It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
musti pasang ranjau klo pacaran wat jaga2 klo tante Vire datang mengacau... :twisted: :twisted:
Aku tahu bahwa aku telah melakukan kesalahan malam ini
Dan aku tahu bahwa Engkau tidak menyukainya.
Tetapi aku merasakan keindahan yang luar biasa pada kesalahan itu.
Dan aku tidak tahu, adakah yang lebih indah dari itu?
Jika Engkau tanyakan kepadaku apakah aku merasa bersalah dan menyesal?
Maka jawabnya adalah, ya, aku merasa bersalah dan menyesal.
Tapi penyesalanku berujung pada sebuah pertanyaan.
Kapankah aku bisa merasakan keindahan seperti ini tanpa ada perasaan bersalah dan penyesalan?
Seperti yang selalu kutanyakan kepada-Mu, ya Tuhanku.
Tidak bolehkah aku merasakan keindahan yang seperti ini dengan lapang?
Seperti keindahan yang telah Engkau berikan kepada Adam ketika Engkau menciptakan Hawa untuknya.
Seperti keindahan yang telah Engkau berikan kepada berjuta2 pasangan di dunia ini.
Kenapa dari sekian juta manusia yang kau ciptakan hanya aku yang tidak boleh merasakan keindahan itu?
Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Betapa inginnya aku mengetahui rahasia-Mu dibalik semua ini.
Tunjukkan padaku rahasia-Mu itu ya Tuhanku.
bagian ini yg aku paling suka, aku juga selalu merenungi nasib diriku.
thx ya Bunny
Bertemu dengan Atin sebenarnya membuat sebuah kenangan lama yang pahit menjadi tergali kembali.
Nama lengkapnya Atin Rosliatin. Dari namanya saja sudah bisa ditebak kalau dia tuh orang Sunda. Aku jadi ingat Hanung, teman kuliahku dari Tulungagung, dia pernah bertanya kepadaku, “Kenapa sih nama orang sunda kebanyakan begitu, seperti kata majemuk dan kata ulang aja, gotong-royong, tolong-menolong, bantu-membantu?”
Sebagai orang sunda, terus terang aja aku tersinggung dengan pertanyaan itu. Tapi kujelaskan saja selogis mungkin :”Begini loh, Nung, aslinya itu mungkin namanya Sudrajat, nah orang manggil dia Ajat, jadilah Ajat Sudrajat. Atau namanya Musaddad, tapi orang manggil dia Adad, jadi aja Adad Musaddad. Kan lebih enak didengernya. Sama aja dengan orang jawa, misalnya Joko Sujatmiko, atau Toto Suprapto.” Tapi meskipun sudah panjang lebar kujelaskan, tetep aja temen2 “jawa”ku masih suka menjadikan nama sunda sebagai bahan olokan. Untung saja namaku ga menggunakan nama yang berulang.
Atin memiliki wajah mungil yang sangat aristokrat, menunjukkan kalau dia itu dilahirkan dari keluarga bangsawan sunda. Sulit buatku mencari padanan wajah yang bisa menggambarkan wajah Atin. Pernah sih aku membayangkan, seperti ini mungkin wajahnya Dewi Drupadi, wanita cantik yang bersuamikan pandawa lima. Atin bertubuh mungil, kalau dia berdiri tingginya paling hanya sehidungku. Penampilannya sangat modis, terawat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rambutnya hitam tebal dibiarkan tergerai sampai ke punggung. Selalu memakai rok, dengan paduan atasan yang matching. Gerakan tubuhnya sangat teratur dan enak dilihat. Kalau dilihat secara keseluruhan orang akan menilai bahwa Atin itu anggun dan lembut.
Itu pula kesan pertamaku ketika mengenal Atin. Suatu pagi seperti biasa aku berkendara motor pergi kuliah. Melewati pertigaan jalan Tamansari dan jalan Sulanjana, tiba2 aku dijegat cewek cantik yang berdiri melambai-lambaikan tangannya di sebelah mobil starlet yang terparkir di pinggir jalan. Aku berhenti, dia berjalan dengan anggun ke arahku. “Kamu dari i-ef kan?”tanyanya
“Iya. Ada apa?” Aku balik bertanya, heran, kok tau? sambil menilai anggun banget cewek ini.
“Saya dari te-el, mobil saya mogok, mau ada kuis nih sebentar lagi. Boleh ga saya ikut kamu? Tempat kita kan deketan aja.” Dia menjelaskan dengan suara yang bening dan merdu.
“Trus mobil kamu?” tanyaku
“Ga papa, sudah saya aktifkan pengamannya.”
