It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
hu.um suka arry potter yg tinggal dijawa timur lol
hahaha masih kurang jelas ya?
Kita mundur beberapa tahun ke masa Firman, Haris juga Suci waktu muda.
Kuhentikan sepedaku digudang tempat penyimpanan kain milik ayah. Ayahku, pemilik perusahaan konveksi terbesar dikota ini. Aku segera bergegas masuk kedalam gudang setelah melewati beberapa penjaga gudang.
Mereka mengijinkan ku masuk karena aku anak pemilik gudang ini.
"Pak Nar, Haris udah datang?" tanyaku pada pak Naryo, dia orang kepercayaan ayah. Karena itu dia selalu mengawasi penjaga gudang disini.
"Sudah mas, ada diruangan mas Firman seperti biasa" jawab pak Naryo sambil mengankat jempolnya. Aku bergegas menuju ruangan ku disudut gudang.
Sebenarnya ini bukan ruanganku, hanya saja dari sekian besar gudang kamar ini aja yang kosong. Aku sengaja mengklaim kamar ini milik ku, supaya gak ada yang berani masuk. Ayah juga gak mempermasalahkan hal ini. Ayah justru senang kalo aku main ke gudang ini. Ayah bilang aku jadi bisa mengafal jenis dan nama kain-kain itu.
Aku segera masuk kedalam ruanganku dan mendapati Haris sedang memandangi foto ku. Setelah mengunci pintunya, aku langsung memeluknya. Membaui seluruh tubuhnya. Aku sangat mencintai lelaki ku ini. Meski aku sudah punya kekasih wanita, Suci namanya.
Hubunganku dengan Haris memang kusembunyikan. Meski begitu aku lebih sering menghabiskan waktu ku dengan Haris daripada dengan Suci.
Haris menggeliat dalam pelukanku, dia selalu bisa membangkitkan gairahku. Gak perlu menunggu lama, kami akhirnya bergelung mencapai surga dunia. Haris punya suara yang membuatku gila, desahannya saat bercumbu denganku membuatku kalap dan mengulang "hal itu" beberapa kali.
Haris masih mengatur nafasnya saat kulingkarkan lenganku dipinggangnya.
"Capek ya?" bisik ku sambil mengecup lehernya.
"Lutut ku lemas Fir" jawab Haris lalu menyandarkan punggungnya ke dada ku. Hubunganku dengan Haris sudah berjalan 3 tahun. Kami mulai saling mencintai saat aku masih di SMU sampai kami duduk diperguruan tinggi sekarang ini.
Haris orang yang sangat pengertian juga sabar. Dia bahkan tau kalo dirinya cuma selingkuhan ku. Tapi sejauh kami bersama gak pernah kudengar Haris mengeluh. Dia selalu berkata "Kamu ingat aku aja sudah bagus, memang apalagi yang kuharapkan dari hubungan kita ini" kadang justru aku yang kesal dengan ucapannya itu.
Dia seolah gak peduli kalo akhirnya hubungan kami ini berakhir. Karena itu aku selalu marah kalo Haris mengucapkan kalimat itu. Kupeluk tubuh telanjang Haris, dia sedikit merintih saat kuangkat tubuhnya kepangkuan ku.
"Masih sakit?" tanyaku
"Disitu selalu sakit tiap kali kita melakukannya" jawab Haris dengan wajah merona.
"Ris, aku gak mau kamu tinggalin. Aku cinta kamu Ris, kamu tau kan" ucapku lagi.
"Aku haus Fir, bisa ambilkan aku air" Haris melepaskan tubuhnya dari pelukanku. Kemudian mengenakan kembali pakaiannya.
"Kamu gak suka, aku bilang gitu Ris" tanyaku sambil mengaitkan kembali kancing celana ku.
"Aku suka"
"Tapi sikapmu sebaliknya"
"Fir, aku gak tau mau sampai kapan kita seperti ini. Apa aku akan tetap seperti ini sampai nanti akhirnya kamu menikahi Suci?" ucap Haris sambil menghela nafasnya.
