BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY PARTNER - jantung hatiku ....

edited November 2011 in BoyzStories
Cinta adalah anugerah terindah

Siapakah yang sanggup menolak cinta?

Yang hadir tak terduga menyusup dengan paksa di kekosongan hati


*************

Aku baru sadar bahwa Aku ini gay sejak kelas 2 SMP, saat itu temanku si Heri datang menemuiku yang sedang asyik sendirian di kelas menyalin catatan fisika.

"Ssst.....,Di....." Heri berbisik, sambil duduk di sebelahku.

"Hmmm...." Jawabku sambil melanjutkan pekerjaanku tanpa menoleh.

"Sssst, Di, liat sini dong ....." nadanya sedikit maksa, tapi masih terus berbisik.

Kutolehkan wajahku ke arahnya. Dia sedang menunduk sambil melihat sesuatu di bawah meja. Aku penasaran. Kudekatkan kepalaku sambil bertanya : "Apa itu, Her?"

Kulihat dia sedang memegang selembar foto wanita sedang duduk ngangkang memperlihatkan barangnya yang penuh dengan bulu jembut.

"Hiii,... kamu dapat dari mana itu, Her?" tanyaku, agak sedikit jijik.

"Bagus nggak?" Tanyanya.

"Ah, .... bagusan punya cowok?" Kataku polos, sambil tetap mengamati foto itu.

"Kalau punya cowok, kan kita juga udah punya, tiap hari juga liat, apa anehnya?" Katanya, juga sambil tetap memandang foto itu. "Kita kan bukan homo.... kalau cowok tuh harusnya lebih suka sama yang seperti ini." Lanjutnya. Nada suaranya seperti memberi nasihat.

"Kamu lebih suka yang mana sih sebenernya?" tanyanya menyelidik.

Aku diam beberapa saat, karena perasaanku agak aneh. Akhirnya aku jawab : "Aku lebih suka yang bersih dan sopan?" kataku diplomatis, sambil mengalihkan perhatianku untuk meneruskan pekerjaanku.

"Oo, gitu ya.... sori deh. Aku lupa kalau kamu tuh seksi rohani, hehehe...." Heri ngeloyor pergi ke luar kelas.

Tapi sejak saat itu aku mulai berfikir, ada yang aneh nih dalam diriku. Kenapa aku lebih suka melihat cowok cakep ketimbang cewek cantik? Aku mulai flashback ke masa SD beberapa tahun sebelumnya.
«13456746

Comments

  • edited August 2008
    RAHMAN – teman SD yang ganteng ******


    Kelas 5 SD, saat pubertas menjelang hidupku. Waktu itu ada anak baru namanya Rahman pindahan dari Medan, dan dia sangat tampan dengan penampilannya yang sangat rapi. Waktu pertama melihatnya terus terang aku bingung sekali, kenapa terasa ada yang lain di dadaku dan mataku selalu ingin menatap wajahnya yang putih bersih itu. Untung saja dia tidak menyadari sikapku karena bangkunya yang agak jauh dari posisiku. Tapi sejak itulah aku selalu terbayang-bayang wajahnya dimanapun aku berada. Bahkan dalam mimpi basahku yang pertama kelas 5 SD (muda banget yah), wajahnya si Rahman inilah yang terbayang kuat di pikiranku.

    Tapi tentu saja aku tidak ada keberanian untuk menceritakan apa yang terjadi pada diriku saat itu, kepada siapapun, bahkan kepada sahabatku si Budi sekalipun. Sebelumnya aku tidak pernah punya ketertarikan sekuat itu, padahal teman cowok aku cukup banyak, karena aku memang hobby basket, sepak bola dan main skateboard. Aku biarkan perasaan itu mengendap dalam hatiku, kunikmati saja walaupun dengan rasa heran dan bingung. Waktu itu aku belum sadar bahwa diriku adalah gay. Gay dengan tingkah laku yang sangat straight, karena dari luar aku tampak seperti seorang anak laki-laki yang normal.

    Yang lebih aneh dari diriku saat itu adalah, setiap aku berhadapan dengan Rahman, aku selalu menjadi sangat pendiam. Antara malu yang begitu kuat dan keinginan untuk sekedar menyapa dan mengenalnya lebih dalam campur aduk di dalam hatiku. Sehingga aku sering agak salah tingkah bila dia berada diantara teman-teman cowokku yang sedang bercanda denganku. Padahal dengan teman cowok yang lain aku biasa saja, tak pernah bersikap seperti itu. Belakangan baru aku sadar bahwa itulah cinta monyetku yang jatuh saat aku masih sangat belia. Saat dimana aku belum mengerti kenapa harus ada cinta muncul di hati? kenapa harus berdebar-debar setiap dia berada di dekatku? Kenapa aku selalu berusaha mencuri-curi pandang hanya untuk sekedar menangkap sosoknya? Dan kenapa aku selalu gelisah setiap dia tidak hadir di kelas? Tapi kubiarkan semua itu berjalan dengan sendirinya, sampai aku lulus dari sekolah dasar dan melanjutkan sekolah ke smp negeri favorit di kotaku. Dua tahun berada satu kelas dengannya tanpa pernah aku sekalipun menyapanya.