“Ya sudah, naik aja kalo gitu.” Sebenernya bingung juga aku waktu itu menilai Atin, kok, cewek seanggun dan secantik dia berani banget nyegat cowok ga dikenal. Kalau saja aku ini cowok straight mungkin sudah kubawa kabur nih cewek.
Begitulah perkenalan pertamaku dengannya. Dia mahasiswi Teknik Lingkungan satu angkatan dengan aku. Kebetulan memang tempat kuliah jurusan TL berdampingan dengan jurusan IF, meskipun lain fakultas. Sebelumnya aku ga pernah perhatikan dia. Karena memang ketertarikanku lebih banyak ke cowok. Begitu kami berjalan bersama sambil berbincang dari tempat parkir timur ke tempat kuliah, temen2 kuliahku yang 90% cowok langsung ribut meneriaki aku. “Suittttt....suiiiiiw........, oooiii Andiiii, ternyata kamu tuh ya diam-diam!!” atau “Diiiii, salamin dong dari gue.....!!” dan teriakan-teriakan kurang-ajar lain yang bikin aku jengah. Aku langsung saja meninggalkan Atin, setelah sebelumnya meminta maaf atas kelakuan teman-temanku. Heru teman akrabku berbisik :”Hebat kamu ya, Di, bisa jalan bareng si Atin. Arif aja yang ngecengin dia sejak semester satu, ga pernah berhasil.” Arif itu memang terkenal ke-playboy-annya.
Dari situlah kemudian keakraban kami terjalin. Sampai beberapa temanku mengira aku pacaran dengan Atin. Kubiarkan saja anggapan itu, sebab ini keuntungan bagiku untuk menutupi keadaanku yang sebenarnya.
Semakin aku mengenal Atin, semakin aku tau kalau keanggunannya itu hanya kesan lahiriah saja. Aslinya itu dia berani, cuek, manja dan keras kepala. Berani dia nolak kiriman pesan2 cinta dari para pengagumnya, padahal cowok2 yang berani melakukan itu bukanlah cowok yang ga berarti. Mulai dari dosen-dosen muda, ketua senat mahasiswa sampai ke playboy tajir macam si Arif. Dengan cueknya dia bisa saja menciumku secara demonstratif didepan teman2ku seperti tadi itu. Tapi aku sudah wanti2 sama dia supaya jangan melakukan itu, karena aku sering dijadikan bahan olokan. Lewat dia aku jadi mengenal teman2nya yang rata2 cantik2. Memang di kampusku sudah terkenal gudangnya cewek cantik adalah jurusan Teknik Lingkungan dan jurusan Biologi.
Dari ceritanya, ternyata dia tahu banyak tentang aku lebih daripada yang aku perkirakan. Rupanya dia sudah memperhatikanku sejak kuliah semester satu. Rasa ge-erku muncul, sehingga aku sempat curiga kalau 'mobil mogoknya' itu cuman rekayasanya aja, supaya bisa membuka perkenalan dengan aku. Sebenarnya sih kalau dipikir secara logis mungkin juga, sebab rumahnya kan di daerah Tubagus Ismail, so, kenapa harus lewat Tamansari? Kan lebih dekat kalau lewat jalan Dago kalau mau ke Ganesha. Tapi aku ga pernah menanyakannya, sebab bagiku itu ga penting.
Kenangan pahit muncul ketika melihat Atin adalah karena mengingatkan aku akan sosok Hendro, teman kuliahku ........ Ceritanya cukup panjang, jadi kutunda dulu dalam bab tersendiri kalau sempat.
Kembali ke gasibu.............
“Mau pesan bubur, Tin?” aku menawarinya dan ia langsung mengiyakan. Kebetulan laper katanya.
“Mana ibumu?” Tanyaku pada Atin setelah sama-sama duduk.
“Tauk tuh, tadi sih misah di parkiran. Aku tuh antara percaya dan ngga. pas ngeliat kamu dari jauh. Jadi kusamperin aja kesini, eh...... ternyata bener.” Aku tertawa mendengarnya, tapi pikiranku masih tidak beranjak dari Nicky, kemana dia ya?
Tapi Atin memaksaku untuk terlibat dalam percakapan seru, bernostalgia, saling menanyakan kabar teman-teman yang lain. Sehingga at least pikiranku tentang Nicky teralihkan. Atin memang sudah kuanggap sebagai adikku sendiri, setelah kutolak cintanya dengan alasan yang kubuat-buat. Jadi ceritanya mengalir lancar tentang proyek tugas akhirnya yang belum kelar-kelar, tentang keponakannya yang baru lahir, tentang adik-adiknya dan tentang ayahnya yang nyuruh cepat kawin setelah lulus kuliah nanti. Sambil bercerita kuamati lekat2 wajahnya. Sangat cantik, sempurna sekali. Beruntung banget cowok yang bakalan jadi suaminya. Teringat tentang suami, aku bertanya :”Gimana kabar Hendro, Tin?”