"Kamu pinginnya aku gimana? Apa aku putusin aja Suci supaya bisa sama kamu terus, iya? Lalu setelah itu apa? Kamu berharap aku bakal nikahin kamu gitu?" ucapku mulai kesal. Haris gak menjawab, dia hanya diam sambil menatapku dengan sorot mata yang sangat terluka. Ck.
Aku mengacak rambutku kesal.
"Maaf Ris, aku gak bermaksud..."
"Lupakan, sudah sore sebaiknya aku pulang" ucap Haris lesu. Aku menahan langkahnya lalu memeluk Haris erat tapi Haris gak merespon pelukan ku.
"Tunggu disini, aku mau pinjam motor pak Nar, biar kuantar kamu pulang" ucapku
"Gak usah, aku pulang sendiri aja"
"Aku bilang tunggu!!" ucapku sambil menyentak tubuh Haris. Haris menatapku kesal tapi dia gak menolak permintaanku.
Aku segera keluar mencari pak Naryo, aku sampai berputar-putar mengelilingi gudang untuk menemukan sosoknya tapi Nihil. Aku menendang bak sampah didekatku membuat isi dalam bak sampah berserakan.
Aku sudah akan memukul tembok dibelakangku saat kulihat pak Naryo masuk kehalaman gudang. Dengan emosi kuhampiri pak Naryo.
"Kunci" ucapku, pak Naryo lalu memberikan kunci motornya padaku. Aku segera kembali keruanganku dan mendapati Haris sedang berjongkok dilantai. Tadinya aku berniat membuatnya terkejut tapi urung kulakukan saat kudengar isakan tertahan Haris. Aku diam ditempatku berdiri membiarkan Haris menumpahkan semua airmatanya.
Haris gak pernah begini sebelumnya, dia juga gak pernah meributkan kelak aku akan menikah dengan Suci atau dengan wanita yang lain.
Aku gak tenang semalaman mikirin Haris. Sampai aku terlambat ke kampus esok paginya.
Setelah memarkirkan motorku disembarang tempat, aku segera masuk kedalam kelas yang tampak ricuh. Sepertinya ada yang bertengkar dikelas. Aku melirik malas pada kerumunan orang-orang itu. Tapi mataku hampir aja melompat dari tempatnya saat kulihat yang sedang berteriak-teriak itu Suci. Dan yang diteriaki Suci siapa lagi kalo bukan Haris.
Aku segera mendekat dan menutup mulut Suci. Haris menatapku hampa. Matanya kosong seolah mati.
"Lepasin Firman!" ucap Suci menepis tanganku.
"Ngapain sih kamu teriak-teriak disini? Gak malu apa!?" ucapku kesal.
"Mumpung kamu disini, kamu harus putuskan kamu pilih aku atau Haris?!" ucap Suci emosi.
"Kamu gak usah bohong Fir, aku liat sendiri gimana kamu cium Haris dibelakang kampus kemarin. Kamu cium dia dengan penuh nafsu" jerit Suci sambil menunjuk wajah Haris. Shit!! Aku gak ingat kalo kemarin aku mencium Haris selepas latihan basket.
"Aku menciumnya karena Haris mengodaku" Kilahku membela diri. Haris tetap diam, entah apa yang dia pikirkan sekarang. Aku sudah melukai perasaannya.
"Kamu bohong Fir" ucap Suci gak percaya.
"Aku bicara jujur, aku cuma cinta sama kamu Ci" aku mungkin akan mendapat karma setelah ini.
"Aku hamil Fir, kalo aku gak hamil aku gak akan memusingkan hubungan mu dengan Haris. Kamu harus tanggung jawab" Suci mulai terisak sementara tubuhku kaku ditempat. Karma ku datang begitu cepat. Kupeluk Suci yang mulai sesenggukan. Kutatap Haris yang membisu dikursinya.
Aku ingin berlari ketempat yang sangat jauh saat ini, menghindari semua mata yang menatapku jijik. Aku juga ingin memeluk lelaki ku yang saat ini terlihat sangat lelah. Maafkan aku Ris.
