BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Semua Tentang Kita

11112131517

Comments

  • Maaf ya update nya lama, kemarin liburan ke luar kota jadi gak sempet update
    Tapi jangan khawatir, mudah2an setelah ini update nya di seringin
  • Lanjut...
    Besok Kak Ardit akan pergi keluar kota untuk turnamen bulu tangkisnya.dan selama seminggu ini dia selalu sibuk dengan latihannya, jadinya dia gak bisa ngantar aku pulang meski kalau berangkat dia selalu nyempatin jemput. Tapi untungnya ada Dadan yang senantiasa mengantarku pulang. Perihal Arsya, ternyata dia adalah lawan latihannya Kak Ardit selama seminggu kemarin, alhasil Kak Ardit dan Arsya kayaknya sudah baikan. Kak Ardit juga jadi deket sama Arsya, dan untuk itu aku sangat senang jadi aku gak sungkan kalau mau nyapa/ngobrol sama Arsya saat ada Kak Ardit.

    Meski terkadang aku agak cemburu karena kedekatan Kak Ardit dan Arsya,membuat Kak Ardit jadi malah lebih dekat sama Arsya daripada sama aku, tapi itu gak membuat aku kecewa. Malah senang karena Kak Ardit akhirnya bisa dekat dengan orang lain tidak hanya denganku dan kedua temannya aja.

    Sekarang aku lagi nunggu Kak Ardit di perpustakaan, karena katanya Kak Ardit bakalan nganterin aku pulang dan selesai latihan nanti dia akan nyamperin aku ke perpus. Aku memang lebih suka nunggu di perpus daripada di lapangan sambil liatin Kak Ardit latihan, aku gak mau ganggu fokusnya Kak Ardit saat latihan, dan pada dasarnya aku suka baca buku, jadi perpuslah tempat yang tepat untukku.

    Hampir satu jam aku nunggu perpus dan sudah setengah novel aku baca, namun Kak Ardit gak muncul-muncul. Aku memutuskan untuk menemuinya ke lapangan dan melihat apakan dia masih latihan apa enggak, soalnya katanya mau latihan sebentar, tapi ini sudah hampir satu jam. Aku melangkahkan kaki keluar dan memakai sepatuku. Aku menengok kearah lapangan yang berada di bawah karena perpus berada di lantai 2.

    Aku melihat lapangan sepi, gak ada siapapun. Aku mengalihkan pandanganku ke arah parkiran dan aku melihat disana ada Kak Ardit yang sedang mengendarai motor dan di belakangnya ada ... aku menyipitkan mataku mencoba melihat siapa yang di bonceng sama Kak Ardit.

    “Arsya??” ucapku pelan. Kenapa Kak Ardit bisa sama Arsya? Padahal Kak Ardit kan janji mau nganterin aku pulang. Apa Kak Ardit lupa?

    “Al?” ucap seseorang membuyarkan lamunanku. Aku berbalik kearah suara yang memanggilku barusan.

    “Kak Erwan? Kok Kak Erwan masih disekolah?” Tanyaku karena melihat Kak Erwan masih disekolah padahal ini hampir jam setengah 4 sore.

    “Aku habis bikin LPJ acara kemah kemarin” jawabnya sambil nunjukin berkas yang dipegangnya.

    “Kok sekarang baru dikerjain? Itukan acaranya sudah hampir sebulan yang lalu”.

    “Iya, perlu banyak revisi, entahlah kata kesiswaan ada yang salah. Makanya terus diperbaikin. Terutama di perhitungan anggaran. Pusiiing....” Ucap Kak Erwan sambil memegang kepalanya. “Kamu sendiri kenapa belum pulang?” Tanya dia balik.

    “Iya, aku...” aku bingung mau jawab apa. Kalau aku bilang aku lagi nunggu Kak Ardit tapi Kak Arditnya malah lupa kan aku malu.

    “Kamu???” tanya Kak Erwan lagi memastikan.

    “Aku keasyikan baca novel di perpus, eh pas lihat jam udah sore”

    “Emang perpus masih buka?”