“Ah, udah lah ga usah sebut-sebut dia lagi, bikin males aja.” katanya muram.
Kulihat jam di ponselku, dua puluh menit berlalu, Nicky belum juga kembali. Aku gelisah. Kepalaku selalu kutolehkan ke beberapa arah, mencari sosok Nicky. Rupanya Atin menyadari itu.
“Kenapa sih, Di, seperti ada yang dicari? Temanmu itu ya?” tanya Atin sedikit kesal.
Aku mengangguk.
“Biar ajalah, cowok ini, palingan lagi nongkrong lihatin anak2 abege.” ujarnya.
“Mungkin aja, sih, tapi dia itu baru pertama kali ke Bandung. Khawatir aja dia nyasar gitu.” kataku, sambil membuka ponselku, kucari nomornya Nicky.
“Hallo....................., Nick, kamu dimana, kok ngilang?”
............................
“Ooh, ya sudah, tunggu aja kalo gitu, nanti aku kesitu.”
Aku menatap Atin dengan memasang wajah menyesal, “Tin, aku musti pulang, nih, tadi janji sama nenekku pulang cepat, mau ngajak aku ke Garut. Ini nomor hapeku, miskol aja ke nomorku, nanti kusimpan nomor kamu. Aku di Bandung masih tiga hari lagi, kuusahain deh buat ketemu lagi, ya.” kataku.
“Janji, ya? Jangan suka lenyap gitu aja, bete aku kalo ingat itu.” katanya merajuk.
“Iya, aku janji...., yuk, ah. Salam buat ibumu.” hiburku sambil mengecup pipinya.
“Kenapa tadi pergi begitu aja? Ada apa sih?” tanyaku pada Nicky setelah berhasil menemukannya di tengah keramaian orang.
“Ah, gapapa, pengen aja keluar lihat2. Lagian kalau aku tetap disitu nanti mengganggu.” Jawabnya dengan nada yang lain dari biasanya, tapi ekspresinya datar, dan dia tidak mau menatapku langsung ketika berbicara. Ah, susah sekali memang membaca perasaan Nicky yang introvert itu.
“Marah ya, dicuekin tadi?” aku mendesak.
“Ngga! kenapa aku harus marah? Itu kan hak kamu mau bicara sama siapa aja.” katanya lagi dengan suara biasa, tapi tetap aja kurasakan ada yang ga enak.
“Ya sudah, kita ke depan gedung Telkom itu, Darmo sudah jemput kita disana.” Kataku mengalihkan pembicaraan, khawatir suasana jadi tambah ga enak. Dia mengikutiku berjalan melintasi celah-celah diantara keramaian orang dan pedagang kaki lima yang memenuhi sekeliling Gasibu.
Sepanjang jalan menuju ke rumah sebenarnya ada suasana ga enak diantara aku dan Nicky, untung saja Darmo berbicara ngalor ngidul sehingga suasana ga enak tadi sedikit terlupakan.
“A, rerencanganna sina ngeueum wae di Ciengang, supados enggal damangna.” Kata Darmo. (A, suruh aja temennya itu berendam di Ciengang Garut, supaya cepat sembuh). Kuterjemahkan maksudnya Darmo kepada Nicky.
“Dimana Ciengang, teh, Mo?” tanyaku
“Caket pemandian Cipanas Garut, pami bade ke wengi ku abdi dijajapkeun, sakantenan ka Garut.” Jawab Darmo. (Dekat pemandian Cipanas Garut, kalau mau nanti malam saya antar, sekalian ke Garut).
Minggu sore tiba di Garut, rumah tanteku. Rumahnya kecil, terletak di sebuah kompleks yang berada di sisi jalan menuju ke Cipanas. Jadi setelah makan malam aku minta izin tanteku untuk bermalam di penginapan saja, yang tersebar di area pemandian Cipanas. Kupilih penginapan yang lumayan fasilitasnya, dengan kolam kecil untuk berendam air panas di setiap kamarnya. Darmo bilang, bahwa kalau mau berendam lebih baik di Ciengang saja, karena lebih dekat dengan gunung yang jadi sumber airnya. Tapi aku minta Darmo mengantar besok pagi saja, sebelum pulang ke Bandung.
