It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
********
11 years ago..
Hujan rintik jatuh membasahi
bumi sore ini, sekumpulan
orang orang berbaju hitam
melingkar menggerubungi
sesosok jasad yang akan
dimasukkan kedalam liang
lahat, suasana di pemakaman
saat ini begitu hening hanya
ada suara beberapa orang
saja yang berbisik dan ada
juga orang yang berusaha
menenangkan tangisan seorang
anak berusia 5 tahun.
Sang kakak yang berada di
sampingnya hanya mampu
memeluk sang adik seerat
mungkin.
"Mama.. Mama.. Jangan tinggalin
Vian mah.." isaknya kencang.
Ketika jasad mulai diturunkan
anak kecil yang menangis itu
berteriak kencang.
"MAH MAMAH!!" anak kecil itu
meraung dan mengibas ngibaskan kedua tangan mungilnya ke udara.
"Vian, udah Vian" si kakak
memeluk adiknya makin erat
dan setetes air mata perlahan
jatuh membasahi pipinya.
Sang kakak pun sama hancurnya seperi halnya adiknya. Sang ayah hanya mampu terdiam dan melihat dari kejauhan. Wajahnya saat
ini tak mampu ditebak
ekspresinya saat ini begitu
kosong semua rasa sesal, marah
dan benci berkumpul menjadi
satu. Kedua tangannya yang
terkulai di masing sisi tubuhnya
perlahan terkepal kuat menahan
emosi dalam hati. Teriakan
sang anak yang membahana
pun tak ia hiraukan. Dia
melangkah mendekati tempat
peristirahatan terakhir sang istri
yang sangat ia cintai. Dia melirik ke arah dua anaknya
yang terus meratapi ibu
kandung mereka yang saat ini
telah tiada. Sang ayah menatap
benci ke sosok seoarang kakak
yang saat ini sedang menenangkan adiknya. Dia pun
melangkah pergi dan meninggalkan tempat itu beserta kedua anaknya. Ia
ingin menenangkan diri dari
cobaan yang membuatnya
benar benar terguncang. Saat
semua orang mulai pergi dan
menyisakkan kedua anak kecil
yang tersisa.
"Mamah" bocah kecil berumur
lima tahun itu hanya bisa
menangis dan menatap hampa
gundukan tanah merah itu.
"Vian, Kakak janji kakak janji
akan selalu menjaga kamu dan
melindungi kamu seperti ibu
yang melindungi kita. Aku
janji" bisik sang kakak, adik
kecilnya pun hanya menganggukkan kepalanya dan
memeluk kakaknya erat.
"Kakak gak bohongkan?"
adik kecilnya memandang sang
kakak dengan manik mata hitamnya yang polos, sang
kakak tersenyum lembut dan
membelai kepala adik kecilnya.
@wilhem, @darkrealm
next story..
@semua, @Marukochan, @Monic,
@yuzz
next story..
menurut mu apa coba..
tp tetep bgus kok!
********
Alvian Pov.
Potongan potongan kejadian
masa lalu terus terbayang
dalam pikiranku, bagaikan potongan film yang terus
berputar merekam semuanya.
Suara tangisku pun tak bisa
ku hentikan, Aku mendorong
tubuh Kelvin menjauh dari ku.
Nafasku tersenggal senggal
akibat aktifitas kami, Kelvin
menatapku bingung.
"Pembohong!" aku menatapnya
tajam. Kelvin berusaha
menggapaiku tapi aku
menepis tangannya. Aku
meremas kepalaku yang
semakin sakit. Aku memejamkan
kedua mataku bayangan itu
semakin lama semakin jelas
terlihat. Aku mengerang sakit.
"Argghh" aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku
bergetar. Kelvin menatapku
kaget dan berusaha menenangkan ku.
"Alvian.. Hey" Kelvin menepuk
kedua pipi ku. Aku meringis
saat bayangan kecelakan itu
melintas dalam pikiran ku.
Aku mendorong Kelvin dan
berlari keluar saung, aku
berlari secepat mungkin
dengan air mata yang terus
keluar tanpa henti. Pipi ini
basah tubuh ini bergetar
seolah ketakutan, tiba tiba
sosok kak Indra memenuhi
pikiranku dan janjinya yang
dulu ia buat padaku saat
di pemakaman hanya janji
palsu saja, aku meremas kepalaku semakin kuat. Sayup
sayup aku mendengar suara
seseorang yang memanggil ku
dari arah belakang, sosok
itu berlari mengejarku dan
menarik tanganku kuat.
"Hey" Kelvin berhasil mendapatkan ku, dia mencengkram tanganku dan
menatapku dengan nafas pendek.
"Lepas" aku menepuk tangannya yang menggenggam
pergelangan tanganku.
"Kau kenapa" ucapnya menatap
ku cemas, aku terus memukul
tangannya keras tapi dia
seolah tidak merasakan pukulan
ku pada tangannya, justru dia
menguatkan genggamannya
pada tanganku. Aku meraung
dalam tangisanku.
"Kau pembohong! Pembohong!"
Kelvin menatapku iba, kondisi
ku saat ini benar benar
menyedihkan, Kelvin menarik
tubuhku mendekat padanya
dan memeluk ku erat, aku
memukul dada bidangnya dan
menumpahkan semua kekesalan
ku disana. Aku menangis tanpa
henti aku butuh tempat bersandar saat ini aku butuh
seseorang bersama ku disini.
"Pembohong" ucapku lirih.
"Kita pulang saja ya, kita
kerumah ku dan tenangkan
diri mu disana" bisik Kelvin.