It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Wika! uhhhh jangan sakiti Wika!!
adududuh Khalid nih makin lama makin ngeri, moga dia gak aneh2...
lagi uda!!>< tadi udah girang updatenya langsung 2, taunya dopost!>< uda PHP><
@fuumareicchi ,
@regieallvano , @luky , @cee_gee , @novian,
@elul , @tsu_no_yanyan , @egosantoso ,
@arifinselalusial , @babayz @dafazartin, @zeva_21 ,
@bombo , @aries18 , @dhika_smg , @bi_ngung ,
@edwardlaura , @san1204, @needu, @alfa_centaury, @peace123456789, @putrasuherman1, @diyuna, @edelwis, @faisalits_d , @erickhidayat, @jhonshan26, @mr_makassar, @zhar12, @adra_84, @afif18_raka94, @indraa156, @master_ofsun, @Dimaz_Deprince63, @sasadara, @Wilhem, @tarry, @CALLISTO, @zuyy18, @bumbellbee, @alvaredza, @d_cetya, @princearga, @Joewachecho, @naraku, @just_pj, @edogawa_lupin, @lulu_75, @amira_fujoshi, @kiyomori, @jockoni, @Mr_Makassar
************************************
"Anak pembawa kutukan! Dia tidak boleh ada di kampung ini! Usir...usirrr!" Ratusan orang berteriak di halaman rumah gadang itu. Rumah yang berada di pusat kampung. Suara cacian dan makian menggema, bersahut-sahutan bagaikan anjing yang sedang berburu babi.
"Datuak Mangguang, kalua waang! Anak waang harus dilindang hapuihkan dari muko bumi nan ko! Ndak ado gunonyo inyo hiduik kalau hanyo mambao sansaro nagari nan ko! Datuak mangguangg! Kaluaaa kaliannn! Kok indak, habis dibaka massa rumah gadang waang nan ko!!!" (Datuak Mangguang, keluar kau! Anak kau tu harus dilenyapkan dari kampung ini. Tidak ada gunanya dia hidup kalau hanya akan membawa kesengsaraan bagi negeri inu. Datuak Mangguang, keluar kalian! Kalau tidak, habis dibakar massa rumah gadang kau ini)
Massa terus berorasi di halaman rumah gadang itu. Tidak lama kemudian, seorang lelaki usia 40han melangkah keluar, berdiri di alun-alun rumah gadang.
"Kami tidak akan pergi dari rumah ini. Kalian jangan semena-mena! Anakku bukan pembawa kutukan, jika kalian tetap memaksa akan aku pastikan, tidak akan ada satu pun dari kalian yang akan selamat dari kematian!" Suara Datuak Mangguang menggelegar. Membungkam suara-suara yang tadi bersahut-sahutan. Mendengar ancaman Datuak Mangguang membuat suasana jadi begitu mencekam.
Siapa yang tidak tahu dengan Datuak Mangguang, seorang Datuak berilmu tinggi, pandai silat dan memiliki ilmu kebatinan yang mumpuni. Sudah begitu banyak orang yang meninggal secara tiba-tiba setiap kali berurusan dengan dia. Dan puncak dari demonya warga kampung malam ini, ketika anak laki-laki satu-satunya, yang biasa dipanggil Pandeka, telah menculik beberapa gadis-gadis kampung untuk tumbal ilmu hitam. Gadis-gadis itu ditemukan di dalam goa di atas bukit dalam keadaan mengenaskan. Mati dengan kondisi tubuh sudah tidak bisa dikenali lagi. Hati mereka diambil dan darah mereka diminum, hanya untuk menyempurnakan ilmu sesat yang dituntutnya.
Pada masa itu, tidak ada lagi yang berani mendekati rumah gadang Datuak Mangguang. Mereka juga tidak bisa melaporkan ke pihak berwajib, mengingat tidak ada satupun bukti yang mengarah ke anak Datuak Mangguang.
