It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ada perbedaan mendasar dari contoh itu.
Kasus korupsi -> Orang tahu itu salah tapi tetap sengaja melakukan. Ini baru hukum yang bertindak.
Stigma lgbt -> Orang tidak tahu kalau kalau stigma yang ada itu salah. Ini perlu edukasi.
Aktivisnya emang dari banyak pihak, baik yang heterosexual maupun homosexual.
Yang disuarakan adalah dua-duanya. Propaganda gay normal adalah bagian yang paling krusial. Adu argumen ilmiah justru sangat dianjurkan, karena perkembangan peradaban manusia muncul dari situ. Aneh banget ada orang ga mau ada argumen ilmiah. Pengetahuan bahwa bumi bulat juga awalnya argumen ilmiah yang ditolak banyak orang.
See? it's about you. Kenyamanan anda terganggu karena ada kegaduhan.
Yang namanya gaduh itu wajar, namanya juga mengubah stigma yang sudah melekat lama.
Memang kenyataannya begitu kan? Yang kontra kebanyakan dari agama samawi (Islam, Kristen, Yahudi).
Ga salah, berpura-pura, diskrit atau apapun tidak salah. Itu hak orang, saya juga diskrit kok. Tapi yang salah adalah memaksa orang untuk diskrit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Intinya adalah, kegaduhan karena pro kontra pasti akan selalu ada. Tinggal kita menyikapinya bagaimana, mau sedikit terganggu demi kebaikan lgbt di masa depan atau tidak. Kalau pada dasarnya tidak mau terganggu ya udah, it's a non discussion. Karena mau yang pro berargumen seperti apa juga percuma, wong yang dipikirin kenyamanan diri sendiri. Yang jelas, usaha-usaha untuk mengedukasi bahwa gay adalah normal akan selalu ada karena ini perkembangan science dan disupport dunia, whether it disturbs your comfort or not. So, enjoy!!
Yup, it's usually the privileged that oppose changes.
cipok aku ae mas
Ah apalah aku mas cm rakyat jelata, ra pantes karo sampeyan
Lagipula kasus LGBT tidak bisa dianalogikan dengan kolonialisme atau penjajahan karena perjuangan melawan penjajah tidak bertentangan dengan agama dan norma sosial, berbeda dengan "militansi" LGBT yang bertabrakan dengan agama dan norma sosial. Secara simple-nya, orang yang memperjuangkan kemerdekaan suatu negara atau anti diskriminasi rasial belum tentu setuju tentang pergerakan LGBT.
The point is struggle comes from discomfort, no matter what titles or birth rank of a person. People that are in a comfortable position tend to resist changes which often can disturb their comfort eg. para discreet yg nyaman dengan status quo mati2an menentang LGBT rights education and socialization (not judging simply stating fact), only a few of these people are selfless enough to sacrifice their 'comfortable life' to help those that are less fortunate.
Dua-duanya ada kesamaan yang mendasar yaitu orang bisa "tetap sengaja melakukan" . Kalau dalam dirinya udah homophobic, kalau dalam dirinya udah merasa aneh kalau lihat gay, kalau dalam dirinya udah tertanam bahwa gay itu salah maka diskriminasi yang kamu bilang itu akan tetap ada walau kamu ngomong berkali-kali tentang stigma. Gini lho simple nya, orang boleh "berfikir" apapun, tapi orang harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dihasilkan dari "fikirannya itu". Jadi, LGBT jangan takut dengan stigma negatif karena stigma itu tidak menyakiti, perbuatan yang dihasilkan dari stigma lah yang dapat menyakiti, seperti diskriminasi, penghinaan, penyiksaan, dan penelantaran. Dan, hal-hal seperti diskriminasi, penghinaan, penyiksaan dan penelantaran bisa dibawa ke ranah hukum.
Ok, heteroseksual nya juga yang nyeleneh seperti anggota Jaringan Islam Liberal atau yang suka pura-pura jadi ustadz. Mana mau orang-orang mendengarkan celotehan orang-orang dari Jaringan Islam Liberal. Apakah ada anggota aktivis atau pendukung pergerakan LGBT yang ahli psikologi terkemuka atau tokoh politik yang terkemuka?
Oke, kamu berarti minta perang jika propaganda "Gay=Normal" adalah hal yang paling krusial, karena dalam agama, gay itu bukan sesuatu yang normal.
Bukan hanya gaduh, tapi perang. Tidak ada yang menjamin perang bisa berakhir, yang ada malah semuanya tersiksa. Contohnya, dengan seringnya diangkat isu LGBT, pemerintah semakik ketat dalam mengawasi LGBT, seperti komen dari seorang menteri yang menyebutkan bahwa "LGBT tidak boleh masuk kampus"
Ya terus mau apa?
Sama juga untuk yang memliki stigma atau homophobic, mau yang pro LGBT berargumen seperti apapun juga akan mental.
Intinya saya ga percaya bahwa diskriminasi terhadap LGBT dapat hilang karena aktivis LGBT berhasil mengubah stigma masyarakat. Yang ada malah gaduh, dan kata-kata homophobic jadi lebih banyak terlihat di medsos. Itu yang saya alami.
Kamu bilang saya ignorant terhadap gay yang didiskriminasi, padahal saya berkali-kali ngasih info tentang UU yang bisa menjerat orang yang melakukan diskriminasi terhadap gay.