    Begitulah pengalaman masa SD ku. Selanjutnya kulewatkan masa SMP dan SMA-ku dengan berbagai macam profil laki-laki yang pernah menjadi idolaku lewat silih berganti dalam masa remajaku, mulai dari teman sekolahku yang lain, sampai bintang-bintang film seperti Brad Pitt, Kenny Logins, Marcellino dan lain-lain. Tapi itu hanya kupendam di dalam hatiku saja, tak ada seorang pun yang tau bahwa aku ini gay.
  • edited August 2008
    ** PENGALAMAN PERTAMAKU **


    Pengalaman pertamaku dengan cowok adalah saat umurku 24 tahun dan bekerja menjadi guru di sebuah sekolah berasrama setingkat SMU Parung Bogor yang dingin, yang mana aku sebagai guru bujangan diharuskan untuk tinggal bersama anak-anak muridku.


    Bukan……. (jangan salah sangka dulu), bukan dengan murid. Karena sebagai seorang guru aku terikat oleh sumpah jabatan yang diharuskan
    untuk menjaga kode etik guru. Meskipun banyak diantara murid2 cowok yang sempat menarik perhatianku, namun semua itu kuabaikan saja karena tekadku untuk tetap menjaga citra seorang guru.


    *************


    Cukup melelahkan bekerja rutin sebagai guru di sekolah berasrama. Berbagai kasus anak harus dihadapi dan diselesaikan. Pantas saja kalau aku digaji cukup tinggi jika dibandingkan dengan guru-guru di sekolah umum biasa, karena pendidikan di sekolah berasrama berlangsung 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Setahun bekerja di sekolah itu sempat membuatku jenuh dan sempat ada rencana untuk mengundurkan diri. Namun niat itu kemudian luntur ketika ada guru baru muncul – naluri ke-gay-anku rupanya cukup kuat untuk membuat tetap bertahan.



    Wajahnya begitu bersih, sekilas seperti kekanak-kanakan, dengan mata hitam tajam yang dihiasi bulu mata yang lebat dan lentik, hidung mancung, alis tebal rapih dan bibir yang kemerah-merahan. Sedikit mengingatkanku pada Nicky Tirta – tapi yang ini versi tingginya. Tingkahnya betul2 maskulin dengan badan yang ramping dan atletis. Si Nicky - sebut saja seperti itu – ini adalah juniorku di tempat aku mengajar, dia guru olah raga dan baru bekerja disini selama dua bulan. Kehadirannya sangat menarik perhatianku dan perhatian guru2 cewe tentunya, karena wajahnya yang segar, body yang bersih ramping & atletis. Namun sayang sekali dia itu pendiam dan agak sulit untuk didekati. Bahkan guru2 cewe pun berpendapat sama denganku.


    Sejak dia mulai bekerja disini, hatiku langsung terpikat. Dalam
    mimpi-mimpiku sepertinya hanya dia yang selalu datang setiap malam.

    Tapi itu hanya rangkaian obsesi yang menghiasi detakan jantungku, sebab pada kenyataannya Nicky seperti seekor burung elang yang begitu sulit dijangkau. Sifatnya yang pendiam membuatku sulit untuk menjalin persahabatan dengannya. Terlebih lagi aku sering bingung kalau sedang berhadapan dengannya, bingung untuk memulai sebuah percakapan. Basi rasanya kalau aku bertanya : “Apa kabar” atau “Dari mana?” atau “Ngapain?”. Sebab aku pernah memulai dengan pertanyaan seperti itu dan dijawab dengan singkat saja.


    Sering saja sih kami berada dalam sebuah komunitas yang sama, misalnya ketika sedang menonton TV di ruang santai para guru, tapi itu selalu ada lebih dari satu guru lain yang juga menonton tv. Atau juga ketika sedang berolah-raga basket atau sepakbola, tetapi itu juga selalu dilakukan beramai-ramai. Pokoknya tidak pernah sekalipun aku punya kesempatan untuk berada berdua saja dengan dia untuk bisa mengobrol atau apapun.


    Dengan trik khusus aku coba mencari data lengkap tentangnya di bagian administrasi. Tapi setelah kudapat ternyata kurasakan sangat minim gunanya, sebab data2 itu hanya berkaitan dengan hal2 resmi yang diperlukan oleh sekolah. Palingan yang cukup berharga bagiku adalah nomor HP-nya. Itu saja. Itupun sulit untuk kumanfaatkan pada saat di asrama, sebab akan terasa lucu dan aneh menelepon atau sms sesama guru, padahal mereka selalu berada bersama di tempat yang sama.



