It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Disana banyak sekali buku-buku tentang gaya hidup, namun tak ada yang menarik perhatianku. Aku mengedarkan pandanganku sampai akhirnya aku melihat dari kejauhan dua orang yang aku kenal, aku sedikit menyelidik apakah benar itu mereka. Aku berjalan kearah kaca yang membatasi toko ini, aku menyipitkan mataku dan saat salah seorang dari mereka aku lihat wajah Kak Ardit.
Kak Ardit sudah pulang? Kok bisa? dia bilang 7 hari. Dan ini baru 6 hari. Terus kenapa dia gak ngabarin aku, dan sekarang dia malah jalan-jalan sama orang lain yang tepatnya Arsya. Aku bisa lihat dari jaket yang dia gunakan, aku yakin dia adalah Arsya. fikiran-fikiran negatif terus menghantui aku, semua pertanyaan muncul di fikiran aku. Hingga akhirnya ada seseorang yang menepuk pundakku dari belakang. Aku berbalik menghadap orang itu ang ternyata Kak Lukman.
“Kamu lagi ngapain disini? Sudah cari bukunya?” Tanya dia.
“Enggak, kok. Tadi aku lihat...” pas aku menunjuk ke arah Kak Ardit dan Arsya mereka sudah gak ada.
“Lihat siapa?”
“Tadi aku lihat Kak Ardit, Kak”
“Masa sih? Dia kan masih diluar kota, lagipula ngapain dia disini meskipun dia sudh pulang seharusnya kan dia nemuin kamu dulu. Apa mungkin dia disini sedang nyari kamu?”
“Entahlah, Kak. Aku gak tahu”
“Ya sudah jangan difikirin, yuk lanjutin cari bukunya, aku lihat diluar kayaknya udah mau hujan”
“Iya, Kak”
Aku dan Kak Lukman berjalan ke rak buku bahasa inggris dan mengambil salah satu kamus lengkap, kemudian kita menghampiri Dadan yang sedang asyik membaca komik. Dadan melihat kearah kita dan tersenyum. Kita memberi isyarat pada Dadan bahwa kita sudah selesai, Dadan berdiri sambil ditangannya ada banyak sekali komik anime jepang sampai dia terlihat kesusahan membawa semua komik itu, Kak Lukman yang tak membawa apapun membantu Dadan membawa sebagian komik Dadan.
“Lo mau beli ini semua?” Tanya Kak Lukman pada Dadan.
“Iya, emangnya kenapa? Gak boleh?”
“Gue cuman tanya, jangan sewot dong”
“Siapa yang sewot? Ya udah ayoo”
Dadan melangkah melewati ku dan berjalan di depan aku dan Kak Lukman. Terkadang aku bingung, mereka berdua seperti gak akur, tapi tak terlihat kebencian di antara mereka. Kak Lukman juga kalau sama Dadan bahasanya cenderung kasar, beda kalau sama aku. Entahlah...
Sampai di toilet, aku masuk dan mendengar percakapan dari dua orang, aku kenal suara itu, itu suara Kak Ardit dan Arsya. aku menghentikan langkahku dan sedikit mengintip. Aku melihat Arsya mendekatkan wajahnya ke wajah Kak Ardit. Wajahku mulai memanas, aku tak sanggup melihat adegan selanjutnya dan aku urungkan niatku untuk kencing. Aku berlari kearah parkiran dan menghampiri Kak Lukman. Aku memeluk Kak Lukman dan menangis di pelukannya.
“Al, kamu kenapa?” Tanya Kak Lukman. Aku gak sanggup berkata apa-apa. Aku hanya terus menagis. “kenapa? Ada orang yang gangguin kamu? Mana orangnya biar aku hajar” lanjutnya. Namun aku tetap gak bersuara, aku hanya menggelengkan kepalaku. “ya sudah, kamu jangan nangis kayak gini, malu diliat orang ini parkiran. Entar orang-orang nyangkanya kamu aku apa-apain”
“Maaf, kak” Ucapku melepaskan pelukanku. “Dadan mana, Kak?” tanyaku mengusap air mata di pipiku.
“Dia pulang duluan, katanya ada urusan. Kamu kenapa nangis?”
“Enggak, Kak. Aku pengen ketemu sama Kak Erwan. Kak Lukman bisa anterin aku ke rumahnya Kak Erwan?” pintaku
“Ya sudah, ayoo”
Aku dan Kak Lukman berjalan ke arah motornya Kak Lukman. Setelah sampai, kami menaiki motor dan langsung meninggalkan area parkiran mall. Selama di perjalanan ke rumah Kak Erwan tak sedikitpun ada percakapan, aku hanya diam memeluk Kak Lukman dari belakang, entah Kak Lukman risih atau enggak, namun saat ini aku butuh seseorang sebagai sandaran. Makanya aku ingin ke rumah Kak Erwan. Tadi aku sempat menelpon Kak Erwan menanyakan keberadaannya, dan dia sedang ada di rumahnya.
