It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Gue disini..!" pinta Wili memberi kode kepada bayu yang tengah menggiring bola.
Bayu melihat posisi Wili yang kosong memberi operan dari sayap kanan. Dengan sentakan pada kakinya bola melesat. Tapi sayang sekali operannya terlalu kuat. Belum sempat Wili meraih bola dengan kakinya, bola itu sudah meninggalkan lapangan permainan. Menggeliding dan berputar sampai ke bawah tiang-tiang besi penyangga tempat para pekerja berada. Karena Wili yang berada paling dekat dengan bola maka dia bermaksud mengambil bola itu. Wili berjalan santai. Pandangannya terfokus pada bola. Dia tak menyadari ada bahaya yang tengah menghadang.
"AWAS...!!!" teriak ku. Aku berlari mengejarnya.
Wili kaget. Dengan refleknya dia berbalik menghadap kearahku. Sekuat tenaga kudorong tubuh Wili. Tubuhnya terbanting menyentuh tanah dengan punggung terlebih dahulu. Tubuhku juga ikut jatuh. Menindih tubuh wili. Dada kami saling bertemu. Kami seperti dua orang yang tengah berpelukan di tanah yang berdebu. Tak jauh dari kami terdengar suara dentumam agak keras. Sebuah palu besi jatuh dari atas tempat pekerja bangunan yg tingginya tak kurang dari 6 meter dari permukaan tanah. Palu itu cukup besar. Bila terkena kepala bisa membuat tempurung kepala retak dibuatnya. Palu itu jatuh tepat diatas posisi Wili tadi berada.
"Kamu ngak apa-apa Wili?" Tanya Gandi sambil mendorong tubuhku yang masih menindih tubuh Wili ke samping. Sementara Aldi dan Riki membantu Wili untuk berdiri.
"Ngak apa-apa kok"
Wili menepuk-nepuk celana dan baju yang kotor terkena debu. Mata nya memandang kosong kearahku. Aku pun berdiri perlahan. Ku kibaskan debu di tubuhku. Telapak tanganku berdarah. Sepertinya tadi tergores oleh permukaan tanah yang tak rata.
"Yok! main lagi Wil" ajak Aldo
Wili, Aldo, Riki dan Gandi meninggalkan tempatku berdiri. Bergerak menuju tengah lapangan. Mereka tak acuh denganku. Aku hanya memandang ke pergian mereka. Tapi sesaat ku Wili menghentikan langkahnya. Setengah berbalik memandang kearahku. Mulutnya seperti mau mengatakan sesuatu. Tapi tak jadi karena Gandi sudah menariknya ntuk kembali ke tengah lapangan. Aku pun memutuskan meninggalkan tempat itu untuk membersihkan tubuhku. Mike sudah tak ada lagi di bangku beton tempat tadi kami duduk.
Btw cerita barunya kapan rencana diluncurkan nih?
tunggu aja... gak lama kok.
Aku tengah asik membaca buku di perpustakaan sekolah. Sebetulnya aku berusaha memaksimalkan waktuku di jam istirahat sekolah ini. Tapi pikiran mempunya arah sendiri. Teringat kembali pada kata-kata Mike waktu itu saat kami tengah duduk di bangku beton halaman sekolah.
“A..Aku sebetulnya sangat sayang pada Wili”
“Aku mencintainya Damon”
Entah kenapa aku tak suka kata-kata itu keluar dari mulut Mike. Aku benar-benar nggak rela. Aku bingung sekali. Kenapa kata-kata itu menjadi pikiran di otakku. Berbagai rasa muncul di tubuhku. Ada kesal. Ada sedih. Ada marah. Tapi tak tahu kesal kenapa? Marah kenapa? Sedih kenapa? Aku kan bukan siapa-siapanya Mike. Mengapa aku harus marah? Itu kan hak Mike kalo menyukai seseorang. Dan kami pun kenal juga baru-baru ini. Sementara Mike dan Wili udah lama saling kenal. Ditengah keruwetan pikiranku. Tiba-tiba Bayu mendekati.
“Ramon…. Papa loe datang berkunjung tuh, sekarang lagi ada di ruang guru. Tadi buk Mur menyuruh gue tuk nyampein ke elo, agar elo menemui papa loe diruang guru” Ujarnya panjang lebar tanpa basa-basi.
“Sama siapa Bay?”
“Kayaknya papa loe sendiri aja” ujarnya sambil menyisir rambutnya dengan jari tangan kanannya.
“Mama gue ngak ikut”
“Tadi gue liat Cuma ada papa loe aja di sana”
“Oke bay… makasi”
“Yoi gue cabut dulu Mon” ujar Bayu lagi
“Oke..” ku ancungkan jempolku kepadanya yang bergerak pergi.
Dalam hati aku merutuk “ Ngapain juga tu orang pake datang-datang kesini?” Aku benar-benar malas menemuinya. Sejak papa memutuskan untuk mengirimku kesekolah berasrama ini aku amat kesal sekali. Padahal itu kan bukan kesalahanku? Mengapa harus aku yang menanggungnya?