. Aku memandang Sam tajam. Memberikan keyakinanku.
    “Baiklah… Mungkin Damien bukan tipemu.” Sam lalu menggengam tanganku yang ada dibahunya, membawanya ke dekat wajahnya “lalu seperti apa yang kau inginkan?”

    Aku membuka mulutku, terpana. Sekaligus getaran aneh menjalar seperti sengatan listrik menjalar di kulitku. Tatapan Sam dibalik kacamatanya sungguh tidak dapat dipalingkan begitu saja.
    Astaga… Tipeku seperti Robert. Tetapi aku tidak bisa menolak yang seperti Sam saat ini.

    “Ap— Apa?”
    “Hmm?”
    Sam lalu melihat tanganku, tersenyum hangat “tanganmu mungil dan halus. Walau agak sedikit memar disana- sini.” Sam menggengamnya lagi, lalu menggigit ujung-ujung jariku lembut.
    Apa yang dia lakukan??? Tidakkah dia sadar ada yang dia lakukan membuat sesuatu ‘bangun’ di bawah sana????

    “Apa yang sepertiku—yang tidak mau berkomitmen ini, ada harapan?”
    Aku terdiam. Kata-kata Sam membuatku membeku. Apa artinya jika kami bersama nanti kalau seandainya suatu saat Sam meminta lepas karena tidak mau terikat? Aku yang akan kehilangan. Aku yang tidak akan bisa bangkit, bukan Sam.
    Saking membekunya, aku bahkan sudah tidak sadar Sam sudah memegang daguku lembut. Aku menelan ludah. Secara logika, aku ingin mendorongnya sambil berteriak “kau tidak seperti Robert! Orang sepertimu malah akan membuatku menderita!” tapi di sisi hasrat… Astaga…
    Aku menginginkan Sam. Walau sebentar.

    “Ku..Kurasa kau ini plin plan. Bukannya kau sudah menolakku?” tanyaku ketika aku mendapati diriku sadar dari pesona Sam.

    Aku merasakan aroma musk dan vanilla dari Sam dan nafasnya yang bau peppermint. Sam tersenyum kecil. Lalu dia mundur, menatapku lagi dengan dalam.
    “Sam…”
    Astaga, apa aku sudah membuatnya sakit hati? Tapi pertanyaanku benar kan?

    Sam tersenyum “Istirahatlah. Aku akan mencari kopi.”
    Sam bangkit. Meninggalkanku dalam kebekuan. Aku memandangnya keluar. Memandang siluetnya dari kaca buram pintu.
    Ada siluet lainnya, berdiri di dekat Sam.
    Aku terlalu tegang untuk penasaran. Aku berbaring, mencoba mengingat lagi yang barusan.

    Aku memang tidak ingin membuat Sam sakit hati tetapi aku juga ingin bahagia. Jika itu Robert, dia akan melakukan apapun untuk kebahagianku.
    Aku mengingat Robert yang selalu menenangkanku jika aku sedang hilang kendali dan saat aku terpuruk. Menciumku lembut dengan kalimat akan membawaku pergi bersamanya. Menikah di Eropa.
    Menikah. Tidak ada dalam kamus Sam.
    Jadi aku berharap getaran aneh kepada Sam akan hilang dengan sendirinya.
    Procyon's : dari sini keliatan agak menjurus ke drama -___- maaf ya klise banget. saya lagi kekurangan suplai ide wkwkwkwkwk
  • absen dl aahhh....
    ahirny kluar jg stlah smalam bgadang gada hasilny
    #padahal dah bakar k,nyan ma siapin kmbang 7 rupa, kopi pahit plus teh getir jg dah ad.... Hehehehhhehe..
  • aaaahhhhh.... aku sukaaaa...

    :'( кαѕιαη Vic *hug*

    thanks udah mention ;)
  • katanya banyak kok cuma segini #plaaak


    :D
  • kerennya.....
  • Jun adiknya Vic kah? Hmmmmm, Damien so sweet.
  • Cieee ehem2, kayanya updatenya itu ada unsur pengalamanya di rayu yuzz pas ke tempatnya ?
    Xixxixixi :p
  • bagus... keren... pengen nambah...
  • edited June 2013
    ayo Jun lupakan Sam,,, jd pribadi yg lbh kuat
  • aku juga ingin 'meneguk' damien sampe abis, sampe dia terkapar di ICU berminggu2. Klo dh siuman, bkal kuteguk lg smpe dia koma berbulan2
    #quote of the day
  • Lanjut lg lah, udh lama gk update
  • Wah victoria punya adek,
  • tq for update .... :)
Sign In or Register to comment.