    Sampai suatu hari…..menjelang maghrib, aku pulang dari klinik selepas berobat. Dalam keadaan demam dan pusing aku berjalan perlahan-lahan menuju ke kamarku. Tapi ketika sedang menaiki tangga, tiba-tiba saja kepalaku bertambah pusing dan tubuhku bergoyang seperti mau jatuh ke belakang. Saat aku menggapai-gapaikan tanganku mencari pegangan, terasa ada sepasang tangan kokoh yang menahanku jatuh.

    Kutolehkan wajahku dan ternyata …. Nicky. Berdegup jantungku ketika kurasakan sentuhan tangannya yang kokoh dibahuku.


    “Thanks…” Aku bilang.

    ”Pelan-pelan saja, biar kuantar kau ke kamarmu..” katanya sambil tetap memegangi kedua bahuku. Suaranya yang ngebas terdengar sangat merdu di telingaku, seolah mengantarkan getaran-getaran hangat yang menyentuh dan mengelus-elus hatiku. Aku hanya mengangguk dan membiarkannya memapahku ke kamar.

    Demam di badanku sepertinya berkurang banyak. Yang kurasakan adalah badanku seperti tambah lemas saja. Jantungku berdetak kencang sekali, sampai aku khawatir kalau Nicky bisa mendengar detak jantungku.

    Aku tidak berani berkata-kata. Kurasakan dekapannya begitu erat di bahuku. Keringat dingin mengalir deras dari dahiku.


    Setiba kami di kamar (aku tinggal sendirian di kamar), Nicky membantuku rebah di dipan. Diambilnya tisu dan diusapkannya tisu itu di dahiku yang basah karena keringat dingin tadi. Aku hanya memejamkan mataku (sambil berharap dia tidak berhenti mengelap dahiku).

    “Istirahat saja Di, jangan bangun dulu”. Katanya.

    “Oya, thanks banget, Nick”. Kataku.

    “Bisa kutinggal ya?” Tanyanya.

    “Ya, ga papa kok, aku kok ngerepotin kamu nih.” Sedikit kecewa, padahal berharap dia masih tinggal di kamarku.
  • TeruzZz...??
  • Break dulu.....

    Laperrrr :lol:
  • edited August 2008
    Bohong banget kalau waktu itu aku dengan ikhlas merelakan Nicky pergi dari kamarku. Setelah sekian lama menunggu kesempatan dengan perasaan yang tersiksa, kok justru pada saat aku sakit malah kesempatan itu datang.

    Jadi waktu dia tanya : “Mau kuambilkan makanan di dapur?”

    Masih dengan diplomasi dalam rangka jaim, aku malah balik tanya : “Kamu lagi ga sibuk nih?”

    Dia jawab dengan nada penuh perhatian : “Ga lah, ini juga baru datang dari luar, mau balik ke kamar, mandi dulu. Ga enak banget, nih, badanku bau.”

    Tanpa menunggu jawaban dariku dia nyambung :“Bentar ya kalo gitu, habis mandi, kuambilkan makanan dari dapur.” Katanya sambil keluar dan menutup pintu kamarku.

    Aku sendirian berbaring di dipan dengan rasa yang campur aduk.

    Kurasakan demamku jadi aneh. Demam karena memang sakit, dan juga demam karena ga sabar menunggu Nicky datang lagi ke kamarku.

    Akhirnya setelah ditunggu sekitar setengah jam, pintu kamarku terbuka. Kulihat Nicky masuk sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman.

    Setelah mandi dan berganti pakaian, kelihatan tambah ganteng saja si Nicky ini. Pikirku, mimpi apa aku semalam, bisa didatangi arjuna yang selama ini hanya bisa menjadi obsesiku.

    Aku tersenyum kepadanya, sambil memandangi wajahnya puas-puas.


    “Ada bubur nih dari dapur. Aku baru tau kalau selalu tersedia bubur untuk orang sakit.” Katanya sambil meletakkan nampan di atas meja kerjaku.

    “Iya, Nick. Dari kemarin juga aku sudah makan bubur kok, petugas PMR yang mengantarnya kesini.” Kataku, yang kemudian kusesali, kenapa aku bilang seperti itu. Jadinya ga ada alasan untuk Nicky datang ke kamarku lagi.


    “O ya?? …. Jadi sudah berapa hari kamu sakit? Kok aku sampe ga tau?” tanyanya.


    “Sudah tiga hari, Nick. Ga semua guru tau kalau aku sakit.” Sindirku. Padahal hatiku berkata, memangnya kamu peduli selama ini kalau aku ada atau tidak ada? Sakit atau sehat? Kamu sih cool banget.