Sampai di rumahnya Kak Erwan, aku turun dari motor, di depan pintu sudah ada Kak Erwan yang berdiri. Dia tersenyum kearahku lalu mendekatiku.
“Kamu mau mampir dulu, Man?” Tanya Kak Erwan ke Kak Lukman.
“Enggak, Wan. Udah mau magrib. Al, aku pulang duluan ya. Kalau besok kamu mau di jemput sms aja, ok” ucap Kak Lukman, kemudian langsung melajukan motornya pergi meninggalkan rumah Kak Erwan.
Aku masuk ke rumah Kak Erwan diikuti Kak Erwan. Aku sudah biasa main ke rumahnya Kak Erwan, sama keluarga Kak Erwan juga aku sudah kenal. Pas didalam rumah, aku gak melihat siapa-siapa. Aku duduk di kursi dengan wajah yang memelas karena dipikiranku semua tentang Kak Ardit dan Arsya.
“Kamu kenapa?” Tanya Kak Erwan duduk disampingku setelah sebelumnya membawakanku air minum.
“Keluarga Kak Erwan pada kemana?” tanyaku karena memang rumahnya Kak Erwan sepi gak seperti biasanya.
“Mamah, Papah sama Adek lagi ke rumah bang Ervan, istrinya bang Ervan melahirkan. Rencananya nanti abis isya aku juga mau kesana”
“Ohh, aku ganggu gak?”
“Ya enggaklah. Kan aku sudah bilang kalau kamu bisa kesini kapan aja, dan aku akan selalu ada buat kamu. Makanya sekarang cerita sama aku, kamu kenapa?”
“Kak Erwan dapet kabar gak dari Kak Ardit?”
“Enggak, emangnya dia gak ngabarin kamu?”
“Iya, terakhir dia sms 2 hari yang lalu, dan dari kemarin sampai hari ini dia gak ada kabar.”
“mungkin dia lagi tanding”
“Aku juga sempat brpikir begitu, tapii”
“Tapi kenapa?”
“tadi pas di mall, aku lihat Kak Ardit jalan sama Arsya di toko handphone, terus aku lihat mereka di toilet mall lagi...” aku tak sanggup melanjutkan ceritaku ke Kak Erwan, karena rasanya sangat sakit jika aku harus mengingat kejadian yang tadi terjadi.
“Udah, kamu jangan nangis mulu. Lebih baik kamu tenangin dulu diri kamu” ucap Kak Erwan memelukku. Aku hanya terus menangis, entah kenapa rasanya kalau di peluk malah bikin aku semakin ingin nangis.
Sekian lama kita terdiam, akhirnya tangisanku berhenti dan Kak Erwan melepaskan pelukanya.
“Udah nangisnya?”
“Heem”
“Sekarang mau apa?”
“Gak tahu”
“Mendingan kamu pura-pura gak tahu dulu masalah ini. Biar nanti kalau sudah jelas memang dia ada main sama Arsya, baru kita bertindak”
“Udah kamu jangan terlalu banyak berfikir.sekarang mendingan kamu makan. Kamu laparkan?”
“Enggak, aku gak lapar”
“Tapi aku lapar. Jadi sekarang kita makan”
“Kak Erwan aja yang makan. Aku mah gak mau”
Tanpa izinku, Kak Erwan memegang tanganku, membawaku ke ruang makan. Dia menyuruhku duduk di salah satu kursi, kemudian dia duduk di depanku.
“Bener kamu gak mau makan?”
“Enggak, Kak”
“Ya udah kalau begitu kamu suapin aku”
“Apaan, gak mau. Udah gede juga minta disuapin”
“Ayoo Al, aku laper. Suapin aku”
“Kak Erwan apaans sih.”
“Pokoknya aku gak mau makan kalau gak kamu suapin”
“Kak Erwan kalau mau makan ya makan aja, gak usah minta disuapin segala”
“Ayooo Al, nih perut aku udah bunyi krruuukk, kamu mau kalau aku mati kelaperan”
“Ya udah sini”
Aku ngambil nasi dan beberapa lauk yang sudah tersedia di meja, kayaknya mamahnya Kak Erwan sebelum pergi masak dulu. Satu demi satu suapan aku berikan ke Kak Erwan. Entah mengapa dengan seperti ini, aku sedikit melupakan sakit hatiku pada Kak Ardit. aku dan Kak Erwan sambil sedikit bercanda.
@lulu_75 @gelandangan @cevans @o_komo @awi_12345 @bayu15213 @gravitation @Aurora_69 @Cleisso @Gabriel_Valiant juga @Riyand @cowokkumal @Obipopobo @andrew1tssan
@lulu_75 @gelandangan @cevans @o_komo @awi_12345 @bayu15213 @gravitation @Aurora_69 @Cleisso @Gabriel_Valiant juga @Riyand @cowokkumal
Hihihi
Gue bom loe