It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
okelah bisa diatur
[11]
Ugh! Disini lagi. Entah kenapa kakiku selalu membawaku ke tempat ini ketika perasaanku sedang kacau. Aku tak tahu aura apa di tempat ini, yang jelas aku bisa merasakan ketenangan saat berada di tempat ini. Tak seperti siswa lainnya yang menanggap tempat ini berhantu dan menyeramkan. Itu tak masalah bagiku.
Ehm, sebenernya sih iya. Ditempat ini cukup menyeramkan. Aku lupa bercerita ya? Sejak aku kelas 5 SD aku sudah peka terhadap dunia yang seperti itu. Memang aku tidak seperti anak indigo lainnya yang bisa berkomunikasi langsung secara jelas dan bisa melihat setiap saat. Tapi aku hanya bisa melihat ketika memang waktunya, dan aku sendiri tak tahu kapan. Tapi biasanya, aku dapat melihat dan lebih peka ketika aku sedang merasa kelelahan dan kondisi tubuh yang ngga stabil.
Sebenarnya aku orangnya penakut hanya saja modal penasaran. Ya, aku sudah pernah mencoba menghilangkan kemampuanku itu, tpi hasilnya nihil yang ada aku malah lebih peka.
Aku tak pernah menceritakan kondisiku ke orang-orang yang baru kukenal. Mereka bisa menganggapku sok paranormal. Seperti saat aku SD kelas 6, ya teman-temanku pada menganggapku seperti itu. Terlebih aku suka parno sendiri saat itu dan sering kerasukan.
Oke, kembali lagi kemasalah. Ya, disini memang ada mahkluk halusnya. Benar seperti gossip yang sering ku dengar. Di pohon, di balik semak, di batu besar, di kolam, bahkan di sampingku sekarang.
Ya, untunglah mereka ngga berniat mengganggu, kalo kitanya sendiri tidak mengganggu. Takut? Hmm, kadang sih, kalo ada yang jail suka menampakkan diri dengan wujud yang membuat manusia normal akan lari ketakutan.
Maklum, sepengetahuanku sih, sekolah ini banyak gedung tuanya. Jadi pantas saja. Yang membuatku penasaran adalah, ada 2 anak (mahkluk halus) remaja sepantaranku lah, mungkin setahun lebih tua dariku. Ya, biasanya sih mereka berdua suka melihatku dari kejauhan sambil menunjuk-nunjukku ga jelas. Tapi, siang ini, batang hidung mereka ga keliatan. Apa aku yang ga bisa liat? Huffff
Eh, ngomong-ngomong, kabarnya Bobby gimana ya? Aku belum tahu keadaannya sekarang. mungkinkah dia sudah lebih baik sekarang. Huft, gara-gara dia juga aku tidak ikut ulangan dan mengumpul tugas. Belakangan ini, aku sering tidak mengumpulkan tugas karena hal-hal sepele. Ya, bagaimana dengan nilaiku nanti.
Hufff, mengingat itu membuatku menjadi ingin marah saja. Lebih baik, aku kembali ke kelas saja. Waktu istirahat juga sudah hapir habis.
Aku beranjak dari dudukku dan merapihkan bajuku lalu bergegas berjalan menuju kelas.
“Don!” kataku sambil tersenyum saat melihat Donny yang sedang bermain basket di lapangan sekolah bersama teman-temannya. Mungkin mereka sedang jam olahraga.
Dia menolehku tanpa menjawab lalu menyunggingkan senyuman sinis dan berbalik. Aku hanya tersenyum miris membuatnya. Aku juga masih belum tahu, apa yang membuatnya segitu marahnya padaku.
Aku kembali berjalan ke kelasku dengan pilu dihati. Sesampainya dikelas, aku langsung di sambut hangat dengan timpukan buku yang mendarat di kepalaku. Entah siapa itu yang melempar, aku tidak peduli. Ya, katanya sih salah timpuk. Huff.
Ya, kelas seperti biasa 3R. Ribut, ricuh, rempong *eh. Aku malas untuk bergabung bersama mereka. Ya, seperti biasanya kalo ga ngobrolin tentang otomotif, gadget, atau ngga urusan selangkangan dengan segala macem tetek bengeknya.