    “Jadi bagaimana perkembangannya? Apa kata dokter? Sakit apa katanya?” tanyanya beruntun, sepertinya agak menyesal karena ga tau kalau aku sakit.


    “Ga apa-apa kok, kecapean aja katanya, hanya perlu istirahat beberapa hari saja.” Jawabku.


    Dirabanya dahiku. : “Ya sudah tidak terlalu panas, keringatnya banyak lagi. Biasanya tuh cepat sembuh kalau sudah begitu.”


    “Semoga saja, Nick. Thanks banget ya sudah ngantar makanan.” Kataku agak gemetar merasakan sentuhan tangannya di dahiku. Untungnya dia ga curiga, sebab mungkin dikiranya suaraku gemetar karena demam saja.


    “Ya sudah kalau gitu, aku balik dulu ke kamar. Dimakan ya buburnya”. Katanya sambil keluar dan menutup pintu.


    Perasaanku seperti kosong, begitu Nicky hilang dari pandanganku.

    Ahhh.....
  • edited August 2008
    Sejak saat itulah komunikasi diantara kami mulai sedikit terbuka, walaupun setelah itu kami hanya bertemu dan berbicara saat ada perlu saja, karena pada dasarnya memang dia dan aku sama-sama pendiam.

    Waktu aku sakitpun dia bolak balik ke kamarku hanya untuk sekedar melihat perkembanganku saja. Tapi itupun sudah cukup bagiku untuk bisa mendapat sedikit perhatian dengannya.

    Berjalannya waktu tidak menambah kami menjadi semakin akrab, hubungan kami hanya sebatas relasi sesama guru saja. Bisa dibayangkan bagaimana tersiksanya hari-hariku di sekolah setiap melihat jantung hatiku itu. Sangat dekat keberadaannya, tapi terasa sangat sulit untuk digapai.

    Akhirnya kunikmati saja hari-hariku dengan cukup berpuas diri hanya dengan memandang wajahnya setiap ada kesempatan yang tidak terlalu mencolok.
  • never ending story????
  • edited August 2008
    Akhir Juni 2006 …. LIBURAN KENAIKAN KELAS

    Saat musim liburan tiba, kebetulan sekali bahwa ternyata hanya kami berdua guru yang tinggal di asrama. Aku sendiri malas pulang ke kampungku yang cukup jauh karena harus menyebrangi pulau. Kutunda kepulanganku sampai hari raya nanti. Ternyata Nicky pun beralasan sama denganku, malas katanya untuk nyeberang pulau hanya untuk pulang, sementara nanti harus pulang juga saat hari raya. Dia dari Sigli - Aceh, sedangkan aku sendiri asli Sunda yang lahir dan besar di Bontang – Kalimantan Timur. Tadinya aku berencana mengunjungi beberapa famili di Bandung. Tapi setelah tau Nicky ga pulang, kubatalkan semua rencana itu. Hehehe..... memang kalau lagi kasmaran, rencana yang matangpun bisa berubah.

    Maka tidak ada alasan bagi kami untuk tidak saling berbicara. Dan yang membuatku berdebar-debar dia mengajakku tinggal sekamar.

    “Sepi nih Di, nggak enak sendirian…., lagipula kamu juga kan juga sendirian. Gimana kalo kamu pindah aja ke kamarku selama liburan.” ajaknya.

    Tentu saja aku dengan senang hati menerima ajakannya. Aku pun tinggal di kamarnya, dan ternyata fasilitas kamarnya cukup lengkap, ada televisi dan kulkas.

    Hari-hari pertama dikamarnya kulewati dengan perasaan yang campur aduk, antara senang dan tersiksa. Senang karena setiap hari aku bisa berada dekat dengannya dan melihat dia 24 jam penuh, senang juga karena berada di antara hal2 yang berhubungan dengannya. Tetapi tersiksa karena aku harus menahan rasa cintaku yang semakin bergelora setiap aku pandang dia.

    Terlebih saat dia di kamar hanya dengan celana pendek tanpa baju, alias telanjang dada. Tampak tubuhnya yang putih atletis dan ramping, dengan bulu-bulu halus menghiasi beberapa tempat. Ahh………. ingin rasanya kubelai dan kukecup kulitnya yang kencang itu. Tapi aku sama sekali tidak ada keberanian untuk itu, karena pengalamanku benar2 nol. Tempat tidur kami terpisah. Setiap kamar terdiri dari 2 buah tempat tidur single.

    Tengah malam, terkadang aku bangun dan melihat dia tidur nyenyak. Ada dorongan kuat sebenarnya untuk mencoba menyentuh bagian tubuhnya. Tapi rasa takut akan reaksi dia yang tidak terduga lebih kuat lagi. Jadi kupendam saja keinginan itu. Ohh, beginilah nasib jadi seorang gay.