    “Iya, ini kuncinya di aku, kata ibu penjaga kantin nanti kuncinya kasih aja ke satpam di depan”

    “Ohhh. Terus kamu pulang sama siapa?”

    “Aku paling jalan kaki”

    “Aku anterin mau?”

    “Emz, boleh”

    “Tapi si Ardit gak bakalan marah, kan?”

    “Sudah seminggu aku pulang selalu sendiri, Kak. Aku gak mau ganggu Kak Ardit, diakan harus latihan buat turnamen”

    “Ya udah, yuk”
  • Aku dan Kak Erwan beriringan berjalan menuju tangga turun dan kemudian ke parkiran. Meski di depan Kak Erwan aku tersenyum, namun di dalam pikiran aku bertanya-tanya tentang Kak Ardit. Kenapa Kak Ardit ninggalin aku dan malah nganterin Arsya. Terus kenapa Kak Ardit tadi malah nyuruh aku nunggu kalau akhirnya dia gak bisa nganterin, padahal tadikan Dadan sudah nawarin diri buat nganterin aku seperti kemarin-kemarin.

    “Al?” Ucap Kak Erwan mengagetkanku, aku tersadar bahwa kami telah sampai di parkiran. “Kamu kenapa? Kamu ada masalah?” tanya Kak Erwan dengan nada khawatir.

    “Aku gak apa-apa kok, Kak”ucapku kemudian tersenyum. Kak Erwan selanjutnya berjalan kearah motornya terparkir kemudian menyalakannya dan menghampiri aku dengan motornya. Aku naik ke jok belakang.

    “Kalau kamu mau meluk aku gak apa-apa, Kok Al” ucap Kak Erwan sebelum melajukan motornya. Aku memeluk erat Kak Erwan dan membenamkan kepalaku di punggungnya. Tak terasa ada air mata mengalir di pipiku, padahal aku berusaha gak berfikiran negatif, tapi entah kenapa pikiran sama hatiku kali ini berselisih.

    Sepanjang perjalanan menuju rumahku tak ada satupun percakapan antara aku dan Kak Erwan. Aku hanya diam dan membenamkan wajahku di punggung Kak Erwan. Di pikiranku hanya Kak Ardit. Dan tak terasa, motor yang ku naiki telah berhenti, aku menoleh kesekitar dan ternyata aku sudah sampai di depan gerbang rumahku. Aku melepaskan pelukanku dari Kak Erwan dan kemudian turun dari motornya Kak Erwan.

    “Makasih ya, Kak” ucapku mencoba menyunggingkan senyuman.

    “Sama-sama” ucap Kak Erwan membalas senyumanku. “Kamu kalau ada masalah sama Ardit bicarain baik-baik. Jangan siksa diri kamu dengan hal-hal yang belum tentu kebenarannya. Kalau kamu yakin dia sayang sama kamu, kamu juga harus percaya bahwa semua akan baik-baik saja” lanjutnya tak turun dari motor, aku mempersilahkan Kak Erwan untuk masuk dulu, namun dia dengan halus menolaknya.

    “Kak Erwan tahu hubunganku dengan Kak Ardit?” tanyaku bingung, karena ucapan Kak Erwan seolah menandakan bahwa dia tahu perihal hubunganku dengan Kak Ardit.

    “Siapapun bisa menduganya, Al. Terutama orang yang jadi musuhnya. Kamu tahukan bahwa sebelum kamu datang di sekolah kita, sikap si Ardit seperti apa? Dia selalu membenci Osis dan anggota-anggotanya termasuk aku. Tapi setelah kamu datang dikehidupannya, dia sedikit banyak telah berubah kearah lebih baik. Bahkan dia bisa jadi perwakilan sekolah kita di ajang turnamen bulu tangkis. Dan aku tahu perubahan yang dia tunjukan bukan semata-mata karena keinginannya, tapi juga dia ingin agar kamu merasa nyaman berada didekatnya. Lihat apa yang telah dia lakukan untuk mendapatkan kamu, dia bahkan rela membuang kebiasaannya dulu demi kamu.” Ucap Kak Erwan panjang lebar.