Pandeka waktu itu masih sangat belia. Masih 17 tahun, tapi sudah memiliki banyak ilmu kanuragan. Sayang seribu sayang, dia hanya tertarik pada black magic.
Setinggi apapun ilmu dan kepandaian manusia, tidak luput dari yang namanya kematian! Beberapa bulan setelah warga menuntut pengusiran kepada keluarga Datuak Mangguang, suatu yang hebat pun terjadi. Datuak Mangguang mati. Kematian yang sangat mendadak dan tiba-tiba.
Dan kematiannya, membuat warga kampung kembali bersemangat untuk mengusir keluarga Datuak Mangguang. Sabai yang waktu itu memiliki anak perempuan cacat berusia 14 tahun hanya bisa meratapi rumahnya yang habis dimakan api. Ratapan minta tolong, jeritan ketakutan dan tangisannya tidak bisa menghentikan kemarahan warga. Dalam hitungan jam, rumahnya sama rata dengan tanah. Sabai hanya bisa menatapi puing-puing rumanya yang masih membara. Air mata sudah kering. Di pelukannya, anak perempuannya, hanya bisa mendekapnya dengan hati pilu. Kenapa semua itu harus terjadi? Pandeka, anak laki-laki yang jadi sumber petaka ini, hilang tidak tahu jejaknya. Tidak peduli dengan keadaan ibunya yang harus menderita akibat perbuatannya. Tidak ada yang peduli sama Sabai. Tidak ada satupun yang bersimpati atas keadaan yang menimpa Sabai.
Dengan menguatkan hati, dia memapah satu-satunya anak perempuan yang dia sayangi. Melangkah meninggalkan kampung dengan hati teriris sakit. Perih bagaikan ribuan silet yang disayatkan ke jantung hatinya.
Dia terus melangkah menuju ujung kampung. Hanya satu tujuannya, Rumah Gadang di atas bukit, di tepi paling luar kampung. Hanya itu satu-satunya tempat dia bernaung. Rumah keduanya. Rumah Pusaka keluarganya. Hanya rasa malu yang kini mencekam dalam jiwanya. Betapa dulu dia begitu disegani dan dihormati, namun sekarang, dia terusir bagaikan anjing kampung. Sungguh miris.
Sesampai di rumah gadang, Sabai kembali meratap histeris. Terkenang suami yang teramat mencintainya. Kenapa Tuhan begitu cepat menjemputnya? Sabai terus meratap, meninggalkan Sari yang menyelimuti dirinya dengan kain panjang. Sari seperti kehilangan gairah hidup. Pikirannya kosong dan buntu.
"Keluarga kau ini sudah kena kutuk, cu! Tapi mengingat rumah gadang ditengah kampung sudah terbakar, nenek harus berada disini. Sampai kapanpun, selagi masih ada darah Datuak Mangguang mengalir di diri anak dan cucunya, nenek akan selalu ada. Karena ini adalah perjanjian antara ayah kau dan nenek. Ingat ya cu, rumah ini harus selalu bau menyan, dan kamar nomor empat, jangan pernah kalian masuki. Percayalah cu, selepas kematian Datuak Mangguang, akulah penjaga kalian sekarang! Ingat itu cu!"
Sari tersentak dari tidurnya ketika dia mendengar suara orang tua yang begitu nyata dekat telinganya. Dia menggigil ketakutan. Nenek Hulu Balang Hitam, akuan Datuak Mangguang, baru saja masuk ke dalam mimpinya. Seekor harimau jejadian yang sangat besar. Berbulu hitam, bermata merah dan bertaring panjang.
Belum sepenuhnya dia tersadar, tiba-tiba dari langit-langit rumah gadang, melesat sebuah cahaya hitam pekat, menembus batok kepala Sari, membuat remaja putri itu menjerit dan akhirnya pinsan tidak sadarkan diri.