Aku membenamkan mukaku diatas meja. Yaampun, kenapa jadi ngga semangat gini sih. Berharap guru sosiologiku hari ini tidak masuk. Karena males dengernya ngoceh gaje. Yang dibahas itu-itulah, kalo tidak tentang peyimpangan social atau norma. Hadeeeeh.
Sayup-sayup kudengar langkah kaki dari depan kelasku. Dengan sigap, semua anak di kelasku langsung berlari mencari tempat duduk yang kosong dan mendudukinya.
Sekejap kelasku menjadi tentram dan damai seolah seluruh siswa di kelas ini anak yang rajin dan sudah jinak. Bahkan suara nyamuk di depan kedengaran (bohong).
“Selamat pagi anak-anak Semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammd..,”
“Sawlawlah Alaihi Wassalam !” ujar seluruh siswa serempak dengan keras.
“Kepada keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yg menetapi petunjuk dan atas berkah dan rahmatnya kita dapat berkumpul pada siang hari ini dalam kegiatan belajar-mengajar, bla..bla..bla,” ujar Pak Ahmed sambil tersenyum sumringah. Disangka mau pidato apa. Tiap masuk kelas pasti ngomong gitu terus.
Dan 2 jam pelajaran sosiologi berlangsung dengan sangat membosankan.
***
Bel pulang yang terdengar fals itu berbunyi beberapa kali. Dengan sigap seluruh siswa di kelasku membereskan segala alat tulis yang berada di mejanya, lalu bergegas keluar dari kelas dan meninggalkan segala kepenatannya.
“Ken, kalau boleh tau. Kenapa tadi telat ke kelasnya?” tanya Joe sambil memasukkan buku-bukunya ke tasnya.
“Hmm, ada masalah tadi,” kataku ragu.
“Masalah apa?” tanyanya antusias.
“Itu tadi si Bobby sakit, jadi aku bawa dia ke UKS dulu,” jelasku.
“Hmm,” gumamnya pelan.
Aku dan Joe berjalan menuju asrama sambil dia bercerita ria, aku juga tak begitu mendengarkannya. Mataku terfokus pada lapangan bola di seberang sana. Ya, anak-anak ekskul bola. Setahuku, sebentar lagi sekolahku akan mengadakan event pertandingan bola antar sekolah.
“Eh,” ujar seseorang sambil menepuk pundakku, dan kutahu itu bukan Joe, karena dia disampingku.
“Hmm?” kataku sambil menoleh kebelakang.
“Tadi si Bobby sudah agak mendingan, jadi dia kubawa lagi ke asrama. Tolong kamu bantu dan jaga dia,” ujar Kim. Dia lebih terlihat gagah dengan seragam bolanya, dan peluh sebutir jagung yang ada didahinya. Tisu mana tisuuu?
Ebuset, disangka baby sitter kali ya. “Eee, okelah, lagian dia teman sekamarku juga, ga mungkin aku biarin,” kataku mencari kalimat-kalimat hiperbola.
“Sip,” ujarnya kemudian berlalu.
Aku berbalik dan melanjutkan jalanku.
Disitu ada Donny juga. Dia terlihat begitu semangat mengejar bola. Mau juga sih, ikut ekskul bola. Tapi, malah yang ada asmaku kambuh lagi.
Dia menolehku lalu membuang mukanya lagi. Ih, segitunya. Aku juga langsung pura-pura tak melihatnya.
BRUKKK!
Shit, kurasa aku menabrak sesuatu. Badanku langsung tersungkur ke tanah. Pergelangan kakiku begitu ngilu. Sepertinya terkilir sedikit. Lenganku juga terluka ringan, hanya gores-goresan kecil.
Forheaven’s sake, siapa yang mindahin ini pohon di depanku.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Dan, aku sukses jadi badut mereka. Semua mentertawakanku, bahkan ada yang mengolok-olok. Padahal lucu juga kagak. Iw.
Sesampainya di asrama, aku langsung merebahkan badanku ke atas kasur. Beberapa saat kemudian aku bangun dan memeriksa tubuhku. Ya, lumayanlah lukanya. Memberikan kesan jantan di tubuhku. Haha.
“Eh, Bob? Gimana keadaan lu sekarang?” tanyaku sambil menghampirinya yang sedang tiduran sambil menatap langit-langit.
“Hmm, sudah mendinganlah,” ujarnya sambil menolehku.