    “Kebiasaan?” tanyaku karena gak tahu apa kebiasaan Kak Ardit yang dibuang hanya karena aku.

    “Iya, bahkan walau masih SMP, si Ardit itu suka ngerokok. Dimanapun dan kemanapun dia selalu bawa rokok. Di dalam kelaspun dia suka ngerokok. Tapi karena tahu kamu gak suka sama perokok, dia langsung berusaha ngilangin kebiasaannya itu.”

    “Darimana Kak Erwan tahu?”

    “Al, jujur awalnya aku suka sama kamu. Sama sikap kamu, sama cara pandang kamu yang polos, dengan cara bicara kamu yang selalu jujur dan selalu ngungkapin apa yang kamu rasain sama siapapun. Aku bahkan niatnya mau nembak kamu sebelum aku tahu bahwa Ardit juga suka sama kamu. Beberapa hari sebelum turnamen badminton tingkat kota dulu, aku gak sengaja dengar percakapan Ardit sama temen-temennya bahwa Ardit memang beneran suka sama kamu, dan taruhan konyol itu telah menjauhkan kamu dari dia dan dia sangat menyesal. Selang satu hari aku menemui dia dan berbincang perihal keseriusannya sama kamu. Lalu aku menggunakan pernyataan sukanya sama kamu untuk bisa mengubah sikap kontranya terhadap setiap peraturan yang dibuat Osis dan aku bilang bahwa aku akan bantu dia untuk dapetin kamu. Dan hal pertama yang aku pinta dari dia adalah dia harus mau ikut turnamen itu, juga menghilangkan kebiasaannya meroko"
  • karena aku tahu kamu gak suka sama perokok. Lambat laun aku sadar bahwa dia benar-benar serius sama kamu, dan tanpa aku bantupun ternyata kamu sudah kecantol sama dia.” Ucap Kak Erwan menjelaskan panjang lebar.

    “Kalau Kak Erwan suka sama aku kenapa Kak Erwan gak merjuangin aku?”

    “Karena aku tahu bahwa hati kamu sudah terpikat sama orang lain, meski awalnya aku kira kamu sukanya sama Arsya. Tapi meskipun begitu aku sudah senang karena bisa dekat sama kamu, meski hanya sebatas ini. Sekarang lebih baik kamu masuk kedalam. Ingat jika kamu yakin Ardit sayang sama kamu, maka percayalah dia gak akan nyakitin kamu. Kalaupun dia nyakitin kamu, kamu bilang sama aku, entar aku yang hajar dia, hahahaha” Ucap Kak Erwan sambil tertawa entah karena apa, karena menurutku itu sama sekali gak lucu dan aku hanya tersenyum bingung. “Ya sudah aku pulang ya” lanjutnya yang ku balas dengan anggukan, Kak Erwan menstater motornya dan kemudian melaju.

    Aku masuk kerumah dan langsung menuju kamarku. Aku menghempaskan tubuhku pada kasur tempat aku merajut mimpi-mimpiku selama ini. Aku memikirkan apa yang Kak Erwan tadi bilang tentang Kak Ardit dan usahanya supaya aku bisa selalu nyaman sama dia. Tapi disisi lain aku juga bertanya kenapa Kak Ardit tadi malah nganterin Arsya dan melupakanku. Aku memejamkan mataku mencoba menyingkirkan fikiran dan pertanyaan negatifku tentang Kak Ardit.

    Dalam pejaman mataku hanya terlihat Kak Ardit, wajahnya yang selalu hadir saat aku menutup mata itu membuatku selalu bahagia. Matanya telah membutakan hatiku, senyumannya selalu menggoda jiwaku. Dan bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya, semakin terasa dan aku mendengar bisikan suaranya yang memanggilku lembut. Semakin lama tubuhku terasa berat, dan sedikit tersadar bahwa seseorang berada di atasku dan akupun membuka mataku.

