It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Makasih kak lan, soalnya sering lihat film tema soldier kak, aku suka bgt yg namanya berbau tentara
@gelandangan bg @anarasite kak @akina_kenji bro
@hendra_bastian kak @adi_suseno10
Di pejamkan matanya yg samar memandang butiran air yg menjatuhi tanah. Tanah itu tak bergeming sama sekali tak melawan, namun hanya menghayati.
Menghayati sebuah kefasihan alam yg teratur.
Dengan segala hiruk-pikuk yg membingungkan.
Matanya beralih pada awan yg sedu-sedan. Meneteskan air yg berbondong-bondong. Tak lupa berteman deburan angin dan kilatan elok serta dentuman merdu.
Festival alam yg basah terpampang di depan mata yg sedari tadi tak mau bergerling, bau debu yg lembab tak tercium di hidungnya.
Matanya sesekali mengerjap setelah kilatan cahaya bercanda di depannya.
Dia tersenyum, bukan karena dia mendapat coklat dengan kacang mete yg bertabur, atau karena dia mendapat hadiah sebuah boneka beruang yg memegang lambang hati.
Bukan, bukan itu yg membuat senyumnya mengembang di antara pipi kurusnya.
Namun, karena ia tersadar setelah mendapati dirinya tergegap saat mendengar dentuman yg menyusul candaan sang kilat.
Berseliweran di telinganya suara-suara dengan tangga nada yg melompat naik dan turun sesukanya. Terkadang keras hingga membentak, terkadang lembut hingga lirih.
Menjadi sebuah shymponi alam yg tergambar di balik kaca jendela bertirai hijau dengan bunga-bunga sebagai motifnya.
Dia masih terbaring di kasur bersprai putih, dan berbantal biru. Dengan selimut yg membungkus dirinya sepertiga.
Beberapa bungkus obat yg bergelimpagan diatas meja seolah memperhatikannya dengan kebisuan. Gelas kaca yg berisi air yg hampir habis masih tak mau berkata bahwa dia bosan di tempat itu.
Namun, meja yg di samping kasurnya sepertinya tetap memegang kesetiannya yg luhur, ia tak mengeluh.
Lampu neon yg terpatri di langit-langit tertawa setelah melihat cicak yg tetiba jatuh di dekat kasurnya.
****
Dia melangkahkan kakinya cepat secepat pandangan matanya yg mengerjap saat dia melihat sebuah bus yg akan membawanya ke tempat tujuan.
Ditangannya memegang beberapa berkas kertas berisi kata-kata resmi yg tak kupahami. Senyumnya sudah mengembang setelah ia mendapat panggilan wawancara yg akan merubah masa depannya.
Baju biru berkotak-kotak dan celana keper serta sabuk yg mengikat pinggangnya dengan gagah. Rambutnya yg tersisir rapi seolah menjadi saksi dari keceriaan hatinya yg membubung.
Matanya tak mau lagi sadar dengan kesesakan dia dalam angkutan umum penuh bau keringat itu.
Bahkan sedikit pun senyumnya tak pernah raib dari bibirnya yg manis semanis madu itu.
Namun, malang tak diundang.
Kemalangan yg mengubah hidup si pria bersenyum manis.
Kemalangan yg mencirukkan cita si pria berambut klimis.
Semua hancur teriris-iris.
Laksana daun yg dipotong keris.
Dengan perasaan yg hilang dan habis.
Tergolenglah bus yg membawa si pria.
Menabrak sebuah kereta yg berlalu di jalurnya.
Nyawa yg melayang sudah menggenapi angka hampir semua.
Puing-puing besi yg berjalan itu berserakan membanjiri aspal yg diam membisu.
Bergeraklah si pria dengan darah yg membanjiri kedua kakinya setelah tertembus besi tajam dari potongan puing bus yg hancur.
Air matanya mengalir bersama dengan darah yg mulai mengental.
Dia meminta tolong dengan suara lirih yg menyayat-nyayat.
Dan akhirnya, tubuh ringkihnya diangkat dan dilarikan ke tempat seharusnya yg ditempatinya.
****
"Maaf, kau tak bisa memiliki kaki lagi."
Hatinya hancur terbanting, matanya berbingkai air mata yg mengkilat.
Perasaannya hilang bergantung di atas bintang hingga tak akan bisa diraih oleh kakinya yg raib.
Oh, apakah hati selalu sakit ketika menjadi penyandang tunadaksa?
Apakah raga akan selalu menjadi titik acuan sebuah kebahagiaan yg hakiki?
Apakah cita-cita yg mulia hanya akan menjadi abu? Ketika tangan tak kuat menggengam sang cita, ketika kaki tak kuat mengejar.
Ahh,. Lihatlah matanya..
Mata yg penuh dengan kehampaan yg hambar.
Matanya yg tak bergerling dari langit-langit kamar.
Dia membeku, seperti patung batu yg berusia ratusan tahun.
Lihatlah mulutnya yg bergetar, dengan tangannya yg memegang besi ranjang yg dingin.
Dia tak dapat merasakan kakinya.
Kaki yg mengejar ayahnya saat membawa bekal untuk makan siang setelah seharian bekerja di ladang.
Kaki yg berjalan membawa ibunya ke tempat peristirahatan terakhir.
Kaki yg mengejar cita-cita yg kini hilang bersama angin dan berteman sepi.
Dan oh, lihatlah seorang lelaki tua yg memeluk si pria berhati sendu itu.
Matanya yg keriput berhias air mata duka.
Membanjiri pipinya yg sudah menyusut.
Dan mememeluk tubuh si pria yg membeku dan tak berkata.
Dia tak dapat merasakan kakinya.
Diusahain kak, untuk beberapa hari sepertinya akan hiatus.
lalu untuk apa aku bersandar pada pohon yg rapuh?
Di langitmu tidak ada tempatku. Di tanahmu tidak ada rumahku.
Kisahku hanyalah goresan rindu
Yang tertahan saat hendak menggapaimu
Namun kenapa kau tak kunjung pergi
Engkau menoleh saat kupanggil namamu
Tersenyum saat aku melukismu
Hanyalah putih yang bisa kulukis darimu
Karena tak pernah aku tahu tentang dirimu
Karena tak pernah kupahami tentang makna senyummu
Hanya orang yang benar2 pernah jatuh cinta dengan segenap hati mengerti kenapa
Yapp.. berharap lah yang bisa membuat kuat untuk terus maju
@Septa_Kun salam kenal bro
Keren kak @pendatangbaru aku sukak aku sukak.. Itu puisiku kok jadi kakak tambahin gitu? Hahaha
ahahaha iyak. suka dengan ceritamu jadi nambahin dikit aja
Penasaran sama si Toni. dia gimana tuh sekarang? Trus rahman bener2 dah lost contact kah?
Klo sama toni baik2 aja sekarang , ternyata cuma salah faham aja, dia aja yg baperan, dasar str8 baperan! Hahaha :v
Sama rahman dah lost contact sampek sekarang huuuu syedih :-( @pendatangbaru