Ayah murka saat mengetahui tentang kehamilan Suci. Tapi ayah tak bisa berbuat banyak selain menikahkan ku dengan Suci. Aku frustasi, satu-satunya tempat yang kudatangi saat ini adalah kos-kosan Haris. Tapi Haris mengusirku, dia bilang hubungan kami sudah berakhir. Bagaimana dia bisa memutuskan semua itu tanpa persetujuanku? Aku meringkuk diruanganku. Menyembunyikan diriku digudang ayah ini, gak ada siapa-siapa saat ini karena ini hari minggu.
"Fir" aku terkejut setengah mati saat tiba-tiba bahu ku disentuh.
"Suci!? Kamu tau darimana aku disini?" ucapku bingung
"Ayahmu memberitahuku. Kamu nangis?"
"A... Aku, aku..."
"Apa sesakit itu kehilangan Haris?" Suci menatapku dingin.
"Aku.... Aku mencintainya"
"Bullshit!! Kamu gak cinta Haris yang kamu rasakan itu cuma nafsu Fir. Kamu harus sadar itu" Suci mulai terbawa emosi, dia berjalan mondar mandir sambik memaki-maki Haris.
"Ci, jangan terlalu banyak bergerak disini banyak barang berbahaya" ucapku mengingatkan.
"Kamu harus hapus semua perasaan mu pada Haris, Fir"
"Aku akan coba" ucapku sambil menarik Suci lebih dekat padaku. Aku khawatir tubuh kecilnya tertimpa lemari besi yang ada dibelakangnya itu. Tapi Suci menepis tanganku, dia masih aja mengomel panjang lebar.
Hingga tanpa kusadari lemari besi itu oleng dan ambruk. Aku berteriak sekuat tenaga mencoba meraih lengan Suci tapi gagal. Tubuh kecilnya tertimpa lemari itu, karena beratnya kepala Suci terpisah dari tubuhnya.
Aku ketakutan, aku gak tau harus berbuat apa. Aku gak mungkin kuat mengangkat lemari besi ini sendirian. Saat sedang kalut tiba-tiba pak Naryo muncul. Aku hanya bisa gemetaran gak sanggup berkata apapun lagi.
Pak Naryo lalu memerintahkan beberapa anak buahnya untuk mengangkat lemari itu.
Pak Naryo memapahku keluar dari ruangan itu.
"Suci" ucapku sambil menangis.
"Sudah mas Firman gak usah khawatir biar saya yang urus" usai mengucapkan itu pak Firman menepuk bahu ku. Aku ambruk detik itu juga.
Sejak hari itu berita hilangnya Suci mulai beredar. Polisi beberapa kali bertanya padaku, meski aku menjawab tidak tau tapi polisi terus saja bertanya. Semua ini membuatku stres berat, sampai aku harus dirawat beberapa bulan dirumah sakit jiwa.
Aku bahkan gak tau dimana tubuh Suci dikuburkan. Gak ada yang memberitahu ku.
Berita hilangnya Suci pun reda setelah sekian tahun gak ada hasil dari pencariannya. Aku menamatkan kuliahku lalu melanjutkan sekolahku diluar nageri, dari hasil kerja paruh waktu ku, kukirimkan sejumlah uang untuk keluarga Suci tanpa sepengatahuan ayah ibuku.
Aku juga mencari Haris, tapi sampai akhirnya aku menikah denga anak rekan bisnis ayah. Aku gak juga menemukan lelaki ku itu.
tamat.
"Tapi kalo di ingat-ingat kayaknya aku pernah liat wajah seperti mbak Denok. Dimana ya? Rasanya wajahnya gak asing. Apa karena mbak Denok tetanggaku jadi wajahnya nempel dalam ingatanku. Ahh mungkin juga begitu"
Mungkin saat itu si Firman kebayang-bayang wajahnya suci, tapi masih ngeblur..
ceritaku memang berubah dr yg ingin ku tulis sebelumnya jd kalo gak singkron satu dan lainnya maafkan tangan dan jemari lentik ku yang ngetik gak liat-liat dulu.
Jempol!!!
wah ide bagus tu patut dicoba @Chu_Yu7
maunya gitu, tpi nti jd ngebosenin yak @Chu_Yu7
jadi inget dulu ada yang bikin cerita-cerita pendek temanya detektif tapi masih berhubungan soalnya ada tokoh detektif yang sering muncul.