    Aku melihat sesosok pria yang selalu ada difikiranku, aku kadang merasa bahwa otakku menolak keberadaan Kak Ardit bahwa cinta kami adalah salah. Tapi hatiku berkata lain, dia selalu menyuruhku untuk selalu bersama Kak Ardit.
    Kak Ardit menyunggingkan senyumannya, tersadar bahwa tubuhku tak mampu menahan berat badannya, aku langsung mendorongnya untuk tidak menindihku.

    “Kak Ardit ngapain sih? Berat tahu” Omelku sambil bangun dan duduk di samping Kak Ardit yang masih berbaring di sampingku.

    “Kamu kenapa ninggalin aku?” tanya Kak Arit dengan masih berbaring di tempat tidur.

    “Abis Kak Ardit lama, jadinya aku pulang duluan. Lagian pas aku liat ke lapangan, Kak Ardit gak ada disana, jadi aku fikir Kak Ardit lupa” Ucapku sedikit berbohong.

    “Mana mungkin aku lupa sama kamu sih, Al?”

    “Yaa kali aja gitu”
  • karena aku tahu kamu gak suka sama perokok. Lambat laun aku sadar bahwa dia benar-benar serius sama kamu, dan tanpa aku bantupun ternyata kamu sudah kecantol sama dia.” Ucap Kak Erwan menjelaskan panjang lebar.

    “Kalau Kak Erwan suka sama aku kenapa Kak Erwan gak merjuangin aku?”

    “Karena aku tahu bahwa hati kamu sudah terpikat sama orang lain, meski awalnya aku kira kamu sukanya sama Arsya. Tapi meskipun begitu aku sudah senang karena bisa dekat sama kamu, meski hanya sebatas ini. Sekarang lebih baik kamu masuk kedalam. Ingat jika kamu yakin Ardit sayang sama kamu, maka percayalah dia gak akan nyakitin kamu. Kalaupun dia nyakitin kamu, kamu bilang sama aku, entar aku yang hajar dia, hahahaha” Ucap Kak Erwan sambil tertawa entah karena apa, karena menurutku itu sama sekali gak lucu dan aku hanya tersenyum bingung. “Ya sudah aku pulang ya” lanjutnya yang ku balas dengan anggukan, Kak Erwan menstater motornya dan kemudian melaju.

    Aku masuk kerumah dan langsung menuju kamarku. Aku menghempaskan tubuhku pada kasur tempat aku merajut mimpi-mimpiku selama ini. Aku memikirkan apa yang Kak Erwan tadi bilang tentang Kak Ardit dan usahanya supaya aku bisa selalu nyaman sama dia. Tapi disisi lain aku juga bertanya kenapa Kak Ardit tadi malah nganterin Arsya dan melupakanku. Aku memejamkan mataku mencoba menyingkirkan fikiran dan pertanyaan negatifku tentang Kak Ardit.

    Dalam pejaman mataku hanya terlihat Kak Ardit, wajahnya yang selalu hadir saat aku menutup mata itu membuatku selalu bahagia. Matanya telah membutakan hatiku, senyumannya selalu menggoda jiwaku. Dan bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya, semakin terasa dan aku mendengar bisikan suaranya yang memanggilku lembut. Semakin lama tubuhku terasa berat, dan sedikit tersadar bahwa seseorang berada di atasku dan akupun membuka mataku.

    Aku melihat sesosok pria yang selalu ada difikiranku, aku kadang merasa bahwa otakku menolak keberadaan Kak Ardit bahwa cinta kami adalah salah. Tapi hatiku berkata lain, dia selalu menyuruhku untuk selalu bersama Kak Ardit.
    Kak Ardit menyunggingkan senyumannya, tersadar bahwa tubuhku tak mampu menahan berat badannya, aku langsung mendorongnya untuk tidak menindihku.

    “Kak Ardit ngapain sih? Berat tahu” Omelku sambil bangun dan duduk di samping Kak Ardit yang masih berbaring di sampingku.

    “Kamu kenapa ninggalin aku?” tanya Kak Arit dengan masih berbaring di tempat tidur.