    Setiap hari kami hanya olah raga berdua, nonton tv sambil ngobrol, bercerita latar belakang kami masing-masing, berbelanja sedikit dan tidur, karena tidak ada pekerjaan lain. Semakin lama aku mengenal pribadinya semakin tebal rasa sayangku padanya. Semakin tersiksa juga aku karena tidak bisa mengungkapkan rasa sayangku padanya. Karena dari tanda-tanda prilakunya ataupun obrolannya, ga ada sedikitpun tanda-tanda kalau dia itu gay. Entahlah….. cool banget sih Nicky ini.


    Awal minggu kedua liburan selepas hujan lebat kami bermain basket berdua, dia merebut bola dariku dan melompat tinggi sambil melemparkan bola ke dalam ring. Namun ketika dia turun kembali ke tanah, tidak sengaja dia menginjak permukaan lantai yang tidak rata karena berlubang dan jatuh berdebam keras di lantai.

    “Aaagghhhh…” dia teriak kesakitan.

    “Kenapa Nick ?” tanyaku.

    “Aku terkilir nih Di…” Wajahnya meringis sambil memejamkan matanya.

    Kuperiksa pergelangan kaki kirinya, perkiraanku sendi-sendi tulangnya terlepas dari tempatnya dan kulihat dari tangan kanannya juga mengucur darah yang cukup banyak. Rupanya tangan kanannya terluka ketika menahan tubuhnya saat jatuh tadi. Kucoba untuk mengangkatnya berdiri, tapi dia kesakitan.

    “Aku ngga bisa berdiri Di, sakit sekali nih.”

    Kulihat kakinya seperti menggantung2 patah.

    “Wah, parah juga rupanya ...., kamu harus ke rumah sakit.” Kataku panik.

    Dia diam saja, hanya dari wajahnya kulihat bahwa dia kesakitan. Akhirnya aku pangku tubuhnya, kugendong dengan susah payah ke kamar dan kubaringkan di ranjangnya.

    Setelah kubersihkan sedapat mungkin darah yang mengucur dari tangannya, aku berdiri.

    “Tunggu Nick.., aku cari dokter atau tukang urut dulu.”

    Dia hanya mengangguk sambil memegang kaki kirinya dengan tangannya yang tidak terluka. Wajahnya masih tampak sangat kesakitan.

    Akupun tergesa-gesa keluar kamar dan mencari Mang Suta si penjaga sekolah. Kutanyakan padanya apakah ada tukang urut tulang dekat-dekat sini.

    “Kenapa Den, siapa yang mau diurut?” tanyanya. Akhirnya kuceritakan secara singkat tentang kaki kirinya Nicky yang terkilir.

    “Biar saya saja Den, saya juga biasa kok ngurut kaki yang terkilir.” Kata Mang Suta.

    Karena khawatir akan Nicky, akhirnya kuijinkan Mang Suta mengurut kakinya Nicky.


    “Tahan ya Den, agak sakit.” Kata Mang Suta.

    Kuperhatikan Mang Suta pelan-pelan mengusap kaki kirinya Nicky. Kemudian tiba-tiba dia menggenggam tumitnya dan menekannya ke dalam. “Krekkk…” terdengar suara tulang kaki Nicky, seperti patah.

    “Aaaaahhh…” teriak Nicky kesakitan. Aku pegang tangannya yang mencengkeram tanganku. Terus terang saat itu perasaanku hanya diliputi sangsi, takut kalau Mang Suta ternyata tidak bisa membetulkan kaki Nicky.

    “Sudah Den, sudah baik.., tinggal di kasih minyak tawon saja. Tapi mungkin kaki Aden bengkak seminggu ini. Istirahat saja ya Den.” Kata Mang Suta.

    “Terima kasih Mang.” Kataku sambil menyelipkan uang dua puluh ribuan ke tangannya. Kuambil minyak tawon di kamarku dan setelah itu kembali ke kamar Nicky. Kulihat dia berbaring tidak berdaya di ranjangnya. Kuusapkan minyak tawon dikakinya banyak-banyak.

    “Thanks ya Di, udah ngerepotin kamu.” Katanya pelan.

    “Nggak lah Nick, biasa-biasa aja lah, nggak repot, kok.” Jawabku. Lalu aku ambil bethadine dan kapas untuk mengobati luka di siku tangan kirinya.


    Besok paginya pas bangun subuh kulihat pergelangan kakinya tampak membengkak besar seperti kaki gajah, dan dia sama sekali ga bisa berdiri.

    Dia rupanya sudah bangun dari tadi dan mengeluh, “Gimana nih Di, aku gak bisa berdiri, aku sudah kebelet pengen pipis.”

    Aku cuman tertawa kecil, agak horny membayangkan yang ga2.
  • Aku cuman tertawa kecil, agak horny membayangkan yang ga2.