Nicky sejak di perjalanan tidak banyak bicara, pertama karena karakternya dasarnya yang memang seperti itu, kedua mungkin sedang menikmati suasana baru di area Cipanas Garut yang lebih dingin dari Parung dan Bandung, ketiga kuperkirakan karena peristiwa tadi pagi di Gasibu. Kucoba menghangatkan hatinya dengan mengajaknya berendam di kolam air hangat di dalam kamar, sambil kuurut-urut kakinya. Tapi treatmenku itu ga terlalu berpengaruh banyak, dia tetap lebih banyak diam. Ah, ga enak banget, kayak ngajak ngobrol orang mati aja. Tapi biar ajalah, pikirku, lagi bad mood mungkin, kuharap saja nanti berubah.
Akhirnya aku tidur dengan berpakaian lengkap dan selimut tebal, karena udara Garut yang luar biasa dinginnya. Apalagi setelah berendam air hangat, maka dinginnya malam itu lebih terasa lagi. Nicky berbaring di sebelahku, masih menonton acara di TV.
Aku terbangun karena kurasakan tanganku ada yang memegang. Ketika aku membuka mataku, kudapatkan Nicky sedang berbaring miring ke arahku. Tangannya menggenggam tanganku, matanya terbuka menatapku.
“Hmmm......, belum tidur, Nick?” tanyaku sambil mengantuk.
Dia diam beberapa saat, lalu :”A.....”
Aku sedikit bingung dengan ucapannya. Kok dia memanggilku ‘A’? Ah, ini mungkin karena aku masih mengantuk. Jadi aku diam saja.
“A...” katanya lagi. Eh, bener, dia memanggilku ‘A’. Mungkin karena terpengaruh keluargaku yang semuanya memanggil aku dengan sebutan ‘Aa’.
“Ya, kenapa, Nick?” tanyaku.
“Aku bingung, A.” Katanya pendek
“Bingung apa, Nick?” Karena masih mengantuk, aku meresponnya ga terlalu serius, hanya refleks saja mengulang kata-katanya.
“Ga tau, A....” katanya. Tiba2 saja dia naik ke atas tubuhku yang tidur telentang. Dia memelukku sambil menempelkan pipinya ke pipiku. Otomatis kesadaranku pulih sepenuhnya dan aku balas memeluknya sambil merapatkan pipiku ke pipinya. Terasa hangat. Tapi kemudian dia melepaskan diri lagi dan turun dari tubuhku, pindah ke tempat semula, kemudian berbaring telungkup dengan wajah diatas bantal. Aku heran dengan kelakuannya, apalagi kemudian kudengar suara tangisan. Untuk pertama kalinya kudengar dia menangis. Tangisan seorang cowok dengan suara macho, terasa aneh bagiku.
Banyak curahan hati gw yg seperti itu,
laptop gw memang selalu jadi sasaran, kalo suasana lagi sepi,
saat2 dimana gw merasa sendiri,
terutama kalo gw bangun malam hari.
Nanti kalau sempet gw sharing buat lo.
Bulan September ini mungkin gw mau cuti dulu buat hadir di forum ini.
Mau konsentrasi nyelesein masa akhir job training gw yg hampir setaun.
Moga aja gw lulus. doain ya.
Selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan ini
semoga kita menemukan jati diri kita yang sesungguhnya seusai Ramadhan.
waduh...lama juga tuh
tapi ntar kalo muncul ge pasti gw ikutin terus
good luck aja deh
selamat menjalankan ibadah puasa juga
kalah menariknya novel 'lelaki terindah' dengan cerita ini
ya uda deh, moga lulus ya om....
met menjalankan ibadah puasa juga...
Thanx ya atas "RENGKUHAN CINTA PENOREH KALBU", mudah2an aku bisa menjalani hidup ini sewajar mungkin.
Bunny kita sama2 jadi "GURU" hehhehehe.......tapi kisah hidupku gak sebagus dirimu. Aku skrg lagi tugas belajar di negeri seberang, doain ya cepet lulus hehehhe...
Kutunggu sharing selanjutnya. OK
Selama bulan September??
Lama amat? Kapan lanjutinnya????
Kalo sempet posting terus lanjutannya y bro....!
Begitu indah, begitu alami ...
Begitu universal ...
pertanyaan2mu kepada Tuhan itulah yang menjadi pergelutan kita selama ini sebagai seorang gay, kita benar2 senasib, berjuang di jalan yang sama.
selain itu, lu juga berhasil memasukkan cita rasa seorang Sunda di dalam ceritamu. Ceritamu bernuansa lokal, tapi temanya universal ...
Cocok buat dijadiin film yang romantis ...
Hebat ! hebat ! hebat !
Jia you ! (tetap semangat !)
Selamat menunaikan ibadah puasa.
Kutunggu lanjutan ceritanya.
Salam
Lie Hong
i'm very curious about u. pengen banget kenalan sama u.
u're look like as a romantic person.
ah, seandainya gw punya bf seperti lo.