    “Abis Kak Ardit lama, jadinya aku pulang duluan. Lagian pas aku liat ke lapangan, Kak Ardit gak ada disana, jadi aku fikir Kak Ardit lupa” Ucapku sedikit berbohong.

    “Mana mungkin aku lupa sama kamu sih, Al?”

    “Yaa kali aja gitu”
  • “Tadi, aku nganter dulu si Arsya, soalnya katanya motor dia lagi di tempat cuci motor, jadi ya kasian aku anterin deh. Tadinya aku mau ngomong sama kamu, tapi katanya tempat cuci motornya udah mau tutup, jadi gak sempat deh” Jelas Kak Ardit kemudian duduk. aku yang mendengarkan hanya menghela nafas.

    Aku benar-benar sudah salah faham sama Kak Ardit, mana mungkin Kak Ardit selingkuh. Sama Arsya pula, adeuuuh...

    “Maafin aku ya, Kak Ardit” ucapku merasa bersalah karena telah berfikiran negatif sama Kak Ardit.

    “Kenapa kamu yang minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf, karena gara-gara aku kamu pulang sendiri”

    “Sebenarnya aku pulang diantar Kak Erwan”

    “Oh, syukur deh”

    “Kok Kak Ardit gak marah? Padahal dulu waktu aku mau diantar Arsya, Kak Ardit marahnya bukan main”

    “Kalau sama Arsya, aku emang marah. Karena si Arsya pernah suka sama kamu. Tapi kalau sama si Erwan, enggaklah, soalnya dia tahu kalau kamu hanya milik seorang Reksa Arditya Dirganitra” Ucap Kak Ardit memukul bangga dadanya.

    “Oh, Yaaaaaa????” Ucapku ngeledek dia.

    Kak Ardit memelukku dari belakang, dia mengunci tanganku dengan pelukannya. Aku tak mencoba melepaskan pelukannya, karena malam ini adalah malam terakhirku dengan Kak Ardit, karena besok pagi Kak Ardit akan pergi ke luar kota untuk turnamen.

    Perihal hukuman liburanku dari Kak Ardit untuk kemarin di cancel, karena kata Kak Ardit dia harus terus latihan untuk turnamen besok, dan hukuman buatku jadi di undur. Aku gak tahu kenapa Kak Ardit bilang kalau liburan itu merupakan hukuman untukku meski terkadang aku merasa sedikit takut akan apa yang akan Kak Ardit lakukan nanti, karena walau bagaimanapun hukuman adalah hukuman.
  • romantis ...
  • Hmm..., nama authornya mengingatkan Obi sama seseorang :wink:
  • Beberapa hari tanpa Kak Ardit membuatku cukup merindukan dia, sudah 6 hari Kak Ardit meninggalkanku karena harus mengikuti turnamen di kota. Dan selama tak ada Kak Ardit, aku selalu di antar jemput oleh Kak Erwan, meski Kak Ardit mmintaku untuk mau di antar jemput sama Kak Lukman/Kak Dedi, namun aku gak mau kalau harus menyusahkan mereka, kasihan. Lagipula aku lebih nyaman sama Kak Erwan, soalnya dari awal MOS sampai skarang dia yang selalu baik sama aku. Aku juga sudah menganggapkan Kakak ku.

    Seperti halnya 6 hari kebelakang, hari ini aku istirahat sama Kak Erwan di kantin. Kak Erwan memperlakukanku sama seperti Kak Ardit, dia selalu memesankan makanan buatku, dia juga tahu apa yang aku suka dan apa yang aku gak suka. Di meja tempatku duduk biasanya ada Kak Lukman dan Kak Dedi juga, namun hari ini Kak Dedi gak ada katanya sakit. Aku senang karena sekarang mereka berdua sudah baik sama Kak Erwan.

    Makanan untukku yang di bawakan Kak Erwan sudah terpangpang di hadapanku. Tanpa menunggu lama aku langsung menyantap makanan tersebut. Begitu juga Kak Erwan dan Kak Lukman. Selama makan, tak banyak perbincangan antara kami, karena memang biasanya yang suka banyak bicara Kak Dedi dan aku.