    “Sini kubantu kamu berdiri supaya bisa jalan ke kamar mandi.” Aku menawarkan diri

    Dia mengangguk. Langsung saja kupegang tangan kanannya.

    Tapi saat kupegang tangan kanannya, dia mengaduh. Rupanya siku tangan kanannya pun kini agak membengkak dan agak susah untuk digerakkan. Akhirnya aku ganti pegang tangan kirinya dan kusampirkan ke bahuku sambil mencoba membantunya berdiri.

    “Pelan-pelan yah, jangan terlalu kaget.” Aku coba memberi support padanya.

    “Aaahh….” Teriaknya.

    “Kenapa Nick?” tanyaku heran.

    “Aku gak bisa nih, sakit sekali kakiku kalo berdiri, nyut-nyutan di pergelanganku”. Katanya sambil berusaha duduk kembali.

    “Ya sudah, kuambilkan pispot saja di ruang UKS, kamu duduk saja disitu.” Kataku.

    “Wah, aku sudah kebelet banget Di. Bisa2 ngompol di kasur nih.” Katanya sambil meringis.

    “Jadi…..?” tanyaku sambil mengangkat alis. Kasihan juga kulihat. Tangan kirinya diletakkan di selangkangannya seolah-olah dengannya bisa menahan kencing. Tapi dia tidak menjawab, hanya meringis saja.

    Berfikir sejenak. Akhirnya kuambilkan botol aqua bekas – karena tidak ada pispot - dan segayung air. Setelah itu kuserahkan botol itu kepadanya dan gayung berisi air kuletakkan di meja kecil samping ranjang.

    “Masukkan saja ke botol itu, Nick”.

    “Ok, thanks banget.” Katanya


    Meskipun jujur saja aku kepingin banget menyaksikan, tapi aku paksakan diri untuk keluar kamar, takut dia malu, dan sekaligus jaga image juga lho…

    Dorongan untuk kembali ke kamar begitu kuat. Tapi karena sudah terlanjur di luar, jadi kupikir ya sudahlah, tetapi sambil juga mengutuki diri dalam hati "Dasar munafik lo!, bukannya itu yang kamu mau?"

    Tapi tidak perlu banyak aku mengutuki diri sendiri, tiba-tiba :

    “Di….” Nicky memanggilku dari dalam kamar beberapa saat setelah aku menunggu di luar.

    Aku masuk lagi dan terlihat dia seperti bingung. Rupanya dia kebingungan, sebab tidak bisa membuka celananya sambil memegangi botol hanya dengan tangan kiri karena tangan yang satunya juga bengkak. Dia pandang wajahku dengan dahi berkerut, tapi tidak ada satu patah katapun keluar dari mulutnya. Aku mengerti, lalu kupegangi botolnya. Setelah itu dia dengan wajah yang terlihat seperti malu sambil duduk berusaha menarik turun celana short-nya. Aku lihat saja, sambil berdebar-debar. Rupanya karena sambil duduk, celana itu juga tidak bisa diturunkan hanya dengan satu tangan.
  • mulai seru nieh...

    lanjut mang....
  • Entah apakah ini yang dinamakan berkah untukku, atau justru memang kewajiban yang memang harus aku lakukan, aku seperti melihat keuntungan dari penderitaannya. Ahh….. dasar otak gay. Tapi yang jelas kondisi ini adalah musibah bagi Nicky, jadi aku harus tetap menunjukkan empati atas kesulitan yang sedang dia hadapi.

    Akhirnya dengan nada yang diatur supaya terdengar seperti terpaksa, aku bilang : “Ya Sudah, kamu pegang saja botol ini, gak usah malu, nanti kamu juga yang tersiksa.” sambil kuserahkan botol aqua kepadanya.

    Lalu tanpa persetujuannya kutarik turun perlahan-lahan celana short berikut cd-nya yang putih. Tampak jembutnya yang lebat tumbuh di kulitnya yang putih mulus. Terlihat kontras sekali. Aku tidak berani menatap wajahnya, takut dia malu. Akhirnya tampak juga seluruh batang penisnya yang sedang tidur. Gemuk, lebih gelap jika dibandingkan dengan warna kulitnya dan disunat. Kedua biji pelernya menggantung indah.

    Sebenarnya bisa saja dia masukkan sendiri penisnya ke dalam botol. Tapi supaya terkesan bahwa aku ini ga terpengaruh oleh pemandangan indah itu, maka kuambil botol aqua darinya dan batang kumasukkan penis itu ke dalam botol dengan cepat, sedapat mungkin untuk tidak menyentuh penisnya dengan tanganku, aku ga mau kentara banget seperti orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Lalu kusuruh dia pegang botolnya, dan kutinggalkan dia sendiri di kamar.