“Makasih, ya untuk bantuannya,” ujarnya lagi.
“Hmm, sip,” kataku sambil tersenyum.
“Maaf juga tadi, katanya gara-gara nolongin gua, lu jadi ngga bisa ikut ulangan?” ujarnya.
“Eh, ngga gitu kok,” kataku. “Hmm, emangnya tau darimana,” ujarku pelan.
“Si Joe sms gue tadi,” jawabnya.
Dasar tuh anak, mulutnya kaya ember bocor.
“Yaudah, lu istirahat aja, biar cepet sembuh,” kataku.
Dia tersenyum. “Kenapa tuh badan lu?”
“Hmm, jatuh tadi,” jawabku.
“Bener? Bukan karena di keroyok lagi?” ujarnya sambil terkekeh pelan.
“Ya bukanlah,” aku memutar bola mata.
“Pegang geh, jidat lu,”ujarnya.
“Aww!” ujarku, kesakitan. Ih, gila, dari tadi aku ngga nyadar,
kalau dari tadi kepalaku benjol. Shit!
Dia pun terkekeh.
hanya itu dulu yang bisa saya share..
jangan lama2 ya.
uda dilanda penasaran yg maha dahsyat..
(hehe lebay dikit)
dibawah
sori, kalo apdetannya dikit, :x
***
“Bob, udah makan malam belum?” tanyaku padanya yang sedang membaca buku sambil rebahan di tempat tidurnya.
“Belum,” jawabnya, masih asik dengan bacaannya.
Aku menoleh pada jam dinding yang terletak disamping lemari baju. Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30.
Mungkin 16 kamar di asrama ini sudah pada kosong, pada di ruang makan semua.
“Kok?” kataku singkat. “Sudah malem, lu juga kan lagi sakit.”
“Kalo makan bawaannya mual gitu, soalnya,” ujarnya sambil
menolehku.
“Hmm, emangnya tadi makan apa?”
“Nasilah? Apalagi,”
“Lu kan lagi sakit. Makannya bubur, biar cepet sembuh,” kataku bak ahli gizi.
“Wah, aku ngga suka,” katanya sambil nyengir.
“Ih, manja amat sih ini anak!” ujarku dalam hati. Aku tersenyum. “Aku ambilin ya,” kataku singkat dan berlalu dari kamar menuju ruang makan.
“Huft,” aku mendesah. Tak ada bubur. Siapa yang mau masakin. Disini kaga ada perempuannya. Masa’ harus aku yang masakin. Yah, ga tega juga sih, sama dia. Huftt, aku ini memang anak yang baik *Devil smirk*
Ya, meskipun, aku tak tahu cara memasak nasi. Kurasa aku bisa melakukannya. Soalnya, tiap hari juga aku lihat si Mamah masak nasi.
“Airnya kira-kira berapa ya? Berasnya semana ya?” ujarku bertanya-tanya pada diri sendiri. Berharap mendapat bisikan jawabannya.
“Ya, sesuka hati sajalah,” ujarku yakin dengan kata-kataku.
Setelah mencuci beras. Kudidihkan air bersih yang ukurannya cukup [banyak] pada magicom. Setelah itu kutuangkan beras yang telah kucuci bersih, kalo ngga salah tadi 1 canting, entah kalo kurang atau lebih.
“Semoga berhasil,” ujarku seraya keluar dari dapur.
“Abis ngapain, Ken,” ujar Joe sambil melahap makannannya.
“Masak nasi,” balasku.
“Itu nasi, masih banyak, ngapain masak lagi,”
“Ih, bukan nasi. Bubur tapi.”
“Ih, kepo dah,” ujarku sambil nyengir.
“Errrr,”
“Itu, untuk si Bobby. Dia kan lagi sakit,” jelasku.
“Oh,” gumamnya singkat. “Kalo aku sakit, kamu mau juga masakin,”
“Bisaa,” kataku sambil tersenyum.
“Yesss!” gumamnya senang.
“Bisa aku racunin,” kataku sambil tertawa.
“Duh, laper! Makan juga lah,”
“Iya, makan yang banyak, biar ga langsing terus,” ujarnya sambil tertawa.
Aku menjitak kepalanya.
Aku ngga tahu berapa lama untuk menanak nasi. Tapi mungkin, beberapa menit, sudah bisa kali ya?