Tahun demi tahun berjalan meninggalkan semua kenangan, siapa menduga, kalau gadis seperti Sari akhirnya dipersunting oleh seorang lelaki tampan yang tersesat ke daerah itu ketika berburu babi. Sari yang sedang asyik bermain di telaga sambil mencuci baju dikejutkan oleh kemunculan seseorang yang hampir mati kehausan. Tanpa menduga kalau ada orang yang sedang mandi. Lelaki tersebut mencelupkan kepalanya ke dalam telaga. Sari terpekik.
Dari pertemuan itulah, Sari mendapatkan tambatan hatinya. Tanpa disadari oleh lelaki tersebut, kalau dia sangat terpikat melihat kemolekan tubuh Sari yang hanya mengenakan basahan kain panjang untuk menutupi auratnya. Kulitnya yang putih bersih berkilauan ditimpa matahari. Pemuda tersebut terhipnotis oleh manisnya senyuman Sari. Dia jatuh cinta. Dan bersedia menerima Sari apa adanya.
Tidak ada pesta yang mewah, tidak ada tamu undangan, Sari dinikahkan secara cepat dengan beberapa orang yang bersedia menjadi saksi.
Sari bahagia, dia mendapatkan suami yang tidak saja bisa menerima dia apa adanya, tapi dia juga mencintai Sari dengan cinta yang begitu besar. Apalagi pas tahu, kalau Sari telah mengandung anaknya. Bertambah-tambah semangat hidup lelaki tersebut.
Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak, begitu pepatah orang-orang tua. Kematian kembali merenggut kebahagiaan Sari, suami yang dia cintai tewas mengenaskan, tersambar petir ketika bekerja di sawah. Hari dimana dia juga melahirkan anak laki-laki yang teramat tampan. Buah hati hasil percintaan mereka. Anak semata wayang yang tidak tahu seperti apa wajah ayahnya. Seperti apa sosoknya. Anak yatim, yang tidak berbapak. Sari sangat menderita. Namun melihat sosok mungil tersebut, melambungkan kembali semangat hidupnya.
Tanpa ada yang tahu, seiring dengan kelahiran Khalid, sesuatu yang hebat juga terjadi di kamar nomor empat. Santernya bau kemenyan dan asap putih memenuhi kamar tersebut. Sesosok makhluk sedang bermetafosis dari seekor harimau menjadi sosok bayi. Bunyi suaranya menggerung dan sangat menakutkan. Perubahan itu terus terjadi, sampai akhirnya sempurna menjadi bayi. Udara dalam kamar berubah menjadi begitu dingin. Bayi aneh tersebut tiba-tiba dililit kain panjang, membadungnya dengan cepat seolah-olah ada tangan ghaib yang mengerjakannya. Ketika badannya sempurna dibadung, tiba-tiba matanya berubah kehijauan, memancarkan cahaya hijau terang, dan geraman keluar dari mulut mungilnya.
Tidak ada yang tahu, baik itu Sabai ataupun Sari perihal bayi ghaib di kamat nomor empat. Dia menangis, ketika Khalid menangis, dia menyusu ketika Khalid menyusu, dia mengcopy semua kebiasaan Khalid. Dan ketika tahun-tahun usia mereka bertambah, mereka semakin tidak bisa dibedakan. Mana yang Khalid nyata dan mana yang jadi-jadian. Mengundang tanya Sari dan Sabai, bagaimana bisa Khalid memiliki dua kepribadian, kadang lucu, kadang dingin, kadang riang, kadang garang. Dan sampai sekarang, tidak ada dari mereka yang berani memasuki kamar nomor empat.
Hanya saja sekarang, sosok ghaib Khalid, sedang dilanda cemburu teramat besar. Wika, dia harus melenyapkan Wika.
"Wikaaaaaaa!" Khalid menjerit dan tersentak dari tidurnya. Reki yang berada disebelanya terkejut.