    Ga ingin sampai dia tahu bahwa sebenarnya aku sangat terpengaruh dengan pemandangan gratis itu, itulah alasanku untuk segera keluar dari kamar. Melihat dengan jelas alat vitalnya tadi bagiku sudah cukup untuk menjawab obsesiku selama ini. Debar jantungku terasa keras sekali. Perasaanku sepertinya kaki ini tidak menapak di lantai.

    Mendengar saja suara air kencing mengalir memasuki botol aqua, itu saja sudah membuatku sulit untuk berfikir lurus.......
    Sampai suara itu hilang, barulah aku masuk lagi, dan kulihat dia berusaha dengan susah payah meletakkan botol aqua itu di lantai. Kuambil botol itu, kubawa ke kamar mandi sambil mengambil handuk kecil. Kubasahi handuk itu dengan air di gayung dan kuserahkan padanya supaya dia bisa membersihkan penisnya dari sisa-sisa air kencing. Setelah itu dia hanya menatapku, sementara aku tidak berkata apapun. Kutarik celananya ke atas, dan kubantu dia untuk kembali berbaring di ranjangnya.

    Dia pegang tanganku, terasa hangat “Trims ya Di, aku jadi kayak bayi lagi nih dan bener2 udah merepotkan kamu.” Katanya.

    Genggamannya yang hangat seperti mengalir ke jantungku dan ke seluruh pembuluh darah di tubuhku. Gugup kurasakan ketika aku mencoba menjawabnya “ Gak apa-apa Nick, siapa sih yang kepengen kayak gitu? Namanya juga musibah, ya harus dihadapilah dengan sabar. Aku sih senang saja bisa bantu kamu sampai kamu sembuh, asal kamu gak keberatan.”

    Dia hanya tersenyum. Shhhhhh…. Senyumannya itu membuat wajahnya semakin tampan saja, ingin rasanya segera kucipok bibirnya yang merah itu.

    “Siapa yang keberatan? Justru aku takut kamu yang keberatan ngurusin aku.” Katanya.


    Siang hari, aku baru kembali dari menjemur pakaian yang kucuci tadi pagi, kulihat dia seperti mau bicara sesuatu, tapi ragu-ragu. Akhirnya kutanya : “Kenapa Nick, ada yang bisa aku bantu lagi?”

    “Hmmm…. Iya sih, tapi nggak enak nih ngomongnya, soalnya kamu udah repot banget.”

    “Bilang saja, ngga apa-apa kok…” kataku.

    “Bajuku ini udah bau, Di, dari kemarin aku ngga ganti baju, mana lengket lagi keringat habis olah raga kemarin, bisa tolong ambilkan kaus putih di lemariku.” Katanya.

    “Oh, cuman itu toh, begitu aja kok bingung.” Sambil kuambilkan baju di lemarinya.

    “Bukan cuman itu Di, aku juga pengen di lap punggungku ini, enggak enak banget nih, lengket dan bau, sejak kemarin sore belum mandi ………..kamu bisa kan bantu aku?” tanyanya sambil menatapku penuh harap.
  • lalu...??
  • Lanjutannya mana nich..........

    Critanya lagi seruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
  • edited August 2008
    Wow!!!

    Ga keruan rasanya debaran jantungku ketika mendengar permintaannya. Tentu saja aku mau! aku mau! aku mau! Tidak kamu minta pun aku mau mengelus-elus tubuhmu. Tapi tentu saja itu hanya kukatakan dalam hati, dan sambil menjaga agar nada bicaraku tetap biasa aku bilang. “Hahaha, bener-bener kayak bayi lo ya…… Tapi Aku sih oke aja…, bentar yah, kusiapkan dulu airnya”.

    Dengan jantung yang masih terasa melompat-lompat karena gairah yang sepertinya sulit terkendali, aku mengambil ember sedang, kutuangi air panas sedikit dari termos dan kucampur dengan air dingin. Kuambil dua lembar handuk yang masih kering dan sabun sekalian.

    “Kamu duduk dulu Nick, aku alasi kasurmu biar nggak basah.” Kataku sambil berusaha melapisi kasurnya dengan handuk bersih.

    “Sini, aku bantu kamu buka bajumu…” kataku lagi

    Trus dia buka bajunya sambil kubantu menarik ke atas dan melewati tangannya yang masih bengkak.

    “Kamu bisa telungkup?”tanyaku.

    “Hmmm aku ga yakin,……….. bentar kucoba dulu. ……………………. ahhh susah. Kayaknya ngga bisa Di, sakit kakiku kalau harus telungkup.” Katanya. Memang sih bagi yang pernah merasakan sendi kaki lepas, satu-satunya posisi yang enak adalah telentang dengan kaki yang bengkak digantung atau lebih tinggi posisinya. Selain posisi itu, maka kaki yang bengkak akan terasa sakit sekali.