For Heaven’s sake, anak asrama ga tau apa-apa? Iw.
Setelah makan. Aku kembali ke dapur, dan memeriksa nasiku itu.
Keenceran kali ya, ga tau lah. Yang penting aku telah berusaha semaksimal mungkin *Jiaaaah* -_-
Kuambil buburnya dan kutuangkan kedalam mangkuk. Kuambil 1 mangkuk lagi dan kutaruh di nampan untuk mengantarkannya kepada si BOS.
Jadi pembokat deh gua.
Kuambil serpihan (sisa- red) sayur bening di meja makan yang hampir ludes di makan anak-anak. Kuambil juga ayam goreng yang telah kuselipkan tadi di piring yang kutup dengan lelalapan, biar ngga keliatan. Kalo ngga kaya gitu, ga kebagian si Bobby. Hahaha.
Setelah selesai. Kubawakan makanannya menuju kamarku.
“Nih, Bob, makan dulu ya,” kataku sambil menaruhnya di meja kecil yang berada di dekat rak buku.
“Makasih ya, Ken,” ujarnya tersenyum tulus. “Tapi ngomong-ngomong kok kamu lama amat,” ujarnya dengan nada yang menyindir.
Aku menoleh jam dinding 7.30pm. “SHIT! Nih anak kaga tau terima kasih ya, udah di buatin capek-capek juga,” ujarku dalam hati.
Aku tersenyum.
“Hehe, Sorry, soalnya aku tadi masak dulu buburnya,” aku nyengir sambil menggaruk-garuk kepalaku yang ngga gatal.
“HAH? LU MASAK BUBUR?” ujarnya kaget bak peran di sinetron cinta fitri.
Aku mengangguk.
“Wah, makasih banyak ya. Sorry, udah ngerepotin,” ujarnya tersipu.
“Nope, gua juga udah biasa kali jadi pembantu,” kataku menyindir.
Dia melihatku, kemudian mengangkat sudut bibirnya sebelah.
“Haha, bercanda kali, gitu amat,” kataku sambil tertawa.
“Hehe,” dia meneringai.
“Sok atuh, dimakan makanannya. Entar keburu dingin
buburnya,” ujarku seraya aku beranjak ke tempat tidurku.
“Ha, iya,” ujarnya,
“Apa perlu gua yang nyuapin?” kataku sambil terkekeh.
“Haha, bisa aja lu,” ujarnya sambil beranjak dari tempat
tidurnya menuju makanannya di meja kecil yang terletak di dekat rak buku kemudia memakan makanannya dengan perlahan.
“HAAAH,” ujarnya kaget.
“Kenapa?” tanyaku cepat.
“Panas,”
“Yaiyalah, masih panas,” aku terkekeh melihat
kekonyolannya. Sebelumnya aku aku berpikir bahwa dia
adalah anak yang dingin, sombong. Ternyata engga juga, dia ramah juga. “Pelan-pelan aja makannya.”
Dia menolehku lalu tersenyum. Dengan bibirnya yang sedang basah dan warnanya yang merah merekah. Ingin ku… *eh
“Kebenyekan ya, kayaknya,” ujarnya sambil menolehku lagi.
Errrr. Aku tersenyum.
“Eh, ini kok ada rambut,” dia mentapku sambil menaikkan sebelah alisnya.
Errrrr. Ih, bener-bener nih anak. “YAUDAH, MAKAN AJA,” ujarku dengan nada yang sedikit tinggi.
Dia menatapku kemudia nyengir kuda.
“Eh, maksudnya, yaudah makan aja, ya, pelan-pelan,” kataku dengan memperlembut suaraku.
Oke,maaf lama. @pria_apa_adanya <- pwmbaca yang pengertian
Maff, @Beepe . udh nunggu lama. tpi diusahakan updet sesuai jadwal deh *alibi*
pake nasi @monic kalo mau nambah yah haha. aku kasih dikit dulu ya
makasih @idhe_sama
aduh, malah gue mau nambah banyak tokoh lagi nih, hehe. biar hidup dan ga monoton ceritanya, tpi tetap sesuai jalurnya kok
mksih ya
oke @kangmas1986
maaf lama nih
tdi buru-buru apdet krna ada notif darimu (hehe lebay dikit)
tetep semangat.