Lalu orang Indonesia juga tidak sebar-bar yang kamu bayangkan, misal tiap ada yang kemayu atau bahkan banci lewat langsung di lempari batu atau digebukin. Paling anak kecil doang yang nyorakin.
Ga ada yang menjamin kegaduhan ini berakhir, dan kamu berusaha meyakinkan saya untuk merasa "aman" dengan kegaduhan ini. Saya merasa terusik dan kamu bilang enjoy? , Ini yang namanya peduli terhadap orang lain?
Padahal berkali-kali bilang ada UU yang bisa menjaga LGBT dari diskriminasi atau penyiksaan.
Kalimat seperti "tidak mau berkorban untuk orang yang tidak beruntung" itu sangat tendensius. Apakah saya memang terkesan tidak mau sama sekali membantu LGBT yang didiskriminasi?
Apakah ada dari opini saya yang menyebutkan bahwa adalah sah-sah saja Manny Pacqiaou atau siapapun itu berkata bahwa gay lebih rendah dari binatang?
And you still think i am an ignorant people?, Selfish?
Gw udah melihat gambaran inti pikiran ente sih boyorg, ente ga setuju karena ga nyaman dengan kegaduhan kan. Sama kok, banyak juga yang ngerasa ga nyaman termasuk saya. Bedanya yang pro mau sedikit berkorban dengan ketidaknyamanan ini. Gw cuma memberi tahu apa background dan tujuan gerakan yang sedang ada sesuai pemahaman gw, dengan tujuan teman sesama lgbt di sini paham akan ketidaknyamanan yang sedang dirasakan. Ente mau sedikit berkorban atau ga ya itu hak ente. Mau setuju atau tidak ya gpp, toh gw juga bukan aktivis.
Jadi gw resume aja ya intinya:
1. Gerakan yang ada adalah mengedukasi masyarakat bahwa gay itu normal dan merupakan sebuah identitas, backed up by science dan disupport lembaga dunia seperti PBB. Edukasi ini krusial untuk menjadi dasar advokasi anti diskriminasi terhadap lgbt.
2. Apakah ada jaminan gerakan ini berhasil? Tidak. Tapi ada contoh yang sudah cukup berhasil.
Sepertinya yang gw bilang sebelumnya, gerakan ini sepertinya bakalan terus ada. Ente ga nyaman karena kegaduhan yang ditimbulkan? Sama, gw juga, yang lain juga. Tinggal gimana kita bersikap terhadap ketidaknyamanan ini, sesuatu yang patut dikorbankan atau tidak. Either way, enjoy aja.
Wkwkwkwk cermat jg ente. Yup bung tomo dan dr.sutomo memang dua org berbeda. Salah satu pendiri Boedi Utomo ya dr.sutomo doi lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888.
Btw topiknya jd melebar kemana2, wkwkwkw. Tapi satu hal yang ane paham sih ente agak ga sreg sama propaganda yang dikibarkan aktivis LGBT dan disatu sisi ente jg tidak terima bentuk diskriminasi ke siapapun. Bisa dimengerti sih sama rasa frustasi ente, tapi stigma masyarakat bahwa kaum lgbt itu penyakit mental atau gangguan jiwa yang sifatnya menular harus sebisa mungkin dihilangkan atau mgkn tercerahkan dgn studi seksualitas terkini dan klo bukan mereka, aktivis LGBT siapa lagi yang memperjuangkan untuk perubahan. Lagi pula Indonesia negara Demokrasi bukan? Menyuarakan aspirasi tidak hanya ekslusif untuk golongan mayoritas saja toh? jadi saya rasa sah2 saja kegiatan aktivis tersebut. Perihal efek jangka pendeknya semacam "adding fuel to the fire" itu wajar yah. Ya wong orang Indonesia masih belum paham sepenuhnya LGBT itu seperti apa, khususnya muslim, mereka cuma berpegang pada keyakinan bahwa LGBT adalah kaum Sodom yang dilaknat Allah dan kerjaanya cuma mengikuti hawa nafsu dan pesta seks saja. Mereka menolak karena mereka tidak tahu realita yang terjadi di masa kini. Jadi penolakan masyarakat diawal memang tidak dapat dihindari tapi ga bisa dipungkiri perlahan2 juga(ane berharapa) mereka memahami sepenuhnya kehadiran LGBT di tengah lingkungan sosial bukan lah suatu penyakit masyarakat. USA aja dr jaman Harvey Milk di tahun 70an butuh waktu 40 tahun untuk melegalisasikan pernikahan sesama jenis. Apakah stigma masyarakat sana sudah hilang begitu saja? Tentu tidak, tapi setidaknya jauh lebih baik dibanding beberapa dekade sebelumnya.
Lagipula apasih yg ente resahkan dr aktivis LGBT ini? Metode kampanye mereka? Atau eksistensi mereka secara umum? Yang saya saksikan mereka tidak bias karena berpegang pada hukum dan memakai data2 ilmiah.
Oia jadi inget teman ane orang Thailand yang sedang studi di Indonesia, mereka tidak kenal konsep LGBT karena bagi mereka orientasi seksual itu tidak sebegitu signifikan perannya. No matter who you love, love is love man! Gitu aja sih boyorgku yg ngemesin