    “Ya sudah kamu duduk saja.” Lalu dengan jantung yang masih berdegup kencang, kutarik napas dalam-dalam supaya aku tetap bisa mengendalikan diri, sambil duduk di belakangnya kulap belakangnya mulai dari leher ke pundak, punggung sampai ketiaknya. Kurasakan betapa kencangnya kulit punggungya. Pori-pori kulitnya begitu jelas terlihat. Indah sekali dengan bulu-bulu halus mengarah ke arah pinggul. Sesekali kubelai kulit halus itu dengan tangan, tetapi dengan samar.

    Ketika kubasuh ketiaknya, dia sedikit menggelinjang . “Geli Di..” katanya.

    Aku cuman tertawa kecil – agak gugup sih - dan kuteruskan membasuh punggungnya sampai ke bawah, ketika sudah sampai ke pinggulnya, kucium bau kecut yang tidak sedap. “Celanamu juga harus di ganti tuh Nick, udah bau nih…. hehe “ kataku – harap2 cemas juga sebenarnya.

    “Iya juga sih, kotor lagi ada bekas tanah dan darah. Tapi aku susah gantinya.” Katanya, tetapi aku tidak bisa melihat bagaimana ekspresi wajahnya, karena aku berada di belakangnya..

    “Biar aja, nanti aku bantu.“ kataku sambil kulanjutkan kegiatan mengelap dengan menyabuni punggungnya. Setelah kubasuh dengan air dan kukeringkan dengan handuk, kusuruh dia baring telentang di atas handuk.

    “Gimana Nick, celana kamu diganti juga ga?” Tanyaku.

    Dia terdiam tidak langsung menjawab. Sempat juga aku menyesal bertanya, sebab mungkin dia ga mau. Aku sudah mau angkat embernya. Tapi kemudian :

    “Oke deh, sekalian aja malu… hehe.” Katanya. Aku bersorak dalam hati “Yesss !!!”

    Lalu aku bantu dia membuka celana dan cd-nya pelan-pelan melewati kakinya yang bengkak. Sehingga tampaklah dihadapanku kini terbaring tubuh atletis yang indah telanjang di atas handuk yang kuhamparkan tadi. Jembutnya yang hitam lebat tampak kontras sekali dengan kulitnya yang putih mulus bersih. Penisnya yang cukup besar tergolek pasrah agak ke kiri dengan buah zakar yang indah tergantung. Paha dan betisnya yang putih dihiasi bulu-bulu hitam yang tumbuh rapi.

    O My God. Betapa kuasanya Engkau yang telah menciptakan makhluk seindah ini. Untuk pertama kalinya seumur hidupku aku diperhadapkan dengan tubuh indah seorang laki-laki dewasa telanjang.

    Aku tidak mau terus menerus melihat pemandangan indah itu – takut ketahuan kalo lagi horny .. hehe -, cepat-cepat aku ambil handuk yang lain dan kututupi bagian selangkangannya dengan handuk itu. Aku cuman komentar sedikit untuk menghilangkan kekakuan : “Besar juga tuh punya kamu, kalah aku.”

    Dia nyengir dengan wajah agak memerah, “Ah, biasa aja kok, punya kamu kali yang lebih gede dari punyaku…”

    Aku tertawa mendengarnya. Dia tidak tahu kalau punyaku dari tadi sudah lebih gede dari punyanya karena sudah berdiri tegak, hahaha.

    Aku teruskan membersihkan badannya bagian depan, mulai dari leher. Ketika puting susunya kuusap, terasa olehku badannya agak sedikit bergetar. Tapi aku mencoba untuk tidak berpikir macam-macam, karena jantungku saja dari tadi sudah melompat-lompat terus. kulanjutkan saja membersihkan perut dan tangannya, termasuk tangan kanannya yang bengkak kubersihkan dengan hati-hati. Kulirik wajahnya, dan kulihat dia memejamkan matanya, kulit wajahnya lebih merah dari biasanya. Aku tidak tahu pasti, apa yang ada di dalam pikirannya saat itu.

    Selesai bagian atas, aku langsung pindah ke jari kakinya. Sengaja kulewati bagian tengah untuk yang terakhir. Kubersihkan mulai dari ujung jari kaki sampai ke betis. Kunikmati sekali kegiatan ini, karena inilah yang selama ini kuimpikan, menyentuh dan mengelus seluruh tubuhnya yang indah dan padat. Aku lihat matanya masih terpejam.

    Ketika aku sampai di lutut dan mulai membersihkan pahanya, kulirik gundukan penisnya yang tertutup handuk sepertinya bergerak. Aku lihat wajahnya, matanya masih terpejam, tapi kulit wajahnya yang putih tetap memerah.

    Aku cuek saja, kulanjutkan pekerjaanku dengan pahanya, tapi gundukan itu malah semakin besar. Rupanya dia juga horny.
  • Gw juga horny
Sign In or Register to comment.