    “Al, kamu nanti pulang sama Lukman gak apa-apa?” Ujar Kak Erwan setelah selesai menyantap makanannya.

    “Emangnya Kak Erwan mau kemana?” tanyaku yang masih sedikit mengunyah makananku.

    “Aku ada rapat OSIS, takutnya lama. Makanya kamu pulang sama Lukman, ya!”

    “Iya, kamu pulang sama aku aja” ucap Kak Lukman yang sudah menghabiskan makanannya juga.

    “Emz, tadinya aku mau minta anter sama Kak Erwan ke toko buku. Ada buku yang ingin aku beli” ucapku meminum minuman yang tersedia di depanku.

    “Ya udah, Al. Ke toko bukunya sama aku kan bisa” ucap Kak Lukman.

    “Emang gak apa-apa? Kasian nanti Kak Lukman malah boring”

    “Gak apa-apa, kamu sama aku aja”

    “Ya sudah, jadi bisa ya kamu sama Lukman. Aku sekarang harus ke ruang Osis, ada file yang harus aku bereskan untuk rapat nanti” Ucap Kak Erwan dan langsung pergi ke luar kantin.

    Aku berbincang sama Kak Lukman, meski agak canggung juga soalnya Kak Lukman hampir mirip sama Kak Ardit yang gak banyak ngomong. Jadi kebanyakan aku bertanya dia jawab, aku bercerita dia hanya mengangguk-angguk. Dan seperti itulah yang terjadi antara aku dan Kak Lukman. Sampai akhirnya bel masukpun berbunyi. Aku dan Kak Lukman jalan beriringan, Kak Lukman mengantarku ke kelasku dan meninggalkanku setelah aku ssampai di depan pintu kelas.
  • Aku cukup senang karena mempunyai teman-teman yang baik, gak seperti pada saat pertama aku masuk ke sekolah ini. Geng Erik juga sudah gak pernah ganggu aku, mungkin mereka takut sama Kak Ardit CS, karena katanya Erik pernah di hajar sama Kak Ardit gara-gara ngerjain aku. Aku sih tahu itu dari Kak Dedi. Selama gak ada Arsya juga karena ikut sama Kak Ardit akhirnya aku satu meja sama Dadan. Selama di kelas Dadanlah yang nemenin aku, aku cukup terhibur sama Dadan, karena dia selalu melawak. Kadang dia nyanyi-nyanyi sambil mukul-mukul meja, kadang juga dia bikin tebak-tebakan yang nyeleneh dan selalu bikin aku tertawa.
    Setelah aku masuk ke kelas, aku duduk di samping Dadan yang sedang menaruh kepalanya di atas meja, dia melipat kedua tangannya dan menutupi bagian wajahnya. Aku baru tahu kalau Dadan gak istirahat keluar, dia sepertinya tidur, aku menghampiri dia dan duduk disampingnya. Tersadar bahwa ada aku yang duduk di sampingnya, Dadan mendongakan kepalana dan menoleh ke arahku sambil tersenyum.

    “Sudah istirahatnya?” tanya dia membenarkan posisi duduknya.

    “heem, kamu gak istirahat, Dan?”

    “Enggak, Al. aku males keluar”

    “Berarti kamu belum makan?”

    “Udah kok, tadi nitip sama Yogi”

    “Oh, Syukur deh kalau gitu”

    “oh iya Al, kamu jadi ke toko buku nanti siang?”

    “Jadi, Dan. Kenapa?”

    “Sama si Erwan?”

    “enggak, sama Kak Lukman”

    “Oh, bener sama dia?”

    “Iya, emangnya kenapa sih?”

    “Ya enggak, tadi aku denger dari temen sekelas kita yang ikut Osis bahwa mereka akan rapat, dan yang aku tahu kamu mau ngajak si Erwan kan nanti siang.makanya aku mastiin kamu jadi atau enggak. Gitu.”