"Khalid? Kenapa dek?" Reki bangun dan mengusap lembut punggung Khalid. Khalid masih terengah-engah. Dia memandang Reki, lalu menoleh ke arah Wika yang juga terbangun. Khalid menarik tubuh Wika dan memeluknya.
"Tidak....tidak bolehhh! Kamu tidak boleh sakiti Wika! Tidakkkk, jangan sakiti Wikaaaa!" Khalid menangis meratap. Reki semakin bingung, dia mengambil segelas air putih.
"Khalid, minum ini dulu! Biar tenang!" Reki menarik lembut tubuh Khalid. Khalid berbalik namun tetap merangkul Wika, dia meminum air putih tersebut sampai habis.
"Mimpi buruk lagi, nak?" Sari telah berada diantara mereka. Wajahnya masih terlihat ngantuk. Khalid hanya diam.
"Makanya, sebelum tidur itu baca doa dulu. Kamu ga' apa-apa nak?" Sari membelai rambut Khalid. Khalid mengangguk.
"Ini masih jam 4 subuh. Tidur kembali ya? Jangan lupa baca doa! Reki, jaga adik-adikmu ya? Etek masih ngantuk!" Sari menguap lebar dan kembali berdiri, menyeret kakinya.
"Iya tek!" Jawab Reki singkat.
"Uda, jangan tinggalkan Khalid ya? Wika, jangan tinggalkan Khalid ya? Khalid takuttt!"
Reki merengkuh tubuh Khalid memeluknya. Wika tersenyum dan meraba wajah Khalid. Sesaat mata mereka saling bertemu. Dan Khalid melihat binar aneh di matanya Wika. Sebuah hasrat kuat untuk memiliki. Tapi memiliki apa?
Mereka kembali membaringkan tubuh di lantai. Wika membawa kepala Reki ke dalam pelukannya.
"Wika.Akan.Menjaga.Khalid!" Bisiknya terpatah-patah. Dan Khalid merasakan kenyamanan yang luar biasa ketika wajahnya menyentuh dada Wika. Hangat dan menenteramkan.
Aku tidak bisa tidur lagi. Apakah yang telah dimimpikan Khalid? Apa yang terjadi sama Wika di dalam mimpinya? Perasaanku tidak tenang. Aku takut. Rumah ini sepertinya tidak aman untukku dan Wika. Tapi kemana lagi aku akan pergi membawa Wika.
Aku kembali terkejut ketika kudengar derit pintu. Dan aku kembali melihat sesosok bayanga di pintu kamar nomor empat. Kali ini sangat jelas. Walau masih berupa bayangan tajam. Namun, aku kaget melihat sepasang mata berwarna hijau terang. Aku segera bangkit dari tidurku, dan dengan cepat mendekati sosok tersebut. Namun sesampai disana, yang ada kutemui hanya kesunyian. Namun, bau menyan menyeruak dengan hebatnya dari kamar nomot empat.
"Jangan pernah coba-coba memasuki kamar ini. Jangan melanggar aturan di rumah ini, Reki!" Begitu nenek Sabai memberiku peringatan. Dan sampai sekarang aku masih bisa menahan rasa penasaranku. Bau menyan menyesakkan nafasku, dan aku kembali menjauh dari kamar tersebut.
Kali ini dia tidur di belakang Wika. Dia merasa perasaan yang tidak enak. Aku tidak ingin terjadi apa-apa sama Wika, batinnya.
Namun Reki dibuat kaget kembali, ketika di belakang Khalid, muncul sebuah kepala. Kepala tersebut berada diatas kepalanya Khalid. Dua wajah yang sangat serupa. Khalid yang kepalanya dibawah sudah terlelap. Sementara yang satunya lagi, menatap tajam ke arah Reki.
Ketika Reki mengerjapkan matanya, kepala tersebut sudah hilang. Reki merinding dan memeluk Wika lebih erat lagi.
Bersambung.