    “Oh, tenang aja Dan. Ada Kak Lukman kok”

    “Ya udah kalau gitu, syukur deh”

    “Iya, Dan”

    “Tadinya aku mau nganter kamu”

    “Kalau kamu mau ikut boleh aja, Dan. Lagi pula kalau aku jalan berdua sama Kak Lukman aku canggung. Dia gak banyak bicara, jadi suka mati kutu, bingung mau ngomongin apa lagi”

    “Ah, gak enak sama dia. Aku kan gak terlalu dekat sama si Lukman”

    “Ya, gak apa-apa Dan.Udah kamu ikut aja”

    “bener boleh?”

    “Iyaaa”

    Percakapan aku dan Dadan terpotong setelah ada guru yang masuk. Dan pelajaranpun di mulai.
  • Aku, Dadan sama Kak Lukman berjalan beriringan bertiga di sebuah mall di kotaku. Dadan akhirnya ikut dengan ku dan Kak Lukman ke toko buku. Namun sebelum ke toko buku, kita mampir dulu ke sebuah kedai makanan karena aku lapar. Kita masuk ke sebuah kedai Bakso Malang. Aku pesan salah satu menu di kedai itu begitupun Kak Lukman dan Dadan, namun lebih tepatnya aku yang pesanin buat mereka berdua. Dari pertama berangkat sampai saat ini Kak Lukman maupun Dadan tak mengeluarkan sepatah katapun, mungkin mereka canggung. Kalau Kak Lukman sih biasanya emang jarang ngomong, tapi Dadan dia gak biasanya diam seperti ini, aku jadi bingung berada di posisi di tengah mereka,mereka hanya bersuara saat aku tanya. Sambil nunggu pesanan kita datang, aku memainkan ponsel ngecek apakah ada pesan dari Kak Ardit atau tidak. Tapi ternyata tidak. Dari kemarin gakada kabar dari Kak Ardit, aku sedikit kesal juga khawatir sama dia.

    “Kak Lukman, apa ada kabar dari Kak Ardit? dari kemarin dia gak telpon ataupun sms aku” tanyaku ke Kak Lukman membuka pembicaraan supaya suasananya sedikit hangat.

    “Gak ada, Al. Bahkan dari semenjak dia berangkat aku gak di kasih kabar” jawab Kak Lukman.

    “Oh, gitu ya. Aku khawatir Kak. Takutnya ada apa-apa”

    “Kamu tenang aja, Al. gak akan terjadi apa-apa kok sama Ardit”

    “Aku harapjuga gitu, Kak”

    “Kamu gak coba tanya sama Arsya? diakan sama si Ardit” Tanya Dadan akhirnya mengeluarkan suara.

    “Udah, Dan. Tapi ponsel dia juga gak aktiv”

    “Gak biasanya dia gak aktivin hp”

    “Mungkin mereka lagi sibuk latihan atau tanding, udah kamu tenng aja” Ucap Kak Lukman sambil mengelus lenganku. Aku sedikit bisa tenang, namun aku lihat Dadan kayak sedikit gak nyaman dengan perlakuan Kak Lukman padaku tadi.

    Tak lama pesanan kami datang dan kitapun makan dengan cukup lahap. Tak ada pembicaraan selama kami makan. Makanan disini cukup enak, tapi mahal. Coba kalau kita beli di pinggir jalan, bakso malang ini harganya cuman lima ribuan, lah ini malah tiga kali lipat. Tapi tak apa lah, sesekali aku harus makan di mall kayak gini, supaya gak terlihat katro kalau nanti ada yang ngajak lagi. Hihihi
    Selesai makan kami melanjutkan perjalanan ke toko buku yang ada di lantai tiga, sebelumnya Kak Lukman sudah bayar makanan kami bertiga. Dadan dan aku sempat nolak tapi dia keukeuh ingin bayarin, sesekali juga katanya. Aku sama Dadan sih senang-senang aja, meski gak sesekali juga boleh kok, hihihi
  • Arsya sama Ardit ... ? hmm ... jadi penasaran ...
  • Arsya dan ardit, dadan dan lukman. Hmmm
Sign In or Register to comment.